Anda di halaman 1dari 72

KARAKTERISTIK PASIEN HERNIA INGUINALIS DI

RSU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015


Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:
Damar Mugni Muharam
NIM: 1113103000012

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini penyusun menyatakan bahwa :


1. Penelitian ini merupakan hasil karya asli penyusun yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang penyusun gunakan dalam penulisan ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
penyusun atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, penyusun
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 April 2017

Damar Mugni Muharam

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

KARAKTERISTIK PASIEN IIERNIA INGUII.{ALIS DI RSU KOTA

, TANGERANG SELATAN TAHUN 2015

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program studi Kedokleran dan profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kedokteran untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh
DAilIARMUGNI MUHARAM
NIM : 11 13103000002

Pennbimbing I PernbimLring 2

clr. Achmaad Luthfi, Sp.B-KI}D Dr. Witri ini,M.Gizi, Sp.GK


NrP 1966042A W94121001 NiP. 1971 23 241101 2 003

PRGGRAM STUDI KEDOKTIRAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEIIATAN UNTYERSITAS
ISLAM NEGERI SYARM HIDAYATULLAII
JAKARTA
1438 H l?,017

ilt
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian beq;udu1 KARAKTERISTIK PASIEN IIERNIA


INGUINALIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 yang
diajukan oleh Damar Mugni Muharam (NIM: 1113103000012), telah diujikan
dalan-r sidang di Fakultas
Kedokteran dan lln-ru I(esehatan pada Oktober 2016.
Laporan Penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi I(edokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, 13 April 2016
DEWAN PENGUJI
i

Ketua Sidang

dr. Achmad Luthfi, Sp,B, KBD


NIP. 19660420 199412 0q1 1

Pembimbing I Pembimbing 2

dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD. tlr. \Yit ,a(i,Nt.Gizi.. , Sp.GIi.


NIP. 19660420 199412 I 001 NII-,. I 02-1 20 I l0l r 003

Penguji 1 Pengu.ii 2

dr. Hari Hendarto, Ph. D., Sp.PD- {Ayat Rahayu, Sp.Rad., M.I(es.
KEMD., FINASIM. NIP. 19640909 0199603 1 001
NIP. 196si 123 200312 1 003

PIMPINAN FAKULTAS
r..
! Dekan FKIK tlIN Kaprodi PSKPD FKIK UIN

Prof. Dr. [I. Arif Sumantri, S.KM, N[.Kes al Shahab, Sp.[I,


NIP. 19650808 198803 I 002 FICS FACS
19780507 200501 1

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “KARAKTERISTIK PASIEN
HERNIA INGUINALIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN
2015” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana
kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis sampaikan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, suri tauladan kita dengan sebaik-baiknya akhlak.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya


dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr.Achmad Luthfi, Sp.B-KBD, RSPI, selaku dosen pembimbing 1 dan dr.
Witri Andini, M.Gizi, Sp.GK selaku dosen pembimbing 2yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing peneliti dari awal hingga akhir terselesaikannya penelitian
ini.
4. dr. Hari Hendarto Ph D, Sp.PD-KEMD, FINASIM, selaku dosen penguji I
dan dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji , mengarahkan,
serta memberi masukan untuk penelitian ini.

v
5. Bpk.Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, Ph.D, selaku penanggung jawab
riset program studi kedokteran dan profesi dokter tahun 2017.
6. Kedua Orang tuaku tercinta, Badru Tamam dan Dedeh Sugiharti yang
selalu mencurahkan kasih sayangnya, mendukung dalam suka dan duka,
dan selalu mendoakan yang terbaik buat anaknya.
7. Kepada kakak-kaka saya yang tercinta, Awalia Rizkillah, Mutiara Dwi v
Kasih, Inten Mujizat serta adiku yang saya sayangi, Chatama Chamsa
Nakjib yang telah banyak mendukung, semangat dan doanya, sehingga
tugas ini dapat diselesaikan.
8. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Pihak RSU Kota Tangerang Selatan, Direktur rumah sakit beserta
jajarannya, Bu fina, dan seluruh staf rekam medis rumah sakit yang telah
membantu berlangsungnya penelitian ini.
10. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan


penelitian ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi penelitian ini.Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga
penelitian ini dapat memberi banyak manfaat bagi kita semua.

Ciputat, 13 April 2017

Damar Mugni Muharam


ABSTRAK
Damar Mugni Muharam. Program Studi Pendidikan Dokter. Karakteristik Pasien
Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Latar Belakang : Hernia inguinalis merupakan penyakit dengan kasus


berdah terbanyak setelah apendisitis. diperlukan biaya yang besar dalam
penanganannya serta angka rekurensi yang cukup tinggi menyebabkan turunnya
produktivitas seseorang yang akan menjadi masalah ekonomi dan sosial. Pada
tehun 2004 di Indonesia, hernia inguinalis menempati urutan ke-8 dengan jumlah
18.145 kasus.Penelitiann ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik hernia
inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan. Metode: penelitian ini bersifat
deskriptif dengan desain cross sectional. pengumpulan data diperoleh dari data
rekam medis dengan sampel sebanyak 177 sampel. Hasil: Hasil penelitian
didapatkan mayoratis pasien hernia inguinalis bertempat tinggal di Kecamatan
Pamulang sebanuak 66 orang (37,29%), jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki
sebanyak 156 orang (88,1%), kelompok usia tertinggi adalah 61-70 tahun 41
orang (23,16%); 51-60 tahun 37 orang (20,90%), hernia lateralis lebih banyak
dari hernia medialis yaitu sebanyak 171 orang (96,61%), hernia inguinalis paling
sering mengenai sisi sebelah kanan dengan jumlah 94 orang (53,11%),
berdasarkan sifatnya hernia reponibel adalah yang terbanyak yaitu 67,4%, Kasus
rekurensi sebanyak 7 orang (8,47%) keluhan utama yang paling sering
dikeluhkan pasien yaitu benjolan di lipat paha kanan masih bisa masuk kembali
(37,3%), keluhan penyerta yang sering dikeluhkan pasien adalah nyeri (37,3%),
riwayat penyakit yang paling sering dialami yaitu hipertensi (23,2%) pasien yang
tidak melakukan tindakan operasi sebanyak 72 orang (41%), pasien yang tidak
dirawat sebanyak 2 orang (1,9%).

vii
ABSTRACT

Damar Mugni Muharam. Medical Education Program. Inguinal Hernia


Patient Characteristics in South Tangerang City Hospital in 2015

Background : An inguinal hernia is a disease with the highest case after


appendicitis surgery. required a huge cost in handling and a fairly high
recurrence rates cause a decline in the productivity of someone who will be the
economic and social problems. In 2004 in Indonesia, inguinal hernia ranks 8th
with the number 18 145 kasus.Penelitian was conducted to determine the
characteristics of the inguinal hernia South Tangerang City Hospital. Methods:
This is a descriptive study with cross sectional design. Data collection was
obtained from medical records with a sample of 177 samples. Result :The results
showed mayoratis inguinal hernia patients residing in District Pamulang
sebanuak 66 (37.29%), gender is male majority of 156 votes (88.1%), the highest
age group is 61-70 years of age 41 ( 23.16%); 51-60 years 37 people (20.90%),
lateral hernia more than the medial hernia that as many as 171 people (96.61%),
the most common inguinal hernia on the right side with the number 94 (53.11%),
by their nature reponibel hernia is the most that is 67.4%, recurrence Case of 7
people (8.47%) the main complaint of the most frequent complaint of patients is a
lump in the groin right can still get back (37.3%), concomitant complaint often
complain the patient was pain (37.3%), the history is the most commonly
experienced are hypertension (23.2%) patients who did not perform surgery as
many as 72 people (41%), patients who were not treated as much as 2 people (1 ,
9%).

viii
i

iii
Daftar isi

LEMBAR JUDUL..................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................. v
ABSTRAK .............................................................................................................vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xiv
Bab 1 Pendahuluan...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah............................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3

1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 3

1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4

1.4.1. Bagi Peneliti : ........................................................................................... 4

1.4.2 Bagi Institusi ............................................................................................. 4

1.4.3 Bagi Instansi .............................................................................................. 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka...........................................................................................5

2.1. Landasan Teori ................................................................................................. 5


2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Regio Inguinalis .................................................... 5
2.1.2 Hernia ........................................................................................................ 14
2.1.2.1 Definisi ............................................................................................... 14
2.1.2.2 Etiologi ............................................................................................... 14
2.1.2.3 Bagian dan Jenis Hernia ..................................................................... 16
2.1.3 Hernia Inguinalis ..................................................................................... 18

ix
2.1.3.1 Definisi ............................................................................................... 18
2.1.3.2 Patofosiologi Hernia Inguinalis ......................................................... 19
2.1.3.3 Jenis-jenis hernia Inguinalis ............................................................... 20
2.1.3.4. Diagnosis Klinis ............................................................................... 22
2.1.3.5. Penatalaksanaan ................................................................................. 26
2.1.4.6 Prognosis ............................................................................................ 28
2.1.4.7. Komplikasi ....................................................................................... 29
2.1.4.8. Pencegahan ..................................................................................... 29
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................... 30
2.3. Kerangka Konsep ........................................................................................... 31
2.4 Definisi Operasional ................................................................................... 31

Bab 3. Metode Penelitian...... ................................................................................33

3.1 Desain Penelitian ............................................................................................ 33


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 33
3.3. Populasi dan Sample ...................................................................................... 33
3.3.1 Kriteria Sampel .......................................................................................... 33
3.3 Cara Kerja Penelitian ..................................................................................... 33
3.4 Manajemen Data ............................................................................................ 34
3.4.1. Teknik Pengumpulan ............................................................................... 34
3.4.2 Pengolahan dan Analisa Data .................................................................... 34
3.5 Etika Penelitian ............................................................................................ 35

Bab 4. Pembahasan.................................................................................................36

4.1 Angka Kejadian Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun
2015 ............................................................................................................. 36

4.2. Karakteristik Sosio-Demografi Pasien Hernia Inguinalis .............................. 36

4.2.1. Karakteristik Pasien Hernia inguinalis Berdasarkan Tempat tinggal ...... 36

4.2.2. Karakteristik Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Kelamin ................... 37

4.2.3. Karakteristik Hernia Inguinalis Berdasarkan Kelompok Usia ................ 38

4.3. Karakteristik Pasien Hernia Ingunalis Berdasarkan Letak Keluaran Hernia 40

4.4. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sisi yang Terkena ....... 40

x
4.5. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sifatnya ....................... 42

4.6. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Kasus .................. 43

4.7.1 Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Gejala Keluhan Utama


................................................................................................................... 44

4.7.2. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Keluhan Penyerta ... 45

4.8. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Riwayat Penyakit ........ 47

4.9. Karekateristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Operasi atau Tidaknya


Seteleh Terdiagnosis Oleh Dokter ............................................................... 48

4.10. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Beerdasarkan Kontrol atau Tidaknya


Pasca tidakan Operasi .................................................................................. 49

4.11. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Dirawat atau Tidaknya


Pasca Operasi ............................................................................................... 50

4.12. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Lama Rawat Inap ...... 51

4.13. Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 52

Bab 5 . Kesimpulan dan Saran...............................................................................53

Kesimpulan............................................................................................................53

Saran......................................................................................................................54

Daftar Pustaka........................................................................................................55

Lampiran.................................................................................................................58

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Dinding Kanalis Inguinalis


Gambar 2. Spermatic cord
Gambar 3. Regio Abdomen
Gambar 4. Anatomi Regio Inguinalis
Gambar 5. Kanalis Inguinalis
Gambar 6. Hernia inguinalis indirekta
Gambar 7. Sebaran Jumlah Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Wilayah
Tempat Tinggal
Gambar 8. Grafik Persentase Hernia Inguinalis Berdasarkan Kelompok Usia

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan HIL dan HIM.


Tabel 2. Definisi Operasional.
Tabel 3. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis berdasarkan Tempat Tinggal
Tabel 4. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Kelompok Usia
Menurut Kategori WHO di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015.
Tabel 6. Distribusi Pasien Hernia Ingunalis Berdasarkan Letak Keluaran Hernia
di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015.
Tabel 7. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sisi Yang Terkena
Tabel 8. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sifatnya di RSU
Tangerang Selatan Tahun 2015
Tabel 9. Distribusi Pasien Hernia inguinalis Berdasarkan Jenis Kasus DI RSU
Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
Tabel 10. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Keluhan Penyerta
Tabel 11. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan Keluhan Penyerta
Tabel 12. Jumlah Total Masing-masing Jenis Keluhan Penyerta
Tabel 13. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Riwayat Penyakit di
RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Tabel 14. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Tindakan di RSU
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Tabel 15. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
yang Melakukan Kontrol Pasca Operasi.
Tabel 16. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
Tahun 2015 Berdasarkan Dirawat atau Tidaknya Pasca Operasi.
Tabel 17. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Lama Rawat Inap di
RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data


Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hernia merupakan penyakit dengan kasus bedah terbanyak setelah
apendisitis. Sampai saat ini hernia merupakan tantangan dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat karena tingginya biaya yang
harus dikeluarkan dalam penanganannya, serta berkurangnya skala fungsi
dan produktivitas seseorang dalam jangka waktu yang cukup lama akibat
lambatnya proses penyembuhan dan tingginya angka rekurensi. Hal
tersebut dapat menurunkan produktivitas seseorang sehingga akan
menumbulkan masalah sosial dan ekonomi.1
Hernia dapat terjadi akibat kelainnan kongenital maupun didapat.
Pada anak-anak atau bayi, lebih sering disebabkan oleh kurang
sempurnanya prosesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya
testis atau buah zakar. Pada orang dewasa adanya faktor resiko terjadinya
hernia antara lain kegemukan, beban berat, batukbatuk kronik, asites,
riwayat keluarga, dan lain-lain. 2

Hampir 75 % dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis.


Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis
internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen
melalui anulus inguinalis externa/medialis. Hernia inguinalis dibagi
menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia ingunalis medialis dimana
hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia
ingunalis. Sepertiga sisanya adalah hernia inguinalis medialis. Hernia
ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, perbandingan
antara pria dan wanita adalah 7:1. 1
Belum diketahui secara pasti angka kejadian hernia inguinalis di
dunia, namun dalam sebuah studi di Denmark tahun 2010 menyebutkan
bahwa dari 5.6 juta total penduduk Denmark ditemukan lebih dari 45.000
kasus operasi hernia inguinalis dalam lima tahun terakhir yang
diantaranya 90.2 % pada pria dan 0.2% pada wanita. 3 Di Amerika Serikat
lebih dari 660.000 orang yang dilakulakun tindakan operasi hernia

1
inguinalis setiap tahunnya dan di Inggris sekitar 102.500 orang yang
dilakukan tindakan operasi hernia inguinalis setiap tahunnya. 4,5 Angka
kejadian hernia inguinalis di berbagai negara bervariasi yaitu antara 1-
3/10.000 jumlah penduduk per tahun.6
Data Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa
berdasarkan distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut
golongan sebab sakit di Indonesia tahun 2004, hernia menempati urutan
ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus, 273 diantaranya meninggal dunia. Dari
total tersebut, 15.051 diantaranya terjadi pada pria dan 3.094 kasus terjadi
pada wanita.7
Dalam Profil Kesehatan Provinsi Banten dari tahun 2012-2015,
tidak ditemukan angka kejadian hernia inguinalis di Provinsi Banten.
Begitu pula dengan angka kejadian di setiap Kota/Kabupaten yang ada di
Provinsi Banten.8
Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota yang memiliki
jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Banten. 9 Kota Tangerang Selatan
telah menjadi kota penyangga administrasi DKI Jakarta yang lingkungan
dan gaya hidupnya hampir menyerupai DKI Jakarta. Hal ini memunculkan
dugaan tingginya angka kejadian Hernia Inguinalis di Kota Tangerang
Selatan, mengingat salah satu faktor resiko Henia Inguinalis adalah
obesitas dimana angka kejadian obesitas di DKI Jakarta merupakan salah
satu yang tertinggi di Indonesia.10 Jenis pekerjaan yang berat juga
merupakan salah satu faktor resiko dari hernia inguinalis, dimana Kota
Tangerang Selatan merupakan kota yang sebagian besar penduduknya
adalah buruh pabrik yang sebagian besar jenis pekerjeannya adalah
golongan pekerjaan berat.11 Kasus hernia inguinalis di Kota Tangerang
Selatan dapat di amati di RSU Kota Tangerang Seelatan yang merupakan
RS rujukan daerah tingkat pertama. Studi ini diharapkan dapat
memberikan sebuah gambaran kejadian pasien Hernia Inguinalis di RSU
Kota Tangerang Selatan. Gambaran Karakteristik kasus hernia inguinalis
ini diharapkan dapat membantu menentukan mekanisme dan alat

2
diagnosis, penanganan pasien, langkah promotif dan preventif yang paling
efektif dan efisien dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat.

1.2 Rumusan masalah


Dengan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah
penilitian sebagai berikut: “Bagaimana karakteristik pasien Hernia
Inguinalis yang dirawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui sebaran gambaran klinis pasien Hernia Inguinalis di
RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015

1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui angka kejadian hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2015.
b. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan jenis
kelamin pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tengerang Selatan
tahun 2015.
c. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan usia
pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun
2015.
d. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan wilayah
tempat tinggal pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2015.
e. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan orientasi
kanan atau kiri pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2015.
f. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan letak
keluarnya hernia inguinalis pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota
Tangerang Selatan tahun 2015.

3
g. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan
kekambuhan pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2015.
h. Mengetahui distribusi kejadian hernia inguinalis berdasarkan gejala
klinis pada pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
tahun 2015.
i. Mengetahui penyakit penyerta yang ada pada pasien hernia inguinalis
di RSU Kota Tangerang Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti :


 Memperoleh ilmu dan pengalaman dalam melakukan penelitian dan
mengaplikasikan ilmu medik maupun non medik yang telah didapat.
 Menjadi syarat kelulusan Strata 1 di Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter.
1.4.2 Bagi Institusi
 Sebagai salah satu wujud tridarma perguruan tinggi dalam kontribusi
terhadap penelitian dan pengembangan keilmuan.
 Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi peneliti selanjutnya.
1.4.3 Bagi Instansi
 Untuk instansi kesehatan dan Tenaga kesehatan, penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan evaluasi program dan upaya peningkatan pelayanan
kesehatan dan status kesehatan masyarakat.

 Dapat memberikan informasi dan gambaran bagi RSU Kota Tangerang


Selatan tentang karakteristik hernia inguinalis, sehingga dapat melakukan
upaya untuk melakukan pencegahan dan menurunkan angka kejadiannya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Regio Inguinalis
a. Regio Inguinalis
Regio Inguinalis adalah area pertemuan antara dinding anterior
abdomen dan regio femoralis. Di daerah ini, dinding abdomen lemah karena
perubahan selama masa perkembangan dan saccus atau diverticulum
peritonealis, dengan atau tanpa isi abdomen, dan karenanya dapat
menyebabkan penonjolan yang di sebut denga hernia inguinalis. 12
Regio Inguinalis terdiri dari beberapa lapisan diantaranya :13
1. Kulit (kutis).
2. Jaringan sub kutis (Camper’s dan Scarpa’s) yang berisikan lemak.Fasia
ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus (Scarpa).
Bagian superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan turun ke
sekitar penis, skrotum, perineum, paha, bokong. Bagian yang profundus
meluas dari dinding abdomen ke arah penis (Fasia Buck).
3. Innominate fasia (Gallaudet) : lapisan ini merupakan lapisan superfisial
atau lapisan luar dari fasia muskulus obliqus eksternus. Sulit dikenal dan
jarang ditemui.
4. Apponeurosis muskulus obliqus eksternus, termasuk ligamentum
inguinale merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus
obliqus eksternus. Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior
tulang publis. Lakunar Merupakan paling bawah dari ligamentum
inguinale dan dibentuk dari serabut tendon obliqus eksternus yang
berasal dari daerah Sias. Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari
45 derajat sebelum melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini
membentuk pinggir medial kanalis femoralis. Ligamentum ini dibentuk
dari serabut aponeurosis yang berasal dari crus inferior cincin externa
yang meluas ke linea alba.

5
Gambar 1. Dinding Kanalis Inguinalis13

Gambar 2. Spermatic cord13

6. Muskulus transversus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus


internus, falx inguinalis (Henle) dan konjoin tendon.
7. Fasia transversalis dan aponeurosis yang berhubungan dengan
ligamentum pectinea (Cooper), iliopubic tract, falx inguinalis dan fasia
transversalis.
8. Preperitoneal connective tissue dengan lemak.
9. Peritoneum

6
10.Superfisial dan deep inguinal ring. 13

Gambar 3. Regio Abdomen

Kelemahan yang ada di dinding anterior abdomen pada regio


inguinalis ini dikarenakan oleh perubahan-perubahan yang terjadi selama
perkembangan gonad. Sebelum testis dan ovarium turun dari posisi asalnya
yang tinggi di dinding posterior abdomen, terbentuklah kantong keluar
peritoneum (prosesus vaginalis). Yang dilapisi oleh beberapa lapisan dinding
anterior abdomen.12
Selanjutnya prosesus vaginalis membentuk struktur tabung tubuler
dengan penutup berlapis dari lapisan dinding anterior abdomen yang
membentuk struktur dasar canalis inguinalis.peristiwa akhir pada
perkembangan ini adalah turunnya testis kedalam cavitas pelvis. Proses ini
tergantung pada perkembangan gubernaculum, yang terbentang dari batas
inferior gonad yang sedang berkembang sampai ke tonjol labioscrotalis di
dalam perineum yang juga sedang berkembang. 12
Prosesus vaginalis berada tepat di anterior gubernaculum di dalam
canalis inguinalis. Pada pria, ketika testis turun, testis dan vas deferen, ductus
, dan nervi yang menyertainya melewati canalis inguinalis dan karenanya

7
dikelilingi oleh lapisan-lapisan fascia yang sama dari dinding abdomen.
Turunnya testis menyempurnakan pembentukan funiculus spermaticus pada
pria. Pada wanita, ovarium turun ke dalam cavitas pelvis dan terkait dengan
perkembangan uterus. Oleh karenannya, struktur yang melewati canalis
inguinalis hanyalahligamentum teres uteri, yang merupakan sisa
gubernaculum.12
Pada kedua jenis kelamin rangkaian perkembangan ini diakhiri saat
prosesus vaginalis menutup. Jika tidak menutup atau tidak sempurna menutup.
Kelemahan dapat terjadi di dinding anterior abdomen dan hernia inguinalis
dapat terjadi.12
b. kanalis Inguinalis
Canalis inguinalis adalah suatu saluran sempit yang terbentang dengan
arah ke bawah dan ke medial, tepat di atas dan pararel dengan separuh bagian
bawah ligamentum inguinale. Struktur ini dimulai pada annulus inguinalis
profundus dan berlanjut sampai kira-kira 4 cm, berakhir di annulus inguinalis
superficialis. Isi canalis inguinalis adalah ramus genitalis nervus
genitofemoralis, funiculus spermaticus pada pria, dan ligamentum teres uteri
pada wanita. Selain itu, pada pria dan wanita, nervus ilioinguinalis berjalan
melewati bagian canalis inguinalis, keluar melalui annulus inguinalis
superficialis dengan isi yang lain. 14

Gambar 4. Anatomi Regio Inguinalis15

8
 Annulus Inguinalis Profundus ( Internal Ring).
Annulus inguialis profundus adalah pintu permulaan canalis
inguinalis dan berada pada titik pertengahan antara SIAS dan simphysis
pubica. Struktur ini merupakan defek yang berbentuk ‘U’ pada fasia
transversalis yang membentuk dinding posterior kanalis inguinalis.
Annulus inguinalis terletak 1,25 cm di atas titik-tengah ligamentum
inguinalis dan tepat di lateral vasa epigastrica inferior. Meskipun
terkadang disebut sebagai lubang atau suatu kelemahan fascia
transversalis, sesungguhnya struktur ini dimulai dengan evaginasi
tubuler/atau tabung fascia transversalis yang membentuk salah satu
penutup. (fasci spermatica interna) funiculus spermaticus pada pria atau
ligamentum teres uteri pada wanita. 11,16

 Annulus Inguinalis Superficialis ( Superficial Ring)


Annulus Inguinalis adalah suatu defek triangularis pada
aponeurosis oblikus eksternus abdominis. Struktur ini dibatasi oleh krura
lateral dan medial yang dibentuk oleh aponeurosis oblikus eksternus
abdominis dan basis segitiga yang dibentuk oleh krista pubik. rajgopal
Seperti dengan annulus inguinalis profundus, annulus inguinalis
superficialis sebenarnya merupakan permulaan evaginasi tubuler
aponeurosis musculus obliquus externus abdominis ke dalam struktur-
struktur yang melewati canalis inguinalis dan muncul dari annulus
inguinalis superficialis.terusan jaringan yang lewat di atas funiculus
spermaticus ini adalah fascia spermaticus externa. 12

 Dinding Anterior Canalis Inguinalis


Seuruh dinding anterior canalis inguinalis terbentuk oleh
aponeurosis musculus obliquus externus abdominis. Struktur ini juga di
perkuat di lateral oleh sabut-sabut bagian bawah musculus obliquus
internus abdominis yang berasal dari 2/3 lateral ligamentum inguinale. Hal
ini menambah penutup tambahan di atas annulus ingunalis, yang

9
merupakn suatu daerah potensi lemah pada dinding anterior abdomen.
Terlebih lagi, selain musculus obliquus internus abdominis menutup
annulus inguinalis profundus, struktur ini juga menyumbangkan suatu
lapisan (fascia cremasterica yang berisi musculus cremaster) untuk
menutupi struktur-struktur yang melewati canalis inguinalis. 12

 Dinding Posterior Canalis Inguinalis


Dinding posterior canalis inguinalis terbentuk di sepanjang fascia
transversalis. Dinding ini di perkuat di 1/3 medialnya oleh tenso
conjuntivus. Tendo ini adalah insersi gabungan musculus transversus
abdominis dan musculus obliquus internus abdominis kedalam crista
pubicum dan linea pectinea12
Seperti dengan penguatan musculus obliquus internus abdominis
terhadap daerah annulus inguinalis profundus, posisi tendo conjunctivus
di sebelah posterior terhadap annulus inguinalis superficialis menyediakan
tambahan penopang bagi daerah potensi lemah dinding anterior abdomen.

 Atap/Dinding Superior Canalis Inguinalis


Atap canalis inguinalis dibentuk oleh sabut-sabut melengkung
musculus transversus abdominis dan musculus obliquus internus
abdominis. Struktur ini berjalan dari titik lateral origonya dari ligamentum
inguinale menuju perlekatan bersama di medial/conjoint tendo/tendo
conjunctivus.12

 Dasar/Dinding Inferior Canalis Inguinalis


Dasar (dinding inferior) canalis inguinalis dibentuk oleh separuh
bagian medial ligamentum inguinale. Dasar yang menggulung di bawah,
tepi bebas bagian terbawah aponeurosis musculus obliquus externus
abdominis ini membentuk parit atau saluran, tempat isi canalis inguinalis
berada. Ligamentum lacunare memperkuat sebagian besar pars medialis
parit ini.12

10
Gambar 5. Kanalis Inguinalis13

Isi Canalis Inguinalis


Isi canalis ingunalis terdiri dari:
 Funiculus spermaticus pada pria,
 Ligamentum teres uteri, dan
 Ramus genitalis nervus genitofemoralis pada wanita.
Structur structur ini memasuki canalis ingunalis melalui annulus
inguinalis profundus dan keluar melalui annulus inguinalis superficialis.Lebih
lanjut, nervus ilioinguinalis (L1) melewati bagian canalis inguinalis. Nervus
ini adalah cabang plexus lumbalis, dan masuk ke dinding abdomen di
posterior dengan menembus musculus obliquus ionternus abdominis. Saat
berlanjut untul melintas ke arah inferomedial, nervus ini masuk ke canalis
inguinalis. Saraf ini terus menuruni canal dan keluar melalui annulus
inguinalis superficialis.12

 Funiculus Spermaticus
Funiculus spermaticus dimulai dari proximal pada annulus ingunalis
profundus dan berisi struktur-struktur yang berjalan di antara cavitas
abdominopelvicum dan testis, dan tiga fascia penutup yang membungkus

11
struktur-strukrur yang berjalan di antara cavitas abdominopelvicum dan testis
, dan tiga fascia penutup yang membungkus struktur-struktur ini.
Struktur-struktur di dalam funiculus spermaticus meliputi :12
- Ductus deferens,
- Arteria untuk duktus deferens (dari arteria vesicalis inferior),
- Arteria testicularis (dari aorta abdominalis)
- Plexux venosus pampiniformis (venae testicularis),
- Arteria dan vena cremasterica (vasa kecil terkait fascia cremasterica),
- Ramus genitalis nervus genitofemoralis
- (mempersarafi musculus cremaster),
- Serabut-serabut nervus afferentes viscerales dan symphatici, dan
- Sisa-sisa processus vaginalis.

Struktur-struktur ini memasuki annulus inguinalis profundud,


berlanjut menuruni canalis inguinlis, dan keluar dari annulus superficialis,
setelah mendapatkan tiga fascia penutup selama perjalanannya. Kumpulan
struktur dan fascia ini berlanjut ke dalam scrotum, dan struktur-struktur ini
berhubungan dengan testis dan fascia yang mengelilinginya.12

Fascia yang membungkus isi funiculus spermaticus meliputi :


 Fascia spermatica interna, yang merupakaan lapisan terdalam,
berasal dari fascia transfersalis, dan melekat ke tepi annulus
inguinalis profundus;
 Fascia cremasterica dengan musculus cremaster terkait, yang
merupakan lapisan tengah fascia dan berasal dari musculus
obliquus abdominis; dan
 Fascia spermatica externa, yang merupakan penutup terdangkal
funiculus spermaticus, berasal dari aponeurosis musculus obliquus
externus abdominis, dan melekat ke tepi annulus inguinalis
superficialis.
 Ligamentum teres uteri

12
Ligamentum teres uteri adalah suatu struktur mirip pita yang
berjalan dari uterus sampai annulus inguinalis profundus, yang
selanjutnnya ligamentum ini memasuki kanalis inguinalis. Ligamentum ini
berjalan turun melewati kanalis inguinalis dan keluar melalui annulus
inguinalis superficialis. Pada titik ini, ligamentum ini telah berubah dari
struktur mirip pita menjadi struktur seperti beberapa lembar jaringan, yang
melekat ke jaringan ikat terkait dengan labium majus pudendi. Saat
ligamentum ini melintasi canalis inguinalis, ligamentum ini mendapatkan
lapisan penutup yang serupa dengan funiculus spermaticus pada pria.12

 Orifisium Miopektineal
Orificium miopektineal dari Fruchaud adalah area lemah yang
merupakan tempat dari semua hernia lipat paha. Area ini merupakan area
antara ligamentum inguinalis disebelah anterior dan traktus illiopubik di
sebelah posterior.
 Traktus Iliopubik : Penebalan margo inferior fasia transversalis yang
tampak sebagai pita fibrosa yang berjalan sejajar dan disebelah posterior
(dalam) dari ligamentum inguinalis. Traktus iliopubik berinsertio ke ramus
pubik superior untuk membentuk ligamentum alkunaris
 Batas-batas orifisium miopektineal
- Superior : Serabut oblikus internus yang melengkung.
- Nedial : Tepi lateral otot rektus abdominis
- Inferior : Pektinea Pubik.
 Makna bedah traktus iliopubik: Pengenalan traktus iliopubik ini
merupakan salah satu tahap repair laparoskopik (tahap awal) visualisasi
dari dalam. Struktur ini memperkuat dinding posterior dan dasar kanalis
inguinalis seraya menjembatani struktur yang melintasi ruang sub-
inguinalis.16

c. Mekanisme Pertahanan Inguinal


1. Kanalis inguinalis yang berjalan oblik (pada anak-anak kanalis inguinalis
berjalan lurus).

13
2. Selama mengejan atau batuk, conjoined tendon berkontraksi, dan karena
conjoined tendon membentuk batas-batas anterior, superior dan posterior,
conjoined tendon menutup kanalis inguinalis. Hal ini merupakan efek buka
tutup atau efek yang menyerupai sfingter
3. Peningkatan tekanan intra-abdomen menimbulkan efek sumbat pada
ring/cincin eksterna. Ring interna tertarik ke atas dan lateral karena
melekat pada permukaan posterior dari otot transversalis. Hal ini akan
menghasilkan oklusi anulus dan mencegah tyerjadinya herniaso yang
merupakan efek dari katup bola.16

2.1.2 Hernia
2.1.2.1 Definisi
Menurut Kamus Kedokteran Dorland, hernia merupakan
penonjolan abnormal bagian organ atau struktur tubuh lain melalui lubang
alamiah ataupun abnormal dalam selaput pembungkus, membran, otot,
atau tulang.17
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia
didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan
melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun
hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek
melibatkan dinding abdomen pada umumnya.1
2.1.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya hernia : 1, 2, 18, 19
1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau
didapat kemudian dalam hidup.
2. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
3. Kongenital
a. Hernia kongenital sempurna, yaitu bayi sudah menderita hernia
kerena adanya defek pada tempat - tempat tertentu.
b. Hernia kongenital tidak sempurna, yaitu bayi dilahirkan normal
(kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada

14
tempat- tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1
tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut
karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal
(mengejan, batuk, menangis).
4. Aquisata/didapat , yaitu hernia yang buka disebabkan karena
adanya defek bawaan tetapi disebabkan oleh faktor lain yang
dialami manusia selama hidupnya, antara lain :
 Tekanan intraabdominal yang tinggi, banyak dialami oleh
pasien yang sering mengejan yang baik saat defekasi
maupun miksi. Juga bisa terjadi karena batuk yang kronis,
dan Asites.
 Konstitusi tubuh, rrang kurus cenderung terkena hernia
kareana jaringan ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada
orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya
jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja
jaringan ikat penyokong pada area dinding abdomen yang
lemah.
 Kelemahan dari conjoined tendon/ruptur beberapa serabut.
Hal ini terjadi akibat beberapa faktor seperti mengangkat
beban berat, post apendiktomi (trauma pada nervus
ilioinguinalis), Kelainan kronis/penyakit kelemahan fisik
yang menyebabkan kelemahan fasia transversalis di area
Hasselbach.
 Banyaknya preperitoneal fat yang banyak terjadi pada orang
gemuk.
 Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan
intraabdominal.
 Sikatrik.
 Penyakit yang melemahkan dinding perut.
 Merokok
 Diabetes militus

15
2.1.2.3 Bagian dan Jenis Hernia
a.Bagian – bagian hernia 2, 20

1. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak
semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia
adiposa, hernia intertitialis.
2. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia,
misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3. Cincin/Pintu Hernia
Merupakan bagian awal atau pintu yang berbentuk cincin dari
kantong hernia.
4. Leher hernia
Bagian tersempit dari kantong hernia yang sesuai dengan ukuran
kantong hernia.
5. Locus minoris resistence (LMR)
Penonjolan Penonjolan organ visceral/isi rongga melalui melalui
dinding dinding yang lemah.2

b. Jenis-jenis hernia :
1. Menurut Letak Anatomis : 1,2,20
a. Hernia inguinalis, adalah hernia yang terjadi di lipatan paha. Jenis ini
merupakan yang tersering dan dikenal dengan istilah turun berok atau
burut.
b. Hernia umbilicus, adalah hernia inguinalis yang terjadi di pusar
c. Hernia femoralis, adalah hernia yang terjadi di bagian paha.

3. Menurut penyebabnya : 1,2,18


a. Hernia kongenital atau bawaan, adalah hernia yang sudah ada sejak lahir
b. Hernia aquisata, adalah hernia yang terjadi karena suatu faktor tertentu.
c. Hernia insisional, adalah hernia akibat pembedahan sebelumnya.

16
4. Menurut terlihat dan tidaknya : 19
a. Hernia external, adalah hernia yang terlihat nampak misalnya hernia
inguinalis, hernia scrotalis, dan sebagainya.
b. Hernia internal, adalah hernia yang tidak terlihat nampak misalnya
hernia diafragmatica, hernia foramen winslowi, hernia obturaforia.

5. Menurut nama penemunya : 19


a. Hernia petit yaitu hernia di daerah lumbosakral.
b. Hernia spigelli yaitu hernia yang terjadi pada linen semi sirkularis di
atas penyilangan vasa epigastrika inferior pada muskulus rektus
abdominalis bagian lateral.
c. Hernia richter yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang
terjepit.

6. Menurut sifatnya : 1,2,19


a. Hernia reponibel adalah bila isi hernia dapat keluar masuk. Isi hernis
keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia irreponibel adalah bila isi kantung hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga.
Hernia irreponibel terbagi menjadi 3 yaitu :
- Hernia akreta, yaitu hernia yang bila hanya perlekatan akibat fibrosis.
Tanpa ada gejala dan gangguan pasase usus
- Hernia inkarserata (terperangkap), yaitu bila isinya terjepit oleh cincin
hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke
dalam rongga perut serta sudah mengalami gangguan pasase isi usus.
- Hernia strangulata adalah jika bagian usus yang mengalami hernia
terpuntir atau membengkak, dapat mengganggu aliran darah normal dan
pergerakan otot serta mungkin dapat menimbulkan penyumbatan usus
dan kerusakan jaringan.

Jenis hernia lainnya : 19

17
a. Hernia pantolan adalah hernia inguinalis dan hernia femuralis yang
terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh vasa epigastrika inferior.
b. Hernia scrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke scrotum
secara lengkap.
c. Hernia littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum meckeli.

2.1.3 Hernia Inguinalis


2.1.3.1 Definisi
Hernia ingunalis adalah hernia yang terjadi pada dinding abdomen
di regio inguinalis. Hernia inguinalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia
ingunalis lateralis (HIL) dan hernia ingunalis medialis (HIM). Hernia
inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia indirecta yang
artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen melainkan
melului cincin kanalis inguinalis. Sedangakan hernia medialis mempunyai
nama lain hernia directa yang artinya keluarnya langsung menembus
dinding abdomen.19
Perbedaan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat
diamati pada tabel 2.1.21

Tabel 1. Perbedaan HIL dan HIM

Tipe Deskripsi Hubungan Dibungkus Onset


dg vasa oleh fascia biasanya
epigastrica spermatica pada waktu
inferior interna
Hernia Penojolan Lateral Ya Kongenital
ingunalis melewati cincin Dan bisa pada
lateralis inguinal akibat waktu
kegagalan dewasa.
penutupan cincin
ingunalis interna
pada waktu

18
embrio setelah
penurunan testis
Hernia Keluarnya Medial Tidak Dewasa
ingunalis langsung
medialis menembus fascia
dinding abdomen

2.1.3.2 Patofosiologi Hernia Inguinalis


a. Kongenital
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole
inferior gonad ke permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan
melewati dinding abdomen yang mana pada sisi bagian ini akan menjadi
kanalis inguinalis. Processus vaginalis adalah evaginasi diverticular
peritoneumyang membentuk bagian ventral gubernaculums bilateral.
Pada pria testes awalnya retroperitoneal dan dengan processus vaginalis
testes akan turun melewati kanalis inguinalis ke scrotum dikarenakan
kontraksi gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih
dahulu sehingga , angka kejadian hernia inguinalis lateralis pada pria
lebih sering terjadi pada sisi kanan daripada sisi kiri.
Pada wanita ovarium turun ke pelvis dan gubernaculum bagian
inferior menjadi ligamentum rotundum yang mana melewati cincin
interna ke labia majus. Processus vaginalis normalnya menutup,
menghapuskan perluasan rongga peritoneal yang melewati cincin interna.
Pada pria kehilangan sisa ini akan melekatkan testis yang dikenal
dengan tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tidak menutup maka
hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Sedangkan pada
wanita akan terbentuk kanal Nuck. Akan tetapi tidak semua hernia
ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya processus vaginalis
dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia ingunalis
lateralis proseccus vaginalisnya menutup.14
Aquisata

19
Biasanya terjadi pada orang usia lanjut, pada orang usia lanjut otot
dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur usia,
organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua
kanalis tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan
locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan
intraabdominal meningkat seperti batuk-batuk kronik, bersin yang kuat
dan mengangkat barang - barang berat, mengejan dan sebagainya. Kanal
yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis akibat terdorongnya sesuatu jaringan tubuh yang keluar melalui
defek tersebut.2,20
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial
komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi
penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang
masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang
kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila
terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan
timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis.19
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya
terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis
metabolik, abses. Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang
dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga
perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses
lokal, fistel atau peritonitis. 20

2.1.3.3 Jenis-jenis hernia Inguinalis


Hernia Inguinalis terbagi menjadi 2 yaitu hernia inguinalis
inguinalis medialis dan hernia inguinalis lateralis.

20
1. Hernia Inguinalis Direkta (Medialis)
Hernia ini disebut medialis karena menonjol dari perut di
bagian medial dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia ini merupakan
jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan oleh faktor peninggian
tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach. Jalannya langsung (direct) ke ventral melalui annulus
inguinalis subcutaneous. Hernia ini sama sekali tidak berhubungan
dengan prosesaus vaginalis, umumnya terjadi bilateral, khususnya pada
laki-laki tua. Hernia jenis ini jarang, bahkan hampir tidak pernah
mengalami inkarserasi dan strangulasi. 2,21

Trigonum Hesselbach merupakan daerah dengan batas:


· Inferior: Ligamentum Inguinale.
· Lateral: Vasa epigastrika inferior.
· Medial: Tepi m. rectus abdominis.
2. Hernia Inguinalis Indirekta (lateralis)
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di bagian
lateral pembuluh epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena
keluar melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis
inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan
berbentuk lonjong. Onset hernia ini dapat terjadi pada saat bayi atau saat
dewa5,6
Onset henia Inguinalis Lateralis pada bayi terjadi bila processus
vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan sama sekali tidak
menutup. Sehingga kavum peritonei tetap berhubungan dengan rongga
tunika vaginalis propria testis. Dengan demikian isi perut dengan mudah
masuk ke dalam kantong peritoneum tersebut. Sementar jika onsetnya
terjadi pada dewasa kemungkinan terjadi bila penutupan processus
vaginalis peritonei hanya pada suatu bagian saja. Sehingga masih ada
kantong peritoneum yang berasal dari processus vaginalis yang tidak
menutup pada waktu bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kentung peritonei
ini dapat terisi dalaman perut, tetapi isi hernia tidak berhubungan dengan
tunika vaginalis propria testis. 1,2

21
Gambar 6. Hernia inguinalis indirekta1

2.1.3.4. Diagnosis Klinis


a. Anamnesis Riwayat Penyakit
- Pembengkakan di daerah inguinal yang semakin membesar secara
perlahan-lahan.
- Pada mulanya, pembengkakan hilang pada posisi berbaring dan
bertambah besar dengan mengejan, berjalan. Selanjutnya, hernia ini
tidak dapat direduksi (sebagai akibat adhesi).
- Riwayat nyeri tertarik menandakan adanya omentocoele.
- Karena omentum melekat pada lambung diatas dan dinervasi oleh T10 ,
nyeri dijalarkan ke daerah pusar.
- nyeri hebat yang mendadak pada hernia, muntah dan tidak dapat
direduksi menandakan adanya hernia obstruktif atau inkarserasi.
- Riwayat batuk kronis, konstipasi, kesulitan kencing sebaiknya
ditanyakan. Jika ada, hal ini memberi kesan ke arah penyebab hernia.
- Terpotongnya nervus ilioinguinalis selama apendiktomi dapat
menyebabkan denervasi serabut transversus abdominis, yang
membentuk cincin yang berbebtuk ‘U’, yang mengakibatkan kelemahan
dinding abdomen.16
b. Pemeriksaan Fisik

22
Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi dilakukan pada posisi berdiri. Kedua sisi
sebaiknya diperiksa.16
Palpasi16
 Temuan saat inspeksi perlu dikonfirmasikan.
 Pembengkakan bersifat lunak, dan “mendenguk” (gurgle) teraba jika
keadaan ini adalah enterocoele.
 Dapat teraba padat atau granular jika kelianan ini berupa
omentocoele
1. Suruh pasien batuk : pada saat pasien batuk akan teraba impulse
yang mendorong pada pangkal skrotum. Selain hernia impuls yang
terjadi saat batuk bisa terjadi akibat meningokel, krista dermoid yang
berhubungan dengan intrakranial, laryngocoele, kista limfatik pada
anak-anak, dan empyema necessitatis.
2. Meraba struktur di atas pembengkakan : sebaiknya dilakukan pada
posisi berdiri kecuali pada herni inkomplit.
 Pada pangkal skrotum, funikulus spermatikus dipalpasi antara jari
tangan dengan ibu jari tangan. Pada kasus hernia indirek komplit,
funikulus spermatikus tidak dapat teraba karena funikulus tertutup
di sebelah anterolateral oleh kantong hernia. Hal ini di kenal
sebagai meraba di atas pembengkakan tidak mungkin (negatif).
3. Dapat tidaknya direduksi : Pasien disuruh berbaring
 Jika hernia menjadi lebih kecil atau tidak terlihat, kelainan ini
adalah sebuah hernia (hidrokel tidak dapat direduksi).
 Omentokel : pada mulanya, reduksi mudah dilakukan tetapi
selanjutnya menjadi sulit (sebagai akibat adanya adhesi).
 Jika hernia sulit direduksi, pasien disuruh mereduksinya. Jikalau
tidak, lakukan fleksi dan rotasi medial sendi panggul dan coba
reduksi, yaitu sebuah metode yang dikenal sebagai taxis
 Bila meskipun telah dilakukann tindakan ini, pembengakakan tidak
dapat direduksi, kedaan ini dikenal dengan hernia ireponibilis
(ireduksi)

23
4. Pemeriksaan invaginasi ring eksterna.
 Pada pangkal skotum, kulit dipungut dan diangkat ke atas dengan
jari kelingking. Selanjutnya diinvaginasi ke dalam ring eksternal.
Pada saat ring eksterna diregangkan pada hernia indirek, jari tangan
bergerak ke arah belakang, dan ramus superior tulang pubis dapat
teraba sebagai tulanh yang tanpa penutup. Dengan menyuruh
pasien batuk , impulse teraba pada pulpa jari tangan pada hernia
direk dan ujung jari tangan pada hernia indirek.
5. Pemeriksaan oklusi ring interna : Pertama kali pembengkakan
direduksi. Ditentukan lokasi ring interna di atas titik tengah antara spina
iliaka anterior superior dan simfisis pubis. Ring interna dioklusi dengan
ibu jari tangan dan pasien disuruh batuk.
 Jika impulse dan pembengkakan didapatkan, kasus ini adalah
sebuah hernia direk karena hernia ini terjadi pada trigonum
hessselbach (sebelah medial anulus inguinalis profundus).
 Jika pembengkakan tidak terlihat, kasus ini adalah hernia indirek.
Pemeriksaan oklusi ring interna dapat dilakukan dengan pasien
dalam posisi berdiri dan terlentang.
Masalah pemeriksaan oklusi ring interna
 Jika oklusi tidak dilakukan dengan benar, hasilnnya mungkin
bervariasi
 Hernia pantaloon merupakan suatu hernia direk yang memiliki
komponen indirek
6. Pemeriksaan elevasi tungkai (Pemeriksaaan elevasi kepala)
 Kelemahan otot-otot obliquus dimanifestasikan dengan benjolan
Malgigne di atas setengah medial ligamentum inguinalis
7. Metode Zieman : Metode tiga jari
 Pertahankan jari telunjuk pada ring interna, jari tengah pada
dinding posterior di atas dan sebelah lateral ring eksterna dan jari
manis pada ring/cincin femoralis. Sekarang pasien disuruh batuk.
Tergantung pada jenis hernia, impulse dapat teraba. Pemeriksaan

24
ini tidak perlu dilakukan pada hernia indirek inkomplit atau
komplit.
8. Per Abdomen : Untuk mengesampingan massa (kolon)
9. Tanda striktura uretra : Pasien muda yang mengalami keluhan
kencing denga hernia kemugkinan menderita striktura uretra. Angkat
skrotum dan raba adanya striktura pada uretra bulbaris.
10. Pemeriksaan sistem respirasi : dilakukakan untuk mengesampingkan
bronkitis kronis, tuberkulosis.
11. Pemeriksaan per rektal : sebaiknya dilakukan pada pasien usia tua
untuk mengesampingkan pembesaran prostat. 16

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
Pada Pasien yang hernia yang sudah mengalami strangulasi
biasanya akan pada pemeriksaan lab akan ditemukan Leukocytosis dengan
shift to the left. Pemeriksaan Elektrolit, BUN, dan kadar Kreatinin juga
dilakukan untuk mengetahui derajat dehidrasi yang mungkin timbul akibat
muntah-muntah. Tes Urinalisis juga dilakukan untuk menyingkirkan
adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat
paha.18
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin
hernia.Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa
pada lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab
pembengkakan testis.2 Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal
dengan pasien dalam posisi supine dan posisi berdiri dengan manuver
valsafa dilaporkan memiliki sensitifitas dan spesifisitas diagnosis
mendekati 90%. Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk
membedakan hernia inkarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau
penyebab lain dari suatu massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang
sangat jarang dengan nyeri inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau

25
sonografi yang menunjukkan hernia inguinalis. CT scan dapat digunakan
untuk mengevaluasi pelvis untuk mencari adanya hernia obturator. 18

d. Diagnosis Banding
a. Hidrocele pada funikulus spermatikus maupun testis. Yang
membedakan dengan hernia :
- pasien diminta mengejan bila benjolan adalah hernia maka akan
membesar, sedang bila hidrocele benjolan tetap tidak berubah. Bila
benjolan terdapat pada skrotum , maka dilakukan pada satu sisi ,
sedangkan disisi yang berlawanan diperiksa melalui diapanascopy.
Bila tampak bening berarti hidrocele (diapanascopy +).
- Pada hernia: canalis inguinalis teraba usus
- Perkusi pada hernia akan terdengar timpani karena berisi usus
- Fluktuasi positif pada hernia.

b. Kriptochismus
Kriptolchismus yaitu testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi
kemungkinanya hanya sampai kanalis inguinalis.
c. Limfadenopati/ limfadenitis inguinal
Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi.
d. Varises vena saphena magna didaerah lipat paha.
e. Lipoma yang menyelubungi funikulus spermatikus (sering disangka
hernia inguinalis medialis).17

2.1.3.5. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan
reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
 Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata,
kecuali pada pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual.
Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan

26
tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan tekanan
lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak
inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi
hernia jarang terjadi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini
disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis dibandingkan dengan
orang dewasa.2
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian
sedative dan kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil
anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi
hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi
segera.2
 Bantalan penyangga
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan
hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan
sehingga harusdipakai seumur hidup. Namun cara yang berumur lebih
dari 4000 tahun ini masih saja dipakai sampai sekarang.Sebaiknya
cara ini tidak dianjurkan karena mempunyai komplikasi, antara lain
merusak kulit dan tonus otot dinding perut didaerah yang tertekan
sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini
dapat menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada tangki sperma
yang mengandung pembuluh darah testis. 2

b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan
hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu
diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari
herniotom, dan hernioplastik.2
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
kelehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.2

27
Pada hernioplasty, dilakukan tindakan memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
ingunalis. Hernioplasty lebih penting artinya dalam menvegah
terjdinya residif dibandingkan dengan herniatomy. Dikenal berbagai
metode hernioplasty seperti memperkecil annulus inguinalis internus
dengan jahitan tertutup, menutup dan memperkuat fascia transversal,
dan menjahitkan pertemuan M. transversus internus abdominis dan M.
oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon
keligamentum inguinale Poupart menurut metode Bassini, atau
menjahitkan fascia tranversa, M. tranversus abdominis, M. oblikus
internus abdominis ke ligamentum Cooper pada metode Mc Vay. 2

2.1.4.6 Prognosis
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -
3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan
oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan.
Kekambuhan yang sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien
dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral. Kekambuhan
tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung
proksimal kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan
biasanya dalam regio tuberkulum pubikum, dimana tegangan garis
jahitan adalah yang terbesar.insisi relaksasi selalu membantu.
Perbaikan hernia inguinalis bilateral secara bersamaan tidak
meningkatkan tegangan jahitan dan bukan merupakan penyebab
kekambuhan seperti yang dipercaya sebelumnya. Hernia rekurren
membutuhkan prostesis untuk perbaikan yang berhasil, kekambuhan
setelah hernioplasti prostesisanterior paling baik dilakukan dengan
pendekatan preperitoneal atau secara anterior dengan sumbat
prostesis.25

2.1.4.7. Komplikasi

28
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami
oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada
hernia irreponibel; ini dapat terjadi kalau herniaterlalu besar atau
terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal (hernia geser) atau hernia
akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi hernia strangulate yang menimbulkan gejala obstruksi usus
yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada
hernia richter. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku
seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering
terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograde yaitu dua
segmen usus terperangkap didalam kantong hernia dan satu segmen
lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti hurup W. 2
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan
isi hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi
udem organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam
kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin
hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringa
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi
transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari
usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses
local, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.2
2.1.4.8. Pencegahan
Hernia lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami
kegemukan, menderita batuk menahun, sembelit menahun atau BPH
yang menyebabkan dia harus mengedan ketika berkemih. Pengobatan
terhadap berbagai keadaan diatas bisa mengurangi resiko terjadinya
hernia.18

29
2.2 Kerangka Teori

Peningkatan tekana abnominal : Kelemahan pada dinding abdomen


 Batuk  Trauma
 Bersin  Obesitass
 Mengejan  Kehamilan
 Mengangkat beban berat  Kelainan kongenital ( kelemahan
abdomen terjadi sejak perkembangan
janin

Isi rongga abdomen (usus) melewati


dinding inguinal

Isi rongga abdomen


Masuk ke kanalis inguinalis melewati anulus
inguinalis

Menonjol ke fascia transfersalis

Isi rongga abdomen


melalui anulus inguinalis
Keluar pada cincin kanal

terjadi penonjolan keluar


(hernia)

Obdtruksi saluran intestinal

Terjadi bendungan vena

edema

Suplai terhambat

Iskemia

Nekrosis

pembedahan

30
2.3. Kerangka Konsep

Pasien Hernia
Inguinalis

Sosio Demografi Diagnosis Kerja


Usia;Tempat
;tinggal;Jenis
kelamin
Klasifikasi :
 Hernia inguinalis Lateralis/Medialis
 Hernia inguinalis reponibel/ireponibel
 Hernia Inguinalis dextra/sinistra
 Hernia inguinalis kasus baru/residif
 Hernia inguinalis Insakerata insakerta/noninsakerta
 Hernia Inguinalis Strangulata/non strangulata

2.4 Definisi Operasional


Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Skala Referensi Pengelompokan


Usia Usia pasien yang Sesuai Ordinal Berdasarkan
tertulis 1. 0-5tahun pengkategorian kelompok
tercatat pada dalam 1. 6-11 tahun usia sesuai dengan
status pasien rekam 2. 12-16 tahun Kementerian Kesehatan
medis 3. 17-25 tahun RI tahun 2009
4. 26-35 tahun
5. 36-45 tahun
6. 46-55 tahun
7. 56-65 tahun
8. > 65 tahun
Jenis Kelamin Indikasi jenisSesuai Nominal
kelamin ketika lahir tertulis 1.Laki-laki
dalam 2.Perempuan
rekam
medis
Tempat Tinggal Alamat pasien yangSesuai Nominal Kategori
tercantum dalamtertera 1.Serpong berdasarkan data Badan
rekam medis dalam 2.Serpong utara Pusat Statistik Kota
rekam 3.Pondok aren Tangerang Selatan sesuai
medis 4.Ciputat Kecamatan yang terdapat
5.Ciputat timur di Kota Tangerang
6.Setu Selatan
7.Pamulang
Hernia Hernia yangSesuai Ordinal
berdasarkan apakahtertera Reponibel/Iireponibel
Berdasarkan masih bisa didalam
reponebilitas reposisi atau tidak rekam
medis
Hernia Hernia ini disebut Sesuai Ordinal

31
Berdasarkan lateralis jika tertera Lateral/Medial
Letak Penonjolan menonjol dari perut dalam
di lateral pembuluh rekam
darah epigastrika medis
inferior dan disebut
medialis jika
menonjol dari perut
di medial pembuluh
darah epigastrika
inferior
Hernia Hernia inguinalis Sesuai Ordinal
berdasarkan jenis tertera Kasus baru/ Residif
Berdasarkan kasus adalah jika dalam
Jenis Kasus hernia baru pertama rekam
kali didiagniosis medis
disebut hernia
kasus baru
sedangkan jika
hernia adalah
kekambuhan dari
hernia sebelumnya
pasca operasi
disebut dengan
hernia residif
Hernia Hernia yang Sesuai Ordinal
berdasarkan letak tertera Kanan/Kiri
Berdasarkan hernia kanan/kiri dalam
Orientasi rekam
medis
Hernia Penyakit penyerta Sesuai Ordinal
yang ditemukan tertera Ada/tidak
Berdasarkan pada pasien dalam
temuan penyakit rekam
penyerta medis
Hernia Komplikasi yang Sesuai Ordinal
ditemukan pada tertera Ada/Tidak
Berdasarkan pasien dalam Jika Ada :
Komplikasi rekam Strangulata/Inkarserata
medis

32
BAB III
METODOLOGI PENILITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang dipergunakan adalah studi deskriptif dengan
pendekatan cross-sectional dengan mengumpulkan data sekunder yang
didapat dari rekam medik RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSU Kota Tangerang Selatan dari bulan
Oktober sampai bulan Desember 2016.
3.3. Populasi dan Sample

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien Hernia Inguinalis


di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015.

3.3.1 Kriteria Sampel


a. Faktor Inklusi

 Pasien RSU Kota Tangerang Selatan


 Pasien yang pernah berobat atau dirawat di RSU Kota Tangerang
Selatan
 Pasien telah didiagnosis hernia inguinalis oleh dokter

b. Faktor Eksklusi
 Pasien memiliki catatan medik yang tidak lengkap

3.3 Cara Kerja Penelitian


 Survei pendahuluan dilakukan dengan mengamati secara umum
gambaran pasien yang berkunjung ke UGD dan poli bedah RSU Kota
Tangerang Selatan
 Melakukan perizinan ke RSU Kota Tangerang Selatan
 Pengambilan data rekam medik. Pendataan sample yang diambil dari
data rekam medik pasien di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015.
 Melakukan penggolongan dan pengkategorisasian pasien.

33
 Dari data hasil rekam medik dilakukan penggolongan dan
pengkategorisasian berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan manifestasi klinis.
 Menganalis data menggunakan program Ms. Excel
 Melakukan pelaporan hasil yang dibuat dalam bentuk makalah laporan
penelitian.

3.4 Manajemen Data

3.4.1. Teknik Pengumpulan


A. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakana dalam penelitian ini
berupa daftar tabel. Daftar tabel yang digunakan berisikan variabel-
variabel penelitian yaitu data pasien hernia inguinalis serta data yang
mendukung lainnya.
B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah menggunakan


studi dokumentasi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa
data sekunder dari rekam medis pasien RSU Kota Tangerang Selatan
periode 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2015.

3.4.2 Pengolahan dan Analisa Data


A. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses pengolahan yang
meliputi:
1) Cleaning
Proses pengecekan data untuk mencegah adanya data yang
berulang
2) Editing
Proses pengeditan yang dilakukan untuk memeriksa
kelengkapan, kesinambungan, dan keseragaman data
3) Coding

34
Memudahkan dalam pengelompokkan data sesuai kategori yang
ada.
4) Entry data
Memasukkan data ke komputer untuk dianalisis Menggunakan
Ms.Exel 2010

B. Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dimana untuk
mengetahui distribusi frekuensi dari setiap variabel. Distribusi frekuensi
ini dibuat untuk memperoleh gambaran masing- masing variabel.

3.5 Etika Penelitian


 Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan kepada
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
 Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan kepada
Kepala Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
(KESBANGPOL) Kota Tangerang Selatan
 Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan kepada
Direktur RSU Kota Tangerang Selatan
 Melakukan pemaparan sidang proposal penelitian yang akan dilakukan di
RSU Kota Tangerang Selatan
 Mendapatkan izin penelitian di RSU Kota Tangerang Selatan

35
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Angka Kejadian Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan


Tahun 2015
Pada periode 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2015 menurut data
rekam medis ditemukan 177/36030 pasien yang terdiagnosa hernia inguinalis
di RSU Kota Tangerang Selatan. Artinya 5 dari 1000 pasien terdiagnosis hernia
inguinalis pada tahun 2015.

4.2. Karakteristik Sosio-Demografi Pasien Hernia Inguinalis


4.2.1. Karakteristik Pasien Hernia inguinalis Berdasarkan Tempat tinggal
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan tempat tinggal tersaji
pada tabel 4.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar pasien
bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang dengan jumlah 66 orang (37,29%,
diikuti Kecamatan Ciputat sebanyak 39 orang (22,03%), dan yang paling
sedikit adalah Serpong Utara 1 orang (0,56%).

Tabel 3. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Tempat Tinggal


Kecamatan Frekuensi (orang) Persentase
Ciputat 39 22,03%
CiputatTimur 16 9,04%
Luar Tangsel 8 4,52%
Pamulang 66 37,29%
Pondok Aren 20 11,30%
Serpong 15 8,47%
Setu 12 6,78%
Serpong Utara 1 0,56%
Total 177 100%

Hal tersebut diduga erat kaitannya dengan lokasi RSU Kota Tangerang
Selatan yang berada di Kecamatan pamulang. Mengingat hernia inguinalis

36
adalah penyakit yang perlu penanganan segera maka pasien hernia inguinalis
lebih memilih layanan kesehatan terdekat dari tempat tinggalnya untuk
mengatasi keluhannya.

Gambar 10. Sebaran Jumlah Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Wilayah


Tempat Tinggal

4.2.2. Karakteristik Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Kelamin


Distribusi frekuensi pasien hernia inguinalis berdasrkan jenis kelamin
tersaji pada Tabel 4.2
Tabel 4. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (Jiwa) Presentase (%)
Laki-laki 156 88,1

37
Perempuan 21 11,9
Jumlah 177 100

Dari Tabel 4.2 tampak pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan Tahun 2015 lebih didominasi oleh Pria sebanyak 156 jiwa (88,1%)
Hal ini sesuai dengan literatur, dimana menurut schwartz’s dalam
bukunya menerangkan kejadian hernia inguinalis lebih banyak pada pria
dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 9:1. Di RSU Antapura Palu
tahun 2012 pasien hernia inguinalis lebih banyak diderita oleh pria yaitu
sebanyak 98,8% sedangkan pada wanita hanya 1,2%. 18
Dari data-data diatas tampak laki-laki cenderung lebih beresiko terkena
hernia inguinalis dibandingkan dengan wanita. Hal ini kemungkinan karena
beberapa faktor seperti struktur anatomi kanalis ingunalis pada pria lebih lebih
lebar daripada wanita. Selain itu intensitas pekerjaan pada laki-laki lebih berat
daripada wanita.12

4.2.3. Karakteristik Hernia Inguinalis Berdasarkan Kelompok Usia


Distribusi frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan kelompok usia
kelompok usia dengan interval tersaji pada Tabel 4.3 dan kelompok usia
berdasarkan kategori WHO pada Tabel 4.4.

Tabel 5. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Kelompok Usia


Menurut Kategori WHO di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015.
Kelompok Usia Frekuensi (orang) Presentase (%)
0-5 24 13,56%
6-11 13 7,34%
12-16 1 0,56%
17-25 4 2,26%
26-35 14 7,91%
36-45 14 7,91%
46-55 36 20,34%
56-65 42 23,73%

38
>66 29 16,38%
Total 177 100

25.00%

20.00%

15.00%
Persen
tase
10.00%

5.00%

0.00%
0-5 6-11 12-17 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65

Gambar 11. Grafik Persentase Hernia Inguinalis Berdasarkan Kelompok Usia


GamG

Dari Tabel 4.3 tampak penderita hernia inguinalis pada kelompok usia 61-
70 tahun menduduki urutan teratas jumlah penderia sebanyak 35 orang (21,2%),
diurutan kedua yaitu pada kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 34 orang (20,6%),
disusul dengan kelompok usia 0-10 tahun sebanyak 32 orang (19,4%). Sedangkan
pada urutan terbawah jumlah penderita hernia ingunalis yaitu pada kelompok usia
>80 tahun sebanyak 1 orang (0,6%).
Hal ini sesuai dengan literatur, dimana menurut Balamadaiiah kelompok
usia terbanyak pada penderita hernia inguinalis adalah kelompok lansia yaitu
sebanyak 64,9%.25
Dari data-data diatas terlihat pasien hernia inguinalis lebih banyak pada
masa lansia. Hal ini diduga karena pada lansia mulai terjadi penurunan kekuatan
pada otot dinding abdomen sehingga meningkatkan resiko hernia inguinalis.

39
4.3. Karakteristik Pasien Hernia Ingunalis Berdasarkan Letak Keluaran
Hernia
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan letak keluaran Hernia dapat
diamati pada Tabel 4.4

Tabel 6. Distribusi Pasien Hernia Ingunalis Berdasarkan Letak Keluaran Hernia


di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Letak Keluaran Hernia Frekuensi (Orang) Presentase (%)
Lateral 171 96,61
Medial 6 3,39
Total 177 100

Dari Tabel 4.5 terlihat frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarakan letak
keluarnya. Hernia inguinalis lateral sebanyak 171 orang (96,61%), sedangkan
hernia inguinalis medial hanya sebanyak 6 orang (3,39%).
Hal ini sejalan dengan penelitian di BDF Hospital, Bahrain, hernia
inguinalis lateralis lebih banyak dibandingkan dengan hernia ingunalis medialis.
Yaitu pada hernia inguinalis lateralis sebanyak 379 orang (82,93), dan pada hernia
inguinalis medialis sebanyak 78 orang (17,67%). 26
Angka kejadian hernia inguinalis lateralis lebih banyak dari pada hernia
inguinalis medialis diduga akibat struktur anatomi area lateral regio inguinalis
terdapat locus minoris resistence yaitu prosesus vaginalis yang menutup tidak
sempurna pada saat proses kongenital sehingga pada saat terjadi kelemahan pada
dinding anterior abdomen akan sangat rentan mengalami hernia inguinalis
lateralis.13

4.4. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sisi yang Terkena


Berdasarkan data rekam medik RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Dari total 177 data rekam medik pasien hernia inguinalis, ada 168 rekam medik
pasien yang memiliki data berdasarkan sisi yang terkena dan 9 pasien lainnya
tidak memiliki data tersebut.

40
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarakan sisi yang terkena dapat
diamati pada Tabel 4.5

Tabel 7. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sisi Yang Terkena

Letak Keluaran Hernia Frekuensi (Orang) Presentase (%)

Dextra 94 53,11
Sinistra 69 38,98
Bilateral 5 2,82
Total 168 100

Dari tabel 4.6 terlihat frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan sisi
yang terkena terbanyak adalah sisi kanan sebanyak 94 orang(53,11%), disusul sisi
sebelah kiri sebanyak 69 orang (38,98%) dan diurutan terakhir yaitu hernia
bilateral hanyak sebanyak 5 orang (2,82,1%).
Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian sebelumnya. Salah satunya
adalah penelitian yang dilakukan di India, dimana hernia inguinalis kanan adalah
yang terbanyak yaitu sebanyak 139 orang (55,2%), disusul hernia inguinalis kiri
sebanyak 90 orang (36,2%), dan diurutan terakhir hernia inguinalis bilateral
sebanyak 20 0rang (8%).Selain itu menurut penelitian yang dilakukan di RSU
Anutapura Palu dari 80 orang pasien hernia inguinalis, pasien hernia inguinalis
kanan adalah yang tebanyak yaitu 44 orang, diikuti hernia inguinalis kiri sebanyak
35 orang, dan hernia bilateral sebanyak 1 orang.27
Dari data-data diatas tampak angka kejadian hernia inguinalis kanan adalah
yang terbanyak, diikuti hernia inguinalis kiri, dan yang paling sedikit adalah
hernia inguinalis bilateral. Hal tersebut diduga karena adanya faktor tertentu, yaitu
pada saat proses embriologi testis kiri lebih dahulu turun daripada testis sebelah
kanan yang pada proses abnormal prosesus vaginalis sisi kanan akan lebih lama
menutup sehingga beresiko mengalami penutupan yang kurang sempurna
sehingga menyebabka hernia inguinalis. 14

41
4.5. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan data rekam medik RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Dari total 177 rekam medik pasien hernia inguinalis, hanya ada 87 rekam medik
pasien yang memiliki data berdasarkan reponibilitasnya dan 90 pasien tidak
memiliki data tersebut.
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarakan sifatnya dapat diamatai
pada Tabel 4.6
Tabel 8. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Sifatnya di RSU
Tangerang Selatan Tahun 2015
Frekuensi
Sifat (Orang) Presentase
Reponibel 60 67,4%
Irreponibel (inkarserata) 21 23,6%
Irreponibel (Strangulata) 0 0%
Irreponibel (akrata) 5 5,6%
Irreponibel (Tak teridentifikasi) 3 3,4%
Irreponibel (Total) 29 32,6%
Total 89 100,00%

Dari Tabel 4.7 terlihat frekuensi hernia pasien hernia inguinalis berdasarkan
reponibilitas. Dari 89 pasien hernia inguinalis didapatkan hernia inguinalis
reponibel adalah yang terbanyak yaitu 60 orang dan hernia inguinalis irreponibel
sebanyak 29 orang ( 32,6%).
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di RSU Anutapura Palu, dari
80 orang pasien hernia inguinalis 66 diantaranya adalah pasien hernia inguinalis
reponibel sedangkan sisanya sebanyak 14 orang adalah hernia inguinalis
irreponibel.28
Berdasarkan klasifikasi hernia Irreponibel, hernia inkarserata adalah yang
paling sering yaitu sebanyak 21 orang (23,5%), hernia akrata sebanyak 5 orang
(5,6%), dan tidak ditemukan hernia strangulata pada sampel. Hal ini juga hampir
sejalan dengan penelitian sebelumnya di RSU Anutapura Palu, dari 80 orang
pasien hernia inguinalis 8 orang (10%) mengalama hernia inkarserata, 5 orang

42
(7,5%) mengalama hernia akrata dan juga tidak diemukan hernia strangulata pada
penelitian tersebut.28
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien hernia
inguinalis yang datang ke rumah sakit untuk berobat adalah pasien hernia
inguinalis yang masih reponibel. Hal ini akibat proses untuk menjadi irreponibel
pada hernia inguinalis membutuhkan waktu yang cukup panjang, yaitu pada
hernia inguinalis reponibel jika dibiarkan tanpa pengobatan akan berubah menjadi
irreponibel.

4.6. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Kasus


Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan jenis kasus dapat diamati
pada Tabel 4.7.
Tabel 9. Distribusi Pasien Hernia inguinalis Berdasarkan Jenis Kasus DI RSU
Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
Jenis Kasus Frekuensi (Orang) Presentase
Kasus baru 162 91,53%
Rekuren 15 8,47%
Total 177 100

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat frekuensi pasien hernia inguinalis di RSU Kota
Tangerang Selatan berdasarkan jenis kasus. Pasien hernia inguinalis kasus baru
lebih banyak dari hernia inguinalis rekuren yaitu sebanyak 162 orang (91,53%),
dan pasien yang hernia inguinalis yang rekuren sebanyak 7 orang (8,47%).
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di RSU Anutapura Palu,
dimana pasien kasus baru sebanyak 79 orang (98,8%) dan kasus rekuren sebanyak
1 orang (1,2%)

4.7. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Gejala


Dari Total 177 data rekam medik pasien hernia inguinalis di RSU Kota
Tangerang Selatan hanya terdapat 83 data rekam medik pasien yang
mencantumkan data gejala klinis. Dan 94 lainnya tidak mencantumkan data
gejala klinis.

43
4.7.1 Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Gejala Keluhan
Utama
Frekuensi pasien hernis ingunalis berdasarkan keluhan utama tersaji pada
Tabel 4.8.
Tabel 10. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Keluhan Penyerta

Keluhan Utama Frekuensi (orang) Persentase


“benjolan di lipat paha tidak dapat
9 10,8%
masuk kembali”
“benjolan di kantung buah zakar
12 14,4%
masih bisa masuk kembali”
“benjolan di kantung buah zakar
14 16,9%
kanan tidak bisa masuk kembali”
“benjolan di lipat paha masih dapat
48 57,8%
masuk kembali”
Total 83 100%

Dari Tabel 4.9 Terlihat keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien hernia
inguinalis saat berobat ke rumah sakit adalah “Benjolan di lipat paha masih bisa
masuk kembali” yaitu sebanyak 48 orang (57,8%), diurutan kedua adalah
“benjolan di kantung buah zakar tidak bisa masuk kembali” yaitu sebanyak 14
orang (16,9%). Diurutan terakhir atau yang paling sedikit adalah “benjolan di lipat
paha kanan dan kiri masih bisa masuk kembali” yaitu hanya 1 orang (1,2%).
Hal ini hampir sejalan dengan penelitian di RSU anutapura Palu, dimana
terdapat kesamaan pada distribusi jenis keluhan utama yang terbanyak yaitu
“Benjolan di lipat paha masih bisa masuk kembali” sebanyak 29 orang (36,2%).
Akan tetapi terdapat perbedaan pada distribusi jenis keluhan utama diurutan kedua
yaitu pada penelian adalah “benjolan di kantung buah zakar masih bisa masuk
kembali” sebanyak 20 orang (25%). Dan juga terdapat kesamaan pada distribusi
jenis keluhan utama yang paling sedikit yaitu “benjolan di lipat paha tidak dapat
masuk kembali” sebanyak 6 orang (7,5%).28

44
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Hernia inguinalis yang banyak ditemukan pada penelitian saat ini yaitu hernia
inguinalis yang bersifat reponibel. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya
adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk,
bersin, mengangkat beban berat atau mengedan dan menghilang setelah berbaring
sedangkan hernia ireponibel memiliki keluhan adanya benjolan pada lipatan paha
yang tidak dapat hilang walaupun berbaring.2

4.7.2. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Keluhan Penyerta


Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan keluhan penyerta tercantum
pada tabel 4.8
Frekuensi pasien hernia inguinalis yang mengalami penyakit penyerta
tercantum pada Tabel 4.9, sedangkan Jumlah total masing-masing keluhan
penyerta tercantum pada tabel 4.10.
Tabel 11. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan Keluhan Penyerta
Keluhan Penyerta Frekuensi Persentase
Tidak ada keluhan penyerta 47 56,63%
Nyeri Saja 16 19,28%
Mual Saja 2 2,41%
Demam Saja 2 2,41%
Nyeri+Mual 6 7,23%
Nyeri+Demam 1 1,20%
Mual+Muntah 1 1,20%
Nyeri+Mual+Muntah 5 6,02%
Nyeri+Mual+Demam 1 1,20%
Nyeri+BAB Berdarah 1 1,20%
Nyeri+Mual+Muntah+Sulit Sulit
1 1,20%
BAB
Jumlah pasien dengan keluhan
36 43,37%
penyerta
Total 83 100%

45
Tabel 12. Jumlah Total Masing-masing Jenis Keluhan Penyerta

Jenis Keluhan Total Persentase

Nyeri (Total) 31 37,3%


Mual (Total) 16 19,3%
Muntah (Total) 7 8,4%
Demam (Total) 4 4,8%
Sulit BAB (Total) 1 1,2%
BAB Berdarah (Total) 1 1,2%
Tidak ada keluhan penyerta 47 56,6%

Dari Tabel 4.11 terlihat jumlah masing-masing keluhan penyerta yang


paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri sebanyak 31 orang (37,3%),
diurutan kedua yaitu mual sebanyak 16 orang (19,3%), disusul muntah 7 orang
(8,4%), demam 4 orang (4,8%), Sulit BAB 1 orang (1,2%), dan BAB berdarah 1
orang (1,2%).
Dari data-data diatas terlihat sebagian besar pasien hernia inguinalis tidak
memiliki keluhan penyerta. Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien saat
datang berobat adalah nyeri.
Menurut Achmad Luthfi & Kumardi Thalut Gejala dan tanda klinis hernia
banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel, keluhan satu-
satunya adalah adanya benjolandi lipat paha yang muncul pada waktu berdiri,
batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu
satu segmen ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau
gangren.2

46
4.8. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Riwayat Penyakit
Tabel 13. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Riwayat Penyakit di
RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Riwayat Penyakit Frekuensi (Orang) Presentase (%)

Hipertensi 19 23,2%
TB Paru 7 8,5%
Diabetes Militus Tipe 2 5 6,1%
Penyakit Jantung Koroner 3 3,7%
Gagal jantung Kongestif 3 3,7%
Asma 3 3,7%
Stroke 1 1,2%
ISK 1 1,2%
Hidrokel 4 4,9%
BPH 2 2,4%
Fimosis 1 1,2%
Tidak ada penyakit penyerta 34 41,5%
Total Pasien yang terdapat data
82 100%
Riwayat Penyakit

Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa Riwayat Penyakit yang paling banyak
dialami adalah penyakit hipertensi sebanyak 19 orang (23,2%), diikuti
tuberkulosis paru sebanyak 7 orang (8,5%), diabetes melitus Tipe2 5 orang
(6,1%), hidrokel 4 orang (4,9%), CAD 3orang (3,7%), CHF 3 orang (3,7%), asma
3 orang (3,7%), BPH 2 orang (2,4%). Riwayat penyakit Paling sedikit adalah
Stroke, ISK, dan fimosis masing-masing sebanyak 1orang, serta pasien yang tidak
ada penyakit penyerta sebanyak 34 orang.
Dari data diatas menunjukan bahwa penyakit degenaratif adalah yang
paling banyak, hal ini diduga karena sebagian besar pasien hernia inguinalis
adalah pasien lansia dan manula yang beresiko terkena penyakit degeratif. Selain
itu penyakit saluran pernapasan juga tergolong banyak diantaranya yaitu
tuberkulosis dan asma. Pada penyakit tuberkulosis paru biasanya akan mengalami
batuk yang sifatnya kronik yang mungkin berhubungan dengan kejadian hernia

47
inguinalis. Menurut penelitian di Bagian Bedah Digestif RSUD Dr. Moewardi
Surakarta menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara batuk khronis dan
kejadian hernia inguinalis lateralis. Data tersebut mungkin juga berhubungan
dengan yang terjadi di RSU Kota Tangerang Selatan. 29

4.9. Karekateristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Operasi atau


Tidaknya Seteleh Terdiagnosis Oleh Dokter
Frekuensi pasien hernia inguinalis berdasarkan Operasi/Tidak di RSU Kota
Tangerang Selatan tahun 2015 tersaji pada Tabel 4.10

Tabel 14. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Tindakan di RSU
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Tindakan Frekuensi (Orang) Presentase (%)
Operasi 105 59
Tidak Operasi 72 41
Total 177

Dari Tabel 4.13 terlihat Pasien yang mendapatkan tindakan operasi di RSU
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015 setelah terdiagnosis hernia inguinalis
sebanyak 105 orang (59%), dan pasien yang tidak mendapatkan tindakan operasi
sebanyak 72 oran (41%).
Dari data diatas memang sebagian besar pasien hernia inguinalis
mendapatkan tindakan operatif . Akan tetapi jika melihat jumlah pasien henia
inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan yang tidak mendapatkan trindakan
operasi setelah terdiagnosis sebanyak 41% .Tentu angka tersebut merupakan
angka yang tidak sedikit, mengingat pasien yang telah terdiagnosis oleh dokter
sebagai hernia inguinalis maka pasien tersubut sudah langsung diindikasikan
untuk operasi. Jika pasien tidak tidak mendapatkan tindakan segera maka
ditakhawatirkan akan timbul komplikasi-komplikasi selanjutnya.
Hal ini diduga akibat pasien yang tidak mendapatkan tindakan operasi
umumnya merasa cemas karena biaya operasi yang mahal dan belum muncul

48
gejala pada pasien sehingga pasien merasa akan baik-baik saja jika tidak
melakukan tindakan operasi. Hal ini menjadi tentu menjadi pekerjaan rumah bagi
para dokter untuk mengedukasi pasien sampai pasien benar-banar paham akan
penyakitnya agar mendapatkan penanganan yang tepat dan maksimal.

4.10. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Beerdasarkan Kontrol atau


Tidaknya Pasca tidakan Operasi
Berdasarkan data rekam medik RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015
dari Total 177 pasien hernia Innguinalis, 105 pasien diantaranya mendapatkan
tindakan operasi. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh pasien setelah
pasien mendapatkan tindakan operasi yaitu pasien harus melakukan kontrol pasca
operasi.

Frekuensi pasien hernia inguinalis yang melukakan kontrol pasca operasi


tersaji pada Tabel 4.13

Tabel 15. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
yang Melakukan Kontrol Pasca Operasi.
Kontrol/tidak Frekuensi (Orang) Presentase (%)
Kontrol 81 77
Tidak Kontrol 24 23
Total 105 100

Dari Tabel 4.14 terlihat dari total 105 pasien hernia inguinalis yang
mendapatkan tindakan operasi, pasien yang melakukan kontrol pasca operasi
sebanyak 81 orang (77%), dan 23% pasien tidak melakukan kontrol pasca operasi.
Dari data diatas memang sebagian besar pasien melakukan kontrol pasca operasi.
Akan tertapi jumlah pasien yang tidak melakukan kontrol pasca operasi juga tidak
sedikit, mengingat pentingnya melakukan kontrol pasca operasi yaitu pasien bisa
mendaptkan penanganan yang maksimal dan mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi.

49
Hal ini memunculkan beberapa dugaan, yang pertama mungkin pasien yang
tidak melakukan kontrol pasca operasi di RSU Kota Tangerang Selatan lebih
memilih kontrol ke dokter di luar RSU Kota Tangerang Selatan, kemungkinan
yang kedua pasien sudah merasa sembuh sehingga pasien merasa tidak perlu
melakukan kontrol ke Rumah Sakit lagi.

4.11. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Dirawat atau


Tidaknya Pasca Operasi
Frekuensi pasien hernia inguinalis yang dirawat/tidak dirawat di RSU Kota
Tangerang Selatan tersaji pada tabel 4.11.
Tabel 16. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan
Tahun 2015 Berdasarkan Dirawat atau Tidaknya Pasca Operasi.
Dirawat/tidak Frekuensi (orang) Persentase
Dirawat 103 98,1%
Tidak dirawat 2 1,9%
Total 105 100%

Dari Tabel 4.15 terlihat pasien hernia inguinalis yang dirawat setelah
operasi sebanyak 103 (98,1%) orang dan pasien yang tidak dirawat hanya 2 orang
(1,9%).
Data diatas menunjukan bahwa sebagian besar pasien hernia inguinalis yang telah
mendapatkan tindakan operasi dirawat inap di rumah sakit. Akan tetapi ada 2
orang pasien yang tidak dirawat inap setelah mendapatkan tindakan operasi.
Tidak ada data yang menunjukan alasan mengapa kedua pasien tersebut tidak
dirawat, peneliti menduga pasien tersebut tidak dirawat karena ingin
meminimalisi biaya yang dikeluarkan.
4.12. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Lama Rawat Inap
Frekuensi pasien hernia inguialis berdasarkan lama rawat inap tersaji pada
Tabel 4.11
Tabel 17. Distribusi Pasien Hernia Inguinalis Berdasarkan Lama Rawat Inap di
RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Lama Rawat Inap Frekuensi (orang) Persentase

50
1 Hari 2 2%
2 Hari 4 3,8%
3 Hari 62 59,0%
4 Hari 17 16,2%
5 Hari 10 9,5%
6 Hari 4 3,8%
8 Hari 1 1,0%
25 Hari 1 1,0%
0 hari/tidak dirawat inap 2 1,9%
Total 105 100%

Dari Tabel 4.16 terlihat lama rawat inap terlama pada pasien hernia
inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan adalah 3 hari yaitu sebanyak 62 orang
(59,0%), disusul pasien yang mendapatkan lama rawat inap selama 4 hari
sebanyak 17 orang (16,2%), 5 hari sebanyak 10 orang (9,5%), 6 hari sebanyak 4
orang (3,8%), 2 hari sebanyak 4 orang (3,8%), 1 hari sebanyak 2 orang (2.0%), 8
hari sebanyak 1 orang (1,0%), 25 hari sebanyak 1 orang (1,0%), dan 0 hari/tidak
dirawat inap sebanyak 2 orang (1,9%)
Dari data diatas terlihat lama rawat inap pasien hernia inguinalis terlama
adalah 3 hari dan paling sedikit adalah 8 hari dan 25 hari. Jika kita kaitkan usia
pasien dengan lama rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015, tidak
ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prabu (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Usia dengan
Lama Rawat Inap Pasien Hernia Ingunalis lateralis Reponibilis yang Dilakukan
Operasi Hernio Repair di RSUD dr.Moewardi Surakarta. Penelitian tersebut
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia pasien dengan
lama rawat inap pada pasien hernia inguinalis lateralis reponibilis yang dilakukan
hernio inguinal repair.30
Perbedaan tersebut diduga terjadi karena sistem RSU Kota Tangerang
Selatan yang mengatur lama rawat inap pasien hernia inguinalis agar tidak terjadi
penumpukan pasien bangsal rawat inap.

51
4.13. Keterbatasan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-section
sehingga pada penelitian ini hanya dapat menyajikan data cuplikan dari
karakteristik pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
Data yang digunakn adalah data sekunder dari rekam medis pasien sehingga
membuat keterbatasan data yang bisa diamati pada penelitian ini. Kelengkapan
data yang ada pada rekam medis pasien di RSU Kota Tangerang Selatan juga
menjadi keterbatasan pada penelitian ini

52
BAB 5
KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian Karakterisitik Hernia Inguinalis di RSU Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015, disimpulkan :
A. Jumlah pasien Hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan periode 1
Januari 2015 hingga 31 Desember 2015 berjumlah 177 kasus. Dengan
prevalensi 5/1000.
B. Hernia inguinalis terbanyak adalah pasien yang bertempat tinggal lebih
dekat dari RSU Kota Tangerang Selatan
C. Hernia inguinalis Lebih Banyak di derita oleh laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
D. Hernia inguinalis lebih banyak diderita pada masa usia lansia awal hingga
masa manula sampai atas.
E. Hernia inguinalis lateral lebih banyak dibandingkan dengan hernia
inguinalis medial.
F. hernia inguinalis paling sering mengenai sisi sebelah kanan.
G. Hernia inguinalis reponibel adalah yang terbanyak, diikuti irreponibel
dengan tipe inkarserata; irreponibel dengan tipe akrata, dan tidak
ditemukan hernia irreponibel dengan tipe strangulata.
H. Hernia inguinalis kasus baru lebih banyak dibandingkan hernia inguinalis
residif
I. keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien adalah benjolan di lipat
paha kanan masih bisa masuk kembali. Sedangkan yang paling sedikit
adalah benjolan di lipat paha kanan dan kiri masih bisa masuk kembali.
J. Keluhan penyerta yang paling sering dialami pasien adalah nyeri, diikuti
mual, muntah, demam, BAB berdarah, dan sulit BAB.
K. Penyakit Penyerta yang paling banyak dialami oleh pasien adalah
Hipertensi, diikuti TB dan DM tipe 2.
L. Pasien hernia inguinalis di RSU Kota Tangerang Selatan masih banyak
yang tidak melakukan tindakan operasi yaitu sebanyak 41%.

53
M. Pasien hernia inginalis di RSU Kota Tangerang Selatan yang melakukan
kontrol pasca operasi sebanyak 77%. Rata-rata jumlah kunjungannya
adalah 1 hari.
N. Jumlah pasien yang dirawat setelah operasi adalah 98%. paling sering
pasien dirawat selama 3 hari, dan paling jarang pasien dirawat selama 1
hari.

5.2 Saran
1. Kepada RSU Kota Tangerang Selatan agar melakukan pencatatan data
rekam medik yang lebih baik dan lengkap mulai dari identitas , data
anamnesis, pemeriksaan fisik, periksaan penunjang, diagnosis klinis,
dan diharapkan untuk kedepannya melakukan pencatatan data demografi
dan pekerjaan yang jelas sehingga mendukung upaya promotif, perventif,
dan kuratif yang lebih efektif.
2. Kepada para peneliti selanjutnya untuk menggali lagi hubungan antara
faktor-faktor yang terkait dengan angka kejadian hernia inguinalis.

54
Daftar Pustaka

1. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th Edition.


Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-217.

2. Lutfi Achmad, Thalut Kamardi. 2007. Dinding Perut, Hernia, Retroperitonium, dan
Omentum. Buku Ajar Ilmu Bedah,edisi 3. EGC. 615-41

3. Burcharth J, Pedersen M, Bisgaard T, Pedersen C, Rosenberg J (2013) nationwide


Prevalence of Groin Hernia Repair. PLoS ONE 8(1): 543-67.

4. Constance ER, James E everhat, et al. Risk Factors for Inguinal Hernia among Adults in
the US Population. Am J Epidemiol 2007;165:1154–61.
5. Fitzgibbons R.J., Forse R.A. Groin Hernias in Adults.n engl j med 2015. 372-8

6. John TJ And Patrick OD. Clinical Review of Innguinal Hernias. BMJ 2008; 336: 269-
272. Epidemiology of inguinal hernia [Internet]. 31 Agustus 2016[diakses pada 21
Desember 2016] tersedia pada : http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/723/basics/epidemiology.html

7. kemenkes Depkes RI. Distribusi Penyakit SistemCerna Pasien Rawat Inap dan Rawat
Jalan Menurut Golongan Sebab Sakit di Indonesia. jakarta;2004.

8. Dinas Kesehatan Banten. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012.
Banten; Dinkes Banten .20-22

9. Wikipedia.Kota Tengerang Selatan [Internet]. Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 17 Juni


2016. [diakses pada 10 Oktober 2016]. Tersedia dari:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tangerang_Selatan.

10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta: Balitbangkes Depkes RI, 2008.

11. Badan Pusat Statistik KotaTangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan Dalam Angka
Tahun 2013. Tangerang Selatan; 69-70.

12. Richard, L. D., Vogl W., & Mitchell W. (2014) Gray’s Anatomy: Anatomy of the
Human Body. Elsevier : 143-8.

13. Way, Lawrence W. 2003. Hernias & Other Lesions of the Abdominal Wall. Current
Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh edition. New York. Mc Graw-Hill. 783-89
14. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa: Liliana
Sugiharto, edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006, hal. 148-65, 189-90

15. Frank, H., Netter, MD. Atlas anatomi Manusia Edisi 5. Elsrevier Saunders : 254-5

16. Luthfi Achmad. Hernia. Bedah Digestif. Dalam Shenoy K.R, Nileswhar A.N. Buku ajar
Ilmu Bedah Ilustrasi Berwarna; Edisi 3 jilid 2.2016. Tangerang Karisma Publishing.
386-93

17. Dorland, W.A. & Newman. (2012). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 504

55
18. Karen, M.D. Hernia &Other Lessions of abdominal Wall. Dalam: Doherty G . Current
Diagnosis and Treatment Surgery: Thirteenth Edition, 13 edition.2009 ed. McGraw-Hill
Medical, New York. 768-81

19. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of Surgery. Eighth
edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-94.

20. Tjandra J.J., Gordon J.A., et al. Text Book Of Surgery. 2006. USA. Blackwell
Publishing. 345-52.

21. Greenfield, Lazar J., Mulholland, Michael W., Oldham, Keith T., Zelenock, Gerald B.
Lilimoe, Keith D., 2011. Essentials of Surgery: Scientific Principles and Practice. 5th
ed. USA: Lippincott-Wilkins.1160-97

22. Lane, Robert. Schein’s Common Sense Emergency Abdominal Surgery. ed.3. Canada.
Springer; 2010.191-96

23. Mansjoer A, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-17

24. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal 348-56

25. Palanivelu. Operative Manual ofLaparoscopic Hernia Surgery. Edisi I. PenerbitGEM


Foundation. 2004. Hal 39-58

26. Balamaddaih S.V., Reddy R.M. Prevalence and risk factors of inguinal hernia: a study
in a semi-urban area in Rayalaseema, Andhra Pradesh, India. Int Surg J. 2016
Aug;3(3):1310-13

27. Fattima A., Mohluddin M.R. Studi of Incidence Of Inguinal Hernias and The Risk
Factors Associated With The Inguinal Hernias In The Regional Population Of A South
Indian City. IJCRR. 2014 (2): 9-13

28. Sangwan M., Sangwan V., et al. Abdominal wall hernia in a rural population in India—
Is spectrum changing?. Open Journal of Epidemiology. 2013 3: 135-38.

29. M., Efendi A.A. Karakteristik Penderita Hernia Inguinalis yang dirawat Inap di Rumah
Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1,
Januari 2015 : 1 – 10

30. Ramadhan R. Hubungan antara Batuk Khronis dengan Kejadian Hernia Inguinalis
Lateralis pada Pasien Dewasa di Bagian Bedah Digesti RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2010 [Cited 2013 Mei 29]. Available from:
http://fk.uns.ac.id/index.php/abstrakskripsi/cetak/.383

31. Aryanda M.P. Hubungan Usia Dengan Lama Rawat Inap Pada Pasien Hernia Inguinalis
Lateralis Reponibilis Yang Dilakukakan Operasi Herniorepair Dengan Menggunakan
Mesh Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2008-2009
http://eprints.ums.ac.id/9083/1/J500060009.pdf.

56
Lampiran 1

57
Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Damar Mugni Muharam


Tempat, tanggal lahir : Sukabumi,1 juni 1995
Alamat : Jl.K.H.Fudholi No.234 RT/RW 01/07 Des.Karang Asih
Kec.Cikarang Utara Kab.Bekasi
No.HP : 0812823391319
Email : Mugnidamar4@gmail.com
Riwayat Pendidikam : 2001-2007 : SDN Karang Asih 04
2007-2010 : SMPN 1 Cikarang Utara
2010-2013 : MAN 1 Kabupaten Bekasi
2013-sekarang : Fakultas kedokteran dan Profesi Dokter
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta

58

Anda mungkin juga menyukai