Anda di halaman 1dari 36

PEMBAHASAN

1. Ir. Soekarno

Nama Lengkap : Soekarno


Alias : Bung Karno | Pak Karno
Profesi : Pahlawan Nasional
Agama : Islam
Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur
Tanggal Lahir : Kamis, 6 Juni 1901
Zodiac : Gemini
Warga Negara : Indonesia
Ayah : Raden Soekemi Sosrodihardjo
Anak : Megawati Soekarnoputri, Mohammad Guruh Irianto
Soekarnoputra, Guntur Soekarnoputra, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Taufan
Soekarnoputra , Bayu Soekarnoputra, Totok Suryawan,
Kartika Sari Dewi Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri
Ibu : Ida Ayu Nyoman Rai

1
Istri : Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Kartini Manoppo,
Ratna Sari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, Heldy Djafar,
Fatmawati Soekarno

Ir. Soekarno atau yang biasa dipanggil Bung Karno yang lahir di
Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Raden
Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai.

Ayah Soekarno adalah seorang guru. Raden Soekemi bertemu dengan


Ida Ayu ketika dia mengajar di Sekolah Dasar Pribumi Singaraja, Bali.
Soekarno hanya menghabiskan sedikit masa kecilnya dengan orangtuanya
hingga akhirnya dia tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung
Agung, Jawa Timur. Soekarno pertama kali bersekolah di Tulung Agung hingga
akhirnya dia ikut kedua orangtuanya pindah ke Mojokerto.

Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School.


Di tahun 1911, Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS)
untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).

Setelah lulus pada tahun 1915, Soekarno melanjutkan pendidikannya di


HBS, Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan
para tokoh dari Sarekat Islam, organisasi yang kala itu dipimpin oleh HOS
Tjokroaminoto yang juga memberi tumpangan ketika Soekarno tinggal di
Surabaya.

Dari sinilah, rasa nasionalisme dari dalam diri Soekarno terus


menggelora. Di tahun berikutnya, Soekarno mulai aktif dalam kegiatan
organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi
Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian Soekarno ganti menjadi Jong Java
(Pemuda Jawa) pada 1918.

Di tahun 1920 seusai tamat dari HBS, Soekarno melanjutkan studinya


ke Technische Hoge School (sekarang berganti nama menjadi Institut
Teknologi Bandung) di Bandung dan mengambil jurusan teknik sipil.
2
Saat bersekolah di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi
yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.
Melalui Haji Sanusi, Soekarno berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto
Mangunkusumo dan Dr Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin
organisasi National Indische Partij.

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di


Bandung yang diinspirasi dari Indonesische Studie Club (dipimpin oleh Dr
Soetomo). Algemene Studie Club merupakan cikal bakal berdirinya Partai
Nasional Indonesia pada tahun 1927.

Bulan Desember 1929, Soekarno ditangkap oleh Belanda dan dipenjara


di Penjara Banceuy karena aktivitasnya di PNI. Pada tahun 1930, Soekarno
dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Dari dalam penjara inilah, Soekarno
membuat pledoi yang fenomenal, Indonesia Menggugat.

Soekarno dibebaskan pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan Juli


1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI.

Soekarno kembali ditangkap oleh Belanda pada bulan Agustus 1933


dan diasingkan ke Flores. Karena jauhnya tempat pengasingan, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional lainnya.

Namun semangat Soekarno tetap membara seperti tersirat dalam setiap


suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan. Pada
tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru benar-benar bebas setelah masa penjajahan Jepang pada
tahun 1942.

Di awal kependudukannya, Jepang tidak terlalu memperhatikan tokoh-


tokoh pergerakan Indonesia hingga akhirnya sekitar tahun 1943 Jepang
menyadari betapa pentingnya para tokoh ini. Jepang mulai memanfaatkan
3
tokoh pergerakan Indonesia dimana salah satunya adalah Soekarno untuk
menarik perhatian penduduk Indonesia terhadap propaganda Jepang.

Akhirnya tokoh-tokoh nasional ini mulai bekerjasama dengan


pemerintah pendudukan Jepang untuk dapat mencapai kemerdekaan
Indonesia, meski ada pula yang tetap melakukan gerakan perlawanan seperti
Sutan Sjahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis
yang berbahaya.

Soekarno sendiri mulai aktif mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, di


antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar-dasar
pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan.

Pada bulan Agustus 1945, Soekarno diundang oleh Marsekal Terauchi,


pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara ke Dalat, Vietnam. Marsekal
Terauchi menyatakan bahwa sudah saatnya Indonesia merdekan dan segala
urusan proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah tanggung jawab rakyat
Indonesia sendiri.

Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah


Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Para tokoh pemuda
dari PETA menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena pada saat itu di Indonesia terjadi
kevakuman kekuasaan.

Ini disebabkan karena Jepang telah menyerah dan pasukan Sekutu


belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan beberapa tokoh lainnya menolak
tuntutan ini dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang.

Pada akhirnya,Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional lainnya mulai


mempersiapkan diri menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Berdasarkan sidang yang diadakan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan

4
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) panitia kecil untuk upacara proklamasi yang
terdiri dari delapan orang resmi dibentuk.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memplokamirkan


kemerdekaannya. Teks proklamasi secara langsung dibacakan oleh Soekarno
yang semenjak pagi telah memenuhi halaman rumahnya di Jl Pegangsaan
Timur 56, Jakarta.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta


diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Mohammad Hatta dikukuhkan oleh KNIP. Kemerdekaan yang telah
didapatkan ini tidak langsung bisa dinikmati karena di tahun-tahun berikutnya
masih ada sekutu yang secara terang-terangan tidak mengakui kemerdekaan
Indonesia dan bahkan berusaha untuk kembali menjajah Indonesia.

Gencaran senjata dari pihak sekutu tak lantas membuat rakyat


Indonesia menyerah, seperti yang terjadi di Surabaya ketika pasukan Belanda
yang dipimpin oleh Brigadir Jendral A.W.S Mallaby berusaha untuk kembali
menyerang Indonesia. Rakyat Indonesia di Surabaya dengan gigihnya terus
berjuang untuk tetap mempertahankan kemerdekaan hingga akhirnya Brigadir
Jendral AWS Mallaby tewas dan pemerintah Belanda menarik pasukannya
kembali. Perang seperti ini tidak hanya terjadi di Surabaya tapi juga hampir di
setiap kota.

Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke


PBB karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian
Internasional, yaitu Persetujuan Linggajati. Walaupun telah dilaporkan ke PBB,
Belanda tetap saja melakukan agresinya. Atas permintaan India dan Australia,
pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan
ke dalam agenda rapat Dewan Keamanan PBB, di mana kemudian dikeluarkan
Resolusi No 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik
bersenjata dihentikan.

5
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947,
Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan
Keamanan untuk menghentikan pertempuran.

Pada 17 Agustus 1947, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah


Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan
senjata dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu
komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai
Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno kembali diangkat menjadi
Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat
sebagai perdana menteri RIS. Karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia
yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950,
RIS kembali diubah menjadi Republik Indonesia dimana Ir Soekarno menjadi
Presiden dan Mohammad Hatta menjadi wakilnya.

Pemberontakan G30S/PKI melahirkan krisis politik hebat di Indonesia.


Massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.
Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena menilai bahwa
tindakan tersebut bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme,
Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI
kemudian melemahkan posisinya dalam politik. Lima bulan kemudian,
dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang
ditandatangani oleh Soekarno dimana isinya merupakan perintah kepada
Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga
keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu
digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan
Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi
terlarang. MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No IX/1966
tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No XV/1966
yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar

6
untuk setiap saat bisa menjadi presiden apabila presiden sebelumnya
berhalangan.

Pada 22 Juni 1966, Soekarno membacakan pidato


pertanggungjawabannya mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S. Pidato
pertanggungjawaban ini ditolak oleh MPRS hingga akhirnya pada 20 Februari
1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di
Istana Merdeka.

Hari Minggu, 21 Juni 1970 Presiden Soekarno meninggal dunia di


RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta. Presiden
Soekarno disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan kemudian dimakamkan
di Blitar, Jawa Timur berdekatan dengan makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman
Rai. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.

Ir Soekarno adalah seorang sosok pahlawan yang sejati. Dia tidak hanya diakui
berjasa bagi bangsanya sendiri tapi juga memberikan pengabdiannya untuk
kedamaian di dunia. Semua sepakat bahwa Ir Soekarno adalah seorang manusia
yang tidak biasa yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Ir
Soekarno adalah bapak bangsa yang tidak akan tergantikan.
PENDIDIKAN
 Pendidikan sekolah dasar di Eerste Inlandse School, Mojokerto
 Pendidikan sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS), Mojokerto
(1911)
 Hoogere Burger School (HBS) Mojokerto (1911-1915)
 Technische Hoge School, Bandung (sekarang berganti nama menjadi Institut
Teknologi Bandung) (1920)
PENGHARGAAN
 Gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri antara
lain dari Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin, Institut Agama
Islam Negeri Jakarta, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University
(Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir).

7
 Penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR
Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang
semuanya dilapisi emas dari Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki, atas jasa
Soekarno dalam mengembangkan solidaritas internasional demi melawan
penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika
Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari politik
apartheid. Penyerahan penghargaan dilaksanakan di Kantor Kepresidenan
Union Buildings di Pretoria (April 2005).

8
2. Drs. Moh. Hatta

Nama Lengkap : Mohammad Hatta


Alias : Bung Hatta
Profesi : Pahlawan Nasional
Agama : Islam
Tempat Lahir : Bukittinggi, Sumatera Barat
Tanggal Lahir : Selasa, 12 Agustus 1902
Zodiac : Leo
Hobby : Membaca | Menulis
Warga Negara : Indonesia
Istri : Rahmi Rachim
Anak : Meutia Farida Hatta Swasono, Gemala Hatta, Halida Hatta

Dr. H. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Pria yang akrab
disapa dengan sebutan Bung Hatta ini merupakan pejuang kemerdekaan RI yang
kerap disandingkan dengan Soekarno. Tak hanya sebagai pejuang kemerdekaan,
Bung Hatta juga dikenal sebagai seorang organisatoris, aktivis partai politik,
negarawan, proklamator, pelopor koperasi, dan seorang wakil presiden pertama di
Indonesia.

9
Kiprahnya di bidang politik dimulai saat ia terpilih menjadi bendahara Jong
Sumatranen Bond wilayah Padang pada tahun 1916. Pengetahuan politiknya
berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri berbagai ceramah dan
pertemuan-pertemuan politik. Secara berkelanjutan, Hatta melanjutkan kiprahnya
terjun di dunia politik.

Sampai pada tahun 1921 Hatta menetap di Rotterdam, Belanda dan bergabung
dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di Belanda, Indische
Vereeniging. Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi
perkumpulan bagi pelajar, namun segera berubah menjadi organisasi pergerakan
kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker,
dan Tjipto Mangunkusumu) bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian
berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di Perhimpunan Indonesia,
Hatta mulai meniti karir di jenjang politiknya sebagai bendahara pada tahun 1922 dan
menjadi ketua pada tahun 1925. Saat terpilih menjadi ketua PI, Hatta
mengumandangkan pidato inagurasi yang berjudul "Struktur Ekonomi Dunia dan
Pertentangan Kekuasaan".

Dalam pidatonya, ia mencoba menganalisa struktur ekonomi dunia yang ada


pada saat itu berdasarkan landasan kebijakan non-kooperatif. Hatta berturut-turut
terpilih menjadi ketua PI sampai tahun 1930 dengan perkembangan yang sangat
signifikan dibuktikan dengan berkembangnya jalan pikiran politik rakyat Indonesia.
Sebagai ketua PI saat itu, Hatta memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional
untuk perdamaian di Berville, Perancis, pada tahun 1926. Ia mulai memperkenalkan
nama Indonesia dan sejak saat itu nama Indonesia dikenal di kalangan organisasi-
organisasi internasional. Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang
Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasionalis
India, Jawaharhal Nehru. Aktivitas politik Hatta pada organisasi ini menyebabkan
dirinya ditangkap tentara Belanda bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali
Sastroamidjojo, dan Abdul madjid Djojodiningrat sebelum akhirnya dibebaskan
setelah ia berpidato dengan pidato pembelaan berjudul: Indonesia Free.

10
Selanjutnya pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung
dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia dengan adanya pelatihan-pelatihan.

Pada tahun 1933, Soekarno diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai reaksi
keras oleh Hatta. Ia mulai menulis mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai
media. Akibat aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan
perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap pimpinan para
pimpinan partai yang selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua. Pada masa
pengasingan di Digul, Hatta aktif menulis di berbagai surat kabar. Ia juga rajin
membaca buku yang ia bawa dari Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-
temannya. Selanjutnya, pada tahun 1935 saat pemerintahan kolonial Belanda
berganti, Hatta dan Sjahrir dipindahlokasikan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta dan
Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah,
politik, dan lainnya. Setelah delapan tahun diasingkan, Hatta dan Sjahrir dibawa
kembali ke Sukabumi pada tahun 1942. Selang satu bulan, pemerintah kolonial
Belanda menyerah pada Jepang. Pada saat itulah Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.
Pada awal Agustus 1945, nama Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia dengan Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua. Sehari
sebelum hari kemerdekaan dikumandangkan, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia mengadakan rapat di rumah Admiral Maeda. Panitia yang hanya terdiri dari
Soekarno, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti tersebut merumuskan teks
proklamasi yang akan dibacakan keesokan harinya dengan tanda tangan Soekarno
dan Hatta atas usul Soekarni.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 di jalan Pagesangan Timur 56 tepatnya pukul


10.00 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta atas nama
bangsa Indonesia. Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945 Soekarno
diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hatta sebagai Wakil Presiden.
Berita kemerdekaan Republik Indonesia telah tersohor sampai Belanda. Sehingga,
Belanda berkeinginan kembali untuk menjajah Indonesia. Dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, pemerintahan Republik Indonesia
dipindah ke Jogjakarta. Ada dua kali perundingan dengan Belanda yang
11
menghasilkan perjanjian linggarjati dan perjanjian Reville. Namun, kedua perjanjian
tersebut berakhir kegagalan karena kecurangan Belanda.

Pada Juli 1947, Hatta mencari bantuan ke India dengan menemui Jawaharhal
Nehru dan Mahatma Gandhi. Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan
melakukan protes terhadap tindakan Belanda dan agar dihukum pada PBB.
Banyaknya kesulitan yang dialami oleh rakkyat Indonesia memunculkan aksi
pemberontakan oleh PKI sedangkan Soekarno dan Hatta ditawan ke Bangka.
Selanjutnya kepemimpinan perjuangan dipimpin oleh Jenderal Soedirman.
Perjuangan rakyat Indonesia tidak sia-sia. Pada tanggal 27 desembar 1949, Ratu
Juliana memberikan pengakuan atas kedaulatan Indonesia kepada Hatta. Setelah
kemerdekaan mutlak Republik Indonesia, Hatta tetap aktif memberikan ceramah-
ceramah di berbagai lembaga pendidikan. Dia juga masih aktif menulis berbagai
macam karangan dan membimbing gerakan koperasi sesuai apa yang dicita-
citakannya. Tanggal 12 Juli 1951, Hatta mengucapkan pidato di radio mengenai hari
jadi Koperasi dan selang hari lima hari kemudian dia diangkat menjadi Bapak Koperasi
Indonesia.

Hatta menikah dengan Rachim Rahmi pada tanggal 18 November 1945 di desa
Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pasangan tersebut dikaruniai tiga orang putri
yakni Meutia, Gemala, dan Halida.

Pada tanggal 14 Maret 1980 Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo. Karena
perjuangannya bagi Republik Indonesia sangat besar, Hatta mendapatkan anugerah
tanda kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I" yang diberikan oleh
Presiden Soeharto.
PENDIDIKAN
 Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
 Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia (1921)
 Meer Uirgebreid Lagere School (MULO), Padang (1919)
 Europeesche Lagere School (ELS), Padang, 1916
 Sekolah Dasar Melayu Fort de kock, Minangkabau (1913-1916)

12
3. Ny. Fatmawati Soekarno

Nama Lengkap : Fatmawati Soekarno


Profesi : Pahlawan Nasional
Agama Islam
Tempat Lahir : Bengkulu
Tanggal Lahir : Senin, 5 Februari 1923
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia
Suami : Soekarno
Anak : Megawati Soekarnoputri, Guntur Soekarnoputra ,
Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri,
Mohammad Guruh Irianto Soekarnoputra

Fatmawati, wanita asli pribumi ini lahir di Bengkulu pada tanggal 5 Februari
1923 dengan nama asli Fatimah. Nama Fatimah merupakan pemberian dari kedua
orang tuanya. Fatmawati merupakan keturunan dari pasangan Hassan Din dan Siti
Chadijah yang mana kedua orangtuanya adalah keturunan Puti Indrapura atau biasa
disebut seorang keluarga raja dari kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra
Barat. Ayah Fatmawati juga terkenal sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah di
Bengkulu. Fatmawati dididik dan dibesarkan kedua orangtuanya di Bengkulu.

13
Ketika beranjak dewasa, Fatmawati menikah dengan Presiden Indonesia Pertama
Soekarno pada tanggal 01 Juni 1943, saat itu Fatmawati berusia 20 tahun. Dari
pernikahan tersebut, secara otomatis Fatmawati menjadi Ibu Negara Indonesia
pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967.

Fatmawati merupakan istri yang ketiga dari Presiden Pertama Indonesia,


Soekarno. Pasangan Pemimpin Negara Indonesia tersebut dikaruniai lima orang putra
dan putri, di antaranya adalah Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri,
Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan yang terakhir Guruh
Soekarnoputra.

Ibu Negara Indonesia Pertama ini terkenal sebagai wanita yang berjasa dalam
menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang dengan tegas dikibarkan pada
upacara pertama Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta tepatnya pada
tanggal 17 Agustus 1945.

Fatmawati meninggal pada tanggal 14 Mei 1980 pada usia 57 tahun di Kuala
Lumpur, Malaysia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh
dari Mekkah. Fatmawati dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Saat ini nama
Fatmawati dijadikan sebuah nama Rumah Sakit di Jakarta, nama Fatmawati Soekarno
juga dijadikan sebuah nama Bandara Udara di Indonesia tepatnya di Bengkulu, kota
kelahiran Fatmawati.

Ketiga putri pasangan Presiden pertama Soekarno dan Fatmawati ini pernah
meraih penghargaan MURI di Indonesia, dan salah satu putrinya Megawati
Soekarnoputri juga pernah mengikuti jejak ayahnya dalam menduduki kursi
kepresidenan yang sekaligus merupakan Presiden Wanita Pertama di Indonesia.
PENGHARGAAN
 Terkenal sebagai wanita yang menjahit bendera merah putih pada saat
kemerdekaan Republik Indonesia

14
4. Ahmad Soebarjo

Nama Lengkap : Achmad Subardjo


Alias : Achmad Soebardjo | Raden Achmad Soebardjo
Djojoadisoerjo
Profesi : Pahlawan Nasional
Agama : Islam
Tempat Lahir : Karawang, Jawa Barat, Indonesia
Tanggal Lahir : Senin, 23 Maret 1896
Zodiac : Aries
Warga Negara : Indonesia

Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo adalah Menteri Luar Negeri Pertama


Indonesia, ia mempunyai gelar Meester in de Rechten yang diperoleh dari menempuh
pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda setelah sebelumnya menempuh
pendidikan di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah
Menengah Atas). Lahir di Karawang, Jawa Barat pada 23 Maret 1896.

Nama Achmad Soebardjo adalah nama pemberian ibunya setalah sebelumnya


ia mempunyai nama Teuku Muhammad Yusuf, pemberian dari ayahnya yang masih

15
mempunyai keturunan bangsawan Aceh dari Pidie, nama belakang Djojoadisoerjo ia
tambahkan sendiri saat dewasa. Bersama Mohammad Hatta, ia menjadi perwakilan
Indonesia untuk menghadiri persidangan antar bangsa "Liga Menentang Imperialisme
dan Penindasan Penjajah" yang pertama di Brussels dan kemudian di Jerman.
Sekembalinya di Indonesia, Achmad Soebardjo yang pernah aktif dalam organisasi
Jong Java melanjutkan perjuangannya dengan menjadi anggota organisasi Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Di kediaman Laksamana Muda Maeda, ia juga ikut serta dalam menyusun


naskah proklamasi bersama Soekarno dan Muhammad Hatta yang kemudian naskah
tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ia dilantik sebagai
Menteri Luar Negeri, itu menjadikannya Menteri Luar Negeri pertama di Republik
Indonesia. Ia juga menjadi Duta Besar di Switzerland antara tahun 1957 - 1961.

Dalam usia 82 tahun, di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, ia


mengembuskan napas terakhir dikarenakan flu yang menimbulkan komplikasi. Yang
kemudian dimakamkan di Cipayung, Bogor. Pada tahun 2009 pemerintah
mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional.

PENDIDIKAN
 Hogere Burger School, Jakarta
 Universitas Leiden, Belanda

16
5. Soekarni Kartodiwiryo

Nama : Soekarni Kartodiwirjo


Tempat Lahir : Blitar, Jawa Timur
Lahir : 14 Juli 1916
Meninggal : Jakarta, 7 Mei 1971 (umur 54)
Makam : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia

Ada seorang pemuda yang bernama sukarni kertowirdjo yang merupakan


tokoh pemuda atau golongan muda yang sangat berani terhadap kemerdekaan
Indonesia melalui aksi aksinya sebagai anak muda. Ia mengawali kisahnya di biografi
sukarni dengan bersekolah di mardisiswa yaitu sejenis taman siswa yang didirikan
oleh Mohammad Anwar di Semarang. Ia banyak memperoleh pembelajaran tentang
pergerakan bangsa dan negara melalui taman siswa tersebut. Ia termasuk anak yang
sangat nakal dan suka sekali berbuat onar di asa kecilnya. Ia sering berkelahi dan
tawuran. Bahkan ia sering menantang berkelahi anak-anak keturunan Belanda di kota
tersebut.

17
Biografi sukarni berlanjut dengan ia pernah di masa kecilnya mengajak puluhan
temanya untuk mengirim surat tantangan untuk berkelahi bagi anak nak muda
Belanda waktu itu. Tantangan itu diterima oleh anak anak Belanda dan akhirnya
terjadilah tawuran besar di sebuah kebun raya waktu itu. Akhirnya tawuran
dimenangkan oleh kelompok sukarni. Sukarni pun dikeluarkan dari sekolah dan dia
tidak menyerah untuk belajar. Ia melanjutkan sekolah di Yogyakarta dan ia juga lalu
pindah ke Jakarta untuk bersekolah. Hal ini berkat kak Bung Karno yang lalu
memasukkan sukarni ke Sekolah jurnalistik di Bandung.

Biografi kisah sukarni terus berlanjut dengan kisah menarik sukarni lainnya.
Salah satu jasa sukarni yang terkenal adalah ketika terjadi peristiwa rengasdengklok.
Peristiwa rengasdengklok adalah peristiwa yang terjadi akibat kurangnya pemahaman
antara kaum muda dan tua pada waktu itu. Akhirnya sukarni dan kawan-kawannya
mencoba mendesak Soekarno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia namun mereka menolak. Akhirnya kaum muda pun menculik
keduanya ke rengasdengklok dengan tuan agar menjauhkan mereka dari pengaruh
Jepang.

Selanjutnya biografi sukarni juga membuat banyak kisah heroik sukarni yang
sangat gigih dalam melawan pergerakan Belanda melalui aksi-aksinya di kancah
politik pemerintah saat ia lalu menjabat sebagai seorang politisi di partai murba yang
didirikannya dan diketuai olehnya. Partai ini merupakan partai nasionalis yang
membawa perubahan Indonesia lebih baik terutama dalam hal mempertahankan
kemerdekaannya. Sukarni bahkan sering dipenjara karena perjuangannya.

Bahkan ketika Soekarni mencoba menasehati Bung Karno tentang gerakan


PKI di istana Bogor ia malah ditangkap dan selanjutnya partai ini dibekukan oleh
pemerintah. Namun akhirnya setelah sukarni bebas, pembekuan partai ini sudah
berakhir lalu partai ini kembali aktif. Jasa sukarni ini lalu dianggap begitu penting
hingga akhirnya presiden Joko Widodo memberikan ia gelar bintang mahaputra kelas
empat yang ditujukan pada perwakilan keluarganya.

18
6. Sajoeti Melik

Nama : Mohammad Ibnu Sayuti


Tempat Lahir : Sleman, Yogyakarta
Lahir : 22 November 1908
Meninggal : Jakarta, 27 Februari 1989 pada umur 80 tahun
Makam : TMP Kalibata
Agama : Islam
Pekerjaan : Wartawan Politisi
Warga Negara : Indonesia

Mohamad Ibnu Sayuti, dilahirkan pada 22 November 1908 di Sleman,


Yogyakarta, dan meninggal dunia pada 27 Februari 1989 di umurnya yang ke-80
tahun di Jakarta, Sayuti berasal dari keluarga cukup berpengaruh di desanya,
Ayahnya, Abdul Mu’in alias Partoprawito, adalah seorang kepala desa dan ibunya
bernama Sumilah. Dari ayahnya Sayuti banyak belajar tentang nasionalisme dan
bagaimana pentingnya bebas dari penjajahan. Ayahnya sering kali menentang

19
kebijakan-kebijakan Belanda, seperti penolakan terhadap sawahnya yang hendak
ditanami tembakau oleh pemerintah Belanda.
Masa kecil Sayuti dilewati tak jauh-jauh dari tanah kelahirannya, ia menempuh
pendidikan dasar di sekolah Ongko Loro (setingkat SD) di desa Srowolan, sampai
kelas IV dan diteruskan sampai mendapat ijazah di Yogyakarta. Lalu pendidikan
Sayuti dilanjutkan di solo (1920-1924). Dan selama di Solo Sayuti banyak berintraksi
dengan orang-orang yang berhaluan Marxisme seperti Kiai Misbach, salah satu tokoh
Islam kiri. Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme
sebagai idiologi perjuangan untuk menentang penjajahan. Dari Kiai Misbach, Sayuti
belajar Marxisme.
Perkenalan yang pertama dengan Bung Karno terjadi di Bandung pada tahun
1926. Perjuangan Sayuti juga melaui tulisan-tulisannya di beberapa media massa
pada masanya. Sayuti pernah mendirikan koran pesat di Semarang yang mana
terbitnya tiga kali seminggu dengan tiras 2 ribu eksemplar. Koran itu didirikan bersama
istrinya, SK Trimurti yang dinikahinya pada 19 Juli 1938. Mereka menikah usai Sayuti
menjalani dua masa pembungan yaitu di Boven Digul (1927-1933) karena dituduh
membantu Partai Komunis Indonesia (PKI), kemudian pembungan yang ke dua di
Singapura tahun (1936), dan dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938).
Selama hidupnya, Sayuti pernah bergabung dengan organisasi pergerakan
dan menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan Indonesia merdeka. Tercatat,
Sayuti adalah anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dan setelah
kemerdekan ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), menjadi
anggota MPRS, DRP-GR pada masa Presiden Soekarno, menjadi anggota MPR dan
DPR (1971-1977) pada masa Soeharto. Sebagaimana yang telah disinggung
sebelumnya, Sayuti pernah diasingkan. Pengasingan tersebut tak lain karena ia
banyak melakukan gerakan yang melawan pemerintahan kolonial, dan banyak
melakukan kritik lewat tulisan-tulisannya.
Pada tahun 1926, saat Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan
pembrontakan, Sayuti ditangkap Belanda dengan tuduhan membantu PKI, baik
melalui tulisannya maupun terlibat aksi dilapangan. Penangkapan itu berlanjut pada
pengasingan terhadap Sayuti. Ia digabung ke Boven Digul (1927-1933) dan
bergabung dengan tokoh-tokoh lainnya disana. Tahun 1936 ditangkap Inggris,
dipenjara di Singapura selama setahun. Setelah diusir dari wilayah Inggris ditangkap
kembali oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta, dimasukan sel di Gang Tengah (1937-
20
1938). Kemudian, tahun 1939-1941 dipenjarakan di Sukamiskin Bandung dan terlibat
“Pers Delict”.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, Sayuti dipenjarakan lagi karena
dituduh menyebarkan pamflet gelap PKI. Akhirnya, menjelang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, ia dibebaskan. Ia turut hadir dalam peristiwa perumusan
naskah Proklamasi dan menjadi anggota susulan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Pada masa sebelum Indonesia merdeka, dimana Sayuti sudah bebas dari
pengasingan dan penjara itu, ia melakukan perjuangan di jalur anak muda yang
lantang meneriakkan Indonesia segera terbebas dari segala bentuk penjajahan.
Sayuti tegabung dalam PPKI yang di bentuk 07 Agustus 1945 dan diketuai oleh Ir.
Soekarno, menggantikan Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) yang dibubarkan cepat. Anggota awalnya adalah 21 orang. Selanjutnya,
tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan enam orang termasuk Sayuti Melik.
Sayuti Melik termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam penculikan
Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945 (Peristiwa Rengasdengklok). Para
pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, bersama Shodanco
Singgih, salah seorang anggota Pembela Tanah Air (PETA), dan pemuda lain,
membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan
Hatta, ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang.

Saat konsep proklamasi Kemerdekaan dibuat oleh Bung Karno, Bung Hatta,
dan Achmad Subarjo di rumah Laksemana Muda Maeda, Sayuti bersama Sukarni
menjadi wakil dari golongan pemuda. Saat konsep itu selesai dan dibacakan, terjadi
perdebatan diantara mereka, terutama dari golongan pemuda yang kurang bisa
menerima kalimatnya yang oleh mereka dianggap terpengaruh oleh Jepang. Dalam
suasana tegang itu, Sayuti memberi gagasan, yakni agar teks proklamasi
ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia.
Usulnya diterima, Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti untuk mengetiknya.
Ia mengubah kalimat “Wakil-wakil bangsa Indonesia” mejadi “Atas nama bangsa
Indonesia”.
Setelah Indonesia merdeka, Sayuti Melik melanjutkan kiprah perjuangan di
jalur resmi, yakni menduduki jabatan penting di pemerintahan. Ia menjadi anggota
21
Komite Nasional Pusat (KNIP). Pada peristiwa Agresi Militer II Belanda di Yogyakarta
pada tahun 1949, Sayuti ditangkap dan dipenjara di Ambarawa, dan dibebaskan
setahun berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB). Setelah itu, diangkat menjadi
anggota MPRS dan DPR-GR sebagai Wakil angkatan 1945, dan menjadi Wakil
Cendekiawan pada tahun 1950. Pada tahun-tahun itu, Sayuti beberapa kali
melakukan semacam protes atas tindakan Presiden Soekarno, terutama saat
Soekarno menggagas Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme) sebagai ideologi
Indonesia dan juga saat Soekarno diangkat menjadi Presiden seumur hidup oleh
MPRS.
Terkait nasakom Sayuti mengusulkan Nasasos (nasionalisme agama sosialis).
Penentangan sekaligus pengusulan Nasasos itu salah satu disampaikan melaui
tulisan di beberapa Koran dan majalah dengan judul “Belajar Memahami
Soekarnoisme”, yang berbicara tentang perbedaan ajaran Soekarno dan Marxisme-
Leninisme doktrin PKI. Pada masa Orde Baru, Sayuti menjadi anggota DPR/MPR,
mewakili Golkar hasil pemilu 1971 dan pemilu 1977. Dan Soeharto memberikan
penghargaan bintang Mahaputra Adipradana (II) pada tahun 1973. Sebelumnya,
Sayuti Melik pernah menerima bintang Mahaputra tingkat V pada tahun 1961 dari
presiden Soekarno.Sayuti juga pernah mendapatkan piagam penghargaan atas
jasanya dibidang jurnalistik dari persatuan wartawan Indonesia (PWI) pada tahun
1977, dan penghargaan Satya Penegak Pers dari PWI pusat pada tanggal 23
Desember 1982.
Sayuti Melik meninggal pada tanggal 27 Februari 1989 setelah setahun sakit,
dan di makamkan di TMP Kalibata.

22
7. Burhanuddin Mohammad Diah (B.M. Diah)

B.M Diah merupakan bungsu dari delapan bersaudara, anak dari


pasangan Burhanuddin dan Siti Sa'idah. Ayahnya seorang yang terpandang di
Aceh pada zamannya karena kekayaannya. Meski demikian, kehidupan mapan
keluarga tersebut tidak sempat dinikmati Diah karena saat Diah baru berusia
seminggu, ia sudah ditinggal mati ayahnya. Di samping itu, di akhir hidupnya,
sang ayah pun hidup boros sehingga tidak meninggalkan harta yang banyak
bagi anak-anaknya. Kekayaan yang sempat dinikmati keluarganya pun hanya
tinggal cerita bagi Diah.

Ibunya yang tinggal sendirian membesarkan BM Diah dan saudara-


saudaranya, memilih berjualan emas, intan, dan pakaian untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Namun kebersamaan Diah dengan
ibunya pun hanya sementara, karena delapan tahun sepeninggal ayahnya, ibu
Siti Sa'idah juga meninggal. Diah kecil pun kemudian diasuh kakak
perempuannya, Siti Hafsyah. Meski kedua orangtuanya telah tiada, BM Diah
tetap serius bersekolah. Diah pertama sekali sekolah di HIS ( Hollandsch-
Inlandsche School). Namun karena ia tidak mau belajar di bawah asuhan guru-
guru Belanda, ia kemudian melanjut ke Taman Siswa di Medan,

23
Sumatera Utara. Saat Diah sudah berusia 17 tahun, ia meninggalkan Medan
menuju Jakarta. Di Jakarta, ia belajar di Ksatrian Institut (sekarang Sekolah
Ksatrian) yang dipimpin oleh Dr. EE Douwes Dekker. Di sekolah inilah, ia
memilih jurusan jurnalistik dan banyak belajar tentang dunia ke
wartawanan dari pribadi Douwes Dekker sehingga kelak membentuknya
menjadi wartawan handal.
Saat bersekolah di Ksatrian Institut, Diah sesungguhnya tidak mampu
membayar biaya sekolah. Namun karena semangat dan tekadnya yang keras
untuk belajar, Douwes Dekker mengizinkannya terus belajar. Bahkan, ia pun
dipercaya menjadi sekretaris di sekolah tersebut. Setelah tamat belajar dan
memiliki pengetahuan di bidang jurnalistik, Diah kembali ke Medan dan bekerja
sebagai redaktur harian Sinar Deli. Namun di sana ia hanya bekerja selama
satu setengah tahun. Setelah itu, ia sering berpindah-pindah. Pertama, dari
Medan ia kembali ke Jakarta dan bekerja di harian Sin Po sebagai tenaga
honorer. Kemudian pindah ke Warta Harian. Karena koran tersebut dibubarkan
karena alasan membahayakan keamanan, Diah pun lantas mendirikan
usahanya sendiri bernama Pertjatoeran Doenia yang terbit bulanan.

Saat penjajahan Jepang, Diah pernah bekerja di Radio Hosokyoku


sebagai penyiar siaran bahasa Inggris. Di saat yang bersamaan, ia juga bekerja
di Asia Raja. Namun karena hal itu ketahuan Jepang, ia pun dijebloskan ke
dalam penjara selama empat hari. Saat bekerja di Radio Hosokyoku, BM Diah
bertemu dengan Herawati, seorang penyiar lulusan jurnalistik dan
sosiologi di Amerika Serikat yang kemudian menjadi pendamping hidupnya.
Pasangan itu menikah pada 18 Agustus 1942 dan memberikan mereka dua
anak perempuan dan satu laki-laki. Pada April 1945, Diah bersama istrinya
mendirikan koran berbahasa Inggris Indonesian Observer. Setelah
Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, Diah bersama sejumlah
rekannya, seperti Joesoef Isak dan Rosihan Anwar juga turut memanggul
senjata untuk mempertahankan kemerdekaan. Percetakan Jepang "Djawa
Shimbun" yang menerbitkan Harian Asia Raja berhasil mereka kuasai tanpa
perlawanan dari tentara Jepang.

24
Setelah berhasil menguasai percetakan Jepang, pada 1 Oktober 1945,
Diah mendirikan Harian Merdeka sekaligus memimpinnya hingga akhir
hayatnya. Dalam kepemimpinannya, ia tetap konsisten menjadikan Harian
Merdeka sebagai salah satu surat kabar perjuangan yang khusus berbicara
mengenai politik. Sehingga pada awal tahun 1950-an, muncul istilah Personal
Journalism, sebuah corak jurnalistik yang berkembang setelah penyerahan
kedaulatan dari Belanda.
Sebagai seorang nasionalis yang pro-Soekarno dan menentang
militerisme, ia pernah bertolak pandangan dengan pihak militer setelah
Peristiwa 17 Oktober 1952. Akibatnya ia sering berpindah-pindah tempat untuk
menghindari kejaran petugas militer. Bahkan ketika pemerintah Orde Baru
yang lebih dikuasai militer memutuskan untuk mengubah sebutan Tionghoa
menjadi China dan Republik Rakyat Tiongkok menjadi Republik Rakyat China,
Koran Harian Merdeka bersama Harian Indonesia Raya tetap berani
mempertahankan istilah Tionghoa dan Tiongkok. Selain menjadi wartawan, BM
Diah pernah menjabat sebagai seorang birokrat. Setelah Indonesia merdeka
pada tahun 1959, BM Diah diangkat menjadi Duta Besar RI untuk
Cekoslowakia, Hongaria, dan untuk Kerajaan Inggris Raya, 1962. Kemudian
pada Era Orde Baru, ia diangkat menjadi Menteri Penerangan pada Kabinet
Ampera, tahun 1966 oleh Presiden Soeharto. Dalam perjalanan berikutnya, ia
juga pernah menjadi anggota DPR dan DPA.
Di luar pemerintahan, ia pernah menjabat sebagai Ketua PWI pada
tahun 1971, kemudian menjadi Presiden Direktur PT Masa Merdeka, dan Wakil
Pemimpin PT Hotel Prapatan-Jakarta. Di masa tuanya, ia kemudian mendirikan
Hottel Hyatt Aryaduta. Berkat jasa-jasanya yang teguh memperjuangkan
kepentingan bangsa dan negara, BM Diah menerima Bintang Mahaputra
Utama dari Presiden Soeharto pada 10 Mei 1978. Selanjutnya, menerima
piagam penghargaan dan medali perjuangan angkatan '45 dari Dewan Harian
Nasional Angkatan 45 pada 17 Agustus 1995.
Setelah berjuang melawan penyakit stroke sejak lama, BM Diah wafat
pada usia 79 tahun, tepatnya 10 Juni 1996 pukul 03.00 dini hari. Almarhum
mulai dirawat di RS Siloam Gleneagles Tangerang 25 April 1996, kemudian
dipindahkan ke RS Jakarta pada 31 Mei 1996 sampai akhirnya
menghembuskan nafas terakhir.
25
Menimbang jasa-jasanya yang cukup besar kepada negara, ia
dimakamkan di Taman Makam pahlawan Kalibata. Ia meninggalkan dua orang
istri, Herawati dan Julia binti Abdul Manaf, yang dinikahinya diam-diam ketika
ia bertugas di Bangkok, Thailand. Dari Herawati, ia memperoleh dua orang
anak perempuan dan seorang anak laki-laki, sementara dari istri keduanya ia
memperoleh dua orang anak: laki-laki dan perempuan.
Selama disemayamkan di rumah duka, hampir semua pejabat tinggi
negara di masa itu, mulai Presiden Soeharto dan Wapres serta Ny Try
Soetrisno hingga sejumlah Menteri Kabinet Pembangunan VI melayat.
Demikian juga dengan tokoh-tokoh seperjuangan almarhum membanjiri rumah
duka di kawasan elite Jakarta Selatan itu. Di antara teman-teman almarhum
yang tampak hadir antara lain Dr Roeslan Abdulgani, Soebadio Sastrosatomo,
Mochtar Lubis, Ny Supeni, para mantan pejabat senior Departemen
Penerangan, mantan Menko Polkam Soerono, Kharis Suhud, Yakob Oetama,
Soebronto Laras, dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Tampak pula Menteri
Penerangan Harmoko, mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim,
Pangdam Jaya Mayjen Sutiyoso, M.H. Isnaini, S.K. Murti, Dahlan Iskan, serta
sejumlah wartawan senior dari berbagai media massa.

Menurut istrinya, Herawati, hingga menjelang akhir hayatnya, BM masih


tetap bekerja. Padahal suaminya itu telah menderita berbagai macam penyakit,
seperti penyakit ginjal, paru-paru, dan diabetes. Meski demikian, jantung
almarhum masih cukup kuat. "Itulah sebabnya, meski mengidap berbagai
macam penyakit, Bapak masih terus bekerja," katanya. Sebagai seorang istri
yang telah lama mendampingi BM Diah, Herawati menilai suaminya itu adalah
wartawan dan nasionalis sejati yang memperjuangkan kepentingan bangsa
dan negara.

26
8. Latief Hendraningrat

Latief Hendraningrat Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi - lahir di


Jakarta, 15 Februari 1911 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1983 pada umur 72 tahun)
adalah seorang prajurit PETA berpangkat Sudanco pengerek bendera Sang Saka
Merah Putih tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56. Beliau
mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum. Saat menjadi mahasiswa itu ia
sekaligus mengajar bahasa Inggris di beberapa sekolah menengah swasta, seperti
yang dikelola oleh Muhammadiyah dan Perguruan Rakyat. Ia pernah dikirim oleh
pemerintah Hindia Belanda ke World Fair) di New York, sebagai ketua rombongan tari.
Dalam masa pendudukan Jepang ia giat dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen
Kunrenshoo), kemudian menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air (Peta).
Dalam masa setelah Proklamasi Kemerdekaan, beliau terlibat dalam berbagai
pertempuran. Kemudian menjabat komandan Komando Kota ketika Belanda
menyerbu Yogyakarta (1948). Setelah berhasil keluar dari Yogyakarta yang sudah
terkepung, beliau melakukan gerilya. Setelah penyerahan kedaulatan, beliau mula-
mula ditugaskan di Markas Besar Angkatan Darat, kemudian ditunjuk sebagai atase
militer Rl untuk Filipina (1952), lalu dipindahkan ke Washington hingga tahun 1956.
Sekembalinya di Indonesia beliau ditugaskan memimpin Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (SSKAD, yang kini menjadi Seskoad). Jabatannya setelah itu antara
lain rektor IKIP Negeri Jakarta (1964-1965). Pada tahun 1967 Hendraningrat

27
memasuki masa pensiun dengan pangkat brigadir jenderal. Sejak itu beliau menjadi
seorang wiraswastawan dan aktif di Yayasan Perguruan Rakyat, organisasi Indonesia
Muda dan ASITA (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies).

28
9. S. Soehoed

S. Suhud atau lengkapnya Suhud Sastro Kusumo, Beliau adalah salah seorang
pengibar bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Tepatnya sebagai pendamping Pak latif Hendraningrat. Bagaimana
ceritanya soal peristiwa Proklamasi ini ? Soediro (Mantan Walikota Jakarta tahun 50-
an), saat tahun 1945 menjabat wakil kepala barisan Pelopor, bercerita. Sejak tanggal
14 Agustus 1945, dia menugaskan Soehoed (Foto diatas, tampak dalam proklamasi
foto sebagai seorang pemuda bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor
istimewa untuk menjaga keluarga Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 subuh,
Soehoed melaporkan bahwa telah datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-
kawannya.
Soehoed tidak curiga karena Caherul juga anggota pelopor istimewa. Demikian
juga ketika Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada kecurigaan sebagai peristiwa
penculikan. Pada mereka timbul semangat lagi ketika Soekarno kembali pada tanggal
16 Agustus 1945 malam hari. Berkaitan dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan
barisan Pelopor Jakarta) untuk melakukan persiapan upacara 17 Agustus 1945,
Soediro memanggil para pembantunya untuk turut menyebarkan akan adanya acara
sangat penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas
untuk menyampaikan instruksi tertulis yang ditujukan pada para anggota barisan
pelopor istimewa dan eksponen barisan pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai
(pimpinan di kawedanaan) dan Cutai-cutai (pimpinan dikecamatan) banyak yang
sudah dihubungi sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain,

29
berkumpul dilapangan Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk
keperluan menghadiri upacara penting.
Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju Ikada, dia heran karena
melihat disitu banyak Jepang bersenjata. Timbul pertanyaan dibenaknya, apakah
berita sudah bocor ? Dia lalu menghubungi Dr Muwardi dirumahnya dan dari
penjelasan Dr Muwardi ternyata Proklamasi tidak jadi di Ikada tapi dirumah Soekarno.
Maka dengan cepat disebarkanlah pembetulan informasi bahwa pelaksanaan
proklamasi dipindahkan di Pegangsaan Timur 56. Kepada Soehoed diperintahkan
untuk menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar depan, hanya beberapa meter
dari teritis rumah. Setelah itu Soediro pulang kerumahnya sebentar. Ketika dia kembali
dilihatnya telah hadir walikota Soewirjo, Dr Muwardi, Mr Wilopo, Mr Abdul Gafar
Pringgodigdo, Tabrani, SK Trimurti dan masih banyak lagi. Tidak tampak wajah
Wikana, Soekarni, Chaerul Saleh maupun Adam Malik.
Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan versterker (amplifier)
yang disewa dari Gunawan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system “Radio
Satrija” yang beralamat dijalan Salemba Tengah no.24. Acara proklamasi sederhana
ini mengikuti mata acara yang dipersiapkan yaitu : Pembacaan proklamasi oleh
Soekarno disambung pidato singkat. Pengerekan bendera merah putih, Sambutan
Soewirjo dan Sambutan Dr Muwardi. Pada acara yang terjadi, pertama, Soekarno
membaca Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan telah ditandatangani
Soekarno-Hatta. Kemudian Soekarno berpidato singkat tanpa teks . Setelah itu beliau
berdoa seraya mengangkat kedua telapak tangannya. Untuk pengerekan bendera
awalnya diminta kesediaan Trimurti, tapi dia menolak lalu mengusulkan sebaiknya
dilakukan oleh seorang prajurit. Maka Latif Hendraningrat, yang masih memakai
seragam lengkap PETA, maju kedepan sampai dekat tiang bendera. Soehoed
didampingi seorang pemudi muncul dari belakang membawa sebuah baki nampan
berisi bendera Merah Putih (bendera pusaka yang dijahit Fatmawati beberapa waktu
sebelumnya). Maka dikereklah bendera tersebut oleh Latif dibantu Soehoed. Setelah
berkibar, spontan hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Melihat foto Proklamasi,
nampak membelakangi lensa Fatmawati dan Trimurti. Tampak Soekarno bersama
Hatta lebih maju dari tempat berdiri saat pembacaan proklamasi. Sebuah foto lain
yang diambil dari belakang Soekarno, menggambarkan para hadirin lainnya yang
berdiri dekat tiang bendera. Mereka terdiri dari para pemuda-mahasiswa Ika dai
Gakku. Pada acara ketiga, Soewirjo yang dizaman Jepang sudah menjabat wakil
30
walikota berpidato. IPPHOS juga mengabadikan peristiwa ini. Namun sampai hari ini
tiada dokumen yang menjelaskan apa yang diucapkan Soewirjo. Demikian juga tidak
ditemukannya naskah pidato Dr Muwardi yang akan mengisi acara keempat (ada
cerita kalau beliau membacakan preambul UUD). Setelah upacara selesai
berlangsung, tiba-tiba masuk sambil berlari kurang lebih 100 orang anggota pelopor
yang dipimpin S.Brata. Mereka tidak tahu terjadinya perubahan tempat, sehingga
ketinggalan acara. Namun menuntut terus agar Soekarno membacakan lagi
Proklamasi. Akhirnya Soekarno yang sudah masuk kamar, keluar lagi dan
menjelaskan melalui mikrofon bahwa pembacaan Proklamasi tidak dapat diulang.
Karena masih kurang puas mereka minta kepada Hatta untuk memberikan amanat
singkat. Hatta kemudian meluluskannya . Yang juga terlambat adalah Dr Radjiman
Wedjodiningrat dan beberapa anggota PPKI. Setelah acara selesai, Soediro dan Dr
Muwardi memilih 6 orang anggota barisan pelopor istimewa, pelatih pencak silat
menjadi pengawal Soekarno-Hatta Kelompok ini dipimpin oleh Soemartojo. Sampai
selesainya proklamasi fihak Jepang tidak menyadari apa yang telah terjadi. Mereka
baru datang setelah Hatta pulang kerumahnya. Tiga orang perwira Jepang yang
datang ini mengaku diutus Gunseikanbu (kepala pemerintahan militer Jepang) untuk
melarang Proklamasi. Tapi Soekarno yang menghadapinya dengan tenang,
menjawab bahwa Proklamasi sudah dilaksanakan.

31
10. Raden Soerwirjo

Raden Suwiryo adalah kepala daerah pertama Jakarta, pada masa


pendudukan Jepang. Sebelumnya posisi walikota ditempati oleh seorang pembesar
Jepang bernama Tokubetsyu Sityo dan Suwiryo sebagai wakil walikota I serta
Baginda Dahlan Abdullah sebagai wakil walikota II. Pria kelahiran Wonogiri, Jawa
Tengah, 17 Februari 1903 ini merupakan tokoh pergerakan Indonesia. Suwiryo pernah
menjadi Ketua Umum Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Wakil Perdana Mentri pada
Kabinet Sukiman.
Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak selesai. Dia
sempat bekerja di Centraal Kantoor voor de Statistik, bergiat di bidang partikelir,
menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Menjadi
pegawai pusat Bowkas "Beringin", sebuah kantor asuransi dan menjadi pengusaha
obat di Cepu, Jawa Tengah.

Di masa mudanya, Suwiryo aktif dalam perhimpunan pemuda Jong Java


lalu membawa dirinya aktif di PNI. Setelah PNI bubar pada 1931, Suwiryo turut
mendirikan Partindo. Pada zaman pendudukan Jepang, Suwiryo aktif di Jawa Hokokai
dan Putera. Proses Suwiryo menjabat sebagai wali kota dimulai pada Juli 1945.
Dengan kapasitasnya sebagai wakil walikota, secara diam-diam Suwiryo melakukan
nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota.

32
Peralihan kekuasaan dari Jepang

Pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu setelah bom atom
dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita takluknya Jepang ini sengaja
ditutup-tutupi. Namun Suwiryo, dengan berani menanggung segala akibat
menyampaikan kekalahan Jepang ini kepada masyarakat Jakarta dalam suatu
pertemuan. Hingga demam kemerdekaan pun melanda Ibu Kota, termasuk meminta
Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Perpindahan
kekuasaan dari Jepang dilakukan tanggal 19 September 1945 dan Suwiryo ditunjuk
sebagai Walikota Jakarta pada 23 September 1945.

Ketika kedua pemimpin bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan,


Suwiryolah salah seorang yang bertanggung jawab atas terselenggaranya proklamasi
di kediaman Bung Karno. Semula akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini
Monas) tapi karena balatentara Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap,
maka dipilihlah kediaman Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur. Selain berperan
dalam terselenggaranya proklamasi kemerdekaan, Suwiryo dari PNI pada 17
September 1945 bersama para pemuda, ikut menggerakkan massa menghadiri rapat
raksasa di lapangan Ikada (Monas) untuk mewujudkan tekad rakyat siap mati untuk
mempertahankan kemerdekaan. Rapat raksasa di Ikada ini dihadiri bukan saja oleh
warga Jakarta tapi juga Bogor, Bekasi, dan Karawang.

Suwiryo sempat ditangkap pasuka NICA pada 21 Juli 1947 di kediamannya,


kawasan Menteng. Selama lima bulan dia disekap di daerah Jalan Gajah Mada
kemudian pada November 1947 dia diterbangkan ke Semarang untuk kemudian ke
Yogyakarta. Kala itu Presiden Sukarno dan Wakil Presiden, Hatta hijrah ke
Yogyakarta. Suwiryo diculik NICA, lantaran terbilang vokal. Dia memilih tetap berada
di Jakarta serta menginstruksikan kepada semua pegawai pamongpraja agar tetap
tinggal di tempat menyelesaikan tugas seperti biasa. Di kota perjuangan, walikota
pertama Jakarta ini disambut besar-besaran oleh Panglima Besar Sudirman yang
datang ke stasion Tugu. Di sana Suwiryo ditempatkan di Kementrian Dalam Negeri RI
sebagai pimpinan Biro Urusan Daerah Pendudukan (1947-1949). Pada September
1949, Suwiryo kembali ke Jakarta sebagai wakil Pemerintah pada Republik Indonesia
Serikat (RIS).
33
Pada 17 Februari 1950 Presiden RIS, Sukarno mengangkatnya kembali
sebagai Walikota Jakarta Raya. Pada 2 Mei 1951, Suwiryo diangkat jadi Wakil PM
dalam Kabinet Sukiman-Suwirjo. Jabatan walikota diganti oleh Syamsurizal dari
Masyumi.
Setelah berhenti menjadi Wakil PM, kemudian Suwiryo diperbantukan
beberapa saat di Kementrian Dalam Negri. Setelah itu Suwiryo menjabat sebagai
Presiden Direktur Bank Umum merangkap Presiden Komisaris Bank Industri Negara
(BIN) yang kemudian dikenal dengan Bapindo.

Suwiryo meninggal pada 27 Agustus 1967 pada usia 64 tahun dan dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

34
PENUTUP

Kesimpulan

Terjadinya peristiwa proklamasi tidak terlepas dari peran banyak pihak, tanpa
adanya keberadaan orang-orang tersebut maka tidak akan terjadi peristiwa
proklamasi. Terjadinya peristiwa besar seperti proklamasi pasti melibatkan banyak
orang, mulai dari mereka yang berperan besar maupun yang berperan dalam hal-hal
kecil. Diantara sekian banyak orang-orang yang terlibat, terdapat beberapa tokoh
yang memiliki peran penting dalam terjadinya peristiwa proklamasi. Diantara tokoh-
tokoh tersebut ada Soekarno dan Hatta yang merupakan bapak proklamator bangsa
Indonesia. Ada juga Ahmad Subardjo yang dengan keberaniannya menjaminkan
nyawanya kepada para pemuda, jika proklamasi tidak dilaksanakan seccepatnya. Ibu
Fatmawati yang merupakan istri dari Soekarno, beliau lah yang menjahit bendera
merah putih yang dikibarkan dalam upaca proklamasi kemerdekaan. Tokoh dari
golongan muda seperti Sukarni, yang menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok
untuk mendesak agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Ada juga
Sayuti Melik, orang yang mengetik naskah proklamasi rancangan Soekarno, Hatta
dan Ahmad Subardjo.

35
DAFTAR PUSTAKA

https://profil.merdeka.com/indonesia/m/mohammad-hatta/
https://profil.merdeka.com/indonesia/s/soekarno/
https://profil.merdeka.com/indonesia/f/fatmawati-soekarno/
https://profil.merdeka.com/indonesia/a/achmad-subardjo/
http://www.biografipahlawan.com/2014/12/biografi-sukarni-yang-pemberani.html
http://www.biografipahlawan.com/2014/12/biografi-sayuti-melik.html
http://sejarahri.com/biografi-sayuti-melik/
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/3279-wartawan-
nasionalis-tiga-zaman
http://www.gurusejarah.com/2015/01/latif-hendraningrat.html
http://www.gurusejarah.com/2015/01/s-suhud.html
http://news.okezone.com/read/2012/06/28/507/655216/raden-suwiryo-walikota-
pertama-jakarta

36

Anda mungkin juga menyukai