Imparsial: Banyak Negara Hancur Akibat Konflik SARA
Oleh Devira Prastiwi pada 28 Agu 2017, 18:17 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf menyebut,
menguatnya konflik internal di sejumlah negara dunia membuat mereka terpecah belah. Akibatnya, negara itu kini sudah terhapus dalam peta dunia lantaran sudah tiada.
Hal itu diungkapkan Al Araf dalam workshop bertema 'Peran
Polri dalam Melindungi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya dan Polda Banten' di Hotel Sahid, Jakarta. Hadir dalam kegiatan ini dihadiri Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suntana dan Staf Ahli Kapolri Irjen Pol Ihza Fadri. Selain itu, juga hadir seluruh Kapolres di lingkungan Polda Metro Jaya dan perwakilan Polda Banten.
"Dulu ada Yugoslavia tapi sekarang enggak ada, itu karena
konflik identitas suku dan SARA. Kayak di Rwanda juga hancur karena adanya penyebaran kebencian dan genosida," ujar Al Araf, Senin (28/8/2017).
Menurut dia, saat ini negara yang sedang terancam hancur
adalah Suriah. Peperangan yang tengah berkecamuk di negara tersebut bisa membuat negara itu terpecah. "Indonesia sebagai negara yang plural bisa menjadi potensi konflik tersebut," ucap Al Araf.
Ia menilai tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi
negara gagal jika aparat penegak hukum tidak mampu melakukan pengelolaan keamanan dengan baik. Salah satu gejalanya ialah penegakan hukum yang lemah.
"Salah satu ciri negara gagal menurut PBB jika penegakan
hukum gagal. Seperti Somalia yang dianggap negara gagal," ujar dia.
Al Araf lalu meminta agar penegakan hukum terutama di
wilayah Polda Metro Jaya dan Polda Banten dapat berjalan dengan baik. Agar kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
"Saya percaya institusi Polri bisa menjadi penjaga kebhinekaan
dan menjaga adanya pemecah belah bangsa," tandas Al Araf
Jaga Bhineka
Sementara itu Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suntana
menegaskan, Polri akan menjaga keamanan dan ketertiban tanpa memandang suku atau agama. Pihaknya tak segan- segan untuk menindak tegas mereka yang akan mengoyak Bhineka Tunggal Ika.
"Kami akan menindak kelompok intoleran siapapun tanpa takut
diancam. Kami tak dapat bekerja sendiri dan menjamin hak sendiri," ucap Suntana.
Caranya, kata dia, dengan mengoptimalkan potensi seluruh
tokoh masyarakat dan agama melalui jalur formal dan informal bersama pemerintah. Di tempat yang sama, Staf Ahli Kapolri Irjen Pol Ihza Fadri mengingatkan jajaran Polda Metro Jaya dan Polda Banten agar selalu mampu mengantisipasi pergerakan kelompok radikal.
Kelompok tersebut berpotensi menimbulkan konflik sosial di
masyarakat karena mereka ingin menghidupkan ideologi yang tidak sesuai. Ideologi yang tidak sesuai itu akan menjadikan pedoman masyarakat dalam berkehidupan.
"Jadi, aliran kepercayaan ini menjadi konflik sosial, ketika
gerakan ini bergesekan dengan masyarakat baik menyerupai keyakinan atau kelompok ini ingin melakukan kegiatan sesuai keinginannya," terang Ihza.
Dia menambahkan, pihak kepolisian harus mampu mengelola
konflik yang terjadi di masyarakat untuk memberikan kepastian keamanan dan ketertiban.
"Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 menyebutkan Tugas Kepolisian
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi masyarakat dari semua ancaman maupun gangguan, mengayomi masyarakat, serta menegakkan hukum yang telah ada atau dibuat," tutup Ihza.
Analisi
Ancaman dalam berita tersebut adalah ancaman dari dalam negeri
berupa potensi konflik antar kelompok atau golongan, baik perbedaan pendapat dalam masalah politik maupun akibat masalah SARA. Ancaman tersebut berupa perbedaan ideologi, disitu juga tersebut peran polri dalam menjaga keutuhan NKRI .