DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Di
indonesia mengalami transisi epidemiologi penyakit dan kematian yang
disebabkan oleh pola gaya hidup, meningkatnya sosial ekonomi dan
bertambahnya harapan hidup. Pada awalnya penyakit didominasi oleh
penyakit menular, namun saat ini penyakit tidak menular (PTM) terus
mengalami peningkatan dan melebihi penyakit menular. Penyakit tidak
menular yaitu seperti jantung, kanker, penyakit paru kronik, dan diabetes
melitus.
PTM sudah mempengaruhi negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah di mana hampir 80% dari kematian PTM atau sekitar 29 juta
kematian telah terjadi. Orang yang rentan dan kurang beruntung secara
sosial akan sakit dan mati lebih cepat dari orang-orang dengan posisi
sosial yang lebih tinggi, karena mereka berada pada posisi sosial yang
lebih besar untuk terkena produk yang berbahaya seperti makanan yang
tidak sehat dan memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan seperti
Rumah Sakit, Puskesmas, dan pelayanan kesehatan lainnya. Oleh karena
itu pentingnya pengetahuan tentang PTM yang dilatarbelakangi dengan
meningkatnya pravelensi, mortalitas, dan pembiayaan dalam masyarakat,
khususnya di indonesia. Dengan demikian surveilans PTM dan faktor
resikonya merupakan salah satu strategi upaya pencegahan, pengendalian
penyakit yang tepat oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.
1|Page
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit tidak menular (PTM) ?
2. Berapa persentase pravelensi penyakit tidak menular di Provinsi
Lampung ?
3. Berapa persentase mortalitas penyakit tidak menular di Provinsi
Lampung ?
4. Berapa pembiayaan penyakit tidak menular di Provinsi Lampung ?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian penyakit tidak menular.
2. Mengetahui persentase pravelensi penyakit tidak menular di Provinsi
Lampung.
3. Mengetahui persentase mortalitas penyakit tidak menular di Provinsi
Lampung.
4. Mengetahui pembiayaan penyakit tidak menular di Provinsi Lampung.
2|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3|Page
Faktor-faktor resiko yang telah diketahui ada kaitannya dengan PTM
yang bersifat kronis sebagai berikut:
1. Tembakau
2. Alkohol
3. Kolesterol
4. Hipertensi
5. Diet
6. Obesitas
7. Aktivitas atau Pekerjaan
8. Stress
9. Lingkungan Sekitar
4|Page
C. Definisi Mortalitas PTM
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena
akibat yang spesifik) pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per
dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan
kematian per 1000 individu per tahun, hingga, rata-rata mortalitas sebesar
9.5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950 kematian per tahun.
Angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti
hipertensi, stroke, dan diabetes melitus meningkat daripada kasus kematian
akibat penyakit menular.Konsumsi makanan yang cukup, bermutu, dan
aman merupakan syarat utama untuk hidup sehat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riskesdas (2010), makanan
yang dikonsumsi masyarakat Indonesia belum sesuai dengan kebutuhan.
Menurut data yang didapat dari Kementerian Kesehatan, masih terdapat
masyarakat yang kurang gizi, tetapi di pihak lain terdapat juga masyarakat
yang menghadapi kelebihan gizi, terutama di perkotaan.
Data mortalitas menurut kelompok penyakit berdasarkan kajian hasil
survei kesehatan nasional 1995-2007 (Depkes, 2008) menunjukkan
terjadinya pergeseran pola penyakit penyebab kematian pada berbagai
golongan umur. Angka kematian akibat penyakit Diabetes Melitus
meningkat 1,1% menjadi 2,1%, Hipertensi dari 7,6% menjadi 9,5%, dan
stroke dari 8,3%, menjadi 12,1% (Depkes, 2008 dan Kemenkes, 2014).
5|Page
Menurut Menkes, pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini,
beban negara untuk pembiayaan kesehatan semakin meningkat. Hal
tersebut terlihat dari banyaknya masyarakat yang menderita penyakit
jantung, dan stroke. Salah satunya adalah penyakit Jantung yang menelan
biaya hingga 6,9 triliun.
6|Page
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
7|Page
persendian berdasarkan diagnosisi oleh tenaga kesehatan dan gejala penyakit
di Provinsi Lampung berkisar antara 18,9% - 39,6 %, dan prevelensi di Way
Kanan ditemukan lebih tinggi dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya sebesar
39,6%, sebaliknya Bandar Lammpung mempunyai prevelensi paling rendah
yaitu sebesar 19,0%. Sementara prevelensi penyakit persendian yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan berkisar antara 8,1 – 23,2%, dan prevelensi
tertinggi ditemukan di Kabupaten Way Kanan, sebaliknya prevelensi terendah
di Lampung Tengah sebesar 8,1%.
Pada tabel diatas juga dapat dilihat bahwa prevelensi hipertensi di Provinsi
Lampung berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah 24,1%, dan bila
hanya berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6,6%, sementara
berdasarkan diagnosis dan atau riwayat minum obat hipertensi adalah 6,8%
dan daerah tertingginya berada di Lampung Utara 10,2%. Menurut
Kabupaten/Kota, prevelensi hipertensi berdasarkan pengukuran berkisar
14,3% - 27,2%, dan prevelensi tertinggi ditemukan di Lampung Barat
(27,2%). Sementara prevelensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga
kesehatan dan atau minum obat hipertensi berkisar antara 5,4 – 10,2 %.
Memperhatikan angka prevelensi hipertensi berdasarkan diagnosis atau
minum obat dengan prevelensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran
tekanan darah di setiap Kabupaten / Kota di Provinsi Lampung, pada
umumnya nampak perbedaan prevelensi yang cukup besar.
Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan atau gejala yang menyerupai
stroke, prevelensi stroke di Provinsi Lampung adalah 6,4 per 1000 penduduk.
Menurut Kabupaten / Kota prevalensi stroke berkisar antara 2,2 – 10,5% dan
Bandar Lampung memepunyai pravelensi lebih tinggi dibandingkan wilayah
lainnya, abaik berdasarkan diagnosis maupun gejala.
8|Page
Tabel 3.2
9|Page
Berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat bahwa pola prevalensi penyakit
sendi, hipertensi, dan stroke cenderung tinggi pada tingkat pendidikan yang lebih
rendah. Namun untuk hipertensi dan stroke nampak sedikit meningkat kembali
pada tingkat pendidikan Tamat PT. Berdasarkan pekerjaan responden, prevalensi
penyakit sendi pada Ibu RT ditemukan lebih tinggi dari jenis pekerjaan lainnya.
Sedangkan untuk hipertensi dan stroke, prevalensi ditemukan lebih tinggi pada
mereka yang tidak bekerja.
Berdasarkan status ekonomi yang diukur melalui tingkat pengeluaran per
kapita, prevalensi penyakit sendi di Provinsi Lampung nampak cenderung lebih
rendah pada kuintil 3 sebesar 10,4%. Untuk diagnosis oleh nakes hipertensi paling
tinggi berada di kuintil 1 yaitu 26,8%. Untuk diagnosis stroke, prevalensi tertinggi
berada pada kuintil 5 sebesar 7,0%0 dan cenderung meningkat sesuai dengan
peningkatkan ekonomi.
Tabel 3.3
Tabel 3.3 Prevalensi penyakit asma di Provinsi Lampung sebesar 1,5% (kisaran: 0,5 –
2,9%), tertinggi di Lampung Selatan diikuti Way Kanan serta terdapat di semua
kabupaten/ kota. Prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis nakes dan gejala
sebesar 2,6% (kisaran 1,1 – 4,3%), tertinggi di Lampung Selatan (4,3%) dan terendah
berada di Tanggamus sebesar 1,1%.
Prevalensi penyakit diabetes sebesar 0,4% (kisaran 0,1 – 0,9%), tertinggi di kota
Bandar Lampung sebesar 0,9% dan terendah berada di Lampung Utara sebesar 0,1%.
10 | P a g e
Prevalensi penyakit tumor/kanker sebesar 3,6‰ (kisaran 1,1 – 6,4‰), tertinggi di kota
Lampung Selatan (6,4‰) dan Lampung Barat sebesar 5,6‰ dan terendah berada di
Lampung Utara sebesar 1,1‰.
Tabel 3.4
Tabel 3.4 Memperlihatkan penyakit asma tidak ditemukan pada responden umur kurang
dari 1 tahun. Prevalensi asma berdasarkan diagnosis dan gejala paling tinggi berada di
kelompok umur 75 tahun ke atas. Untuk penyakit jantung prevalensi berdasarkan dignosis
dan gejala paling tinggi ditemukan pada umur 75 tahun ke atas sebesar 11,6% dan
terendah berada pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 0,1%. Diabetes mulai terdapat
pada kisaran umur 15 tahun keatas dan prevalensi tertingginya berada pada kelompok
umur 55-64 tahun dan 65-74 tahun sebesar 1,7%. Tumor mulai terdapat pada umur 1
11 | P a g e
tahun keatas, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 65- 74 tahun yaitu sebesar 55-64
tahun.
Prevalensi penyakit asma berdasarkan diagnosis nakes atau gejala paling tinggi
terdapat pada laki-laki sebesar 1,6% sedangkan prevalensi penyakit jantung, diabetes dan
tumor paling tinggi berada pada perempuan.
Prevalensi penyakit asma tinggi pada yang tidak sekolah yaitu 4,9% dan terdapat
kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kecil pula prevalensi penyakit
asma. Prevalensi penyakit jantung juga tertinggi pada yang tidak sekolah sebesar 7,7%
dan terendah berada pada responden yang tidak tamat SMP sebesar 1,9%. Diabetes tinggi
pada yang tidak sekolah dan tamat PT (1,2%). Prevalensi tumor/kanker paling tinggi
berada pada responden tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat PT sebesar 5,2%0.
Prevalensi asma, jantung dan diabetes tertinggi pada kelompok yang tidak bekerja,
sedangkan prevalensi tumor tinggi pada ibu rumah tangga sebesar 6,0‰.
Prevalensi asma tidak jauh berbeda antara perkotaan dan pedesaan. Prevalensi jantung,
diabetes dan tumor cenderung lebih tinggi di perkotaan dari pada pedesaan. Sedangkan
penyakit jantung kota lebih tinggi yaitu sebesar 3,1% dibandingkan desa sebesar 2,4%.
Penyakit asma paling tinggi berada di kuintil 1 yaitu sebesar 1,8%, jantung paling
tinggi terdapat di kuintil 5 yaitu 2,7%, diabetes dan tumor prevalensinya hampir sama di
semua kuintil.
Tabel 3.5
Tabel 3.5 Secara umum prevalensi gangguan jiwa berat, buta warna, glaukoma, bibir
sumbing talasemia dan hemofilia di Provinsi Lampung lebih rendah dibandingkan dengan
angka nasional. Prevalensi gangguan jiwa berat di provinsi Lampung sebesar 1,4% 0
(kisaran 0,0 – 3,5%0), tertinggi di Lampung Timur sebesar 3,5%0, terdapat hampir di
12 | P a g e
semua kabupaten/kota, kecuali di Tulang Bawang dan Metro. Prevalensi buta warna
2,2‰ (kisaran 0,0 – 6,5‰), tertinggi di Bandar Lampung, diikuti Lampung Tengah, tidak
terdapat di Lampung Barat, Lampung Selatan, Way Kanan dan Metro. Prevalensi
glaukoma di Provinsi Lampung secara umum 0,7‰, bibir sumbing 0,7‰, thallasemia 0,1
mempunyai prevalensi 2,2‰. Prevalensi sangat kecil di semua kabupaten/kota.
Prevalensi rhinitis 7,8‰ (kisaran 0,0 – 17,7‰), tertinggi di Bandar Lampung (17,7‰)
sedang di Lampung Utara tidak ditemukan. Hemofilia seperti buta warna mempunyai
prevalensi yang sama yaitu 0,2‰ (kisaran 0,0 – 0,8‰), tertinggi di Lampung Barat
(0,8‰) sedangkan di Tanggamus, Lampung Timur, Lampung Tengah, Way Kanan dan
Metro tidak ditemukan. Prevalensi dermatitis 40,3‰ (19,6 – 69,2‰), tertinggi di
Lampung Timur sebesar 69,2‰ dan terendah di Tanggamus sebesar 15,1‰.
Salah satu tujuan sistem kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan (health
status), ketanggapan (responsiveness), dan keadilan dalam pembiayaan pelayanan
kesehatan (fairness of financing, WHO, 2000). Pada topik ini dikumpulkan
informasi tentang jenis kepemilikan dan penggunaan jaminan kesehatan,
pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, dan sumber pembiayaan yang paling
sering dimanfaatkan penduduk beserta besaran biaya yang dikeluarkannya.
Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki
keadaan kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Tujuan dari pembiayaan kesehatan adalah untuk menjamin dana yang
cukup, tidak hanya bagi penyedia pelayanan kesehatan, namun juga seluruh
penduduk dapat memiliki akses kepada upaya pelayanan kesehatan masyarakat
dan perorangan yang efektif dan berkualitas.(WHO,2000) Jaminan kesehatan
adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
13 | P a g e
kesehatan, yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres no 12 tahun 2013). Menurut UU No.
36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 130 bahwa pembiayaan kesehatan
bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan
dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara
berhasil guna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Unsur-unsur pembiayaan terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan
pemanfaatan. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan sumber lain. Syarat pokok
pembiayaan kesehatan meliputi: (1) jumlah harus memadai untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan tidak menyulitkan masyarakat yang
memanfaatkan; (2) distribusinya harus sesuai dengan kebutuhan untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan; serta (3) pemanfaatannya harus diatur
setepat mungkin agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang optimal (UU No. 36, 2009). Pada Riskesdas 2013,
analisis pembiayaan kesehatan meliputi kepemilikan jaminan kesehatan serta
pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap berikut
sumber dan besaran biayanya. Sumber biaya dibedakan menjadi biaya sendiri,
asuransi kesehatan sosial (meliputi Askes PNS, Pensiun, Veteran, TNI/Polri),
Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), asuransi kesehatan swasta, tunjangan
kesehatan dari perusahaan,
14 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil riset kesehatan dasar (riskesdas 2007) diketahui bahwa Penyakit tidak
menular. Prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran cukup tinggi (>30%) di
Lampung Barat. Prevalensi penyakit sendi juga tinggi (> 20%). Prevalensi
penyakit jantung 2,6% dalam 1 tahun terakhir berdasarkan diagnosa+gejala dan
prevalensi asma 1,5 %. Gangguan jiwa berat tidak ditemukan di Tulang Bawang
dan Metro sedangkan di kabupaten lainnya berkisar antara 0,1-0,3%.. Prevalensi
low vision dan kebutaan penduduk umur 5 tahun ke atas dalam 5 tahun terakhir
3,74 % dan 1,03
15 | P a g e
B. Saran
16 | P a g e