Anda di halaman 1dari 24

Anemia Defisiensi Besi

PENDAHULUAN

Anemia defisiensi besi ( ADB ) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan eritropoesis, karena cadangan besi kosong ( depleted iron store ) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia
hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong.
Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial berkurang,
sedangkan cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan
inkorporasi besi ke dalam heme terganggu. Oleh karena itu, ketiga jenis anemia ini
digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolisme besi.

Anemia defisiensi besi meru[pakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di
negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf
sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang meberikan
dampak kesehatan yang sangat meruugikan serta dampak sosial yang cukup serius.

ZAT BESI (Fe)

Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan.
Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam
bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu
sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang
terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang
nonesensial.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 1


Fe esensial ini terdapat pada :

1. Hemoglobin 66 %
2. Mioglobin 3 %
3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase,
suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
4. Pada transferin 0,1 %.

Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak
25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.

Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan
kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan
nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal.
Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-
2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber
utama zat besi.

Kebutuhan Zat Besi

Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur, jenis
kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun
keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula.

Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh
pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5 gram,
untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15
tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan
untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu untuk
mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi.

METABOLISME ZAT BESI

Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 2


1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)

Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa
kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino
dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh
sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang
selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke
peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero
direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk
transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar,
limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi
tubuh.

Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan


bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme
membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi
menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus
seperti di atas.

2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)

Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan
enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel
mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri
dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.

Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron


2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi
4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses
pertumbuhan
6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 3


7. Asam askorbat dan asam organik tertentu

Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan
absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat
cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal
akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,
maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.

Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang bersifat
mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah
hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin.
Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum
tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam
tubuh.

ANAMNESIS.

 Identitas Pasien.
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
 Keluhan Utama : Biasanya pasien mengeluh lemas, lesu, dan pusing.
 Riwayat Kesehatan.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien dulu pernah mengalami perdarahan hebat. Dan apakah pasien dulu pernah
kekurangan makanan yang mengandung asam folfat, Fe.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia defisiensi
besi yang cenderung diturunkan secara genetik.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 4


PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisis dapat dijumpai :


a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan ukuran kuantitatif tentang
beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan
pengawasan dapat dilakukan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 5


2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan
rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi
semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis
disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)


MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)


MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer


Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan
pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 6


4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru,
dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW
merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak
kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari
kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin.
MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan
zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik.
Nilai normal 15 %.

5. Eritrosit Protoporfirin (EP)


EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes
darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut
kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi.
Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh
transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei
populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI)


Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi
habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang
luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan
darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak
status besi yang spesifik.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 7


7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum
transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada
peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)


Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan
indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang
meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit
peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan
indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.

9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan
pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang
berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk
kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak
menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran
yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik
untuk usia
Universitas Sumatera Utara

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 8


dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria,
yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada
dekade kedua, dan tetap stabil atau naik
secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan
mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini
mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin
jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang
mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi,
keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay
immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

B. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai
beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai
jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi
adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa,
jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum
tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan
besi dalam populasi umum.

DIAGNOSIS KERJA

 Anemia Defisiensi Besi

Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan
sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi
dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia
walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 9


lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang
sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang
disebut anemia gizi besi. Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan
menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum
tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom
disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab
utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah
sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Diagnosis dapat
ditegakkan jika ditemukan beberapa kelainan dalam hasil laboratorium.
---Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH
menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor.
RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks
eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar
hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok
karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia.
Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok kelompok normo-blast
basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecilkecil, sideroblast.
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350
mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya
sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi
besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 10


rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau
meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,
pemeriksaan ginekologi.

gambar 1. Anemia defisiensi besi

MANIFESTASI KLINIS

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu : gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi, dan gejala penyakit dasar.

Gejala Umum Anemia


Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-
lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain
yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme
kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. Anemia bersifat simptomatik
bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl.

Gejala Khas Defisiensi Besi


Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 11


b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.


e. atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorhidria
f. pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti ; tanah liat, es, lem dan
lain-lain.
Sinrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Patterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

Gejala Penyakit Dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab
anemia defisiensi besi. Misalnya paad anemia akibat penyakit cacing tambang disebut
dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolondijumpai gejala gangguan
kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.

DIAGNOSIS BANDING

 Thalassemia Minor

Pembesaran lensa pada katarak intumesen meningkatkan blok pupil relatif dan
mendorong bagian

 Anemia akibat Penyakit Kronis

Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu
yang khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga
menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin
tetapi cadangan besi di sumsum tulang masih cukup.

Etiologi Belum diketahui. Tetapi penyakit yang mendasari timbulnya anemia akibat penyakit
kronik adalah:

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 12


1. Infeksi kronik
a. tuberculosis paru
b. infeksi jamur kronik
c. bronkhiektasis
d. penyakit radang panggul kronik
e. osteomielitis kronik
f. infeksi saluran kemih kronik
g. colitis kronik
2. Inflamasi kronik
a. arthritis rematoid
b. lupus eritematosus sistemik
c. inflammatory bowel disease
d. sarkoidosis
e. penyakit kolagen lain
3. Neoplasma ganas
a. Ca : ginjal, hati, kolon, pancreas, uterus, dll
b. Limfoma maligna : limfoma Hodgin dan limfoma non-Hodgin

Patogenesis

Pengaruh sitokin proinflamasi, IL-1, dan TNF-α terhadap eritropoesis

1. Gangguan pekepasan Fe dari RES (sel makrofag) ke plasma


2. pemendekan masa hidup eritrosit
3. Pembentukam eritropoetin tak adekuat
4. Respon sumsum tulang terhadap eritropoetin tak adekuat

berkurangnya penyediaan Fe

untuk eritropoesis

gangguan pembentukan Hb

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 13


anemia hipokromik mikrositer

Manifestasi Klinik

Tidak khas karena didominasi oleh gejala penyakit dasar.

Syndrom anemia tidak terlalu mencolok karena penurunan Hb tak terlalu berat

Pemeriksaan laboratorik

1. Anemia ringan sampai sedang, Hb jarang < 8 g/dl


2. Anemia bersifat normositer atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl)
3. Besi transferin sedikit menurun
4. Protoporfirin eritrosit meningkat
5. Feritin serum normal atau meningkat
6. Reseptor transferin normal
7. Pada pengecatan sumsum tulang dengan biru Prosia, besi sumsum tulang atau
meningkat dengan butir-butir hemosiderin yang kasar

Diagnosis

1. Dijumpai anemia ringan sampai sedang pada setting penyakit dasar yang sesuai
2. Anemia hipokromik mikrositer ringan atau normokromik normositer
3. Besi serum menurun disertai dengan cadangan besi sumsum tulang masih positif
4. dengan menyingkirkan adanya gagal ginjal kronik, penyakit hati kronik dan hipotiroid

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 14


 Anemia Sideroblastik

Adalah anemia refrakter dengan sel hipokrom dalam darah tepi dan sumsum tulang
yang meningkat,anemia ini dipastikan dengan adanya banyak sideroblas cincin (ring
sideroblast) yang patologis dalam sumsum tulang.

Sideroblast cincin ini adalah eritroblast abnormal yang banyak mengandung banyak
granula besi yang tersusun dalam suatu bentuk cincin atau kerah yang melingkari inti
bukan beberapa granula besi yang tersebar secara acak yang tampak bila eritroblast
normal diwarnai dengan pewarnaan besi.

Anemia sideroblastik didiagnosis bila 15 % atau lebih eritroblast dalam sumsum


tulang adalah sideroblast cincin tetapi sideroblast cincin ini dapat ditemukan dalam
jumlah yang lebih sedikit padsa berbagai kondisi hematologik.

Pada bentuk herediter anemia dicirikan oleh suatu gambaran darah yang sangat
hipokrom dan mikrositik.Mutasi tersering adalah pada gen asam aminolevulinat
sintase (ALA_S) yang terdapat pada kromosom X.piridoksal 6 fosfat adalah suatu
koenzim untuk ALA-S.jenis lain yang jarang dijumpai meliputi defek
mitokondria,responsif tiamin,dan defek autosom lain.

Klasifikasi anemia sideroblastik:

a. Herediter biasanya terjadi pada pria,dibawa oleh wanita dan juga jarang pada wanita.
b. Didapat
1. Primer : mielodisplasia
2. Sekunder : pembentukan sideroblast cincin juga dapat terjadi disumsum tulang pada
penyakit keganasan sumsum tulang lain dan juga karena obat.

Diagnosis Diferensial Anemia Defisiensi Besi

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 15


Anemia Anemia akibat Thalassemia Anemia
Defisiensi Besi Penyakit Kronik Siderobalstik

MCV Menurun Menurun/ N Menurun Menurun/ N

MCH Menurun Menurun/ N Menurun Menurun/ N

Besi Serum Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal/ ↑ Normal/ ↑

Saturasi Menurun Menurun/ N Meningkat Meningkat

Transferin < 15 % 10 - 20 % > 20 % > 20 %

Besi sumsum Negatif Positif Positif kuat Positif dengan


tulang ring sideroblast

Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal


eritrosit

Feritin Menurun Normal Meningkat Meningkat

Serum < 20 µg/dl 20-200 µg/dl > 50 µg/dl > 50 µg/dl

Elektrofoesis Hb N N Hb. A2 N
meningkat

Feritin Menurun Normal Meningkat Meningkat

Serum < 20 µg/dl 20-200 µg/dl > 50 µg/dl > 50 µg/dl

Elektrofoesis Hb N N Hb. A2 N
meningkat

EPIDEMIOLOGI

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 16


---Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan
yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 -
40%, pada anak sekolah 25 - 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita
sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa
gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta
kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.

ETIOLOGI

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun ;
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
 Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
 Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia
 Saluran kemih : hematuria
 Saluran napas : hemoptoe.

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi ( bioavaibilitas ) besi --yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa


pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

---Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir
identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan
besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada
laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena
infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 17


menormetrorhagia.
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau dilapangan dengan ADB
dirumah sakit atau praktek klinik. ADB dilapangan pada umumnya disertai anemia ringan
atau sedang, sedangkan di klinik pada umumnya disertai anemia derjat berat. Di lapangan
faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan perdarahan.
PATOFISIOLOGI

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang
meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.

Gambar 2.5. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders
of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 18


Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar
feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum
tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong
sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan
pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai
iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC)
meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah
besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai
anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia)

Tabel 2.1. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)

Tabel 2.2. Perbandingan tahap keseimbangan zat besi yang negatif


Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to Prevent
and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 19


PENATALAKSANAAN PADA ANEMIA DEFISIENSI BESI

Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia
difesiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau
tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh ( iron
replacement therapy ).

a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat
yang tersedia, yaitu:
- Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x
200 mg. Setiap 200 mg sulfat ferous mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfat
ferous 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg per hario yang dapat meninglkatkan
eritropoesis dua sampai tiga kali normal.
- Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih
mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfat ferous.

Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada
15% sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual,
muntah, serta konstipasi.
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12
bulan. Setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi. Dosis pemeliharaan
yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia
sering kambuh kembali.
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diebrikan preparat vitamin C, tetapi dapat
meningkatkan efek samping terapi.

b. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi
parenteral diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral, yaitu :
1. Intoleransi terhadap pemberian oral
2. Kepatuhan terhadap obat rendah.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 20


3. Kolitis ulserativa
4. Perlu peningkatan Hb secara cepat ( misal preoperasi, hamil trimester tiga ).
5. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemebrian eritropoetin pada anemia gagal ginja
kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex, dan
yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Terapi besi
parenteral bertujuan untuk mengenmbalikan kadar hemoglobin dan mengisi sebesar 500
sampai 1000 mg.

Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan :


1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat)
dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu
makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3. Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
4. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
5. Vitamin C : vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi.
6. Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia
yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi atau
adanya penyakit jantung anemikdengan anacaman payah jantung. Pemberian PRC dilakukan
secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman
sambil menunggu respon terapi besi.

Respon terhadap Terapi :


Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberi respon baik
bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke – 10 dan normal
lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika reson terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan :
 Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 21


 Dosis besi kurang
 Masih ada perdarahan yang cukup banyak
 Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada
saat yang sama ada defisiensi folat.
 Diagnosis defisiensi besi salah.

PENCEGAHAN

Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi


Dapat dilakukan antara lain dengan cara:
a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi
sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk
mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi
saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti
vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat
meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran
sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan
rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti :
fitat, fosfat, tannin.
b. Suplementasi zat besi
Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin
dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam
suplementasi zat besi adalah frrous sulfat. Efek samping dari pemberian besi peroral adalah
mual, ketidaknyamanan epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung
dosis yang diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera
setelah makan atau
bersamaan dengan makanan.
a. Fortifikasi zat besi
Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk
meningkatkan
kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan
cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi
tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 22


yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk
pembuatan roti.
b. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit
Penyakit infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan
menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan
status besi tubuh.

KOMPLIKASI

Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Se

PROGNOSIS

Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia
dan menifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

KESIMPULAN

Glaukoma fakolitik

DAFTAR PUSTAKA

1. Liesegang, Thomas, dkk. 2001. Glaucoma. The Foundation of the American


Academy of Ophthalmology: USA.
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Balai Penerbitan Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2011.
3. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta. 2006. hal : 220-38.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 23


4. Ilyas, Sidharta; Mailangkay; Taim, Hilman; Saman,Raman, dkk. Ilmu Penyakit Mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi kedua. Sagung Seto. Jakarto.
2002.
5. Sidarta Ilyas. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Edisi Kedua. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2001.
6. James Brauce ,et al.Lecture Notes Oftalmologi.Edisi 9. Jakarta. Penerbit Erlangga.
7. Ilyas, S. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia; 2010. hal 200-211.
8. Radjamin, Tamin, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Airlangga University Press.
Surabaya. 1984
9. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. hal :
97-100.
10. Chen TC. Lens-induced glaucomas: surgical techniques and complications. Middle
East J Ophthalmol. May 2004;12(1):40-52.

11. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11. American
Academy of Ophthalmology. 2002.
12. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;1983.
13. Glaucoma. Diakses dari : www.emedcine.com. pada tanggal 12 maret 2012
14. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi
kelima dengan perbaikan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.

Alamat email : anastesya13@ymail.com Page 24

Anda mungkin juga menyukai