Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013

TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008


TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Josua C.H. Tampubolon1)


Yulia Neta2)
Martha R.3)

Abstract
Construction of a construct in civil engineering requires that the material in top shape. The soil
that became the foundation of a structure should reach the prime condition to be able to sustain
the existing structure on it. But in fact it is not easily met at a project site . This research will
compare the compacted soil permeability values are standard with compacted soil permeability
values are modified.

Soil of the sample in this study were taken from the sukajawa village , Lampung Tengah. The soil
was taken from two locations with different types. The soil is then mixed with sand which then
compacted using standard methods and methods modified. Permeability testing is done to obtain
permeability coefficient. Based on the original soil physical test , AASHTO soil 1 put into groups
of A - 7-5 and the second soil into a group of A- 7-6, which means the land is clay soil types and
USCS classify the soil into fine-grained soil.

The observations in the laboratory showed that compaction with different methods show different
results and the amount of a mixture of sand affects the value of soil density.
Keywords : Soil clay , sand , compaction and permeability.

Abstrak
Pembangunan suatu kontruksi dalam ilmu teknik sipil mengharuskan material dalam keadaan
prima. Tanah yang menjadi fondasi suatu struktur harus mencapai kondisi prima tersebut untuk
dapat menopang struktur yang ada di atasnya. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak mudah
terpenuhi pada suatu lokasi proyek. Pada penelitian ini akan membandingkan nilai permeabilitas
tanah yang dipadatkan secara standar dengan nilai permeabilitas tanah yang dipadatkan secara
modified.

Tanah yang menjadi sampel dalam penelitian ini diambil dari desa sukajawa, Lampung tengah.
Tanah tersebut diambil dari 2 lokasi dengan jenis yang berbeda. Tanah tersebut kemudian
dicampur dengan pasir yang selanjutnya dipadatkan dengan metode standar dan metode modified.
Uji permeabilitas dilakukan untuk mendapatkan nilai koefisien permeabilitasnya. Berdasarkan uji
fisik tanah asli, AASHTO tanah 1 dimasukkan ke dalam kelompok A-7-5 dan tanah 2 ke dalam
kelompok A-7-6 yang berarti tanah tersebut adalah jenis tanah Lempung dan USCS
mengklasifikasikan tanah tersebut ke dalam tanah berbutir halus.

Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa pemadatan dengan metode berbeda


menunjukkan hasil yang berbeda dan jumlah campuran pasir mempengaruhi nilai kepadatan tanah.
Kata kunci: Tanah Lempung, Pasir, Pemadatan dan permeabilitas.
1)
Mahasiswa pada Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung. Jalan. Prof.
Soemantri Brojonegoro 1. Gedong Meneng Bandar lampung. 35145. surel: Josua@yahoo.com
2)
Dosen Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung. Jalan. Prof. Soemantri
Brojonegoro 1. Gedong Meneng Bandar lampung. 35145.
3)
Dosen Jurusan Hukum Tata Negaral, Fakultas Hukum Universitas Lampung. Jalan Prof. Soemantri
Brojonegoro 1. Gedong Meneng Bandar Lampung. 35145.
Buktin,Pengujian
Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013 Tentang Ahmad
Suhardi,
Suhardi,
Zakaria,
Priyo
PriyoOfik
Prtatomo,
Pratomo,
Undang-Undang Taufik
NomorPurwadi.
Hadi Ali.
42 Tahun
2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden

1. PENDAHULUAN
Mengarah pada Undang-Undang 42 Tahun 2008 menyebutkan salah satunya bahwa Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota
DPR, DPD dan DPRD (pasal 3 ayat 5), namun bila kita bercermin dengan UUD 1945 maka
hal inilah yang menurut beberapa pihak dan pemohon salah satunya Effendi
Gazali,Ph.D.,M.P.S.I.D, M.Si bertentangan dengan UUD 1945 pasal 22 huruf E ayat (1)
yang berbunyi “pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Secara mendasar permohonan Effendi Gazali yang
diajukan terhadap MK menolak beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU 42 Tahun
2008 tersebut sebagai UU yang Inkonstitusional dikarenakan bertentangan dengan Pasal 22
huruf E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

Melihat dari putusan MK tersebut, amar putusan MK-lah yang menjadi pemicu terjadinya
pro dan kontra dalam ranah politik tanah air pada saat itu. Amar putusan MK nomor dua (2)
menyebutkan bahwa putusan tersebut berlaku tidak pada saat diucapkan. Faktor-faktor
tersebut yang menjadi alasan penilaian terkatit konstitusionalitas putusan MK yang
menimbulkan banyaknya multitafsir dalam elemen masyarakat saat dibacakannya putusan
tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Mahkamah Konstitusi
MK di Indonesia dibentuk berdasarkan perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945. MK
adalah lembaga peradilan yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final, untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar.4)

2.2.Pengujian Peraturan Perundang-undangan


pengujian peraturan perundang-undangan dapat dibagi berdasarkan subjek yang
melakukan pengujian, objek peraturan yang diuji, dan waktu pengujian. Dilihat dari
segi subjek yang melakukan pengujian, pengujian dapat dilakukan oleh hakim
(toetsingsrecht van de rechter atau Judicial Review), pengujian oleh lembaga
legislatif (legislative review), maupun pengujian oleh lembaga eksekutif (executive
review).5)

2.3.Putusan Mahkamah Konstitusi


MK sebagai peradilan konstitusi untuk tidak mencampuri ranah kekuasaan legislatif.
Karena itu sebagai lembaga Yudikatif MK pada prinsipnya hanya boleh menyatakan bahwa
pasal/ayat/bagian atau seluruh Undang-Undang bertentangan dengan konstitusi. 6)

4)
Janedjri M. Gaffar Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi hal 1
5)
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia hal. 81
6)
Dr. Martitah, M.Hum. Mahkamah Konstitusi (dari Negative Legilature ke Positive Legislature) hal.
174
Buktin
Josua C.H. Tampubolon, Yulia N., Martha R.

3. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu juga diadakan pemeriksaan
yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang
bersangkutan7).

3.1.Jenis dan Tipe Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum dengan
menggunakan sumber data sekunder, yaitu putusan MK, teori hukum , dan pendapat para
ahli.

3.2.Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Melakukan inventarisasi terhadap putusan MK tentang pengujian Undang-Undang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
2. Membaca secara ringkas putusan MK terkait dengan pengujian Undang-Undang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
3. Menelaah teori-teori tentang pengambilan keputusan hakim MK yang berdasarkan
pertimbangan hukum dalam pegambilan keputusan.
4. Membaca secara ringkas keterkaitan hukum nasional terhadap putusan MK
tentang Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
5. Membaca, menganalisis, lalu melakukan perbandingan dengan putusan-putusan
yang dikeluarkan oleh MK terkait pengujian Undang-Undang.

3.3.Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, adapun bahan
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2011 tentang Mahkamah Konstitusi
d. Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2008

2. Bahan Hukum Sekunder


Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, antara lain
buku-buku literatur ilmu hukum tata negara, karya ilmiah dari kalangan hukum,
jurnal hukum, serta bahan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini.
3. Bahan Hukum Tersier

7)
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. Metode Penelitian Hukum hal.14
Buktin,Pengujian
Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013 Tentang Ahmad
Suhardi,
Suhardi,
Zakaria,
Priyo
PriyoOfik
Prtatomo,
Pratomo,
Undang-Undang Taufik
NomorPurwadi.
Hadi Ali.
42 Tahun
2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden

Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum


primer dan hukum sekunder, misalnya kamus hukum, kamus besar bahasa
Indonesei ( KBBI), dan lain-lain.

3.4.Teknik pengumpulan Data dan Bahan Hukum


3.4.1.Teknik Pengumpulan data dan Bahan Hukum
Pengumpulan data dan bahan hukum dilakukan dengan studi pustaka yang meliputi bahan
hukum primer , bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier yang relevan dengan
permasalahan. Studi pustaka dilakukan melalui tahap-tahap identifikasi pustaka sumber
data, identifikasi bahan hukum yang diperlukan, dan inventarisasi bahan hukum yang
diperlukan

3.4.2.Metode Pengolahan Data dan Bahan Hukum


Data dan bahan hukum yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Melakukan inventarisasi terhadap putusan-putusan MK terkait pengujian Undang-
Undang
2. Melakukan identifikasi terhadap pertimbangan hukum MK terkait pengujian
Undang-Undang
3. Melakukan perbandingan dengan putusan-putusan yang telah dikeluarkan oleh
MK dalam pengujian Undang-Undang.

3.5.Analisis Data
Data dan bahan yang diperoleh secara kualitatif dan kemudian melakukann kajian secara
komperhensif hasil identifikasi secara deskriptif, analitis, dan sistematis. Berdasarkan hasil
pembahasan dan perbandigan terhadap putusan MK yang telah dikeluarkan MK
sebelumnya, serta mengambil kesimpulan secara induktif sebagai jawaban terhadap
permasalahan yang teliti.

4.HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1.Jenis Dan Penafsiran Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian Undang-
Undang.
Putusan konstitusional bersyarat yang dikeluarkan MK dalam bentuk Putusan Nomor
14/PUU-XI/2013 yang memberlakukan sementara UU Nomor 42 Tahun 2008 hingga
terlaksananya Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 kemarin menjadi
landasan hukum terlaksananya Pemilihan Umum tersebut merupakan kebijakan positivisme
yang diambil oleh MK agar tidak terjadi kekacauan politik menjelang pelaksanaan
Pemilihan Umum.

MK dalam menafsirkan UU yang diajukan dalam gugatan oleh Effendi Gazali terkait UU
Pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden menjadikan acuan bagi beberapa pihak
bahwa MK mengeluarkan putusan yang dianggap tidak lazim seperti beberapa putusan
yang biasanya dikeluarkan oleh MK. Namun dalam penafsiran konstitusi yang
diperuntukan dalam penemuan hukum (rechtvinding) berdasarkan konstitusi atau UUD
yang digunakan dan berkembang dalam peradilan MK.
Buktin
Josua C.H. Tampubolon, Yulia N., Martha R.

Dalam aspek politis, jika diterapkan untuk pemilu 2014 akan dikhawatirkan akan terjadi
‘kegaduhan politik’ yang akan terjadi menjelang pemilu 2014 ini. Ketika misalkan surat
suara sudah dicetak oleh KPU, sistem dan mekanisme sudah dibuat, anggaran biaya yang
sudah dicanangkan. Tiba-tiba semua hal itu berubah ketika pemilu tetap dilaksanakan pada
tahun 2014 ini.

Hal ini akan membuat pemilu yang menjadi berantakan, sebagai contoh ketika surat suara
sudah dicetak dan tiba-tiba berubah. Surat suara yang lama akan menjadi mubazir, sehingga
anggaran biaya pun juga akan berubah. Dan dikhawatirkan pula akan terjadinya mark up
dalam penganggaran biaya. Ini semua menjadi ladang untuk praktek korupsi, sampai
akhirnya pemilu yang tetap dilaksanakan tahun ini banyak menimbulkan sengketa pemilu
yang akan dibawa ke MK.

4.1.1.Penafsiran sebagai metode Penemuan Hukum

Penafsiran hukum (dilihat dari bentuk hukumnya) dapat bermakna luas, baik itu penafsiran
terhadap hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Akan tetapi dalam praktik,
pembedaan antara penafsiran konstitusi atau penafsiran hukum itu tidak dapat ditarik secara
tegas. Oleh karena itu ketika hakim menafsirkan konstitusi, hakim tidak dapat dibatasi
hanya dengan melakukan penafsiran terhadap norma-norma hukum tertulisnya atau sesuai
dengan rumusan teksnya saja, melainkan dapat saja hakuim melakukan penafisran terhadap
norma-norma hukum konstitusi yang tidak tertulis8).

4.1.2.Macam-macam Penafsiran Hukum dan Konstitusi


Penafsiran konstitusi merupakan salah satu cara untuk mengolaborasi pengertian-pengertian
yang terkandung dalam konstitusi. Namun, menurut Whittington, interprestasi kosntitusi
harus dibedakan untuk mengelaborasi pengertian yang terkandung dalam konstitusi
(constitusional law) yang dapat dijelaskan secara rinci dan masih berkenaan dengan
pengertian teks konstitusi, tidak dapat mengatakan semata-mata untuk menemukan
prakebenaran suatu pengertian yang terkandung dalam dokumen konstitusi. Konstruksi
konstitusi menerapkan “visi imajinatif” dari politik bukan “ketajaman akal” dari keputusan
hukum9).

Akan tetapi Putusan MK terkait pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008


memiliki perjalanan sejarah tersendiri, Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden sudah beberapa kali diuji oleh MK pada jenjang waktu yang signifikan. Hal
ini menjadikan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tetang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden ini bukan pengujian baru bagi MK pada saat itu. Sedangkan
apabila kita melihat hasil dari Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 yang cenderung menjadi
asumsi Publik “Mengapa MK mengeluarkan Putusan yang tidak Lazim” pada saat itu.

8)
Dr.I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. Pengaduan Konstitusional (Upaya Terhadap Pelanggaran
Hak-hak Konstitusional Warga Negara) hal.284.
9)
Dr.I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. Pengaduan Konstitusional (Upaya Terhadap Pelanggaran
Hak-hak Konstitusional Warga Negara hal 282.
Buktin,Pengujian
Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013 Tentang Ahmad
Suhardi,
Suhardi,
Zakaria,
Priyo
PriyoOfik
Prtatomo,
Pratomo,
Undang-Undang Taufik
NomorPurwadi.
Hadi Ali.
42 Tahun
2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden

4.2.Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi.


Konstitusi yang pada hakekatnya merupakan suatu kontrak untuk mendefinisikan batas
kewenangan politik penyelenggaraa negara dan hak-hak kebebasan warga masyarakat
sipil10), oleh sebab itu adanya kekosongan hukum dapat mengakibatkan penyelenggaraan
politik negara juga hak-hak fundamental warga negara menjadi terganggu. Melihat
sejarahnya dalam perjalanan MK yang tak sekali waktu mengeluarkan putusan yang
menjadi sorotan baik itu memutus sesuatu yang tidak diminta (ultra petita), pertimbangan
hukum yang berdasarkan psikologis dan politis, dan putusan yang sifatnya berlaku masa
mendatang11). Akibat hukum dari suatu putusan MK yang berlaku pada masa mendatang
tidak hanya dilakukan pada UU Nomor 42 Tahun 2008 maka penyelenggaraan Pemilu 2014
yang tidak serentak atas dasar Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 menjadi tetap
Konstitusional, melainkan pada UU Sisdiknas juga terjadi.

Dikatakan Positive legislature atau sebagai pembuat regulasi yakni payung hukum baru
pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 2014 lalu, melihat perjalanan MK
yang merupakan pengawal konstitusi itu sendiri pembacaan amar putusan yang menjadi
titik kebingungan dalam kanca politik nasional yang mengikutsertakan lembaga hukum
sebagai penguji undang-undang tersebut sudah pernah terjadi. Apabila kita melihat dari
amar putusan dalam praktik MK maka Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 merupakan
amar putusan yang bersifat Penundaan Keberlakuan Putusan.

Bila mana dalam bentuk pro dan kontra suatu putusan dikeluarkan oleh MK maka
perbandingan teori akan digunakan untuk melihat dengan jelas bentuk perundang-undangan
yang melahirkan penemuan hukum baru. Meskipun banyak putusan MK yang dirasa baik
dan adil, beberapa putusan MK yang menjadi kontroversial dan mendapat sorotan karena
dianggap kurang berpihak pada upaya demokratisasi dan penegakan hukum, terutama
pemberantasan korupsi dan mafia peradilan12).

Secara konstitusional Putusan MK bersifat final dan mengikat, lepas dari soal kita setuju
atau tidak, bahkan terlepas dari soal benar atau salah. Artinya seumpama pun putusan MK
itu salah, menurut konstitusi tetaplah ia mengikat. MK sendiri dalam memutuskan
Permohonan Effendi Ghazali tidaklah dengan suara bulat melainkan disertai dengan
dissenting opinion oleh satu dari sembilan hakim yang ikut serta dalam judicial review. Hal
ini membuktikan Putusan berdasarkan voting menyatakan bahwa keberadaan Pasal 3 ayat
(5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden inkonstitusional.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1.Kesimpulan
Hasil penelitian dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang
pengujian Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan

10)
Manunggal K. Wardaya, Jurnal Konstitusi “Perubahan Konstitusi Melalui Putusan Mahkamah
Konstitusi: Telaah Atas Putusan Nomor 138/Puu-Vii/2009”, hal. 26.
11)
Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, halaman 102-
108.
12)
Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi hal.
100
Buktin
Josua C.H. Tampubolon, Yulia N., Martha R.

Wakil Presiden, menunjukan bahwa Putusan MK tersebut memiliki nilai konstitusionalitas


melihat dari kedudukan Mahkamah Konstitusi yang pada saat ini bukan hanya sebagai
lembaga Yudikatif yang biasanya mengeluarkan Putusan bersifat Negative Legislature,
melainkan dapat kita lihat dalam pembahasan bahwa MK sudah pernah mengeluarkan
Putusan yang bersifat Positive Legislature. Hal lainnya juga berada pada pertimbangan
hakim tentang kekosongan hukum apabila putusan tersebut berlaku untuk Pemilu 2014 lalu,
juga melihat dari sudut pandang hukum bahwa keterlambatan MK dalam mengaeluarkan
putusan dikarenakan permohonan-permohonan lainnya yang masuk ke MK pada kala itu.

Hal yang sama juga ada dalam beberapa putusan MK yang dapat kita lihat pada point
pembahasan dimana amar Putusan yang menjadi pertanyaan tentang nilai
Konstitusionalitasnya juga dapat kita lihat pada Putusan MK Nomor 5/PUU-X/2012 tentang
hal-hal yang bertentangan dengan UU 1945 pada pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas pada
Januari 2013, Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2016 yang mencabut pemberlakuan sifat
perbuatan hukum secara materiil dalam UU Nomor 31 Tahun 1999.

Penafsiran dalam prinsip lex certa, yakni suatu materi dalam peraturan perundang-
undangan tidak dapat diperluas atau ditafsirkan selain yang tertulis dalam perundang-
undangan yang berarti Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 dimana Putusan
Mahkamah Konstitusi bersifat Final dan mengikat baik itu benar atau tidak benarnya
keberadaan putusan tersebut tetaplah mengikat menurut Konstitusi.

5.2.Saran

1) Melihat batas kewenangan MK dalam mengadili suatu permohonan judicial review,


sebaiknya MK mempertimbangkan dampak dari kekosongan Hukum yang terjadi
apabila mengeluarkan suatu Putusan
2) MK merupakan lembaga yudikatif yang menguji UU terhadap UUD 1945 dengan ajuan
pihak yang dirugikan, menjadikan MK sebagai lembaga yudikatif yang memiiki peran
penting bagi masa depan perjalanan perundang-undangan di Indonesia, pertimbangan
Hukum, Politik, Ekonomi dan Keamanan Negara merupakan bagian yang harus
dijadikan prioritas pengambilan putusan saat melakaukan Pengujian Undang-Undang
(judicial review)

DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimy. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers.

Gaffar, J. M. 2013. Hukum Pemilu Dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi. Jakarta:


Konstitusi Press (Kompress).

Hamidi, Jazim., Mohamad S. 2012. Hukum Tata Negara (A Turning Point Of State).
Jakarta: Salemba Humanika.
Buktin,Pengujian
Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013 Tentang Ahmad
Suhardi,
Suhardi,
Zakaria,
Priyo
PriyoOfik
Prtatomo,
Pratomo,
Undang-Undang Taufik
NomorPurwadi.
Hadi Ali.
42 Tahun
2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden

Maria Farida I.S. 2007. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta: Kanisius.

Martitah. 2013. Mahkamah Konstitusi (Dari Negative Legislature Ke positive Legislature).


Jakarta: Kostitusi Press (KONpress).

Moh. Mahfud MD. 2010. Hukum Acaara Mahkamah Konsstitusi. Jakarta: Sekretariat
Jendral dan Kepaniteraan Mahkamaah Konstitusi Republik Indonesia.

Moh. Mahfud MD. 2013. Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen konstitusi.
Jakarta: Rajawali Pers.

Palguna, I.D.G. 2013. Pengaduan Konstitusional (Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran


Hak-Hak Konstitusional Warganegara). Jakarta: Sinar Grafika.

Sutiyoso, Bambang. 2015. Metode Penemuan Hukum (Upaya Mewujudkan Hukum Yang
Pasti dan Berkeadilan). Yogyakarta: Uli Press.

Wijayanta, Tata., Hery F. 2011. Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan.


Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Yasir, Armen. 2007. Hukum Perundang-Undangan Indonesia. Bandar lampung: Pusat Studi
Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai