Anda di halaman 1dari 12

A.

Anatomi Auris/Telinga

Auris terdiri atas 3 bagian :


1. Auris externa/Telinga luar
Auris externa terdiri dari 2 bagian, yaitu : auricular (pinna) dan meatus acusticus
externus.

a. Auricula
Terdiri dari tulang rawan. Tepi luar pada auricular adalah helix, di inferiornya
terdapat lobulus auricula yang lunak. Cekungan ditengah auricular disebut concha
auricula. Terdapat meatus acusticus externus yang keluar dari kedalaman concha, di
depan meatus acusticus externus tepat di depan concha auricula terdapat tragus.
Berlawanan dengan tragus, di atas lobulus auricula disebut antitragus.
b. Meatus acusticus externus
Saluran ini terbentang dari konka sampai membran timpani atau gendang telinga.
1/3 lateralnya dibentuk oleh tulang rawan auricular dan 2/3 medialnya merupakan
saluran tulang pada tulang temporal. Bagian tulang rawan meatus dilapisi kulit yang
berambut, ada kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat, yang mensekresikan
serumen atau kotoran telinga. Meatus bagian tulang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis
yang juga melapisi permukaan membrane timpani.

2. Auris media/ Telinga tengah terdiri dari :


Membran timpani, Kavum timpani, Prosesus mastoideus, dan Tuba eustachius

A. Membran timpani
Membran timpani memisahkan meatus acusticus externus dari auris media. pada
bagian tengah terdapat titik perlekatan yang disebut dengan umbo. Membran timpani
terdiri dari 2 bagian, yaitu :
1. Pars tensa Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu
permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada
anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan
lebih tipis dari pars tensa.
B. Kavum timpani
Kavum timpani mempunyai 6 batas bagian yaitu :
1. Atap Kavum Timpani
Atap (paries tegmentalis) terdiri dari selapis tipis tulang yang memisahkan
auris media dari fossa cranii media. lapisan tulang ini disebut tegmen timpani.

2. Dasar kavum timpani


Dasar (paries jugularis) terdiri dari selapis tipis tulang yang memisahkan
auris media dengan vena jugularis interna.

3. Dinding medial
Dinding medial struktur utama pada dinding ini adalah promontorium yang
dihasilkan oleh lilitan dasar koklea. Struktur yang berhubungan dengan dinding
medial adalah dua celah, fenestra vestibule/jendela oval dan fenestra
cochlea/jendela bulat.

4. Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus,
yang menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid

5. Dinding anterior
Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding
medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih
besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri
karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior.
Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang
membawa serabut -serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu
atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna1.

6. Dinding lateral
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian
tulang berada diatas dan bawah membran timpani. Kavum timpani dibagi
menjadi 3 bagian yaitu :

a. Epitimpanum.
Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior
kavum timpani, disebut juga atik karena terletak diatas membran
timpani. sebagian besar atik diisi oleh maleus inkus. Dibagian superior
epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os posterior. Dinding
medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh penonjolan
kanalis semisirkularis lateral. Pada bagian anterior terdapat ampula
kanalis superior, dan lebih anterior ada ganglion genikulatum, yang
merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah
dari maleus oleh suatu ruang yang sempit, disini dapat dijumpai muara
sel-sel udara yang membuat pneumatisasi pangkal tulang pipi (zygoma).
Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang berlanjut kearah
lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas.
Diposterior, atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid,
yaitu aditus ad antrum.

b. Mesotimpanum
Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial
dibatasi oleh kapsul otik, yang terletaknya lebih rendah dari pada nervus
fasialis pars timpani. Dinding anterior mesotimpani terdapat orifisium
timpani tuba eustachius pada bagian superior dan membentuk bagian
tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior. Dinding ini
biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-
bagian tulang lemah.

c. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus


Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbus
jugulare.

Kavum timpani terdiri dari :


1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus.

A. Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

1. Malleus
Malleus adalah tulang yang paling besar dan melekat pada membran
tympani. Bagian-bagiannya yaitucapput mallei, collum malei, processus
anterior, processus lateralis dan manubrium mallei.
2. Inkus
Inkus terdiri dari corpus incudis, crus longum, dan crus breve. Corpus
incudis yang bersendi dengan capput mallei, crus longum bersendi
dengan stapes. Crus breve meluas ke posterior dan dilekatkan oleh
ligamentum ke dinding posterior atas media
3. Stapes
Stapes merupakan tulang pendengaran yang terletak paling medial.
Terdiri dari caput stapedis, crus anterior, crus posterior, dan basis
stapedis.
B. Otot-otot pada kavum timpani
Otot-otot pada kavum timpani terdiri dari : otot tensor timpani (
muskulus tensor timpani) dan otot stapedius ( muskulus stapedius)

1. Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm


diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal
tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang
dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal.
Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung
timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus
ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam
telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus.
Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5.
kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam
sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi
resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan suara dengan
freksuensi rendah.

2. Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam
kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke
perios kanal tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk
tendon stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes.
M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang
timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada
perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius me narik stapes ke
posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes.
Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan
meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.

C. Saraf Korda timpani


Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari
kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir
posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral
keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher
maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan
kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar
melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan
sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah
sublingual dan submandibula melalui ganglion submandibular. Korda
timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian
anterior.

D. Pleksus timpanikus
Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan
nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar
arteri karotis interna.
Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :
1. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi kavum
timpani, tuba eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.
2. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial
mayor.
3. Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-
serabut parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga
tengah melalui suatu saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani
kemudian menerima serabut saraf parasimpatik dari N. VII dengan
melalui cabang dari ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf
berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus petrosus
superfisial mayor, diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter.
Kemudian berjalan melalui foramen ovale dengan nervus mandibula
dan arteri meningeal assesori sampai ganglion otik. Kadang-kadang
saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale tetapi melalui foramen
yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post ganglion dari
ganglion otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar
parotis melalui nervus aurikulotemporalis.

C. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah
9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu : 1. Bagian tulang terdapat
pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian). 2. Bagian tulang rawan terdapat
pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Bagian tulang sebelah lateral berasal
dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang rawan medial masuk ke
nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior dan medial
sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan
bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit
yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan
selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring.
Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5
cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba
pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring
ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet
dan kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba
terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan
pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang
dinamakan tonsil tuba.
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret
dari nasofaring ke kavum timpani.

D. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah
ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang
temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-
sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya.

3. Auris interna/ Telinga dalam


Telinga dalam terdiri dari serangkaian cavitas tulang (labyrinthus osseus) dan
ductus, saccus membranaceus (labyrinthus membranaceus).

a. Labyrinthus osseus
Labirin bagian tulang mempunyai tiga bagian yakni, koklea, vestibulum,
dan kanalis semisirkularis.
- Koklea menyerupai rumah siput dengan 2 ½ lingkaran. Terdapat dua canalis
yaitu skala vestibuli dan skala timpani
- Vestibulum terletak diantara koklea dan kanalis semisirkularis. Disebelah
lateral melalui jendela oval, vestibulum terbuka ke dalam kavum timpani. Di
jendela oval cairan (perilim) di dalam vestibulum berbatasan dengan dataran
kaki tulang stapes..
- Kanalis semisirkularis anterior (superior), posterior dan lateralis tersusun
saling tegak lurus dan menempati tiga bidang di dalam sebuah ruang. Saluran
yang anterior sisi telinga yang satu terletak pada bidang yang sama dengan
saluran yang posterior sisi telinga yang berlawanan dan fungsi bersama kedua
telinga dalam ini untuk memelihara keseimbangan yang sebenarnya.

b. Labyrinthus membranaceus
Labirin bagian membranosa mempunyai tiga komponen :
- Duktus koklearis
- Sakulus dan utrikulus
- Duktus kanalis semisirkularis.
Labyrinthus membranaceus adalah suatu system tertutup yang berisi
endolim. Sebuah tangkai, yakni duktus endolimfatikus, melintas dari sakulus
dan utrikulus melalui saluran (akuaduktus vestibule). Di dalam tulang
petrosus, menuju suatu toreh di lateral terhadap meatus akustikus internus.
Duktus ini yang berperan sebagai penyelamat perluasan kantong
endolimfatikus, terletak ekstradural.
Getaran tulang stapes menciptakan gelombang cairan didalam
perilim, yang selanjutnya menciptakan gelombang cairan di dalam endolim
duktus koklearis. Ini adalah dasar bagi perangsangan mekanik reseptor-
reseptor pendengaran.
Utrikulus dan sakulus adalah reseptor bagi posisi kepala
berdasarkan gaya tarik bumi pada mekanisme reseptor utrikulus dan sakulus.
Utrikulus mendeteksi gerak kepala pada bidang sagittal (keatas dan kebawah),
dan sakulus mendeteksi gerak kepala pada bidang horizontal (sisi ke sisi).

B. Definisi Otitis Media Akut


Otitis Media Akut adalah didefenisikan sebagai penonjolan membran timpani yang
ringan atau berat, onset otorrea yang baru dan tanpa otitis eksterna, atau penonjolan pada membran
timpani yang disertai otalgia <48 jam dan kemerahan pada membran timpani

C.Epidemiologi Otitis Media Akut


OMA merupakan penyakit inflamasi yang umum diberikan pengobatan antibiotik
pada anak-anak. Secara umum, OMA terjadi pada anak-anak dengan puncak usia 6-11 bulan, 59%
saat usia 2 tahun anak-anak memiliki satu atau lebih episode OMA.

D. Faktor Resiko Otitis Media Akut


1. Sumbatan tuba eustachius
Sumbatan pada tuba eustachius mengakibatkan tekanan negatif dan tertariknya mukus
dari nasofaring ke telinga tengah. Hal ini yang menyebabkan pada kasus OMA dapat
ditemukan bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan
Moraxella catarrhalis.
2. ISPA pada anak
ISPA pada anak nasofaringitis yang mana akan berdampak ke tuba eustachius. Pada
anak struktur tuba eustachius masih pendek, lebar, dan lebih horizontal di bandingkan
orang dewasa.
3. Tempat penitipan anak
Jumlah anak-anak di tempat penitipan anak juga merupakan faktor penting untuk
OMA, dan resikonya lebih besar dibandingkan anak dirawat oleh keluarganya.
Dijelaskan mungkin meningkatnya resiko OMA pada tempat penitipan anak karena
rentannya terkena infeksi pernafasan yang ditularkan oleh anak-anak lain. Anak-anak
di tempat penitipan anak berisiko 2 kali lebih besar terkena flu dibandingkan anak-
anak yang tinggal dirumah.
4. Paparan rokok
Menyebabkan inflamasi pada mukosa, hyperplasia sel goblet, dan meningkatnya
produksi mukus, yang akan berdampak pada penurunan immunitas dan meningkatnya
kolonisasi bakteri yang berikatan pada epitel saluran nafas.
5. Pemberian ASI yang kurang
Dipercayai bahwa pemberian ASI yang cukup dapat memberikn perlindungan untuk
sistem kekebalan tubuh anak. Pemberian makan dengan posisi terlentang dikaitkan
dengan awal mula terjadinya Otitis Media kronik. Efek yang menguntungkan dari ASI
dalam penelitian Paradise dan Elster, dimana celah pallatum anak dapat terbuka.
6. Riwayat keluarga menderita OMA
Predisposisi genetik yang sama, yaitu fungsi tuba eustachius, atau tingginya transmisi
patogen pada saluran nafas. Anak-anak yang secara genetic berisiko menderita OMA,
dapat diberikan pendidikan khusus kepada keluarga : faktor lingkungan, mencegah
ISPA dengan vaksin.
8. Pemberian susu botol
Bayi yang diberi susu botol memiliki prevalensi terkena infeksi Haemophilus
influenza yang lebih tinggi dan kadar IgG yang lebih rendah.
9. Defisiensi makanan & vitamin
Defisiensi vitamin dan makanan dapat ditemukan pada penderita OMA, seperti
vitamin A, zinc, EPA (asam lemak omega 3)
10. Bayi lahir prematur
11. Saudara kandung menderita OMA
Keseharian saudara kandung diluar rumah dapat meningkatkan kontak dan transmisi
patogen pada saluran pernafasan yang menjadi faktor untuk terjadinya OMA. Riwayat
episode OMA yang berulang pada saudara kandung mungkin mencerminkan
predisposisi genetik yang sama, yaitu fungsi tuba eustachius, atau tingginya transmisi
patogen pada saluran nafas.
12. GERD (Gastro esophageal reflux disease)
Beberapa penelitian pada penderita GERD, 62,9% menemukan pasien dengan Otitis
Media. Ditemukannya pepsin/pepsinogen pada penderita OMA dapat dijelaskan
akibat refluks.

E. Patogenesis Otitis Media Akut


Sembuh/normal

Tekanan negatif Efusi OME


Gangguan Tuba
telinga tengah

Tuba tetap terganggu +


ada infeksi

Etiologi/ OMA
Faktor resiko

F. Stadium Otitis Media Akut


Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas 5 stadium,
Yaitu :
1. Stadium oklusi tuba
Adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negative di
dalam telingah tengah. Kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat.
2. Stadium hiperemis (pre-supuratif)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edem. Secret bersifat eksudat yang serosa.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telingah tengah, hancurnya sel epitel superficial,
terbentuk eksudat yang purulent pada kavum timpani, membran timpani menonjol (bulging)
kearah liang telinga luar. Pasien tampak sakit, nadi dan suhu meningkat, nyeri berat pada
telinga. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik, akibat
tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul nekrosis. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi kuman
yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Disini suhu badan turun.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani akan normal
kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila
daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan.

G. Gejala Klinis Otitis Media Akut


Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang
sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri di dalam telinga, suhu tubuh tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh ditelinga atau pendengaran menurun. Pada bayi dan
anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC, anak gelisah, sukar
tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, dan kadang memegang telinga yang sakit. Bila terjadi rupture
membran timpani, maka secret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur
tenang.

G. Teknik diagnosis Otitis Media Akut


Untuk mengevaluasi telinga psien, yang harus digunakan termasuk otoscopy, otoscopy pneumatic,
dan timpanometri.
- Otoscopy : dengan melihat untuk menunjukkan ada tidaknya kelainan
pada telinga tengah. Jika sudah didiagnosis OMA maka serumen harus
dibersihkan, membran timpani memerah, sekret dari telinga tengah dapat
terlihat atau tidak.
- Otoscopy pneumatic : Membran timpani bergerak cepat saat sedikit tekanan
adalah normal. Jika membran timpani tidak bergerak dengan mudah saat
tekanan sedikit positif atau negative, mungkin terjadi efusi pada telinga tengah.
- Timpanometri : memastikan adanya cairan dari telinga tengah untuk
selanjutnya di otoskopi. Dapat mengukur tekanan tellinga tengah.

H. Terapi Otitis Media Akut


Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
1. Stadium oklusi
Pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCL efedrin
0,5% dalam larutan fisiologis (anak<12 tahun) atau HCL efedrin 1% dalam larutan
fisiologis (anak>12 tahun dan orang dewasa). Selain itu sumber infeksi harus diobati
dengan pemberian antibiotik.
2. Stadium hiperemis
Pemberian antibiotik golongan penisilin atau ampisilin selama 7 hari. Pada anak,
ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi dalam 4 dosis. Atau
amoksisilin 40mg/kg BB per hari dibagi dalam 3 dosis.
3. Stadium supurasi
Selain diberikan antibiotik, idealnya dilakukan miringotomi bila membran timpani
masih utuh.

4. Stadium perforasi
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat.
5. Stadium resolusi
Bila tidak terjadi resolusi biasanya tampak secret mengalir ke liang telinga melalui
perforasi di membran timpani. Pada keadaan demikian antibiotik dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu.

I. Komplikasi Otitis Media Akut


Komplikasi OMA dapat terjadi akibat infeksi yang tidak diobati dan resistensi
bakteri, atau karena kongenital, dan faktor immunologis. Kebanyakan pasien OMA
memiliki prognosis yang baik. Komplikasi Otitis Media dapat dibagi menjadi
intratemporal dan ekstratemporal. Komplikasi Intratemporal : mastoiditis, paralisis nervus
facialis, dan labirinthitis . Komplikasi ekstratemporal : subperiosteal abses, bezold’s abses,
meningitis
Referensi

David P, James J, Diego A, dkk. 2012. Acute Otitis Media Severity : Association with Cytokine
Gene polymorphisms and other Risk Factors. Int J Pediatr Otolaryngol, 75(5) : 708-712
Laulajainan A, 2016. Acute Severa Complications of Otitis Media in Children and Adult.
Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Helsinki University Hospital
Richard L, Wayne A, Adam W. Gray Dasar-Dasar Anatomi. Singapura : Elsevier. 2012
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Vol VI. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Shawabkeh M, Haidar H, Larem A, dkk. 2017. Acute Otitis Media- An Update. Qatar: Journal of
Otolaryngology- ENT Research, Vol.8 Issue 4-2017

Anda mungkin juga menyukai