Anda di halaman 1dari 9

A.

Uraian Materi
1. KALOR

Kalor merupakan perpindahan suatu energi panas yang disebabkan


adanya suhu atau usaha suatu benda. Menurut Asas Black, apabila ada dua
benda yang suhunya berbeda kemudian disatukan atau dicampur maka akan
terjadi aliran kalor dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang
bersuhu rendah. Aliran ini akan berhenti sampai terjadi keseimbangan termal
(suhu kedua benda sama).

Secara matematis dapat dirumuskan :

Q lepas = Q terima

Yang melepas kalor adalah benda yang suhunya tinggi dan yang menerima
kalor adalah benda yang bersuhu rendah. Menurut kenyataannya bahwa :

 Kalor yang diberikan pada benda sebanding dengan kenaikan suhu.


 Kalor yang diberikan pada benda menaikkan suhu sebanding massa benda.
 Kalor yang diberikan pada benda menaikkan suhu tergantung jenis benda.
 Jumlah kalor yang diperlukan untuk suatu sistem :
𝑸 = 𝒎 𝒄 ∆𝑻
2. Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan


energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.
Pada termodinamika telah kita ketahui bahwa energi yang pindah itu dinamakan
kalor (heat). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan
bagaimana energi kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain, tetapi juga
dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisikondisi tertentu.
Kenyataan di sini yang menjadi sasaran analisis ialah masalah laju perpindahan,
inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dari ilmu termodinamika.
(Holman,1997)
3. Perpindahan panas secara konduksi

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi


pada suatu media padat, atau pada media fluida yang diam. Konduksi terjadi
akibat adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan
permukaan yang lain pada media tersebut. Ilustrasi perpindahan panas secara
konduksi seperti digambarkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi

Sumber : (maslatip.com)
Konsep yang ada pada konduksi merupakan suatu aktivitas atomik dan
molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan
energi dari partikel yang lebih energetik (molekul yang lebih berenergi atau
bertemperatur tinggi) menuju partikel yang kurang energetik (molekul yang
kurang berenergi atau bertemperatur lebih rendah), akibat adanya interaksi
antara partikel-partikel tersebut.
Proses perpindahan panas secara konduksi pada steady state melalui dinding
datar suatu dimensi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Perpindahan panas konduksi pada


bidang datar Sumber: (Incropera dan DeWitt,
3rd ed.)
Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier (Fourier Law of
Heat Conduction) tentang konduksi, yang persamaan matematikanya dituliskan
sebagai berikut ( Kreith, Frank, 1997):
dT
Qk   KA
dX
Dimana :
Qk = Laju perpindahan panas konduksi (W)
K = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)
A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m^2)
dT/dX = Gradien temperature pada penampang tersebut (K/m)
Tanda (-) diselipkan agar memenuhi hukum Thermodinamika II, yang
menyebutkan bahwa, panas dari media bertemperatur lebih tinggi akan bergerak
menuju media yang bertemperatur lebih rendah.
Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan menunjukkan laju perpindahan panas
yang mengalir dalam suatu bahan. Konduktivitas thermal kebanyakan bahan
merupakan fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau suhu naik, akan tetapi
variasinya kecil dan sering kali diabaikan. Jika nilai konduktivitas thermal suatu
bahan makin besar, maka makin besar juga panas yang mengalir melalui benda
tersebut. Karena itu, bahan yang harga k-nya besar adalah penghantar panas yang
baik, sedangkan bilak-nya kecil bahan itu kurang menghantar atau merupakan
isolator.
Tabel 1. Nilai Konduktivitas Bahan (Holman, 1997)
Bahan Bahan
k (W/m.C) k (W/m.C)
Logam Non Logam
Perak 410 Kuarsa 41,6
Tembaga 385 Magnesit 4,15
Aluminium 202 Marmar 2,08 – 2,94
Nikel 93 Batu pasir 1,83
Besi 73 Kaca, jendela 0,78
Baja karbon 43 Kayu 0,08
Timbal 35 Serbuk gergaji 0,059
Baja krom-nikel 16,3 Wol kaca 0,038
Emas 314 Karet 0,2
Polystyrene 0,157
Polyethylene 0,33
Polypropylene 0,16
Polyvinyl Chlorida 0,09
Kertas 0,166

Zat cair Gas


Air raksa 8,21 Hidrogen 0,175
Air 0,556 Helium 0,141
Amonia 0,540 Udara 0,024
Minyak lumas 0,147 Uap air (jenuh) 0,0206
SAE 50
Freon 12 0,073 Karbondioksida 0,0146

4. Perpindahan kalor secara konveksi


Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi
dari suatu permukaan media padat atau fluida yang diam menuju fluida yang
mengalir atau bergerak, begitu pula sebaliknya, yang terjadi akibat adanya perbedaan
temperatur. Ilustrasi perpindahan panas secara konveksi digambarkan seperti Gambar
2.3

Gambar 2.3 Proses perpindahan panas secara konveksi


Sumber: (nasrulbintang.files.wordpress.com)

Suatu fluida memiliki temperatur (T) yang bergerak dengan kecepatan (V),
diatas permukaan benda padat (Gambar 2.4). Temperatur media padat lebih tinggi
dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas secara konveksi dari
benda padat ke fluida yang mengalir.
Gambar 2.4 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media
padat ke fluida yang mengalir
Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)
Jika proses aliran fluida tersebut diinduksikan oleh sebuah pompa atau sistem
pengedar (circulating system) yang lain, maka digunakan istilah konveksi yang
dipaksakan (forced convection). Bertentangan dengan itu, jika aliran fluida timbul
karena gaya apung fluida yang disebabkan oleh pemanasan, maka proses tersebut
dinamakan konveksi bebas (free) atau konveksi alami (natural). Persamaan dasar
untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi yaitu:
Qh  HAT
Dimana : q = Laju perpindahan panas (W), h = Koefisien perpindahan panas
konveksi (W/ m2.0C)
A = Luas permukaan ( m2)
∆T = Perbedaan temperatur (0C)
Banyak parameter yang mempengaruhi perpindahan kalor konveksi di dalam
sebuah geometri khusus. Parameter-parameter ini termasuk luas permukaan (A),
konduktivitas termal fluida (k), biasanya kecepatan fluida (V), kerapatan (ρ) ,
viskositas (µ) , panas jenis (Cp), dan kadang-kadang faktor lain yang berhubungan
dengan cara-cara pemanasan (temperatur dinding seragam atau temperatur dinding
berubah-ubah). Fluks kalor dari permukaan padat akan bergantung juga pada
temperatur permukaan (Ts) dan temperatur fluida (Tf), tetapi biasanya dianggap
bahwa (ΔT = Ts – Tf) yang penting. Akan tetapi, jika sifat-sifat fluida berubah
dengan nyata pada daerah pengkonveksi (convection region), maka
temperaturtemperatur absolute Ts dan Tf dapat juga merupakan faktor-faktor penting
didalam korelasi. Jelaslah bahwa dengan sedemikian banyak variablevariabel
penting,maka korelasi spesifik akan sulit dipakai, dan sebagai konsekuensinya maka
korelasi-korelasi biasanya disajikan dalam pengelompokkan-pengelompokkan tak
berdimensi (dimensionless groupings) yang mengizinkan representasi-representasi
yang jauh lebih sederhana. Juga faktor-faktor dengan pengaruh yang kurang penting,
seperti variasi sifat fluida dan distribusi temperatur dinding, seringkali diabaikan
untuk menyederhanakan korelasi-korelasi tersebut. (Stoecker dan Jones, 1982)

5. Perpindahan kalor secara radiasi


Perpindahan panas radiasi dapat dikatakan sebagai proses perpindahan panas
dari satu media ke media lain akibat perbedaan temperatur tanpa memerlukan media
perantara. Peristiwa radiasi akan lebih efektif terjadi pada ruang hampa, berbeda dari
perpindahan panas konduksi dan konveksi yang mengharuskan adanya media
perpindahan panas. Ilustrasi perpindahan panas secara radiasi digambarkan seperti
gambar 2.5.

Gambar 2.5 Proses perpindahan panas secara radiasi


Sumber : (maslatip.com)

Pembahasan termodinamika menunjukkan bahwa radiator (penyinar) ideal,


atau benda hitam (blackbody), memancarkan energi dengan laju yang sebanding
dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas
permukaan.

Q pancaran  eAT 4
Dimana : Q = Daya pancaran radiasi matahari (Watt) , σ = Koefisien Stefan
Boltzmann (5,669. 10-8 Watt/m2K4) , A= Luas penampang yang di radiasikan (m2), e
= emisivitas benda hitam , T= suhu mutlak (Kelvin). (Reynold dan Perkins, 1983)

6. Kalor jenis dan Kapasitas kalor

Jika kita memanaskan suatu zat maka jumlah kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu zat tersebut tergantung berapa jumlah massa air,zat,dan nilai
kenaikan suhu zat tersebut. Secara umum jika kita memanaskan suatu zat tertentu
maka jumlah kalor yang diperlukan akan sebanding dengan massa dan kenaikan
suhunya. bahwa jenis zat sangat menentukan jumlah kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu zat tersebut. Ketergantungan jumlah yang diperlukan untuk
menaikkan suhu terhadap jenis zat disebut dengan istilah kalor jenis yang diberi
simbol dengan c.

Kalor jenis (c) adalah jumlah panas yang harus ditambahkan atau dihilangkan
pada satu satuan massa zat itu untuk mengubah temperature 1 .
Persamaan kalor yaitu : Q = m c ∆T
Keterangan :
Q = banyaknya kalor satuan joule (J)
c = kalor jenis zat satuan J / kg °C
m = massa zat satuan kg
∆ T = perubahan suhu satuan °C

Hal-hal berkenaan mengenai berbagai peristiwa tentang perpindahan kalor


beserta cara perpindahannya. Dan pemecahan dalam berbagai masalah yang berkaitan
dengan perpindahan kalor beserta contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Satu Kilokalori (1 kkal) adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
1 Kg air sebesar 1oC. Zat yang berbeda (dengan massa zat yang sama, misalnya 1
Kg) memerlukan kuantitas kalor yang berbeda untuk menaikkan suhunya sebesar 1oC
.Secara umum,kalor jenis zat merupakan fungsi suhu zat tersebut meskipun
variasinya cukup kecil terhadap variasi suhu. Sebagai contoh, dalam rentang suhu
0oC – 100oC, kalor jenis air berubah kurang dari 1% dari nilainya sebesar 1,00
cal/groC pada 15oC.
Jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu yang sama dari suatu
benda tentu saja berada dibandingkan dengan benda lain. Perbandingan antara
jumlah kalor yang diberikan dengan kenaikan suhu suatu benda disebut dengan
kapasitas kalor dan diberi simbol dengan C.
Kapasitas kalor ( C ) adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
seluruh benda sebesar satu derajat. Kapasitas kalor dinyatakan dalam J K-1 atau J
(oC)-1.
Rumus : Q = C ∆T
Keterangan :
C = kapasitas kalor zat, (J/K atau J/oC atau kal/oC)
Q = jumlah kalor yang diberikan pada zat (joule (J) atau kal)
∆T = perubahan suhu zat, (K atau oC)
Untuk menentukan kalor jenis zat dapat digunakan alat yang disebut
kalorimeter. Hubungan antara kapasitas kalor C dengan kalor jenis c suatu zat dapat
diperoleh dengan Rumus :
C  m.c
Keterangan :
C = kapasitas kalor zat, (J/K atau J/oC atau kal/oC)
c = kalor jenis zat satuan J / kg °C
m = massa zat satuan kg
7. Kalor laten dan perubahan wujud
Sebuah benda dapat berubah wujud ketika suhunya dinaikkan atau
diturunkan. Apabila suatu zat padat,misalnya es,dipanaskan,ia akan menyerap kalor
dan berubah wujud menjadi zat cair. Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair ini
disebut melebur. Suhu zat yang mengalami peleburan disebut titik lebur zat.
Kejadian yang sebaliknya adalah membeku,yaitu perubahan wujud zat dari cair
menjadi padat. Suhu di mana zat mengalami pembekuan disebut titik beku.

Jika zat cair ini kita panaskan terus akan menguap dan berubah wujud
menjadi gas. Perubahan wujud zat dari cair menjadi uap (gas) disebut menguap.
Pada peristiwa penguapan dibutuhkan kalor. Hal ini dapat kita buktikan, ketika kita
mencelupkan jari tangan kita ke dalam cairan spiritus atau alcohol. Spiritus atau
alcohol adalah zat cair yang mudah menguap, untuk melakukan penguapan
ini,spiritus atau alcohol menyerap panas dari jari kita,sehingga jari tangan kita terasa
dingin. Peristiwa lain yang memperlihatkan bahwa proses penguapan membutuhkan
kalor adalah mendidih. Menguap hanya terjadi pada permukaan zat cair dan dapat
terjadi pada sembarang suhu,sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair
dan hanya terjadi pada suhu tertentu yang disebut titik didih. Proses kebalikan dari
menguap adalah mengembun, yaitu perubahan wujud dari uap menjadi cair.

Ketika sedang berubah wujud,baik melebur, membeku, menguap dan


mengembun, suhu tetap, walaupun ada pelepasan atau penyerapan kalor. Dengan
demikian, ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat perubahaan
wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan suhu. Kalor
semacan ini disebut kalor laten dan disimbolkan dengan huruf L. Besar kalor ini
ternyata bergantung juga pada jumlah zat yang mengalami perubahan wujud (massa
benda). Jadi,kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu benda untuk
mengubah wujudnya per satuan massa. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa :
Q = mL
Kalor laten beku besarnya sama dengan kalor laten lebur dan biasanya disebut
dengan kalor lebur. Kalor lebur es Lf pada suhu dan tekanan normal sebesar 334
kJ/kg. Kalor laten uap besarnya sama dengan kalor laten embun dan biasanya disebut
dengan kalor uap. Kalor uap air Lv, pada suhu dan tekanan normal sebesar 2256
kJ/kg.

Daftar Pustaka
Kreith,Frank dan Arko prijono.prinsip-prinsip perpindahan panas.Edisi ketiga.
Erlangga:Jakarta.1997.
Holman, J.P. 1986. Heat Transfer, Sixth Edition. Mc Graw-Hill, Book Company,
Inc : Singapore.
Holman, J.P., dan jasjfi.Perpindahan Kalor.Edisi keenam.Erlangga:Jakarta.1997
Incropera, F.P., dan Dewitt, D.P., Fundamental of Heat and Mass Transfer, John
Wiley & Sons, 2002.
Reynolds, William C dan Perkins, Henry C. 1983. Engineering Thermodinamics.
McGraw Hill. New York.
Stoecker, Wilbert F dan Jones, Jerold W.1982. Refrigeration and Air Conditioning.
New York.

Anda mungkin juga menyukai