OLEH:
Damar Mugni Muharam
NIM: 1113103000012
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program studi Kedokleran dan profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kedokteran untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh
Oleh
DAilIARMUGNI MUHARAM
NIM : 11 13103000002
Pennbimbing I PernbimLring 2
ilt
LEMBAR PENGESAHAN
Ketua Sidang
Pembimbing I Pembimbing 2
Penguji 1 Pengu.ii 2
dr. Hari Hendarto, Ph. D., Sp.PD- {Ayat Rahayu, Sp.Rad., M.I(es.
KEMD., FINASIM. NIP. 19640909 0199603 1 001
NIP. 196si 123 200312 1 003
PIMPINAN FAKULTAS
r..
! Dekan FKIK tlIN Kaprodi PSKPD FKIK UIN
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “KARAKTERISTIK PASIEN
HERNIA INGUINALIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN
2015” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana
kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis sampaikan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, suri tauladan kita dengan sebaik-baiknya akhlak.
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr.Achmad Luthfi, Sp.B-KBD, RSPI, selaku dosen pembimbing 1 dan dr.
Witri Andini, M.Gizi, Sp.GK selaku dosen pembimbing 2yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing peneliti dari awal hingga akhir terselesaikannya penelitian
ini.
4. dr. Hari Hendarto Ph D, Sp.PD-KEMD, FINASIM, selaku dosen penguji I
dan dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji , mengarahkan,
serta memberi masukan untuk penelitian ini.
v
5. Bpk.Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, Ph.D, selaku penanggung jawab
riset program studi kedokteran dan profesi dokter tahun 2017.
6. Kedua Orang tuaku tercinta, Badru Tamam dan Dedeh Sugiharti yang
selalu mencurahkan kasih sayangnya, mendukung dalam suka dan duka,
dan selalu mendoakan yang terbaik buat anaknya.
7. Kepada kakak-kaka saya yang tercinta, Awalia Rizkillah, Mutiara Dwi v
Kasih, Inten Mujizat serta adiku yang saya sayangi, Chatama Chamsa
Nakjib yang telah banyak mendukung, semangat dan doanya, sehingga
tugas ini dapat diselesaikan.
8. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Pihak RSU Kota Tangerang Selatan, Direktur rumah sakit beserta
jajarannya, Bu fina, dan seluruh staf rekam medis rumah sakit yang telah
membantu berlangsungnya penelitian ini.
10. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
vii
ABSTRACT
viii
i
iii
Daftar isi
LEMBAR JUDUL..................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................. v
ABSTRAK .............................................................................................................vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xiv
Bab 1 Pendahuluan...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
ix
2.1.3.1 Definisi ............................................................................................... 18
2.1.3.2 Patofosiologi Hernia Inguinalis ......................................................... 19
2.1.3.3 Jenis-jenis hernia Inguinalis ............................................................... 20
2.1.3.4. Diagnosis Klinis ............................................................................... 22
2.1.3.5. Penatalaksanaan ................................................................................. 26
2.1.4.6 Prognosis ............................................................................................ 28
2.1.4.7. Komplikasi ....................................................................................... 29
2.1.4.8. Pencegahan ..................................................................................... 29
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................... 30
2.3. Kerangka Konsep ........................................................................................... 31
2.4 Definisi Operasional ................................................................................... 31
Bab 4. Pembahasan.................................................................................................36
4.1 Angka Kejadian Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun
2015 ............................................................................................................. 36
4.4. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sisi yang Terkena ....... 40
x
4.5. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sifatnya ....................... 42
4.12. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Lama Rawat Inap ...... 51
Kesimpulan............................................................................................................53
Saran......................................................................................................................54
Daftar Pustaka........................................................................................................55
Lampiran.................................................................................................................58
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
inguinalis setiap tahunnya dan di Inggris sekitar 102.500 orang yang
dilakukan tindakan operasi hernia inguinalis setiap tahunnya. 4,5 Angka
kejadian hernia inguinalis di berbagai negara bervariasi yaitu antara 1-
3/10.000 jumlah penduduk per tahun.6
Data Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa
berdasarkan distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut
golongan sebab sakit di Indonesia tahun 2004, hernia menempati urutan
ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus, 273 diantaranya meninggal dunia. Dari
total tersebut, 15.051 diantaranya terjadi pada pria dan 3.094 kasus terjadi
pada wanita.7
Dalam Profil Kesehatan Provinsi Banten dari tahun 2012-2015,
tidak ditemukan angka kejadian hernia inguinalis di Provinsi Banten.
Begitu pula dengan angka kejadian di setiap Kota/Kabupaten yang ada di
Provinsi Banten.8
Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota yang memiliki
jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Banten. 9 Kota Tangerang Selatan
telah menjadi kota penyangga administrasi DKI Jakarta yang lingkungan
dan gaya hidupnya hampir menyerupai DKI Jakarta. Hal ini memunculkan
dugaan tingginya angka kejadian Hernia Inguinalis di Kota Tangerang
Selatan, mengingat salah satu faktor resiko Henia Inguinalis adalah
obesitas dimana angka kejadian obesitas di DKI Jakarta merupakan salah
satu yang tertinggi di Indonesia.10 Jenis pekerjaan yang berat juga
merupakan salah satu faktor resiko dari hernia inguinalis, dimana Kota
Tangerang Selatan merupakan kota yang sebagian besar penduduknya
adalah buruh pabrik yang sebagian besar jenis pekerjeannya adalah
golongan pekerjaan berat.11 Kasus hernia inguinalis di Kota Tangerang
Selatan dapat di amati di RSU Kota Tangerang Seelatan yang merupakan
RS rujukan daerah tingkat pertama. Studi ini diharapkan dapat
memberikan sebuah gambaran kejadian pasien Hernia Inguinalis di RSU
Kota Tangerang Selatan. Gambaran Karakteristik kasus hernia inguinalis
ini diharapkan dapat membantu menentukan mekanisme dan alat
2
diagnosis, penanganan pasien, langkah promotif dan preventif yang paling
efektif dan efisien dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat.
3
g. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan
kekambuhan pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2015.
h. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan gejala
klinis pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
tahun 2015.
i. Mengetahui penyakit penyerta yang ada pada pasien hernia inguinalis
di RSU Kota Tangerang Selatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar 1. Dinding Kanalis Inguinalis13
6
10.Superfisial dan deep inguinal ring. 13
7
dikelilingi oleh lapisan-lapisan fascia yang sama dari dinding abdomen.
Turunnya testis menyempurnakan pembentukan funiculus spermaticus pada
pria. Pada wanita, ovarium turun ke dalam cavitas pelvis dan terkait dengan
perkembangan uterus. Oleh karenannya, struktur yang melewati canalis
inguinalis hanyalahligamentum teres uteri, yang merupakan sisa
gubernaculum.12
Pada kedua jenis kelamin rangkaian perkembangan ini diakhiri saat
prosesus vaginalis menutup. Jika tidak menutup atau tidak sempurna menutup.
Kelemahan dapat terjadi di dinding anterior abdomen dan hernia inguinalis
dapat terjadi.12
b. kanalis Inguinalis
Canalis inguinalis adalah suatu saluran sempit yang terbentang dengan
arah ke bawah dan ke medial, tepat di atas dan pararel dengan separuh bagian
bawah ligamentum inguinale. Struktur ini dimulai pada annulus inguinalis
profundus dan berlanjut sampai kira-kira 4 cm, berakhir di annulus inguinalis
superficialis. Isi canalis inguinalis adalah ramus genitalis nervus
genitofemoralis, funiculus spermaticus pada pria, dan ligamentum teres uteri
pada wanita. Selain itu, pada pria dan wanita, nervus ilioinguinalis berjalan
melewati bagian canalis inguinalis, keluar melalui annulus inguinalis
superficialis dengan isi yang lain. 14
8
Annulus Inguinalis Profundus ( Internal Ring).
Annulus inguialis profundus adalah pintu permulaan canalis
inguinalis dan berada pada titik pertengahan antara SIAS dan simphysis
pubica. Struktur ini merupakan defek yang berbentuk ‘U’ pada fasia
transversalis yang membentuk dinding posterior kanalis inguinalis.
Annulus inguinalis terletak 1,25 cm di atas titik-tengah ligamentum
inguinalis dan tepat di lateral vasa epigastrica inferior. Meskipun
terkadang disebut sebagai lubang atau suatu kelemahan fascia
transversalis, sesungguhnya struktur ini dimulai dengan evaginasi
tubuler/atau tabung fascia transversalis yang membentuk salah satu
penutup. (fasci spermatica interna) funiculus spermaticus pada pria atau
ligamentum teres uteri pada wanita. 11,16
9
merupakn suatu daerah potensi lemah pada dinding anterior abdomen.
Terlebih lagi, selain musculus obliquus internus abdominis menutup
annulus inguinalis profundus, struktur ini juga menyumbangkan suatu
lapisan (fascia cremasterica yang berisi musculus cremaster) untuk
menutupi struktur-struktur yang melewati canalis inguinalis. 12
10
Gambar 5. Kanalis Inguinalis13
Funiculus Spermaticus
Funiculus spermaticus dimulai dari proximal pada annulus ingunalis
profundus dan berisi struktur-struktur yang berjalan di antara cavitas
abdominopelvicum dan testis, dan tiga fascia penutup yang membungkus
11
struktur-strukrur yang berjalan di antara cavitas abdominopelvicum dan testis
, dan tiga fascia penutup yang membungkus struktur-struktur ini.
Struktur-struktur di dalam funiculus spermaticus meliputi :12
- Ductus deferens,
- Arteria untuk duktus deferens (dari arteria vesicalis inferior),
- Arteria testicularis (dari aorta abdominalis)
- Plexux venosus pampiniformis (venae testicularis),
- Arteria dan vena cremasterica (vasa kecil terkait fascia cremasterica),
- Ramus genitalis nervus genitofemoralis
- (mempersarafi musculus cremaster),
- Serabut-serabut nervus afferentes viscerales dan symphatici, dan
- Sisa-sisa processus vaginalis.
12
Ligamentum teres uteri adalah suatu struktur mirip pita yang
berjalan dari uterus sampai annulus inguinalis profundus, yang
selanjutnnya ligamentum ini memasuki kanalis inguinalis. Ligamentum ini
berjalan turun melewati kanalis inguinalis dan keluar melalui annulus
inguinalis superficialis. Pada titik ini, ligamentum ini telah berubah dari
struktur mirip pita menjadi struktur seperti beberapa lembar jaringan, yang
melekat ke jaringan ikat terkait dengan labium majus pudendi. Saat
ligamentum ini melintasi canalis inguinalis, ligamentum ini mendapatkan
lapisan penutup yang serupa dengan funiculus spermaticus pada pria.12
Orifisium Miopektineal
Orificium miopektineal dari Fruchaud adalah area lemah yang
merupakan tempat dari semua hernia lipat paha. Area ini merupakan area
antara ligamentum inguinalis disebelah anterior dan traktus illiopubik di
sebelah posterior.
Traktus Iliopubik : Penebalan margo inferior fasia transversalis yang
tampak sebagai pita fibrosa yang berjalan sejajar dan disebelah posterior
(dalam) dari ligamentum inguinalis. Traktus iliopubik berinsertio ke ramus
pubik superior untuk membentuk ligamentum alkunaris
Batas-batas orifisium miopektineal
- Superior : Serabut oblikus internus yang melengkung.
- Nedial : Tepi lateral otot rektus abdominis
- Inferior : Pektinea Pubik.
Makna bedah traktus iliopubik: Pengenalan traktus iliopubik ini
merupakan salah satu tahap repair laparoskopik (tahap awal) visualisasi
dari dalam. Struktur ini memperkuat dinding posterior dan dasar kanalis
inguinalis seraya menjembatani struktur yang melintasi ruang sub-
inguinalis.16
13
2. Selama mengejan atau batuk, conjoined tendon berkontraksi, dan karena
conjoined tendon membentuk batas-batas anterior, superior dan posterior,
conjoined tendon menutup kanalis inguinalis. Hal ini merupakan efek buka
tutup atau efek yang menyerupai sfingter
3. Peningkatan tekanan intra-abdomen menimbulkan efek sumbat pada
ring/cincin eksterna. Ring interna tertarik ke atas dan lateral karena
melekat pada permukaan posterior dari otot transversalis. Hal ini akan
menghasilkan oklusi anulus dan mencegah tyerjadinya herniaso yang
merupakan efek dari katup bola.16
2.1.2 Hernia
2.1.2.1 Definisi
Menurut Kamus Kedokteran Dorland, hernia merupakan
penonjolan abnormal bagian organ atau struktur tubuh lain melalui lubang
alamiah ataupun abnormal dalam selaput pembungkus, membran, otot,
atau tulang.17
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia
didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan
melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun
hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek
melibatkan dinding abdomen pada umumnya.1
2.1.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya hernia : 1, 2, 18, 19
1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau
didapat kemudian dalam hidup.
2. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
3. Kongenital
a. Hernia kongenital sempurna, yaitu bayi sudah menderita hernia
kerena adanya defek pada tempat - tempat tertentu.
b. Hernia kongenital tidak sempurna, yaitu bayi dilahirkan normal
(kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada
14
tempat- tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1
tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut
karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal
(mengejan, batuk, menangis).
4. Aquisata/didapat , yaitu hernia yang buka disebabkan karena
adanya defek bawaan tetapi disebabkan oleh faktor lain yang
dialami manusia selama hidupnya, antara lain :
Tekanan intraabdominal yang tinggi, banyak dialami oleh
pasien yang sering mengejan yang baik saat defekasi
maupun miksi. Juga bisa terjadi karena batuk yang kronis,
dan Asites.
Konstitusi tubuh, rrang kurus cenderung terkena hernia
kareana jaringan ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada
orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya
jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja
jaringan ikat penyokong pada area dinding abdomen yang
lemah.
Kelemahan dari conjoined tendon/ruptur beberapa serabut.
Hal ini terjadi akibat beberapa faktor seperti mengangkat
beban berat, post apendiktomi (trauma pada nervus
ilioinguinalis), Kelainan kronis/penyakit kelemahan fisik
yang menyebabkan kelemahan fasia transversalis di area
Hasselbach.
Banyaknya preperitoneal fat yang banyak terjadi pada orang
gemuk.
Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan
intraabdominal.
Sikatrik.
Penyakit yang melemahkan dinding perut.
Merokok
Diabetes militus
15
2.1.2.3 Bagian dan Jenis Hernia
a.Bagian – bagian hernia 2, 20
1. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak
semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia
adiposa, hernia intertitialis.
2. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia,
misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3. Cincin/Pintu Hernia
Merupakan bagian awal atau pintu yang berbentuk cincin dari
kantong hernia.
4. Leher hernia
Bagian tersempit dari kantong hernia yang sesuai dengan ukuran
kantong hernia.
5. Locus minoris resistence (LMR)
Penonjolan Penonjolan organ visceral/isi rongga melalui melalui
dinding dinding yang lemah.2
b. Jenis-jenis hernia :
1. Menurut Letak Anatomis : 1,2,20
a. Hernia inguinalis, adalah hernia yang terjadi di lipatan paha. Jenis ini
merupakan yang tersering dan dikenal dengan istilah turun berok atau
burut.
b. Hernia umbilicus, adalah hernia inguinalis yang terjadi di pusar
c. Hernia femoralis, adalah hernia yang terjadi di bagian paha.
16
4. Menurut terlihat dan tidaknya : 19
a. Hernia external, adalah hernia yang terlihat nampak misalnya hernia
inguinalis, hernia scrotalis, dan sebagainya.
b. Hernia internal, adalah hernia yang tidak terlihat nampak misalnya
hernia diafragmatica, hernia foramen winslowi, hernia obturaforia.
17
a. Hernia pantolan adalah hernia inguinalis dan hernia femuralis yang
terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh vasa epigastrika inferior.
b. Hernia scrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke scrotum
secara lengkap.
c. Hernia littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum meckeli.
18
embrio setelah
penurunan testis
Hernia Keluarnya Medial Tidak Dewasa
ingunalis langsung
medialis menembus fascia
dinding abdomen
19
Biasanya terjadi pada orang usia lanjut, pada orang usia lanjut otot
dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur usia,
organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua
kanalis tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan
locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan
intraabdominal meningkat seperti batuk-batuk kronik, bersin yang kuat
dan mengangkat barang - barang berat, mengejan dan sebagainya. Kanal
yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis akibat terdorongnya sesuatu jaringan tubuh yang keluar melalui
defek tersebut.2,20
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial
komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi
penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang
masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang
kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila
terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan
timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis.19
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya
terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis
metabolik, abses. Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang
dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga
perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses
lokal, fistel atau peritonitis. 20
20
1. Hernia Inguinalis Direkta (Medialis)
Hernia ini disebut medialis karena menonjol dari perut di
bagian medial dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia ini merupakan
jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan oleh faktor peninggian
tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach. Jalannya langsung (direct) ke ventral melalui annulus
inguinalis subcutaneous. Hernia ini sama sekali tidak berhubungan
dengan prosesaus vaginalis, umumnya terjadi bilateral, khususnya pada
laki-laki tua. Hernia jenis ini jarang, bahkan hampir tidak pernah
mengalami inkarserasi dan strangulasi. 2,21
21
Gambar 6. Hernia inguinalis indirekta1
22
Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi dilakukan pada posisi berdiri. Kedua sisi
sebaiknya diperiksa.16
Palpasi16
Temuan saat inspeksi perlu dikonfirmasikan.
Pembengkakan bersifat lunak, dan “mendenguk” (gurgle) teraba jika
keadaan ini adalah enterocoele.
Dapat teraba padat atau granular jika kelianan ini berupa
omentocoele
1. Suruh pasien batuk : pada saat pasien batuk akan teraba impulse
yang mendorong pada pangkal skrotum. Selain hernia impuls yang
terjadi saat batuk bisa terjadi akibat meningokel, krista dermoid yang
berhubungan dengan intrakranial, laryngocoele, kista limfatik pada
anak-anak, dan empyema necessitatis.
2. Meraba struktur di atas pembengkakan : sebaiknya dilakukan pada
posisi berdiri kecuali pada herni inkomplit.
Pada pangkal skrotum, funikulus spermatikus dipalpasi antara jari
tangan dengan ibu jari tangan. Pada kasus hernia indirek komplit,
funikulus spermatikus tidak dapat teraba karena funikulus tertutup
di sebelah anterolateral oleh kantong hernia. Hal ini di kenal
sebagai meraba di atas pembengkakan tidak mungkin (negatif).
3. Dapat tidaknya direduksi : Pasien disuruh berbaring
Jika hernia menjadi lebih kecil atau tidak terlihat, kelainan ini
adalah sebuah hernia (hidrokel tidak dapat direduksi).
Omentokel : pada mulanya, reduksi mudah dilakukan tetapi
selanjutnya menjadi sulit (sebagai akibat adanya adhesi).
Jika hernia sulit direduksi, pasien disuruh mereduksinya. Jikalau
tidak, lakukan fleksi dan rotasi medial sendi panggul dan coba
reduksi, yaitu sebuah metode yang dikenal sebagai taxis
Bila meskipun telah dilakukann tindakan ini, pembengakakan tidak
dapat direduksi, kedaan ini dikenal dengan hernia ireponibilis
(ireduksi)
23
4. Pemeriksaan invaginasi ring eksterna.
Pada pangkal skotum, kulit dipungut dan diangkat ke atas dengan
jari kelingking. Selanjutnya diinvaginasi ke dalam ring eksternal.
Pada saat ring eksterna diregangkan pada hernia indirek, jari tangan
bergerak ke arah belakang, dan ramus superior tulang pubis dapat
teraba sebagai tulanh yang tanpa penutup. Dengan menyuruh
pasien batuk , impulse teraba pada pulpa jari tangan pada hernia
direk dan ujung jari tangan pada hernia indirek.
5. Pemeriksaan oklusi ring interna : Pertama kali pembengkakan
direduksi. Ditentukan lokasi ring interna di atas titik tengah antara spina
iliaka anterior superior dan simfisis pubis. Ring interna dioklusi dengan
ibu jari tangan dan pasien disuruh batuk.
Jika impulse dan pembengkakan didapatkan, kasus ini adalah
sebuah hernia direk karena hernia ini terjadi pada trigonum
hessselbach (sebelah medial anulus inguinalis profundus).
Jika pembengkakan tidak terlihat, kasus ini adalah hernia indirek.
Pemeriksaan oklusi ring interna dapat dilakukan dengan pasien
dalam posisi berdiri dan terlentang.
Masalah pemeriksaan oklusi ring interna
Jika oklusi tidak dilakukan dengan benar, hasilnnya mungkin
bervariasi
Hernia pantaloon merupakan suatu hernia direk yang memiliki
komponen indirek
6. Pemeriksaan elevasi tungkai (Pemeriksaaan elevasi kepala)
Kelemahan otot-otot obliquus dimanifestasikan dengan benjolan
Malgigne di atas setengah medial ligamentum inguinalis
7. Metode Zieman : Metode tiga jari
Pertahankan jari telunjuk pada ring interna, jari tengah pada
dinding posterior di atas dan sebelah lateral ring eksterna dan jari
manis pada ring/cincin femoralis. Sekarang pasien disuruh batuk.
Tergantung pada jenis hernia, impulse dapat teraba. Pemeriksaan
24
ini tidak perlu dilakukan pada hernia indirek inkomplit atau
komplit.
8. Per Abdomen : Untuk mengesampingan massa (kolon)
9. Tanda striktura uretra : Pasien muda yang mengalami keluhan
kencing denga hernia kemugkinan menderita striktura uretra. Angkat
skrotum dan raba adanya striktura pada uretra bulbaris.
10. Pemeriksaan sistem respirasi : dilakukakan untuk mengesampingkan
bronkitis kronis, tuberkulosis.
11. Pemeriksaan per rektal : sebaiknya dilakukan pada pasien usia tua
untuk mengesampingkan pembesaran prostat. 16
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
Pada Pasien yang hernia yang sudah mengalami strangulasi
biasanya akan pada pemeriksaan lab akan ditemukan Leukocytosis dengan
shift to the left. Pemeriksaan Elektrolit, BUN, dan kadar Kreatinin juga
dilakukan untuk mengetahui derajat dehidrasi yang mungkin timbul akibat
muntah-muntah. Tes Urinalisis juga dilakukan untuk menyingkirkan
adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat
paha.18
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin
hernia.Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa
pada lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab
pembengkakan testis.2 Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal
dengan pasien dalam posisi supine dan posisi berdiri dengan manuver
valsafa dilaporkan memiliki sensitifitas dan spesifisitas diagnosis
mendekati 90%. Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk
membedakan hernia inkarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau
penyebab lain dari suatu massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang
sangat jarang dengan nyeri inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau
25
sonografi yang menunjukkan hernia inguinalis. CT scan dapat digunakan
untuk mengevaluasi pelvis untuk mencari adanya hernia obturator. 18
d. Diagnosis Banding
a. Hidrocele pada funikulus spermatikus maupun testis. Yang
membedakan dengan hernia :
- pasien diminta mengejan bila benjolan adalah hernia maka akan
membesar, sedang bila hidrocele benjolan tetap tidak berubah. Bila
benjolan terdapat pada skrotum , maka dilakukan pada satu sisi ,
sedangkan disisi yang berlawanan diperiksa melalui diapanascopy.
Bila tampak bening berarti hidrocele (diapanascopy +).
- Pada hernia: canalis inguinalis teraba usus
- Perkusi pada hernia akan terdengar timpani karena berisi usus
- Fluktuasi positif pada hernia.
b. Kriptochismus
Kriptolchismus yaitu testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi
kemungkinanya hanya sampai kanalis inguinalis.
c. Limfadenopati/ limfadenitis inguinal
Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi.
d. Varises vena saphena magna didaerah lipat paha.
e. Lipoma yang menyelubungi funikulus spermatikus (sering disangka
hernia inguinalis medialis).17
2.1.3.5. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan
reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata,
kecuali pada pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual.
Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan
26
tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan tekanan
lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak
inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi
hernia jarang terjadi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini
disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis dibandingkan dengan
orang dewasa.2
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian
sedative dan kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil
anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi
hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi
segera.2
Bantalan penyangga
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan
hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan
sehingga harusdipakai seumur hidup. Namun cara yang berumur lebih
dari 4000 tahun ini masih saja dipakai sampai sekarang.Sebaiknya
cara ini tidak dianjurkan karena mempunyai komplikasi, antara lain
merusak kulit dan tonus otot dinding perut didaerah yang tertekan
sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini
dapat menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada tangki sperma
yang mengandung pembuluh darah testis. 2
b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan
hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu
diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari
herniotom, dan hernioplastik.2
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
kelehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.2
27
Pada hernioplasty, dilakukan tindakan memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
ingunalis. Hernioplasty lebih penting artinya dalam menvegah
terjdinya residif dibandingkan dengan herniatomy. Dikenal berbagai
metode hernioplasty seperti memperkecil annulus inguinalis internus
dengan jahitan tertutup, menutup dan memperkuat fascia transversal,
dan menjahitkan pertemuan M. transversus internus abdominis dan M.
oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon
keligamentum inguinale Poupart menurut metode Bassini, atau
menjahitkan fascia tranversa, M. tranversus abdominis, M. oblikus
internus abdominis ke ligamentum Cooper pada metode Mc Vay. 2
2.1.4.6 Prognosis
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -
3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan
oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan.
Kekambuhan yang sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien
dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral. Kekambuhan
tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung
proksimal kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan
biasanya dalam regio tuberkulum pubikum, dimana tegangan garis
jahitan adalah yang terbesar.insisi relaksasi selalu membantu.
Perbaikan hernia inguinalis bilateral secara bersamaan tidak
meningkatkan tegangan jahitan dan bukan merupakan penyebab
kekambuhan seperti yang dipercaya sebelumnya. Hernia rekurren
membutuhkan prostesis untuk perbaikan yang berhasil, kekambuhan
setelah hernioplasti prostesisanterior paling baik dilakukan dengan
pendekatan preperitoneal atau secara anterior dengan sumbat
prostesis.25
2.1.4.7. Komplikasi
28
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami
oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada
hernia irreponibel; ini dapat terjadi kalau herniaterlalu besar atau
terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal (hernia geser) atau hernia
akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi hernia strangulate yang menimbulkan gejala obstruksi usus
yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada
hernia richter. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku
seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering
terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograde yaitu dua
segmen usus terperangkap didalam kantong hernia dan satu segmen
lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti hurup W. 2
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan
isi hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi
udem organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam
kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin
hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringa
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi
transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari
usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses
local, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.2
2.1.4.8. Pencegahan
Hernia lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami
kegemukan, menderita batuk menahun, sembelit menahun atau BPH
yang menyebabkan dia harus mengedan ketika berkemih. Pengobatan
terhadap berbagai keadaan diatas bisa mengurangi resiko terjadinya
hernia.18
29
2.2 Kerangka Teori
edema
Suplai terhambat
Iskemia
Nekrosis
pembedahan
30
2.3. Kerangka Konsep
Pasien Hernia
Inguinalis
31
Berdasarkan lateralis jika tertera Lateral/Medial
Letak Penonjolan menonjol dari perut dalam
di lateral pembuluh rekam
darah epigastrika medis
inferior dan disebut
medialis jika
menonjol dari perut
di medial pembuluh
darah epigastrika
inferior
Hernia Hernia inguinalis Sesuai Ordinal
berdasarkan jenis tertera Kasus baru/ Residif
Berdasarkan kasus adalah jika dalam
Jenis Kasus hernia baru pertama rekam
kali didiagniosis medis
disebut hernia
kasus baru
sedangkan jika
hernia adalah
kekambuhan dari
hernia sebelumnya
pasca operasi
disebut dengan
hernia residif
Hernia Hernia yang Sesuai Ordinal
berdasarkan letak tertera Kanan/Kiri
Berdasarkan hernia kanan/kiri dalam
Orientasi rekam
medis
Hernia Penyakit penyerta Sesuai Ordinal
yang ditemukan tertera Ada/tidak
Berdasarkan pada pasien dalam
temuan penyakit rekam
penyerta medis
Hernia Komplikasi yang Sesuai Ordinal
ditemukan pada tertera Ada/Tidak
Berdasarkan pasien dalam Jika Ada :
Komplikasi rekam Strangulata/Inkarserata
medis
32
BAB III
METODOLOGI PENILITIAN
b. Faktor Eksklusi
Pasien memiliki catatan medik yang tidak lengkap
33
Dari data hasil rekam medik dilakukan penggolongan dan
pengkategorisasian berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan manifestasi klinis.
Menganalis data menggunakan program Ms. Excel
Melakukan pelaporan hasil yang dibuat dalam bentuk makalah laporan
penelitian.
34
Memudahkan dalam pengelompokkan data sesuai kategori yang
ada.
4) Entry data
Memasukkan data ke komputer untuk dianalisis Menggunakan
Ms.Exel 2010
B. Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dimana untuk
mengetahui distribusi frekuensi dari setiap variabel. Distribusi frekuensi
ini dibuat untuk memperoleh gambaran masing- masing variabel.
35
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hal tersebut diduga erat kaitannya dengan lokasi RSU Kota Tangerang
Selatan yang berada di Kecamatan pamulang. Mengingat hernia inguinalis
36
adalah penyakit yang perlu penanganan segera maka pasien hernia inguinalis
lebih memilih layanan kesehatan terdekat dari tempat tinggalnya untuk
mengatasi keluhannya.
37
Perempuan 21 11,9
Jumlah 177 100
Dari Tabel 4.2 tampak pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan Tahun 2015 lebih didominasi oleh Pria sebanyak 156 jiwa (88,1%)
Hal ini sesuai dengan literatur, dimana menurut schwartz’s dalam
bukunya menerangkan kejadian hernia inguinalis lebih banyak pada pria
dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 9:1. Di RSU Antapura Palu
tahun 2012 pasien hernia inguinalis lebih banyak diderita oleh pria yaitu
sebanyak 98,8% sedangkan pada wanita hanya 1,2%. 18
Dari data-data diatas tampak laki-laki cenderung lebih beresiko terkena
hernia inguinalis dibandingkan dengan wanita. Hal ini kemungkinan karena
beberapa faktor seperti struktur anatomi kanalis ingunalis pada pria lebih lebih
lebar daripada wanita. Selain itu intensitas pekerjaan pada laki-laki lebih berat
daripada wanita.12
38
>66 29 16,38%
Total 177 100
25.00%
20.00%
15.00%
Persen
tase
10.00%
5.00%
0.00%
0-5 6-11 12-17 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65
Dari Tabel 4.3 tampak penderita hernia inguinalis pada kelompok usia 61-
70 tahun menduduki urutan teratas jumlah penderia sebanyak 35 orang (21,2%),
diurutan kedua yaitu pada kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 34 orang (20,6%),
disusul dengan kelompok usia 0-10 tahun sebanyak 32 orang (19,4%). Sedangkan
pada urutan terbawah jumlah penderita hernia ingunalis yaitu pada kelompok usia
>80 tahun sebanyak 1 orang (0,6%).
Hal ini sesuai dengan literatur, dimana menurut Balamadaiiah kelompok
usia terbanyak pada penderita hernia inguinalis adalah kelompok lansia yaitu
sebanyak 64,9%.25
Dari data-data diatas terlihat pasien hernia inguinalis lebih banyak pada
masa lansia. Hal ini diduga karena pada lansia mulai terjadi penurunan kekuatan
pada otot dinding abdomen sehingga meningkatkan resiko hernia inguinalis.
39
4.3. Karakteristik Pasien Hernia Ingunalis Berdasarkan Letak Keluaran
Hernia
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan letak keluaran Hernia dapat
diamati pada Tabel 4.4
Dari Tabel 4.5 terlihat frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarakan letak
keluarnya. Hernia inguinalis lateral sebanyak 171 orang (96,61%), sedangkan
hernia inguinalis medial hanya sebanyak 6 orang (3,39%).
Hal ini sejalan dengan penelitian di BDF Hospital, Bahrain, hernia
inguinalis lateralis lebih banyak dibandingkan dengan hernia ingunalis medialis.
Yaitu pada hernia inguinalis lateralis sebanyak 379 orang (82,93), dan pada hernia
inguinalis medialis sebanyak 78 orang (17,67%). 26
Angka kejadian hernia inguinalis lateralis lebih banyak dari pada hernia
inguinalis medialis diduga akibat struktur anatomi area lateral regio inguinalis
terdapat locus minoris resistence yaitu prosesus vaginalis yang menutup tidak
sempurna pada saat proses kongenital sehingga pada saat terjadi kelemahan pada
dinding anterior abdomen akan sangat rentan mengalami hernia inguinalis
lateralis.13
40
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarakan sisi yang terkena dapat
diamati pada Tabel 4.5
Dextra 94 53,11
Sinistra 69 38,98
Bilateral 5 2,82
Total 168 100
Dari tabel 4.6 terlihat frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan sisi
yang terkena terbanyak adalah sisi kanan sebanyak 94 orang(53,11%), disusul sisi
sebelah kiri sebanyak 69 orang (38,98%) dan diurutan terakhir yaitu hernia
bilateral hanyak sebanyak 5 orang (2,82,1%).
Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian sebelumnya. Salah satunya
adalah penelitian yang dilakukan di India, dimana hernia inguinalis kanan adalah
yang terbanyak yaitu sebanyak 139 orang (55,2%), disusul hernia inguinalis kiri
sebanyak 90 orang (36,2%), dan diurutan terakhir hernia inguinalis bilateral
sebanyak 20 0rang (8%).Selain itu menurut penelitian yang dilakukan di RSU
Anutapura Palu dari 80 orang pasien hernia inguinalis, pasien hernia inguinalis
kanan adalah yang tebanyak yaitu 44 orang, diikuti hernia inguinalis kiri sebanyak
35 orang, dan hernia bilateral sebanyak 1 orang.27
Dari data-data diatas tampak angka kejadian hernia inguinalis kanan adalah
yang terbanyak, diikuti hernia inguinalis kiri, dan yang paling sedikit adalah
hernia inguinalis bilateral. Hal tersebut diduga karena adanya faktor tertentu, yaitu
pada saat proses embriologi testis kiri lebih dahulu turun daripada testis sebelah
kanan yang pada proses abnormal prosesus vaginalis sisi kanan akan lebih lama
menutup sehingga beresiko mengalami penutupan yang kurang sempurna
sehingga menyebabka hernia inguinalis. 14
41
4.5. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan data rekam medik RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Dari total 177 rekam medik pasien hernia inguinalis, hanya ada 87 rekam medik
pasien yang memiliki data berdasarkan reponibilitasnya dan 90 pasien tidak
memiliki data tersebut.
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarakan sifatnya dapat diamatai
pada Tabel 4.6
Tabel 8. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sifatnya di RSU
Tangerang Selatan Tahun 2015
Frekuensi
Sifat (Orang) Presentase
Reponibel 60 67,4%
Irreponibel (inkarserata) 21 23,6%
Irreponibel (Strangulata) 0 0%
Irreponibel (akrata) 5 5,6%
Irreponibel (Tak teridentifikasi) 3 3,4%
Irreponibel (Total) 29 32,6%
Total 89 100,00%
Dari Tabel 4.7 terlihat frekuensi hernia pasien hernia inguinalis berdasarkan
reponibilitas. Dari 89 pasien hernia inguinalis didapatkan hernia inguinalis
reponibel adalah yang terbanyak yaitu 60 orang dan hernia inguinalis irreponibel
sebanyak 29 orang ( 32,6%).
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di RSU Anutapura Palu, dari
80 orang pasien hernia inguinalis 66 diantaranya adalah pasien hernia inguinalis
reponibel sedangkan sisanya sebanyak 14 orang adalah hernia inguinalis
irreponibel.28
Berdasarkan klasifikasi hernia Irreponibel, hernia inkarserata adalah yang
paling sering yaitu sebanyak 21 orang (23,5%), hernia akrata sebanyak 5 orang
(5,6%), dan tidak ditemukan hernia strangulata pada sampel. Hal ini juga hampir
sejalan dengan penelitian sebelumnya di RSU Anutapura Palu, dari 80 orang
pasien hernia inguinalis 8 orang (10%) mengalama hernia inkarserata, 5 orang
42
(7,5%) mengalama hernia akrata dan juga tidak diemukan hernia strangulata pada
penelitian tersebut.28
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien hernia
inguinalis yang datang ke rumah sakit untuk berobat adalah pasien hernia
inguinalis yang masih reponibel. Hal ini akibat proses untuk menjadi irreponibel
pada hernia inguinalis membutuhkan waktu yang cukup panjang, yaitu pada
hernia inguinalis reponibel jika dibiarkan tanpa pengobatan akan berubah menjadi
irreponibel.
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat frekuensi pasien hernia inguinalis di RSU Kota
Tangerang Selatan berdasarkan jenis kasus. Pasien hernia inguinalis kasus baru
lebih banyak dari hernia inguinalis rekuren yaitu sebanyak 162 orang (91,53%),
dan pasien yang hernia inguinalis yang rekuren sebanyak 7 orang (8,47%).
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di RSU Anutapura Palu,
dimana pasien kasus baru sebanyak 79 orang (98,8%) dan kasus rekuren sebanyak
1 orang (1,2%)
43
4.7.1 Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Gejala Keluhan
Utama
Frekuensi pasien hernis ingunalis berdasarkan keluhan utama tersaji pada
Tabel 4.8.
Tabel 10. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Keluhan Penyerta
Dari Tabel 4.9 Terlihat keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien hernia
inguinalis saat berobat ke rumah sakit adalah “Benjolan di lipat paha masih bisa
masuk kembali” yaitu sebanyak 48 orang (57,8%), diurutan kedua adalah
“benjolan di kantung buah zakar tidak bisa masuk kembali” yaitu sebanyak 14
orang (16,9%). Diurutan terakhir atau yang paling sedikit adalah “benjolan di lipat
paha kanan dan kiri masih bisa masuk kembali” yaitu hanya 1 orang (1,2%).
Hal ini hampir sejalan dengan penelitian di RSU anutapura Palu, dimana
terdapat kesamaan pada distribusi jenis keluhan utama yang terbanyak yaitu
“Benjolan di lipat paha masih bisa masuk kembali” sebanyak 29 orang (36,2%).
Akan tetapi terdapat perbedaan pada distribusi jenis keluhan utama diurutan kedua
yaitu pada penelian adalah “benjolan di kantung buah zakar masih bisa masuk
kembali” sebanyak 20 orang (25%). Dan juga terdapat kesamaan pada distribusi
jenis keluhan utama yang paling sedikit yaitu “benjolan di lipat paha tidak dapat
masuk kembali” sebanyak 6 orang (7,5%).28
44
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Hernia inguinalis yang banyak ditemukan pada penelitian saat ini yaitu hernia
inguinalis yang bersifat reponibel. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya
adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk,
bersin, mengangkat beban berat atau mengedan dan menghilang setelah berbaring
sedangkan hernia ireponibel memiliki keluhan adanya benjolan pada lipatan paha
yang tidak dapat hilang walaupun berbaring.2
45
Tabel 12. Jumlah Total Masing-masing Jenis Keluhan Penyerta
46
4.8. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Riwayat Penyakit
Tabel 13. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Riwayat Penyakit di
RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Hipertensi 19 23,2%
TB Paru 7 8,5%
Diabetes Militus Tipe 2 5 6,1%
Penyakit Jantung Koroner 3 3,7%
Gagal jantung Kongestif 3 3,7%
Asma 3 3,7%
Stroke 1 1,2%
ISK 1 1,2%
Hidrokel 4 4,9%
BPH 2 2,4%
Fimosis 1 1,2%
Tidak ada penyakit penyerta 34 41,5%
Total Pasien yang terdapat data
82 100%
Riwayat Penyakit
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa Riwayat Penyakit yang paling banyak
dialami adalah penyakit hipertensi sebanyak 19 orang (23,2%), diikuti
tuberkulosis paru sebanyak 7 orang (8,5%), diabetes melitus Tipe2 5 orang
(6,1%), hidrokel 4 orang (4,9%), CAD 3orang (3,7%), CHF 3 orang (3,7%), asma
3 orang (3,7%), BPH 2 orang (2,4%). Riwayat penyakit Paling sedikit adalah
Stroke, ISK, dan fimosis masing-masing sebanyak 1orang, serta pasien yang tidak
ada penyakit penyerta sebanyak 34 orang.
Dari data diatas menunjukan bahwa penyakit degenaratif adalah yang
paling banyak, hal ini diduga karena sebagian besar pasien hernia inguinalis
adalah pasien lansia dan manula yang beresiko terkena penyakit degeratif. Selain
itu penyakit saluran pernapasan juga tergolong banyak diantaranya yaitu
tuberkulosis dan asma. Pada penyakit tuberkulosis paru biasanya akan mengalami
batuk yang sifatnya kronik yang mungkin berhubungan dengan kejadian hernia
47
inguinalis. Menurut penelitian di Bagian Bedah Digestif RSUD Dr. Moewardi
Surakarta menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara batuk khronis dan
kejadian hernia inguinalis lateralis. Data tersebut mungkin juga berhubungan
dengan yang terjadi di RSU Kota Tangerang Selatan. 29
Tabel 14. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Tindakan di RSU
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Tindakan Frekuensi (Orang) Presentase (%)
Operasi 105 59
Tidak Operasi 72 41
Total 177
Dari Tabel 4.13 terlihat Pasien yang mendapatkan tindakan operasi di RSU
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015 setelah terdiagnosis hernia inguinalis
sebanyak 105 orang (59%), dan pasien yang tidak mendapatkan tindakan operasi
sebanyak 72 oran (41%).
Dari data diatas memang sebagian besar pasien hernia inguinalis
mendapatkan tindakan operatif . Akan tetapi jika melihat jumlah pasien henia
inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan yang tidak mendapatkan trindakan
operasi setelah terdiagnosis sebanyak 41% .Tentu angka tersebut merupakan
angka yang tidak sedikit, mengingat pasien yang telah terdiagnosis oleh dokter
sebagai hernia inguinalis maka pasien tersubut sudah langsung diindikasikan
untuk operasi. Jika pasien tidak tidak mendapatkan tindakan segera maka
ditakhawatirkan akan timbul komplikasi-komplikasi selanjutnya.
Hal ini diduga akibat pasien yang tidak mendapatkan tindakan operasi
umumnya merasa cemas karena biaya operasi yang mahal dan belum muncul
48
gejala pada pasien sehingga pasien merasa akan baik-baik saja jika tidak
melakukan tindakan operasi. Hal ini menjadi tentu menjadi pekerjaan rumah bagi
para dokter untuk mengedukasi pasien sampai pasien benar-banar paham akan
penyakitnya agar mendapatkan penanganan yang tepat dan maksimal.
Tabel 15. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
yang Melakukan Kontrol Pasca Operasi.
Kontrol/tidak Frekuensi (Orang) Presentase (%)
Kontrol 81 77
Tidak Kontrol 24 23
Total 105 100
Dari Tabel 4.14 terlihat dari total 105 pasien hernia inguinalis yang
mendapatkan tindakan operasi, pasien yang melakukan kontrol pasca operasi
sebanyak 81 orang (77%), dan 23% pasien tidak melakukan kontrol pasca operasi.
Dari data diatas memang sebagian besar pasien melakukan kontrol pasca operasi.
Akan tertapi jumlah pasien yang tidak melakukan kontrol pasca operasi juga tidak
sedikit, mengingat pentingnya melakukan kontrol pasca operasi yaitu pasien bisa
mendaptkan penanganan yang maksimal dan mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi.
49
Hal ini memunculkan beberapa dugaan, yang pertama mungkin pasien yang
tidak melakukan kontrol pasca operasi di RSU Kota Tangerang Selatan lebih
memilih kontrol ke dokter di luar RSU Kota Tangerang Selatan, kemungkinan
yang kedua pasien sudah merasa sembuh sehingga pasien merasa tidak perlu
melakukan kontrol ke Rumah Sakit lagi.
Dari Tabel 4.15 terlihat pasien hernia inguinalis yang dirawat setelah
operasi sebanyak 103 (98,1%) orang dan pasien yang tidak dirawat hanya 2 orang
(1,9%).
Data diatas menunjukan bahwa sebagian besar pasien hernia inguinalis yang telah
mendapatkan tindakan operasi dirawat inap di rumah sakit. Akan tetapi ada 2
orang pasien yang tidak dirawat inap setelah mendapatkan tindakan operasi.
Tidak ada data yang menunjukan alasan mengapa kedua pasien tersebut tidak
dirawat, peneliti menduga pasien tersebut tidak dirawat karena ingin
meminimalisi biaya yang dikeluarkan.
4.12. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Lama Rawat Inap
Frekuensi pasien hernia inguialis berdasarkan lama rawat inap tersaji pada
Tabel 4.11
Tabel 17. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Lama Rawat Inap di
RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Lama Rawat Inap Frekuensi (orang) Persentase
50
1 Hari 2 2%
2 Hari 4 3,8%
3 Hari 62 59,0%
4 Hari 17 16,2%
5 Hari 10 9,5%
6 Hari 4 3,8%
8 Hari 1 1,0%
25 Hari 1 1,0%
0 hari/tidak dirawat inap 2 1,9%
Total 105 100%
Dari Tabel 4.16 terlihat lama rawat inap terlama pada pasien hernia
inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan adalah 3 hari yaitu sebanyak 62 orang
(59,0%), disusul pasien yang mendapatkan lama rawat inap selama 4 hari
sebanyak 17 orang (16,2%), 5 hari sebanyak 10 orang (9,5%), 6 hari sebanyak 4
orang (3,8%), 2 hari sebanyak 4 orang (3,8%), 1 hari sebanyak 2 orang (2.0%), 8
hari sebanyak 1 orang (1,0%), 25 hari sebanyak 1 orang (1,0%), dan 0 hari/tidak
dirawat inap sebanyak 2 orang (1,9%)
Dari data diatas terlihat lama rawat inap pasien hernia inguinalis terlama
adalah 3 hari dan paling sedikit adalah 8 hari dan 25 hari. Jika kita kaitkan usia
pasien dengan lama rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015, tidak
ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prabu (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Usia dengan
Lama Rawat Inap Pasien Hernia Ingunalis lateralis Reponibilis yang Dilakukan
Operasi Hernio Repair di RSUD dr.Moewardi Surakarta. Penelitian tersebut
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia pasien dengan
lama rawat inap pada pasien hernia inguinalis lateralis reponibilis yang dilakukan
hernio inguinal repair.30
Perbedaan tersebut diduga terjadi karena sistem RSU Kota Tangerang
Selatan yang mengatur lama rawat inap pasien hernia inguinalis agar tidak terjadi
penumpukan pasien bangsal rawat inap.
51
4.13. Keterbatasan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-section
sehingga pada penelitian ini hanya dapat menyajikan data cuplikan dari
karakteristik pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
Data yang digunakn adalah data sekunder dari rekam medis pasien sehingga
membuat keterbatasan data yang bisa diamati pada penelitian ini. Kelengkapan
data yang ada pada rekam medis pasien di RSU Kota Tangerang Selatan juga
menjadi keterbatasan pada penelitian ini
52
BAB 5
KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian Karakterisitik Hernia Inguinalis di RSU Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015, disimpulkan :
A. Jumlah pasien Hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan periode 1
Januari 2015 hingga 31 Desember 2015 berjumlah 177 kasus. Dengan
prevalensi 5/1000.
B. Hernia inguinalis terbanyak adalah pasien yang bertempat tinggal lebih
dekat dari RSU Kota Tangerang Selatan
C. Hernia inguinalis Lebih Banyak di derita oleh laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
D. Hernia inguinalis lebih banyak diderita pada masa usia lansia awal hingga
masa manula sampai atas.
E. Hernia inguinalis lateral lebih banyak dibandingkan dengan hernia
inguinalis medial.
F. hernia inguinalis paling sering mengenai sisi sebelah kanan.
G. Hernia inguinalis reponibel adalah yang terbanyak, diikuti irreponibel
dengan tipe inkarserata; irreponibel dengan tipe akrata, dan tidak
ditemukan hernia irreponibel dengan tipe strangulata.
H. Hernia inguinalis kasus baru lebih banyak dibandingkan hernia inguinalis
residif
I. keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien adalah benjolan di lipat
paha kanan masih bisa masuk kembali. Sedangkan yang paling sedikit
adalah benjolan di lipat paha kanan dan kiri masih bisa masuk kembali.
J. Keluhan penyerta yang paling sering dialami pasien adalah nyeri, diikuti
mual, muntah, demam, BAB berdarah, dan sulit BAB.
K. Penyakit Penyerta yang paling banyak dialami oleh pasien adalah
Hipertensi, diikuti TB dan DM tipe 2.
L. Pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan masih banyak
yang tidak melakukan tindakan operasi yaitu sebanyak 41%.
53
M. Pasien hernia inginalis di RSU Kota Tangerang Selatan yang melakukan
kontrol pasca operasi sebanyak 77%. Rata-rata jumlah kunjungannya
adalah 1 hari.
N. Jumlah pasien yang dirawat setelah operasi adalah 98%. paling sering
pasien dirawat selama 3 hari, dan paling jarang pasien dirawat selama 1
hari.
5.2 Saran
1. Kepada RSU Kota Tangerang Selatan agar melakukan pencatatan data
rekam medik yang lebih baik dan lengkap mulai dari identitas , data
anamnesis, pemeriksaan fisik, periksaan penunjang, diagnosis klinis,
dan diharapkan untuk kedepannya melakukan pencatatan data demografi
dan pekerjaan yang jelas sehingga mendukung upaya promotif, perventif,
dan kuratif yang lebih efektif.
2. Kepada para peneliti selanjutnya untuk menggali lagi hubungan antara
faktor-faktor yang terkait dengan angka kejadian hernia inguinalis.
54
Daftar Pustaka
2. Lutfi Achmad, Thalut Kamardi. 2007. Dinding Perut, Hernia, Retroperitonium, dan
Omentum. Buku Ajar Ilmu Bedah,edisi 3. EGC. 615-41
4. Constance ER, James E everhat, et al. Risk Factors for Inguinal Hernia among Adults in
the US Population. Am J Epidemiol 2007;165:1154–61.
5. Fitzgibbons R.J., Forse R.A. Groin Hernias in Adults.n engl j med 2015. 372-8
6. John TJ And Patrick OD. Clinical Review of Innguinal Hernias. BMJ 2008; 336: 269-
272. Epidemiology of inguinal hernia [Internet]. 31 Agustus 2016[diakses pada 21
Desember 2016] tersedia pada : http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/723/basics/epidemiology.html
7. kemenkes Depkes RI. Distribusi Penyakit SistemCerna Pasien Rawat Inap dan Rawat
Jalan Menurut Golongan Sebab Sakit di Indonesia. jakarta;2004.
8. Dinas Kesehatan Banten. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012.
Banten; Dinkes Banten .20-22
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta: Balitbangkes Depkes RI, 2008.
11. Badan Pusat Statistik KotaTangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan Dalam Angka
Tahun 2013. Tangerang Selatan; 69-70.
12. Richard, L. D., Vogl W., & Mitchell W. (2014) Gray’s Anatomy: Anatomy of the
Human Body. Elsevier : 143-8.
13. Way, Lawrence W. 2003. Hernias & Other Lesions of the Abdominal Wall. Current
Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh edition. New York. Mc Graw-Hill. 783-89
14. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa: Liliana
Sugiharto, edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006, hal. 148-65, 189-90
15. Frank, H., Netter, MD. Atlas anatomi Manusia Edisi 5. Elsrevier Saunders : 254-5
16. Luthfi Achmad. Hernia. Bedah Digestif. Dalam Shenoy K.R, Nileswhar A.N. Buku ajar
Ilmu Bedah Ilustrasi Berwarna; Edisi 3 jilid 2.2016. Tangerang Karisma Publishing.
386-93
17. Dorland, W.A. & Newman. (2012). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 504
55
18. Karen, M.D. Hernia &Other Lessions of abdominal Wall. Dalam: Doherty G . Current
Diagnosis and Treatment Surgery: Thirteenth Edition, 13 edition.2009 ed. McGraw-Hill
Medical, New York. 768-81
19. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of Surgery. Eighth
edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-94.
20. Tjandra J.J., Gordon J.A., et al. Text Book Of Surgery. 2006. USA. Blackwell
Publishing. 345-52.
21. Greenfield, Lazar J., Mulholland, Michael W., Oldham, Keith T., Zelenock, Gerald B.
Lilimoe, Keith D., 2011. Essentials of Surgery: Scientific Principles and Practice. 5th
ed. USA: Lippincott-Wilkins.1160-97
22. Lane, Robert. Schein’s Common Sense Emergency Abdominal Surgery. ed.3. Canada.
Springer; 2010.191-96
23. Mansjoer A, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-17
24. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal 348-56
26. Balamaddaih S.V., Reddy R.M. Prevalence and risk factors of inguinal hernia: a study
in a semi-urban area in Rayalaseema, Andhra Pradesh, India. Int Surg J. 2016
Aug;3(3):1310-13
27. Fattima A., Mohluddin M.R. Studi of Incidence Of Inguinal Hernias and The Risk
Factors Associated With The Inguinal Hernias In The Regional Population Of A South
Indian City. IJCRR. 2014 (2): 9-13
28. Sangwan M., Sangwan V., et al. Abdominal wall hernia in a rural population in India—
Is spectrum changing?. Open Journal of Epidemiology. 2013 3: 135-38.
29. M., Efendi A.A. Karakteristik Penderita Hernia Inguinalis yang dirawat Inap di Rumah
Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1,
Januari 2015 : 1 – 10
30. Ramadhan R. Hubungan antara Batuk Khronis dengan Kejadian Hernia Inguinalis
Lateralis pada Pasien Dewasa di Bagian Bedah Digesti RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2010 [Cited 2013 Mei 29]. Available from:
http://fk.uns.ac.id/index.php/abstrakskripsi/cetak/.383
31. Aryanda M.P. Hubungan Usia Dengan Lama Rawat Inap Pada Pasien Hernia Inguinalis
Lateralis Reponibilis Yang Dilakukakan Operasi Herniorepair Dengan Menggunakan
Mesh Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2008-2009
http://eprints.ums.ac.id/9083/1/J500060009.pdf.
56
Lampiran 1
57
Lampiran 2
58