Berbagai pendapat telah dikemukakan mengenai definisi hemoptoe yang pada dasarnya hampir
sama.
Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah,
berasal dari saluran napas di bawah pita suara. (3)
4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian
warna menjadi lebih tua atau kehitaman
5. pH alkalis
5. pH asam
III. Etiologi
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur
dan sebagainya.
a. Karsinoma.
b. Adenoma.
2. Infeksi
a. Aspergilloma.
c. Tuberkulosis paru.
3. Infark Paru
5. Perdarahan paru
b. Goodpasture’s syndrome.
d. Bechet’s syndrome.
a. Kontusio pulmonal.
b. Transbronkial biopsi.
a. Malformasi arteriovena.
8. Bleeding diathesis.
Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu :
infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. (6)
Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan
abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan
penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan
penyebab yang sering didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis. (6)
IV. Patofisiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang
arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi
kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya
aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada
hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari
Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa
terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih
banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. (4)
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh,
sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti
infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi
cordis kiri akut dan mitral stenosis.
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.
Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga
hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya
pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli
dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
V. Klasifikasi
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan diagnosis.
Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30 tahun, biasanya
perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai
berikut :
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
a. Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses
paru.
Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh
karena cacing.
b. Sistem kardiovaskuler
c. Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia,
hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis
hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas (4) :
1. Hemoptisis masif
- Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb
kurang dari 10 g%.
- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapi dalam
pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti. (4)
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain
terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga
kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai
kelemahan oleh karena :
• Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai
dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan
mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini
dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-
fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi
dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang
lain berupa renjatan hipovolemik.
• Lamanya perdarahan.
• Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat
termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
VI. Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan dari muntahan dan
tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat
ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya
asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari
penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung. (8)
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan
dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya
dapat disesuaikan.
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan
data-data :
- Lamanya perdarahan
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk
- Wheezing
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan
petunjuk sebagai berikut (3) :
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari
terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap,
pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi. (3)
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita
hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya. (3)
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber
perdarahan dapat diketahui.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optik jauh
lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan
jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing, disamping itu dapat
melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan. (3)
VII. Penanganan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti
sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas yang
menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan
menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan
refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat
menimbukan renjatan hipovolemik. (4)
(4)
- Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral decubitus).
Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah
ke paru yang sehat. (7)
- Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
- Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit.
K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
- Pemberian oksigen.
2. Terapi pembedahan
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari
250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya
masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari
250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam
yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan asal
perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi dan
pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti. (7)
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang mungkin
digunakan adalah (4) :
- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi serat lentur
dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl fisiologis
pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini kemudian
dihisap dengan suction.
VIII. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga
faktor (4) :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan
hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam
jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
IX. Prognosis
1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang
lebih baik.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap
darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.(1,14)
BAB III
KESIMPULAN
1. Hemoptoe merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran pernapasan dan atau
kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.
2. Pecahnya aneurisma dari Rasmmusen’s pada dinding kavitas paru disertai fibrosis
perivaskuler merupakan penyebab utama hemoptoe yang masif.
3. Sampai saat ini klasifikasi hemoptisis masih didasarkan pada penyebab dan banyaknya darah
yang keluar bersama batuk.
4. Sebagian besar hemoptisis sekunder disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma dan
bronkiektasis. Bila ditemukan pada usia relatif muda harus dipikirkan pertama – tama
tuberkulosis paru, lalu bronkiektasis, kemudian stenosis mitral. Sedangkan hemoptoe pada
usia lebih dari 40 tahun kemungkinan urutannya adalah karsinoma bronkogenik, lalu
tuberkulosis, kemudian bronkiektasis.
5. Bronkoskopi pada saat ini merupakan cara pembantu diagnosis dan tindakan terapeutik yang
penting pada hemoptisis masif dan harus dikerjakan pada waktu perdarahan masih
berlangsung.
6. Komplikasi yang paling sering terjadi dari hemoptisis adalah terjadinya asfiksia, renjatan
hipovolemik dan bahaya aspirasi.
8. Prognosis dari hemoptoe ditentukan oleh tingkatan hemoptoe, macam penyakit dasar dan
cepatnya tindakan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
3. Soeroso HL. Susilo H. Parhussip RS. Sumari. Usman. Hemoptisis Masif. Cermin Dunia
Kedokteran. 1992. (80) : 90 – 94
4. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201
5. Moxham. Symptoms And Sign in Respiratory Disease. Medicine Internat. Par East Ed. 1991.
4(14) : 3644 – 3649
6. Yusuf I. Manifestasi Klinis Penyakit Paru. dalam Ilmu Penyakit Dalam. Soeparman. Waspadji,
editor. BP-FKUI Jakarta. 1987. p. 688
7. Purwandianto A. Sampurna B. Kedaruratan Medik. ed. 3. Bina Rupa Aksara. Jakarta. p.19 –
20
8. Crofton SJ. Douglas A. Respiratory Diseasses. 3rd ed. Balckwell Scientific Publications.
Oxford. 1983. P.770 – 771
10. Price SA.Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit (Pathophysiology
Clinical Consepts of Diseases Processes) alih bahasa Adji Dharma. EGC. Jakarta. 1984. p.
531.
11. Alsagaff H. Rai IB. Alrasyid SH. Penanggulangan Batuk Darah dalam Simposium Ilmu
Kedokteran Darurat. FK – Unair. Surabaya. 1979. p.162 – 164
12. Buja LM, et al. Pulmonary Alveolar Hemorrhage : A common finding in patiens with severe
cardiac disease. Am J Cardiol, 1971. 27 : 168 – 172
13. Roger SM. Signs and Symptoms. Hemoptysis. 4th ed. JB Lippin- cott Company. Philadelphia.
1964. Pp. 320 – 323
14. Sluiter HJ, Leerboek Long Ziekten. Van Gorkom, Assen/Maastricht. 1985