TERLUKA
Orang Yang Dijamin Masuk Neraka: Amr bin Hisyam atau Abu Jahal
Abu Jahal terus melanjutkan penghalangan dan pelarangan setiap orang yang
ingin membantu kaum muslimin. Hingga, suatu ketika dia terpaksa dipukul salah
seorang kaum musyrikin dan melukainya. Dengan itulah terhenti pemboikotan
secara zhalim kepada kaum muslimin.
Maka saat itu, bertepatan dengan datangnya Abu al-Bukhturi bin Hisyam. Dia
berkata kepada Abu Jahal: ‘Apa yang kau perbuat padanya?’
Abu Jahal enggan dan melarang, hingga keduanya saling tarik-menarik. Abu al-
Bukhturi mengambil tulang onta lantas memukulkannya pada Abu Jahal hingga
sobek keningnya dan luka, lalu menginjaknya dengan kakinya sekuat tenaga
seraya berkata:
Sebagian suku Quraisy telah merasakan dampak buruk dari pemboikotan yang
berdosa ini. Mereka saling menarik simpatik dan berembuk di malam hari untuk
menurunkan lembaran pemboikotan dan pergi ke tempat perkumpulan orang
Quraisy seraya berkata,
‘Akankah kita makan, memakai pakaian, sedangkan Bani Hisyam dan al-
Muththalib binasa. Mereka tidak berdagang maupun membeli?! Marilah kita
robek lembaran pemboikotan yang zhalim ini.’
Seakan-akan petir menyambar kepala Abu Jahal, maka dia berkata, ‘Perkara ini
telah diputuskan semalam.’ Kemudian lembaran itu dirobek dan keluarlah Bani
Hasyim dan Bani al-Muththalib dari tempat mereka.”
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berputus asa terhadap negeri dan
kaumnya, muncullah cahaya yang bersinar bagi dakwah dan risalahnya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan bagi Beliau para penolong yang memiliki tabiat
yang kokoh, kemauan yang kuat, keyakinan yang berakar, merekalah kaum
Anshar, yang membai’at Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, Bai’tul Aqabah.
Baiat ini benar-benar menjadi pembuka bagi kaum muslimin. Baiat tersebut
memerangi manusia yang merah ataupun hitam, untuk perjuangan demi
meninggikan kalimat yang haq.
Di antara kabar yang langka dan penting dalam kejadian hijrah, bahwasanya al-
Ayyasy bin Abi Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu –saudara seibu Abu Jahal dan anak
pamannya- termasuk orang terdahulu dan paling awal, lagi ikut hijrah dua kali,
Abu Jahal tidak terima saat saudaranya hijrah dan merasakan kenikmatan Islam di
antara kaum Anshar di Madinah. Abu Jahal dan saudaranya al-Harits bin Hisyam
keluar hingga keduanya sampai ke Madinah –saat itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam masih di Mekah- Abu Jahal membisikkan kepada ‘Ayyasy
dengan perkataan yang bejat lagi penuh tipu daya: “Sesungguhnya ibumu
bernadzar tidak akan menyisir rambutnya, hingga ia melihatmu dan tidak pula
bernaung dari terik matahari hingga melihatmu.”
Maka Ayyasy radhiyallahu ‘anhu terasa tersentuh dengan apa yang didengarya,
Umar radhiyallahu ‘anhu mengisyaratkan agar dia tidak mendengarkan setan ini.
Akan tetapi Ayyasy dikuasai oleh perasaan cinta, selaku anak terhadap orang tua.
Dia membenarkan apa yang dikabarkan Abu Jahal. Dia pun keluar bersama
keduanya. Hingga sampai keluar jalan, kedua orang itu menawannya lalu
mengikatnya dengan kuat, kemudian keduanya memasuki Mekah di siang hari
sedang Ayyasy radhiyallahu ‘anhu dalam keadaan terikat. Kemudian keduanya
berkata: “Wahai penduduk Mekah, berbuatlah demikian terhadap orang-orang
bodoh di antara kalian, sebagaimana kami berbuat terhadap orang bodoh kami
ini.”
Dahulu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan rahmat-Nya –
sebagaimana terdapat dalam Shahihain- dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Beliau mendoakan Ayyasy, Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam dalam
Qunut shalat Isya.
Hijrah orang-orang terkemuka lagi baik, dalam keadaan yang bagus lagi
menakjubkan, sedikit menyulut kemarahan para penyembah patung. Abu Jahal
dan kaum musyrikin melihat bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan bergabung dengan para sahabatnya di al-Madinah al-Munawwarah. Maka
hal ini membuat para pembesar Quraisy mengadakan muktamar, mereka
bersepakat, satu hari yang diberi nama ‘az-Zahmah’ (hari yang padat),
dikarenakan berjubelnya orang setingkat preman dan rakyat jelata, semua
menunggu putusan pemuka mereka yaitu orang-orang yang berkumpul di sekitar
si Fasiq Abu Jahal di Darun Nadwah.
Para hadirin berkata dengan suara yang berat, “Apa itu wahai Abu al-Hakam?”
Abu Jahal menjawab, saat itu tanda pengkhianatan ada di wajah dan kedua
matanya: “Menurut hematku, kita mengambil dari setiap suku seorang pemuda
yang kuat dari bangsawan, menjadi wakil kita. Kemudian kita memberi setiap
pemuda dari mereka pedang tajam, lalu mereka menemui Muhammad dan
kesemuanya serempak menyerangnya hingga mati. Maka darahnya berpencar di
antara banyak suku. Dengan demikian Bani Abdi Manaf tidak akan mampu
memerangi kaumnya secara keseluruhan. Maka, mereka akan rela terhadap kita
dengan al-Aql. Kita pun mengganti dan menunaikannya dengan membayar denda
untuk mereka.
Setan telah menyelimuti mereka, para pelampau batas. Di depan pintu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berjaga-jaga hingga beliau tertidur, agar
mereka menyergap dan membunuhnya. Dan kehendak Allah Subhanahu wa
Ta’ala menopang Nabi-Nya, hingga mereka orang-orang jelek itulah yang
tertidur.
“Maka, kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS.
Yaasiin: 9)
Asma radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Demi Allah, aku tidak tahu di mana
ayahku.”
Maka, si jelek lagi keji itu mengangkat tangannya dan menampar Asma
radhiyallahu ‘anhu, dengan tanpa belas kasihan hingga jatuh anting-antingnya,
karena kerasnya tamparan yang penuh kedengkian itu.
Demikianlah, kerendahan Abu Jahal sampai hati menyakiti wanita yang sedang
hamil, berlepas diri dari akhlak orang-orang arab yang mulia dalam
memperlakukan wanita. Maka, tampaklah palsunya kejantanannya saat sepeti ini,
yang dicatat oleh sejarah kepahlawanan Asma, juga perjuangannya yang
disaksikan oleh penduduk Mekah, dan disaksikan oleh malam-malam, di mana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama ayahnya berada di gua. Dan
tertulislah dengan huruf dari cahaya: “Hendaklah kaum wanita meniru Asma’.”
Adapun Abu Jahal telah dicatat oleh sejarah sebagai kehinaan dan aib serta celaan
yang menyeluruh hingga akhir masa. Kejantanannya diragukan, karena dia
berlagak berani terhadap wanita yang tidak berdaya, saat ditinggalkan kaumnya.
KELOMPOK 2