Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NAMA
Amanda Ayarinova (16919045)
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
1. Pendahuluan
Analisis laporan keuangan bertujuan untuk mengetahui apakah keadaan
keuangan, hasil usaha kemajuan keuangan memuaskan atau tidak memuaskan.
Analisis dilakukan dengan mengukur hubungan antar unsur-unsur laporan keuangan
dan bagaimana perubahan unsur-unsur itu dari tahun ke tahun dan untuk mengetahui
arah perkembangannya.Menurut Djarwanto (2001:111) manfaat analisis laporan
keuangan berdasarkan pada kepentingan para pemakai laporan yaitu :
a. Untuk mengetahui hubungan antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain
baik dalam satu laporan keuangan maupun antar laporan keuangan, sehingga
apabila terjadi kelemahan dalam satu atau beberapa perusahaan dari laporan
keuangan akan diambil tindakan untuk memperbaikinya.
b. Dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan.
c. Bersama dengan anggaran kas dapat digunakan untuk memprediksi laporan
keuangan dimasa yang akan datang.
d. Untuk mengetahui posisi dan perkembangan dari satu atau beberapa laporan
keuangan sehingga dapat diramalkan kecenderungannya pada masa yang akan
datang.
Analisis yang dilakukan terhadap neraca dan laporan laba rugi merupakan
penelaahan hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan untuk menentukan
posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan entitas yang bersangkutan.
Metode dan teknis analisis (alat-alat analisis) yang digunakan untuk mengukur
hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan sehingga dapat diketahui
perubahan-perubahan dari setiap pos tersebut dengan memperbandingkannya dengan
periode yang lalu atau membandingkannya dengan alat-alat pembanding yang lain
seperti neraca dan laporan laba rugi yang dibudgetkan ataupun dengan laporan
keuangan entitas lain yang sejenis. Secara lengkap menurut Harahap (2004:195)
kegunaan analisis laporan keuangan ini dapat dikemukakan sebagi berikut :
a. Dapat memberikan informasi yang lebih luas,lebih dalam dari pada yang
terdapat pada laporan keuangan biasanya.
b. Dapat mengali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (eksplisit) dari
suatu laporan keuangan atau yang berada dibalik laporan keuanngan (implicit).
c. Dapat mengetahui kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam laporan
keuangan.
d. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat konsisten dalam hubungannya
dengan suatu laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang
diperoleh dari luar perusahaan.
e. Mengetahui sifat-sifat hubungan akhirnya dilapangan untuk prediksi dan
peningkatan (rating).
f. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu
yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.
g. Dapat membendingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan
periode sebelumnya atau dengan standart industri normal atau standart ideal.
h. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan
dan sebagainya.
i. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dilakukan perusahaan di
masa yang akan datang.
j. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan.
Dengan perkataan lain apa yang dimaksudkan dari suatu laporan keuangan
merupakan tujuan analisis laporan keuangan juga antara lain: (a) Dapat menilai
Prestasi perusahaan (b) Dapat memproyeksikan kauangan perusahaan. (c) Dapat
menilai kondisi masa lalu dan masa sekarang dari aspek waktu tertentu. (d) Posisi
keuangan(e) Hasil-hasil perusahaan (f) Liquiditas ; (g) Solvabilitas ; (h) Aktivitas : (i)
Rentabilitas dan Prifitabilitas ; (j) Indikator pasar modal.
Dalam rangka mendukung pencapaian tujuan nasional sesuai amanah UUD 1945,
Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan desentralisasi sebagai salah satu upaya
pemerataan pembangunan dan pemicu kemandirian wilayah. Munculnya Undang- Undang
No. 22 Tahun 1999 yang menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan bentuk reformasi kebijakan yang
diharapkan menuju ke tata kelola otonomi yang lebih baik. Pemerintah Daerah merupakan
penyelenggara urusan pemerintahan di daerah termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah.
Prinsip desentralisasi fiskal dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan
kebebasan bagi Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan tugas-tugas desentralisasi
melalui anggaran yang disusun dan dikelola dalam APBD. Kewenangan sebagai akibat
desentralisasi tersebut pada prinsipnya harus tetap mengutamakan pelayanan kepada
masyarakat yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan dan
mengurangi disparitas pembangunan antar daerah.
Salah satu isu yang kemudian menjadi permasalahan adalah dengan desentralisasi
fiscal tersebut, daerah justru menjadi tergantung pada kucuran dana Pemerintah Pusat. Tidak
jarang ditemui eksternalitas negatif yang disebabkan karena penggunaan dana transfer dari
Pemerintah Pusat yang tidak sesuai dengan alokasinya. Kebebasan penuh yang dimiliki
Pemerintah Daerah dalam membelanjakan dana sesuai lokalitas dan kebutuhan daerah belum
secara efektif dan efisien dilaksanakan sehingga kemandirian daerah dan pemerataan
pembangunan masih jauh dari tujuan yang diinginkan. Banyak daerah yang terlena dengan
aliran dana pusat, membelanjakan tidak sesuai prosedur dan perencanaan serta mengabaikan
kondisi kesehatan finansialnya sendiri.
Melihat fenomena tersebut, menjadi tantangan yang sangat besar bagi Pemerintah
Pusat untuk kemudian mencari solusi bagaimana menghindari eksternalitas negatif dalam
rangka meningkatkan kapasitas fiskal Pemerintah Daerah yang lebih akuntabel, efektif,
efisien dan sehat secara berkelanjutan. Monitoring tingkat kesehatan keuangan Pemerintah
Daerah merupakan hal yang mau tidak mau menjadi wajib dilakukan mengingat sampai saat
ini awareness masing-masing daerah terhadap kondisi finansialnya masih sangat rendah.
Buruknya kondisi kesehatan yang terindikasi dari ketidakmampuan daerah dalam memenuhi
kewajibannya baik secara likuiditas, solvabilitas dan layanan secara perlahan tapi pasti akan
menuju pada kondisi financial distress jika tidak termonitor dan diantisipasi dengan baik.
Maka Irwan Taufik Ritonga, Akt.,PGDipl,M.Bus.,Ph.D Dosen Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Gadjah Mada dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan Pemda,
memberikan enam dimensi atau acuan tentang bagaimana tata pengelolaan keuangan daerah
yang baik. Keenam dimensi tersebut adalah solvabilitas jangka pendek, solvabilitas jangka
panjang, solvabilitas anggaran, kemandirian keuangan, fleksibilitas keuangan, solvabilitas
layanan.
Rasio A = (Kas dan Setara Kas + Investasi Jangka Pendek) / Kewajiban Lancar
Rasio B = (Kas dan Setara Kas + Investasi Jangka Pendek + Piutang) / Kewajiban Lancar
Rasio C = Aktiva Lancar / Kewajiban Lancar
Rasio A adalah rasio yang paling konservatif dalam mengukur solvabilitas jangka
pendek, diikuti berturut-turut oleh Rasio B dan Rasio C. Secara umum, semakin tinggi nilai
ketiga indikator tersebut maka semakin banyak pula aktiva lancar yang tersedia untuk
menjamin kewajiban lancar sebuah Pemda. Namun, nilai rasio yang terlalu tinggi dapat
mengindikasikan bahwa suatu Pemda memiliki aktiva lancar yang berlebihan sehingga
pelayanan kepada masyarakat tidak optimal (Ritonga, 2014).
c. Solvabilitas Anggaran
d. Kemandirian Keuangan
PAD merupakan variabel yang penting dalam pembiayaan daerah. Pemda dengan
perolehan PAD yang tinggi akan mampu mendukung kapasitas pembangunan sehingga
mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin besar rasio PAD terhadap
pendapatan dana atau belanja menunjukkan bahwa semakin kecil ketergantungan Pemda
terhadap sumber pendanaan pusat/provinsi.
e. Fleksibilitas Keuangan
Fleksibilitas keuangan adalah kemampuan Pemda untuk mengatasi kejadian yang tak
terduga di masa yang akan datang (Ritonga, 2014). Indikator kemampuan ini ditentukan
berdasar rasio sebagai berikut:
Rasio A = (Total Pendapatan – DAK – Belanja Pegawai) / (Pembayaran Pokok Pinjaman +
Belanja Bunga)
Rasio B = (Total Pendapatan – DAK – Belanja Pegawai) / Jumlah Kewajiban
Rasio C = (Total Pendapatan – DAK – Belanja Pegawai) / Kewajiban Jangka Panjang
Rasio D = (Total Pendapatan – DAK) / Jumlah Kewajiban
Semakin tinggi nilai keempat rasio diatas menunjukkan semakin baik fleksibilitas
keuangan pemerintah daerah untuk menghadapi peristiwa luar biasa, yang dapat berasal dari
internal atau eksternal organisasi pemerintah daerah (Ritonga, 2014).
f. Solvabilitas Layanan