Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Isra’ Mi’raj dan hikmahnya

Pengertian Isra’ Mi’raj dan hikmahnya - Selamat Datang,, kembali lagi Berbagi Ilmu, yang
kali ini mau update terbaru tentang Pengertian Isra’ Mi’raj dan hikmahnya. kita mulai saja
pembahasan kali ini, selamat membaca..!!!

a. Pengertian Isra’ Mi’raj

Menurut Bahasa Isra’ adalah “ berjalan di waktu malam “, sedangkan menurut istilah yaitu
perjalanan Nabi Muhammad SAW di waktu malam dari Masjidil Haram mekah hingga Masjidil
Aqsa palestina, bertepatan dengan malam 27 Rajab satu tahun sebelum hijrahnya nabi. ( banyak
pendapat ulama ). Allah SWT berfirman yang artinya :

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil
Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui. (QS.Al-Israa: 1) .

Mi’raj menurut bahasa adalah “alat untuk naik (tangga), sedangkan secara istilah mi’raj yaitu
Nabi Muhammad SAW dinaikkan dari masjidil aqsha ke langit sampai ke Sidratul Muntaha
(Sidratul Muntaha berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara.
Sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan). Dengan demikian, secara bahasa Sidratul
Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak
bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan
yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Allah SWT
berfirman yang artinya :

dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu
yang lain. (yaitu) di Sidratil Muntaha ( QS.An-Najm: 13-14 )

Peristiwa mi’raj juga terjadi pada malam 27 Rajab, jadi mi’raj adalah sebagai kelanjutan isra’
yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam waktu satu malam.
Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW ini, terjadi pada tahun ke-12 dari kerasulannya
atau satu tahun sebelum Nabi Hijrah, tepatnya tahun 622 Masehi.
Peristiwa tersebut merupakan bagian paling rumit, unik dan sangat sulit otak manusia
menerimanya, Lebih pada saat itu, Taraf pemikiran manusia pada saat itu masih sangat
sederhana. Pemikiran mereka baru sampai pada masalah-masalah sederhana, dangkal dan
bersifat spekulatif. Tanggapan masyarakat tentang peristiwa Isra’ Mi’raj beraneka macam.
Terdapat tiga kelompok kelompok dalam peristiwa ini, yaitu :
 Kelompok yang membenarkan sepenuhnya peristiwa itu. (sahabat-sahabat yang memang
mendapat petunjuk Allah. Prasangka baik dari hati mereka lebih kuat dan menonjol daripada
kekuatan piker yang cenderung untuk ragu-ragu.
 Kelompok yang ragu-ragu terhadap peristiwa itu. (kelompok sahabat maupun sejumlah pengikut
Islam yang dikategorikan setengah berisi. Sikap ragu mereka sebagian melahirkan sikap murtad)
 Kelompok yang terang-terangan menolak peristiwa itu. (kelompok masyarakat yang pada
dasarnya sudah tidak percaya pada ajaran Islam)
Az-Zahri dan Urwah telah meriwayatkan, bahwa pada pagi hari setelah Rasululloh SAW di Isra’
Mi’rajkan, ketika peristiwa itu diceritakan kepada orang-orang Quraisy, mereka banyak yang
tidak mempercayainya, bahkan mereka mengadakan reaksi membuat fitnah yang keras. Dalam
hal ini, mereka pergi menuju Abu Bakar As-sidik untuk memberitahu tentang apa yang
dikisahkan oleh Muhammad dengan berkata : “Wahai Abu Bakar, teman anda Muhammad sudah
gila, ia mengaku-aku telah pergi ke Bitul Muqaddas kemudian naik kelangit sampai ke Sidratul
Muntaha dan kembali lagi sebelum waktu pagi, adakah anda mempercayainya?” Abu Bakar
menjawab : “Kalau memang Muhammad berkata begitu, maka aku mempercayainya”. “Engkau
percaya dengan dia?, tanya mereka. Abu Bakar dengan tegas menjawab : “Ya aku percaya, dan
itu pasti benar”. Maka dari peristiwa inilah Abu Bakar disebut dengan sebutan “Ash Shiddiq”.
Kalau kita teliti dari kacamata agama, peristiwa isra’ mi’raj ini termasuk salah satu mu’jizat Nabi
Muhammad SAW yang luar biasa. Tidak ada manusia yang dapat melaksanakan kecuali Nabi
SAW.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga dan terhormat, karena
ketika itu shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan
sampai ke Sidratul Muntaha. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai
macam hal yang membuat Rasululloh SAW bersedih.

b. Latar belakang terjadinya Isra’ Mi’raj

Ketika peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, agama Islam sudah berumur 11 tahun lebih dan pengikutnya
sudah ratusan jumlahnya. Menurut sejarah Islam, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW terjadi
pada tahun ke 12 dari kerasulannya. Dalam sejarah Nabi disebutkan bahwa selama 12 tahun dari
kerasulan adalah merupakan detik-detik berbahaya. Istri Nabi, Siti Khadijah binti Khuwailid
sebagai pendamping dalam perjuangan dan Abu Thalib paman Nabi sebagai tulang punggungnya
secara beruntung dipanggil kehadirat Allah SWT.
Keadaan yang mencekam beliau ini cukup membuat kemelut dalam perjuangan dan mengganggu
kestabilan. Peristiwa ini benar-benar membuat kondisi Nabi menjadi kritis. Kritis dalam
perbuatan karena bendaharawan juang telah tiada, kritis dalam berperang karena pelindung telah
berpulang, kritis psikologis karena kematian pamannya belum membawa iman yang diharapkan.
Dari fakta sejarah ini para ulama berpendapat bahwa peristiwa kematian istri dan paman Nabi
merupakan latar belakang dan kausalitas pada proses terjadinya Isra’ Mi’raj.

c. Riwayat Isra’ Mi’raj

- Riwayat Isra’
Menurut banyak keterangan, diriwayatkan bahwa perjalanan Isra’ dimulai ketika suatu malam
Nabi sedang tidur di Hijr (dekat ka’bah). Malaikat jibril membangunkan Nabi sampai tiga kali,
ketika Nabi terbangun dari tidurnya melihat ada seekor hewan yang putih antara bagal dan
himar, pada kedua pahanya ada dua buah sayap yang menambah cepat jalan kedua kakinya.

Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW dimulai dengan pesucian hati. Disebutkan sebelum
dibawa Malaikat Jibril, Nabi dibaringkan lalu dibelah dadanya dan dibersihkan hatinya dengan
air zam zam. Apakah hati Rosululloh kotor? Pernahkah Rosululloh berbuat dosa? Apakah
Rosululloh punya penyakit dendam, iri, dengki atau berbagai penyakit hati lainnya? Dapat kita
fahami dan kita ambil pengertian bahwa dicuci hati Nabi bukan dari kotoran dosa atau ma’siat.
Yang dimaksud dicuci disini adalah dikikis habis dari sifat-sifat yang tercela yang ada pada hati
manusia biasa. Karena sifat-sifat itu adalah penghalang dalam menghadapi masa-masa
perjuangan seorang pemimpin apalagi seorang Rasul.

Rosululloh adalah sosok “Uswah”, pribadi yang hadir di tengah-tengah umat tidak saja sebagai
mubaligh (penyampai) melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi percontohan bagi
yang mengaku pengikutnya. “Laqod kaana lakum fii Rosulillahi uswatun hasanah”. Memang
betul, sebelum melakukan perjalanan haruslah membersihkan hati. Sungguh, kita semua sedang
dalam perjalanan. Perjalanan “suci” yang seharusnya dibangun dalam suasana “kefitrahan”.
Berjalan dariNya dan menuju kepadaNya. Dalam perjalanan ini diperlukan lentera, cahaya atau
petunjuk agar selamat menempuhnya. Dan hati yang intinya sebagai “nurani” itulah lentera
perjalanan hidup.

Cahaya ini berpusat pada hati seseorang yang ternyata juga dilengkapi oleh gesekan-gesekan
“karat” kehidupan (fa alhamaha fujuuroha). Semakin kuat gesekan karat, semakin jauh pula dari
warna yang sesungguhnya (taqawaaha). Dan oleh karenanya, disetiap saat dan kesempatan
diperlukan pembersihan, diperlukan air zamzam untuk membasuh kotoran-kotoran hati yang
melekat. Hanya dengan itu, hati akan bersinar tajam menerangi kegelapan hidup. Dan sungguh
hati inilah yang kemudian menjadi “penentu” baik atau tidaknya seseorang pemilik hati.
Disebutkan bahwa hati manusia awalnya putih bersih. Ia ibarat kertas putih dengan tiada noda
sedikitpun. Namun karena manusia, setiap kali melakukan dosa-dosa setiap kali pula terjatuh
Noda hitam pada hati, yang pada akhirnya menjadikannya hitam pekat. Kalaulah saja, manusia
yang hatinya hitam pekat tersebut tidak sadar dan bahkan menambah dosa dan noda, maka
akhirnya Allah akan membalik hati tersebut. Hati yang terbalik inilah yang kemudian hanya bisa
disadarkan oleh api neraka. Dalam Al Qur'an, Allah berfirman yang artinya :

Sungguh beruntung siapa yang mensucikannya, dan sungguh merugi siapa yang
mengotorinya".(QS.Asy Syams. 9-10)

Maka sungguh perjalanan ini hanya akan bisa menuju "ilahi" dengan senantiasa membersihkan
jiwa dan hati kita, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah sebelum perjalanan sucinya
tersebut.
Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW dimulai dengan sholat sebagai rasa syukur di masjidil
haram, dilanjutkan ke Thaibah (yatsrib/Madinah, daerah kemudian Nabi hijrah), Madyan (pohon
Nabi Musa), Gunung tursina ( tempat Nabi Musa menerima wahyu langsung dari Allah) dan
Baitullaham (betlehem/tempat kelahiran Nabi Isa AS). Pada setiap tempat itu Nabi SAW
melaksanakan sholat sunnah dua rakaat. Pada perjalanan ini, Nabi juga diperlihatkan gambaran-
gambaran tentang umatnya pada masa yang akan datang, kemudian perjalanan diakhiri dengan
melaksanakan sholat di Baitul Muqoddas (masjidil Aqsho).
- Riwayat Mi’raj
Perjalanan Isra’ Nabi SAW diakhiri dengan sholat berjama’ah dengan ruh para Nabi (kecuali Isa
bin Maryam AS) di Baitulmuqoddas (Masjidil Aqsha). Setelah sholat berjama’ah dilanjutkan
dengan pidato sambutan dari para Nabi secara bergantian dan Nabi Muhammad SAW
mendapatkan giliran terakhir. Setelah Nabi selesai mengungkapkan syukur kepada Allah,
datanglah bidadari dengan membawa baki berisi dua gelas minuman. Segelas berisi susu dan
segelas lagi berisi arak. Nabi memilih susu, kemudian Nabi meminumnya. Ketika itu Malaikat
Jibril berkata :”tepat sekali pilihanmu ya Muhammad, minuman itu cocok sekali bagi fitrah
manusia, sejak ia lahir minum susu ibu, murni, asli dan bergizi. Seandainya engkau memilih arak
maka umatmu banyak yang mendurhakaimu dan sedikit sekali yang mengikutimu”.

Setelah Nabi-nabi mengucapkan pidato sambutan, kemudian mereka meninggalkan Masjidil


Aqsha. Nabi Muhammad bersama Jibril dan Mikail keluar meninggalkan masjid, di halaman
masjid ada sebuah batu besar, diatas batu itulah diletakkan sebuah alat semisal tangga untuk naik
ke langit. Tangga itu mempunyai anak tangga sepuluh buah. Ujung bawah tangga itu terletak
diatas batu shakhroh atau batu besar. Ketika diinjak anak tangga yang pertama maka akan
langsung mencapai langit pertama begitu seterusnya.

Dengan mengucap basmallah Nabi menaiki tangga itu bersama jibril maka dengan seketika itu
telah berada dilangit pertama dimuka pintu gerbang langit pertama “Babul Hafzhah”, disitu
berdiri malaikat pengawal langit pertama yang bernama Ismail yang mempunyai anak buah
70.000 Malaikat dan tiap-tiap Malaikat memiliki 70.000 Malaikat. Dilangit pertama Nabi
berjumpa dengan dengan Nabi Idris AS, langit kedua dengan Nabi Isa AS dan Nabi Yahya
AS, langit ketiga dengan Nabi Yusuf AS, langit keempat dengan Nabi Idris AS, langit kelima
dengan Nabi Harun AS, langit ke enam dengan Nabi Musa AS dan langit ketujuh dengan Nabi
Ibrahim AS.

Kemudian dari langit ke tujuh Nabi di ajak ke Sidratul Muntaha.karena sampai batas inilah
segala amal anak Adam di peroleh malaikat dari bumi. Di Sidratul muntaha ada surga dan Nabi
melihat keadaan itu benar-benar terpesona,sungguh berbahagia sekali Nabi Muhammad dengan
Isro’ dan Mi’rojnya Beliau diberi kesempatan keadaan surga dari dekat agar dapat di ceritakan
kepada Umatnya sehingga mereka tambah beriman dan tambah keyakinannya.Kemudian Nabi di
ajak melihat keadaan neraka, menurut Nabi neraka adalah tempat penyiksaan. Di dalamnya ada
gunung-gunung, ada sungai dan telaga dan jurang-jurang. Air sungai neraka selalu panas dan
mendidih, airnya ada dari cairan timah panas, cairan tembaga merah membara, air nanah yang
sangat busuk dan bau anyir darah.
Kemudian Nabi menuju Sidratul Muntaha. Sidratul Muntaha adalah pohon bidara yang tidak
berduri. Sebuah pohon raksasa yang tumbuh di langit ketujuh. Hanya Alloh yang mengetahui
besarnya pohon itu.
Disinilah terjadi dialog antara Nabi dengan Alloh, diantara dialognya adalah tentang sholat lima
waktu yang beliau tawar sampai sembilan kali mulai dari 50 rokaat menjadi 5 rokaat.
Perjalanan singkat yang penuh hikmah tersebut segera berakhir, dan dengan segera pula beliau
kembali menuju alam kekiniannya. Rasulullah sungguh sadar bahwa betapapun ni'matnya
berhadapan langsung dengan Yang Maha Kuasa di suatu tempat yang agung nan suci, betapa
ni'mat menyaksikan dan mengelilingi surga, tapi kenyataannya beliau memiliki tanggung jawab
duniawi. Untuk itu, semua kesenangan dan keni'matan yang dirasakan malam itu, harus
ditinggalkan untuk kembali ke dunia beliau melanjutkan amanah perjuangan yang masih harus
diembannya.
Inilah sikap seorang Muslim. Kita dituntut untuk turun ke bumi ini dengan membawa bekal
shalat yang kokoh. Shalat berintikan "dzikir", dan karenanya dengan bekal dzikir inilah kita
melanjutkan ayunan langkah kaki menelusuri lorong-lorong kehidupan menuju kepada ridhaNya.
"Wadzkurullaha katsiira" (dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak), pesan Allah kepada kita di
saat kita bertebaran mencari "fadhalNya" dipermukaan bumi ini.
Persis seperti Rasulullah SAW membawa bekal shalat 5 waktu berjalan kembali menuju bumi
setelah melakukan serangkaian perjalanan suci ke atas (Mi'raj).
Demikianlah akhir kisah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, pada malam itu. Bagi
mereka yang hatinya berisi cahaya “iman” seperti Abu Bakar, Sayidina Ali dan sahabat Nabi
yang lain mereka membenarkan Nabi dan menambah iman serta keyakinan mereka. Akan tetapi
bagi mereka yang hatinya tertutup oleh kegelapan dan kekufuran, mereka lalu ingkar dan
bertambah kekufuran mereka.
d. Hikmah Isra’ Mi’raj
Setelah kita pahami kisah Isra’ Mi’raj, ada beberapa hikmah yang sangat penting, yaitu
bahwa di dalam perjuangan menghadapi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia
dan akhirat :
1. Menguatkan iman yang ada dalam dada kita, sehingga tidak mudah terpengaruh atau terpancing
oleh keadaan dan lingkungan yang tidak menguntungkan.
2. Nabi Muhammad SAW untuk menerima perintah sholat, Nabi dipanggil sendiri ke hadirat Allah
SWT. Tidak seperti perintah-perintah yang lainnya yang cukup dengan perantara wahyu yang
dibawa oleh Malaikat Jibril. Ini menunjukkan bahwa perintah wajib sholat itu sangat penting.
Sholat adalah satu rangka pokok iman.
3. Motivasi untuk memiliki akhlak mulia. Sebab budi pekerti yang baik dapat dipakai sebagai
ukuran tinggi rendahnya derajat manusia disisi Allah.
4. Membangun pribadi kita dengan mengerjakan sholat lima waktu dengan khusu’, ikhlas dan
tekun hanya karena Allah semata. Inilah sikap seorang muslim. Kita dituntut untuk turun ke
bumi ini dengan membaka bekal sholat yang kokoh.

itulah Pengertian Isra' Mi'raj dan Hikmanya yang dapat Berbagi Ilmu berikan. mudah mudahan
bermanfaat bagi kalian, dapat menjadi referensi baru bagi kalian semua, dan tentunya menjadi
lebih pintar lagi. trimakasih atas kunjungan kalian semua yang setia sama Berbagi Ilmu. terus
tingkat belajarnya, dan ikuti terus update terbaru Berbagi Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai