Menurut Rindova (1999) mengatakan bahwa jika peranan BOD hanya di pandang sebagai bagian dari fungsi mekanisme control dalam korporasi, maka cenderung under estimate dalam memberikan kontribusi terhadap hal yang bersifat strategis pada perusahaan. Jika dikaitkan dengan pentingnya korporasi untuk memertahankan persaingan, peningkatan kemampuan strategis dalam lingkungan yang semakin kompetitif, peran strategis BOD dalam berbagai aktivitas korporasi dipercaya dapat meningkatkan nilai perusahaan secara signifikan. Dari argumen diatas perlu dilakukan perubahan peran BOD sebagai bagian utama dalam board governance melalui keterlibatan BOD yang secara mendalam terhadap fungsi korporasi. Sehingga menjadi tantangan bagi manajemen dan BOD dalam mencapai kesuksesan organisasi sedangkan keduanya memiliki tanggung jawab yang berbeda dalam sebuah korporasi. Rindova (1999) menjelaskan bahwa BOD sangat berperan penting dalam aktivitas strategi perusahaan. Terutama pada kerja sama antara anajer dengan BOD dalam memformulasikan dan menghasilkan rencana strategis korporasi. Pertama, anggota BOD dapat memberikan kontribusi terhadap proses strategis secara kreatif. Kedua, BOD dapat menjelaskan fungsi monitoring secara baik jika mereka memahami mendalam strategi perusahaan. Hasil studi empiris menjelaskan peranan BOD dalam proses keputusan strategis perusahaan mampu memberikan kontribusi ke berbagai aspek yang berhubungan dengan proses tersebut, terutama dalam relevansi dengan cognitive tasks.(Lukviarman, 2005c). Disisi lain peran BOD dalam mengarahkan bisnis ke depan, pada saat yang bersamaan tetap mempertahankan perusahaan tersebut rentang kendali yang sehat (Garrat, 1999). Sehingga, penting bagi BOD untuk memahami peran utamanya baik secara kolektif maupun individual.
2. Board of Directors dan Proses Stratejik
Menurut Johnson et al. (1996) minimnya konsesnsus BOD secara efektif dapat diakibatkan oleh multiple roles yang harus dilakukan board member sebagai anggota BOD. Agency theory telah muncul sebagai paradigma yang dominan dalam bidang financial economics sehingga teori ini merupakan kontribusi terbesar dari riset yang berhubungan dengan BOD (Hill dan Snell, 1989). Pendekatan agency theory merupakan satu-satunya perspektif yang mencakup fungsi strategis dari BOD. BOD meiliki pengaruh terhadap setiap keputusan yang menyangkut hal yang berhubungan dengan isu strategis perusahaan menurut Studi Henke (1983). Namun, banyak dari BOD yang tidak memahami bahwa mereka telah terlibat dalam keputusan strategis perusahaan. Keterlibatan BOD dalam proses yang dimaksud adalah memberikan argument bahwa tekanan terhadap semakin besar akuntabilitas dalam pengambilan keputusan memberikan focus perhatian terhadap keterlibatan BOD dalam mengambil keputusan. Terdapat tiga alasan utama sebagai dasar tekanan akuntabilitas (Judge dan Zeithaml, 1992) yaitu: Meningkatkann aktivitas investor institusional memberikan tekanan BOD untuk kritis terhadap kepemimpinan stratejik manajemen Bentuk pertahanan terbaik dalam menghadapi corporate raiders melalui keterlibatan mendalam BOD dalam pengambilan keputusan strategis. Ancaman potensial dan riil menyangkut unwanted takeovers yang menyebabkan terjadi tekanan eksternal secara signifikan mendorong keterlibatan BOD dalam proses strategis.
3. Board Of Directors; kontribusi dalam keputusan Strategis
Terdapat model yang memerikan gambaran hubungan keberadaan BOD dengan fungsi, peran dan kontribusi dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan, Rindova (1999). Keraangka tersebut menyangkut kontribusi potensial kinerja BOD melalui berbagai tugas dan tanggung jawab yang berhubungan dengan cognitive aspects. Sudut pandang kognitif menyatakan bahwa bentuk partisipasi BOD menghasilkan peningkatan aru informasi, distribusi pengetahuan, dan kreativitas. Jakson (1992) menjelaskan bahwa kebanyakan isu strategis dalam organisasi memiliki karakteristik sebagai aktivitas yang berhubungan dengan pengambilan keputusan yang kreatif. Dari teori organisasi, model yang digunakan Rindova menggunakan sudut pandang organization as an interpretation system. Dalam kaitannya dengan intepretasi organisasi, para ahli sepakat menghubungkan variable dengan sekelompok kecil individu yang berada pada jajaran puncak hierarki suatu organisasi. Model konsetual proses pengambilan keputusan strategis merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tugas dan langkah dengan tahapan yang jelas. Proses tersebut terdiri atas environmental scanning, environmental analysis, strategy formulation, dan strategy implementation. Namun beberapa pendapat mengatakan bahwa tahapan implementasi strategi tidak masuk didalamnya karena jika BOD dilibatkan dapat menyalahi konsepsi dasar pemisahan tugas BOD dengan manajemen dan fungsi pengendalian korporasi yang menjadi anggung jawab utamnya dalam mengawasi manajemen tidak terlaksana secara optimal. Sehubung dengan keterlibatan BOD dalam strategi governance framework, Zahra (1990) mengatakan bahwa terdapat tiga scholl of thought. 1. Legalistic-traditional view : tugas dan tanggung jawab BOD sebagai representsdi dan melindungi berbagai kepentingan pemegang saham. 2. BOD seharusnya aktif baik dalam tahap formulasi maupun implementasi strategi 3. Keaktifan BOD adalah bentuk partisipasi dalam strategi perusahaan hanya dilakukan dalam bentuk partnership anatara pihak BOD dengan manajemen Menurut Andrews (1981), keterlibatan BOD dalam proses strategis perusahaan penting untuk dipahami dan diimplementasikan. Strategi ini dibedakan menjadi empat 1. Corporate strategy for annual report. 2. Corporate strategy for the board of directors, financial analysts, and middle management 3. Corporate strategy for top management 4. The CEO’s private corporate strategy Dari empat strata tersebut dapat disimpulkan bahwa keterlibatan BOD dalam proses strategi akan terjadi pada strata kedua. Dalam strata ini partisipasi BOD dalam proses peningkatan strategi perusahaan lebih bersifat umu, sehingga laporan yang disiapkan manajemen bersifat sederhana dan umum. Argumen ini lebih lanjut mejelaskan partisipasi BOD lebih bersifat umum dan laporan yang disediakan manajemen untuk keperluan tersebut cenderung memiliki karakteristik “simple and camouflaging the deeper potholes”.
4. Penelitian Tentang Board Governance Di Indonesia
Hingga saat ini belum terdapat hasil penelitian konklusif serta komprehensif menyangkut berbagai aspek yang berhubungan dengan board Governance di Indonesia. Penelitian mengenai board governance sebagai salah satu elemen utama yang menentukan arah dan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan di berbagai Negara. Namun, penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan perspektif Amerika (Beiner, Drobetz, SChmid, dan Zimmerman, 2004) dengan akarkteristik one-tier atau unitary board system. Penelitian tentang board governance juga dilakuakn oleh Hopt dan Leyens (2004), Brennan dan McDermott (2004), Anderson et Al (2004), O’Sullivan dan Pauline (1998), Adams dan Ferreira *2004), serta Dulewicz dan Herbert (2004). Peneliti ini menilai peranan board governance melalui indikator board board task, board practice, dan board structure. Sedangkan indikator kinerja yang digunakan umumnya menggunakan laba akuntansi atau informasi yang berasal dari laporan keuangan. Hasil penelitian Novia dan Lukviaman (2006) terhadap perusahaan public di Indonesia memperlihatkan bahwa ukuran dewan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini konisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Jeanly dan Lukviarman (2006) menggunaka indikator kinerja yang berbeda. Jika kedua hasil ini dihubungkan dengah ukuran perusahaan, dapat disimpulkan bahwa ukuran Dewa komisaris di Indonesia berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Hal tersebut berbeda dengan penelitian empiric lainnya yag dilakuka npada lingkungan organisasi yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara board size dan kinerja perusahaan. Perbedaan berbagai penelitian tersebut dijelaskan dengan argumentasi perbedaan sistem dewan yang dianut di berbagai Negara. Dalam penelitian Novia dan Lukviarman (2006) juga meneliti komposisi Dewan Komisaris untuk melihat tingkat kepatuhan perusahaan terhadap pelaksanaan pedoman corporate fovernance, yang dikeluarkan oleh KNKG (2006). Dalam pedoman ini, KNKG mengatakan bahwa komposisi dewan harus sedemikian rupa, dengan komposisi dewan harus sedemikian rupa paling sedikit 20% dari komisaris Independen. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa masih dibutuhkan struktur dewan yang optimal sehingga memungkinkan perusahaan memiliki governing board yang efektif dalam menunjang peningkatan kinerja perusahaan.
5. Penguatan Peran Dewan Komisaris dalam Implementasi Governance
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang perseroan, dewan komisaris bertugas untuk mengarahkan aktivitas perusahaan, namun tidak bertanggung jawab untuk mengelola aktivitas operasionalnya. Dewan komisaris bertindak sebagai due care atau due diligence dalam menjalankan peran dan fungsinya di perusahaan.Menurut Hitt, Hoskisson, dan Ireland (2007) mengatakan bahwa CG berhubungan dengan upaya untuk meyakinkan bahwa keputusan strategis telah dilakukan secara efektif. Hal ini jika dikaitkan dengan peran komisaris yang berhubungan dengan karakteristik. Pearce dan Robison (2007) mengatakan bahwa keberadaan BOD memiliki greatest impact on the behavior of firm sebagai akibat peranannya dalam menentukan misi perusahaan. Hitt, Hoskison, dan Ireland (2007) lebih lanjut menjelaskan penerapan governance mechanism secara intensif dapat menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap strategi perusahaan. Sehingga, strategic competitiveness perusahaan diharapkan dapat meningkat jika mekanisme governance yang ada mempertimbangkan kepentingan stakeholders. Di berbagai Negara Eropa terdapat dua dorongan yang signifikan tentang perlunya penguatan internal governance mechanism melalui peranan BOD. Misalnya, reformasi Jerman tahun 1998 dilakuakn terhadap peningkatan peranan BOD melalui redefinisi peran supervisory dan management board.
6. Rekomendasi kebijakan : penguatan peran Dewan Komisaris
Meskipun mekasnisme CG merupakan komponen yang vital, namun bukanlah hal yang sepunuhnya dapat mencapai kesuksesan perusahaan dalam implementasi strategi. Upaya penguatan board di Indonesia, yaitu 1. Peningkatan efektivitas impleentasi CG pada perusahaan di Indonesia dengan melalui perubahan paradigm konvensional terhadap keberadaan dewan komisaris perusahaan. 2. Pemahaman subtantif terhadap roles and responsibilities antara dewan komisaris dan direksi yang menyangkut peran masing-masing dalam kerangka governance secara komprehensif. Sebagai pusat mekanisme interval governance, penguatan dan peran dewan komisaris dalam korporasi perlu memperhatikan group dynamic dalam board governance process. Dengan interaksi dinamis diharapkan dapat menghasilkan governance outcames optimal. Interaksi tersebut diikuti dengan interaksi aktif dewan komisaris dan fungsi minimal dalam regulasi. Optimalisasi fungsi dan peran dewan komisaris perlu didukung dengan akses yang memadai terhadap arus informasi melalui arsitektur informasi yang approviate sesuai dengan kebutuhan dewan komisaris dalam melaksanakan fungsi, peran, dan tugasnya. Meskipun belum terdapat bukti secraa empiric tentang pengaruh board size terhadap kinerja korporasi, namun jumlah komposisi dewan komisaris perlu memepertimbangkan karakteristik perusahaan. Yaitu kompleksitas lingkungan bisnis, ukuran dan aktivitas perusahaan, intensitas persaingan, dan hal strategis lainnya. Keberadaan dewan komisaris sebagai bagian utama mekanisme internal governance perlu mendapat perhatian yang lebih besar dalam implementasi CG di Indonesia. Penguatan peran board governance sebagai salah satu pilar governance tripod diharapkan dapat memeberikan dampak yang positif bagi peningkatan implementasi governance secara substantive pada berbagai perusahaan di Indonesia. Secara sederhana, keberadaan dewan komisaris dalam korporasi modern merupakan bagian dari solusi, bukan bagian masalah.