Anda di halaman 1dari 98

BAB I

KERANGKA KONSEPTUAL
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN PANDEGLANG
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. PENDAHULUAN
1. Kerangka konseptual kebijakan akuntansi Pemerintah Daerah ini mengacu
pada Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintah Daerahan untuk
merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan
keuangan Pemerintah Daerah. Diawali dengan penetapan tujuan pelaporan,
diikuti dengan penjelasan karakteristik kualitatif informasi akuntansi yang membuat
informasi itu bermanfaat. Selanjutnya unsur-unsur laporan keuangan didefinisikan,
dan dijelaskan pedoman operasi yang lebih rinci yaitu asumsi-asumsi dan prinsip-
prinsip. Kerangka konseptual juga mengakui adanya kendala dalam lingkungan
pelaporan keuangan.
2. Tujuan kerangka konseptual kebijakan akuntansi Pemerintah Daerah adalah
sebagai acuan bagi :
a. penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang
belum diatur dalam kebijakan akuntansi;
b. pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan
disusun sesuai dengan kebijakan akuntansi;
c. para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan
pada laporan keuangan yang disusun sesuai kebijakan akuntansi.
3. Kerangka konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal terdapat masalah
akuntansi yang belum dinyatakan dalam kebijakan akuntansi Pemerintah Daerah.
4. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan kebijakan
akuntansi, maka ketentuan kebijakan akuntansi diunggulkan relatif terhadap
kerangka konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat
diselesaikan sejalan dengan pengembangan kebijakan akuntansi masa depan.
5. Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip akuntansi yang telah dipilih berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintah Daerahan untuk diterapkan dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah.
6. Tujuan kebijakan akuntansi adalah mengatur penyusunan dan penyajian laporan
keuangan Pemerintah Daerah untuk tujuan umum dalam rangka meningkatkan
keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran dan antar periode.

1
7. Kebijakan ini berlaku untuk setiap entitas akuntansi/pelaporan Pemerintah Daerah,
yang memperoleh anggaran berdasarkan APBD, tidak termasuk perusahaan
daerah.

B. RUANG LINGKUP
Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan akuntansi ini mengatur seluruh
pertimbangan dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan keuangan Pemerintah
Daerah yang meliputi:
1. Peranan dan tujuan pelaporan keuangan;
2. Entitas akuntansi dan pelaporan keuangan;
3. Dasar Hukum;
4. Asumsi dasar;
5. Karakteristik kualitatif laporan keuangan;
6. Kendala informasi yang relevan dan andal;
7. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan;
8. Jenis laporan keuangan;
9. Definisi unsur laporan keuangan;
10. Pengakuan unsur laporan keuangan.
11. Pengungkapan unsur laporan keuangan
12. Pengukuran unsur laporan keuangan

C. PERANAN LAPORAN KEUANGAN


Laporan Keuangan Pemerintah Daerah disusun untuk menyediakan informasi
yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah selama satu periode pelaporan. Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten Pandeglang terutama digunakan untuk membandingkan realisasi
pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi
keuangan, menilai efektivitas dan efisiensi Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang,
dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang
telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis
dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan sebagai berikut :

1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan
yang dipercayakan kepada Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara periodik.
2
2. Manajemen
Membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan Pemerintah Daerah dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi
perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban dan
ekuitas dana Pemerintah Daerah untuk kepentingan masyarakat.
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka, menyeluruh atas pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dan
pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada Pemerintah Daerah dan
ketaatan pada peraturan perundang-undangan.
4. Keseimbangan antar generasi (intergenerational equity)
Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan Pemerintah
Daerahpada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang
dialokasikan dan generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung
beban pengeluaran.
5. Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya
ekonomi yang dikelola Pemerintah Daerah untuk mencapai kinerja yang
direncanakan.

D. TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN


Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang menyajikan
informasi keuangan yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam menilai
akuntabilitas dan membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Menyediakan informasi tentang sumber alokasi dan penggunaan sumber daya
keuangan;
2. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk
membiayai seluruh pengeluaran;
3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan
dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;
4. Menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan yang mendanai seluruh kegiatan
dan mencukupi kebutuhan kas entitas pelaporan;
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan
berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan baik jangka pendek maupun jangka
panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;
6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, jika
mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan;

3
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten
Pandeglang menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, pembiayaan, aset,
kewajiban, ekuitas dana dan arus kas Pemerintah Daerah.

E. ENTITAS PELAPORAN KEUANGAN


1. Entitas Akuntansi adalah unit Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang yang
terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi (Unit Pelaksana Teknis/UPT) yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan
keuangan.
2. Entitas pelaporan adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang atau satuan
organisasi di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang atau organisasi
lainnya jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud
wajib menyajikan laporan keuangan. .

F. ASUMSI DASAR
Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Pandeglang adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu
dibuktikan agar kebijakan akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari : Asumsi
kemandirian entitas; Asumsi kesinambungan entitas; dan Asumsi keterukuran
dalam satuan uang (monetary measurement).
1. Asumsi Kemandirian Entitas
Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit Pemerintah Daerah Kabupaten
Pandeglang sebagai entitas pelaporan dan entitas akuntansi dianggap sebagai unit
yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan
sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit Pemerintah Daerahan dalam pelaporan
keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan
entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab
penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar
neraca untuk kepentingan yuridiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau
kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang piutang yang terjadi akibat
pembuatan keputusan entitas, serta terlaksana atau tidaknya program dan kegiatan
yang telah ditetapkan.
2. Asumsi Kesinambungan Entitas
Laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang disusun dengan
asumsi bahwa Pemerintah Daerah akan berlanjut keberadaannya dan tidak
bermaksud untuk melakukan likuidasi.
3. Asumsi Keterukuran dalam Satuan Uang (monetary measurement)
Laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang harus menyajikan
setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini
diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam
akuntansi.

4
G. KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN
Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang
perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya.
Karakteristik kualitatif berikut merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar
laporan keuangan Pemerintah Daerah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki,
antara lain:
1. Relevan
Laporan keuangan Pemerintah Daerah dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat didalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna laporan dengan
membantu mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi
masa depan serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi pengguna laporan
di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan dapat
dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan harus:
a. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value), artinya bahwa laporan
keuangan Pemerintah Daerah harus memuat informasi yang memungkinkan
pengguna laporan untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi di masa lalu;
b. Memiliki manfaat prediktif (predictive value), artinya bahwa laporan keuangan
Pemerintah Daerah harus memuat informasi yang dapat membantu pengguna
laporan untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu
dan kejadian masa kini; .
c. Tepat waktu, artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus
disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna untuk
pembuatan keputusan pengguna laporan;
d. Lengkap, artinya bahwa penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah harus
memuat informasi yang selengkap mungkin, yaitu mencakup semua informasi
akuntansi yang dapat mempengaruhi pembuatan keputusan pengguna laporan.
Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat
dalam laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam
penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
2. Andal
Informasi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah harus bebas dari pengertian
yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur,
serta dapat diverifikasi. Tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat
diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat
menyesatkan. Penyajian informasi yang andal harus memenuhi karakteristik, yaitu :
a. Penyajian jujur, artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus
memuat informasi yang menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa
lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan
untuk disajikan.
b. Dapat diverifikasi, artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus
memuat informasi yang dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari
5
sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya harus tetap menunjukkan simpulan
yang tidak berbeda jauh.
c. Netralitas, artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus memuat
informasi yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan umum dan tidak bias pada
kebutuhan pihak tertentu tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang
menguntungkan pihak tertentu, sementara hal tersebut akan merugikan pihak
lain.
3. Dapat dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah akan lebih
berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya
atau laporan keuangan Pemerintah Daerah lain pada umumnya. Perbandingan
dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat
dilakukan bila Pemerintah Daerah menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari
tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila Pemerintah
Daerah yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama.
Apabila Pemerintah Daerah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik
daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan kebijakan
akuntansi harus diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.
4. Dapat dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh
pengguna laporan dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan
dengan batas pemahaman para pengguna laporan. Untuk itu pengguna laporan
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan
operasi Pemerintah Daerah, serta adanya kemauan pengguna laporan untuk
mempelajari informasi yang dimaksud
.
H. PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan
yang harus dipahami dan ditaati oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan
keuangan Pemerintah Daerah dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna
laporan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah 8
(delapan) prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan
Pemerintah Daerah, yaitu : Basis akuntansi; Prinsip Harga Perolehan / nilai
historis; Prinsip realisasi; Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; Prinsip
periodisitas;Prinsip konsistensi; Prinsip pengungkapan lengkap; dan Prinsip
penyajian wajar.
1) Basis Akuntansi
(a) Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah,
adalah basis akrual untuk pengakuan pendapatan, beban, aset, kewajiban dan
ekuitas.
(b) Basis akrual untuk Laporan Operasional (LO) berarti bahwa pendapatan
diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun

6
kas belum diterima di Rekening Kas Umum Daerah atau oleh entitas pelaporan
dan beban diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai
kekayaan bersih telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening
Kas Umum Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak
luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO.
(c) Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual,
maka LRA disusun berdasarkan basis akrual.
(d) Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas
diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian
atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan Pemerintah Daerah,
tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
2) Prinsip Harga Perolehan / Nilai Historis
(a) Aset dicatat sebesar jumlah kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari
imbalan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
(b) Utang dicatat sebesar jumlah kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk
memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan
Pemerintah Daerah.
(c) Penggunaan nilai perolehan lebih dapat diandalkan daripada nilai yang lain,
karena nilai perolehan lebih obyektif dan dapat diverifikasi.
3) Prinsip Realisasi
(a) Ketersediaan pendapatan daerah yang telah diotorisasikan melalui APBD
selama satu tahun anggaran akan digunakan untuk membiayai belanja daerah
dalam periode tahun anggaran dimaksud.
(b) Prinsip layak temu biaya-pendapatan tidak ditekankan dalam akuntansi
Pemerintah Daerah, sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi sektor swasta.
4) Prinsip Substansi Mengungguli Bentuk Formal
Informasi akuntansi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut
harus dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, bukan
hanya mengikuti aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain
tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus
diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
5) Prinsip Periodisitas
(a) Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah perlu dibagi
menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja Pemerintah Daerah dapat
diukur dan posisi sumber daya yang dimiliki dapat ditentukan.
(b) Periode utama untuk pelaporan keuangan yang digunakan adalah tahunan.
Namun periode triwulanan dan periode semesteran juga diperkenankan.

7
6) Prinsip Konsistensi
(a) Perlakuan akuntansi yang sama harus diterapkan pada kejadian yang serupa
dari periode ke periode oleh Pemerintah Daerah (prinsip konsistensi internal).
Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari suatu metode
akuntansi ke metode akuntansi yang lain.
(b) Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang
baru diterapkan harus menunjukkan hasil yang lebih baik dari metode yang
lama. Pengaruh dan pertimbangan atas perubahan penerapan metode ini harus
diungkapkan dalam laporan keuangan.
7) Prinsip Pengungkapan Lengkap
Laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menyajikan secara lengkap informasi
yang dibutuhkan oleh pengguna laporan. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
laporan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau
pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
8) Prinsip Penyajian Wajar
(a) Laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menyajikan dengan wajar Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan atas Laporan
Keuangan, SAL, LO dan LPE.
(b) Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan Pemerintah
Daerah diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan
tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta
tingkatannya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan
laporan keuangan Pemerintah Daerah. Pertimbangan sehat mengandung unsur
kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian
sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi serta kewajiban
dan belanja tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan
pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya pembentukan dana
cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang
terlampau rendah atau sengaja mencatat kewajiban dan belanja yang terlampau
tinggi, sehingga laporan keuangan Pemerintah Daerah tidak netral dan tidak
andal.

I. KENDALA INFORMASI
Kendala informasi yang relevan dan andal adalah setiap keadaan yang tidak
memungkinkan tercapainya kondisi ideal dalam mewujudkan informasi akuntansi yang
relevan dan andal dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagai akibat adanya
keterbatasan atau karena alasan-alasan tertentu. Tiga hal yang mengakibatkan
kendala dalam mewujudkan informasi akuntansi yang relevan dan andal, yaitu:
Materialitas; Pertimbangan biaya dan manfaat; Keseimbangan antar karakteristik
kualitatif.

8
1) Materialitas
Laporan keuangan Pemerintah Daerah walaupun idealnya memuat segala informasi,
namun hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria materialitas.
Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan
dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan pengguna
laporan yang dibuat atas dasar informasi dalam laporan keuangan Pemerintah
Daerah.
2) Pertimbangan Biaya dan Manfaat
Manfaat yang dihasilkan dari informasi yang dimuat dalam laporan keuangan
Pemerintah Daerah, seharusnya melebihi biaya yang diperlukan penyusunan
laporan tersebut. Oleh karena itu, laporan keuangan Pemerintah Daerahtidak
semestinya menyajikan informasi yang manfaatnya lebih kecil dibandingkan dengan
biaya penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan
proses pertimbangan yang substansial. Biaya dimaksud juga tidak harus dipikul oleh
pengguna informasi yang menikmati manfaat.
3) Keseimbangan antara Karakteristik Kualitatif
Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk mencapai suatu
keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif yang diharapkan
dipenuhi oleh laporan keuangan Pemerintah Daerah. Kepentingan relatif antar
karakteristik kualitatif dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan
keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif tersebut
merupakan masalah pertimbangan profesional.

J. JENIS LAPORAN KEUANGAN


Laporan keuangan Pemerintah Daerah terdiri dari laporan pelaksanaan
anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan
anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri dari
Neraca, LO, LPE, dan LAK. CaLK merupakan laporan yang merinci atau menjelaskan
lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial dan
merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan pelaksanaan anggaran maupun
laporan finansial.
1. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELIPUTI :
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah merupakan laporan yang
menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan yang
dikelola oleh Pemerintah Daerah, yang menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
b) Neraca;
Neraca Pemerintah Daerah merupakan laporan yang menggambarkan posisi
keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas pada
tanggal tertentu.

9
c) Laporan Arus Kas (LAK);
Laporan Arus Kas Pemerintah Daerah menyajikan informasi kas sehubungan
dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan dan transitoris yang
menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas
Pemerintah Daerah selama periode tertentu.
d) Catatan atas Laporan Keuangan (CALK).
Catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah menyajikan penjelasan
naratif, analisis atau daftar terinci atas nilai suatu pos yang disajikan dalam
laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas.
e) Laporan Operasional
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah
ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh Pemerintah Daerah pusat/daerah
untuk kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Daerahan dalam satu periode
pelaporan.
f) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan
ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
g) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
2. LAPORAN KEUANGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
Laporan Realisasi Anggaran SKPD Pemerintah Daerah merupakan laporan yang
menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan yang
dikelola oleh SKPD, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan.
b) Neraca;
Neraca SKPD Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang merupakan laporan
yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi mengenai aset,
kewajiban dan ekuitas pada tanggal tertentu.
c) Catatan atas Laporan Keuangan (CALK).
Catatan atas Laporan Keuangan SKPD menyajikan penjelasan naratif, analisis
atau daftar terinci atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi
anggaran neraca neraca.
d) Laporan Operasional
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah
ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh SKPD untuk kegiatan
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam satu periode pelaporan.

10
e) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan
ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

11
BAB II

IKHTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. LAPORAN REALISASI ANGGARAN


Laporan Realisasi APBD disusun menggunakan basis Akrual yaitu basis
akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat
Transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar.
Penyajian aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam Neraca diakui berdasarkan
basis akrual, yaitu pada saat diperolehnya hak atas asset dan timbulnya kewajiban
tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan dari Rekening
Kas Umum Daerah.
Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang
mengacu pada prinsip-prinsip yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Daerah Nomor
71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Daerahan.
Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat hak untuk
memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di Rekening Kas
Umum Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban diakui pada saat kewajiban yang
mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi walaupun kas belum
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan.
Pendapatan seperti bantuan pihak luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada
LO.
Pendapatan adalah semua penerimaan pada Rekening Kas Umum Daerah
yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan
yang menjadi hak Pemerintah Daerah dan tidak perlu dibayar kembali oleh
Pemerintah Daerah. Pendapatan diakui pada saat bendahara penerima menerima
setoran pendapatan walaupun belum disetorkan kepada kas umum daerah. Akuntansi
pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto yaitu dengan membukukan
penerimaan sejumlah nilai objek penerimaan dan tidak mencatat jumlah netonya
(setelah dikompensasikan dengan pengeluaran, pendapatan disajikan sesuai dengan
jenis pendapatan).
Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Daerah yang
mengurangi Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
Pemerintah Daerah. Belanja diakui pada saat diterbitkannya SP2D (Tanggal SP2D
ditandatangani) untuk Belanja Langsung (Ls) maupun Belanja Tidak Langsung (BTL).
Khusus pengeluaran Uang Persediaan (UP) melalui bendahara pengeluaran,
pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran (tanggal

12
SP2D) tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan
(Bendahara Umum Daerah / BUD). Belanja disajikan pada laporan keuangan
(SKPD/SKPKD) menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja, sedangkan pada Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK) belanja disajikan menurut klasifikasi organisasi dan
fungsi.
Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan Pemerintah Daerah, baik
penerimaan maupun pengeluaran yang perlu dibayar atau akan diterima kembali,
yang dalam penganggaran Pemerintah Daerah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan diakui pada
saat kas diterima pada Kas Umum Daerah serta pada saat terjadinya pengeluaran kas
dari Kas Umum Daerah. Akuntansi penerimaan maupun pengeluaran pembiayaan
dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan sebesar
nilai objek pembiayaan dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasi
dengan pengeluaran).
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
Pemerintah Daerah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan darimana manfaat
ekonomi dan/atau manfaat sosial diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
Pemerintah Daerah maupun oleh masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
uang, termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan
jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya. Dalam pengertian aset ini tidak termasuk sumber daya
alam seperti hutan, kekayaan di dasar laut, dan kandungan pertambangan. Aset diakui
pada saat diterima atau pada saat hak kepemilikan berpindah.
Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar, Investasi, Aset Tetap, dan Aset
Lainnya dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Aset Lancar
Aset Lancar mencakup kas dan setara kas yang diharapkan segera untuk
direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal pelaporan. Aset lancar ini terdiri dari kas, piutang, dan persediaan
investasi jangka pendek. Kas disajikan di neraca dengan menggunakan nilai
nominal.
Piutang dinyatakan dalam neraca menurut nilai yang timbul berdasarkan hak
yang telah dikeluarkan surat keputusan penagihannya.
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan
yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional Pemerintah Daerah,
dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan dicatat di neraca berdasarkan:
a. Harga pembelian terakhir, apabila diperoleh dengan pembelian,
b. Harga standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri,
c. Harga wajar atau estimasi nilai penjualannya apabila diperoleh dengan cara
lainnya seperti donasi/rampasan.
Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat

13
ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial sehingga dapat
meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat.
Investasi Pemerintah Daerah diklasifikasikan kedalam investasi jangka
pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek adalah investasi
yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki dalam kurun waktu
setahun atau kurang. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
untuk dimiliki selama lebih dari setahun.
Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu
non permanen dan permanen.
2. Aset Tetap
Aset tetap mencakup seluruh aset yang dimanfaatkan oleh Pemerintah
Daerah maupun untuk kepentingan publik yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun. Aset tetap dilaporkan berdasarkan harga perolehan.
Kriteria pengakuan Aset Tetap bersifat kumulatif, yaitu:
a. Masa manfaat dari aset yang diadakan melebihi satu tahun anggaran;
b. Pengeluaran menambah masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset
yang sudah dimiliki;
c. Tidak diadakan dengan maksud untuk diperjualbelikan atau dihibahkan;
d. Memenuhi batas minimal nilai kapitalisasi biaya sebagai berikut :
1) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin dan peralatan olah raga
yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp1.000.000 (satu juta rupiah),
dan
2) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama dengan atau
lebih dari Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
Pengeluaran yang tidak tercakup dalam batasan nilai minimum kapitalisasi
Rp1.000.000 (satu juta rupiah) di atas, diperlakukan sebagai biaya dan
dianggarkan pada belanja barang dan disajikan hanya pada Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) sebagai aset ekstrakomptable (aset yang tidak disajikan pada
neraca).
3. Aset Lainnya
Aset Lainnya adalah aset Pemerintah Daerah selain aset lancar, investasi
jangka panjang, dan aset tetap. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah Tagihan
Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang jatuh tempo
lebih dari satu tahun, Kemitraan dengan Pihak penyedia, Dana yang Dibatasi
Penggunaannya, Aset Tak Berwujud, dan Aset Lain-lain (Aset tetap dalam keadaan
rusak berat).
a. TPA menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset
Pemerintah Daerah secara angsuran kepada pegawai Pemerintah Daerah yang
dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang
bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayar oleh
14
pegawai ke kas daerah atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran.
b. TGR merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara/pegawai
negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu
kerugian yang diderita oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat langsung ataupun
tidak langsung dari suatu perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh
bendahara/pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugasnya sejak
tanggal ditetapakanya keputusan Majelis TP-TGR.
c. Kemitraan dengan pihak penyedia merupakan perjanjian antara dua pihak atau
lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang
dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang
dimiliki.
d. Aset Tak Berwujud merupakan aset non keuangan yang dapat diidentifikasi dan
tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan
barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas
kekayaan intelektual. Aset Tak Berwujud meliputi software komputer; lisensi dan
franchise; hak cipta (copyright), paten, goodwill, dan hak lainnya; hak jasa dan
operasi Aset Tak Berwujud dalam pengembangan.
e. Aset Lain-lain merupakan aset lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam
TPA, Tagihan TGR, Kemitraan dengan Pihak penyedia dan aset tak berwujud.
Misalnya aset tetap dalam keadaan rusak berat.
4. Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi Pemerintah
Daerah. Dalam konteks Pemerintah Daerahan, kewajiban muncul antara lain
karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga
keuangan, entitas Pemerintah Daerahan Daerah lain, atau lembaga internasional.
Kewajiban Pemerintah Daerah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang
bekerja pada Pemerintah Daerah. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut
hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-
undangan.
Kewajiban Pemerintah Daerah diklasifikasikan kedalam kewajiban jangka
pendek dan kewajiban jangka panjang.
a. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika
diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah
tanggal pelaporan.
Kewajiban jangka pendek meliputi Utang Kepada Pihak penyedia, Utang
Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), Bagian Lancar Utang Jangka Panjang, Utang
Bunga (accrued interest) dan Utang Jangka Pendek Lainnya.
b. Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika diharapkan
untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua belas bulan setelah
15
tanggal pelaporan.
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban
Pemerintah Daerah pada saat pertama kali transaksi berlangsung. Aliran
ekonomi sesudahnya seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian karena
perubahan kurs mata uang asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai
pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
5. Utang bunga
Utang bunga atas utang Pemerintah Daerah dicatat sebesar biaya bunga
yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud berasal dari utang
Pemerintah Daerah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga atas utang
Pemerintah Daerah yang belum dibayar diakui pada setiap akhir periode pelaporan
sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan.
6. Utang PFK
Utang PFK dicatat sebesar saldo pungutan/potongan berupa PFK yang
belum disetorkan kepada pihak lain sampai akhir periode pelaporan.
7. Nilai
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk bagian lancar utang jangka
panjang adalah jumlah yang jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah
tanggal pelaporan.
8. Ekuitas dana
Ekuitas dana merupakan kekayaan bersih Pemerintah Daerah, yaitu selisih
antara aset dan utang Pemerintah Daerah. Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana
Investasi dan Ekuitas Dana Cadangan.
a. Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset lancar dan utang jangka
pendek. Ekuitas Dana Lancar antara lain sisa lebih pembiayaan anggaran,
cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus disediakan
untuk pembayaran hutang jangka pendek.
b. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan aset Pemerintah Daerah yang
tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya
dikurangi dengan kewajiban jangka panjang.
c. Ekuitas dana cadangan mencerminkan kekayaan Pemerintah Daerah yang
dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

16
BAB III

KEBIJAKAN AKUNTANSI
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. LAPORAN REALISASI ANGGARAN


Unsur yang dicakup dalam Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari
pendapatan, belanja dan pembiayaan. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai
berikut:
1. Pendapatan adalah semua penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas dana
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak Pemerintah
Daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh Pemerintah Daerah.
2. Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah yang mengurangi ekuitas
dana dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh Pemerintah Daerah.
3. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam
penganggaran Pemerintah Daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit
atau memanfaatkan surplus anggaran.
B. NERACA
Unsur yang dicakup dalam neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas
dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut:
1. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh Pemerintah
Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi
dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah
Daerah maupun oleh masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang.
2. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi Pemerintah Daerah.
3. Ekuitas dana adalah kekayaan bersih Pemerintah Daerah yang merupakan selisih
antara aset dan kewajiban Pemerintah Daerah.
C. LAPORAN ARUS KAS
Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan
pengeluaran kas. Masing-masing didefinisikan sebagai berikut:
1. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke kas daerah;
17
2. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari kas daerah.
D. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (CALK)
Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengungkapkan Informasi umum tentang entitas pelaporan dan entitas akuntansi.
2. Penyajian informasi tentang ekonomi makro, kebijakan fiskal/keuangan dan
pencapaian target Peraturan Daerah APBD berikut kendala dan hambatan yang
dihadapi dalam pencapaian target;
3. Penyajian ikhtisar pencapaian kinerja selama tahun pelaporan;
4. Penyajian informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan
kejadian-kejadian penting lainnya;
5. Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
muka laporan keuangan;
6. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh pernyataan standar akuntansi
Pemerintah Daerahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan
7. Penyediaan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan
memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah.
1. Pengukuran pos-pos dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah menggunakan
nilai perolehan historis.
2. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang
diberikan untuk memperoleh aset tersebut.
3. Secara rinci pengukuran Aset adalah sebagai berikut:
a. Kas dicatat sebesar nilai nominal;
b. Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan;
c. Piutang dicatat sebesar nilai nominal;
d. Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan apabila diperoleh dengan
pembelian
e. Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri
f. Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
g. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya
tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas
investasi tersebut.
h. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan
menggunakan biaya perolehan, tidak memungkinkan maka nilai aset tetap
didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
4. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal yaitu jumlah uang yang diterima sebagai
18
penukar dari kewajiban, atau nilai sekarang dari jumlah kas yang diharapkan akan
dibayarkan untuk menyelesaikan kewajiban tersebut.
5. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah.
Transaksi yang menggunakan mata uang asing harus dikonversikan terlebih
dahulu (dengan menggunakan kurs tengah bank sentral) dan dinyatakan dalam
mata uang rupiah.
Suatu entitas pelaporan harus mengungkapkan hal-hal yang belum
diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan seperti:
a. Domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta yurisdiksi tempat entitas beroperasi;
b. Penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; dan
c. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan operasionalnya.

19
BAB IV

KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. DEFINISI
Pendapatan adalah semua penerimaan pada Kas Umum Daerah yang
menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang menjadi hak Pemerintah Daerah dan tidak perlu dibayar kembali oleh
Pemerintah Daerah. Pendapatan diakui pada saat kas diterima di rekening Kas
Umum Daerah. Pencatatan pendapatan dilaksanakan dengan mengikuti azas bruto
yang berarti pencatatan akuntansinya dilaksanakan secara bruto yaitu dengan
mencatat sejumlah nilai objek pendapatan sebelum dikompensasikan dengan
pengeluaran.
B. PENGAKUAN PENDAPATAN
1. Pendapatan LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut
atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi.
2. Pendapatan LRA diakui pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
(SKP) dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).
3. Pendapatan Transfer diakui pada saat diterbitkannya penetapan besaran
pendapatan transfer.
4. Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang (recurring) atas
penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan maupun pada periode
sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan-LRA.
5. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non recurring) atas
penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode penerimaan
pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan-LRA pada
periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang
(non recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode
sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada
periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
C. PENGUKURAN
1. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang atas penerimaan
pendapatan yang terjadi pada periode tahun anggaran sebelumnya dibukukan
sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi
dan pengembalian tersebut.
2. Pendapatan diklasifikasi berdasarkan sumbernya yang terdiri atas Pendapatan Asli
Daerah, Pendapatan transfer yang berasal dari transfer Pemerintah Daerah pusat,
20
transfer Pemerintah Daerah pusat lainnya dan transfer dari Pemerintah Daerah
provinsi, serta lain-lain pendapatan yang sah.
3. Kelompok pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah terdiri atas :
penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
4. Kelompok pendapatan yang menampung penerimaan dana perimbangan yang
disalurkan Pemerintah Daerah pusat yang terdiri atas dana bagi hasil pajak (PPh
21, PPh 25, PPh 29, WPOPDN, PBB, dan BPHTB); dana bagi hasil sumber daya
alam; dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).
5. Pendapatan transfer dari Pemerintah Daerah pusat lainnya merupakan
pendapatan transfer dari Pemerintah Daerah pusat yang terdiri atas dana otonomi
khusus dan dana penyesuaian.
6. Pendapatan transfer dari Pemerintah Daerah provinsi merupakan kelompok
pendapatan untuk menampung dana bagi hasil dari Provinsi Banten yang terdiri
atas pendapatan bagi hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya.
7. Kelompok pendapatan lain-lain pendapatan yang sah digunakan untuk
menampung pendapatan yang terdiri atas pendapatan hibah, pendapatan dana
darurat dan pendapatan lainnya.

21
BAB V

KEBIJAKAN AKUNTANSI BELANJA


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. DEFINISI
Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Daerah yang
mengurangi Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Pemerintah
Daerah.
B. PENGAKUAN BELANJA
1. Belanja Langsung (Ls) dan Belanja Tidak langsung (BTL) diakui berdasarkan
pada saat diterbitkannya SP2D (Tanggal SP2D ditandatangani).
2. Khusus Pengeluaran Belanja Langsung (Uang Persediaan) melalui
Bendahara Pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat
pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang
mempunyai fungsi perbendaharaan (Bendahara Umum Daerah/BUD).
3. Belanja disajikan pada laporan keuangan (SKPD/SKPKD) menurut klasifikasi
ekonomi/jenis belanja, sedangkan pada catatan atas laporan keuangan
(CaLK) belanja disajikan menurut klasifikasi organisasi dan fungsi.
4. Pada akhir tahun anggaran, uang persediaan (UP) yang masih tersisa pada
bendahara pengeluaran, dikembalikan selambat-lambatnya tanggal 31
Desember dan jika tanggal tersebut hari libur maka tanggal hari kerja
sebelum tanggal 31 Desember ke rekening kas umum daerah dengan terlebih
dahulu menerbitkan SP2D nihil sejumlah uang persediaan yang telah
dipertanggungjawabkan dalam bulan tersebut.
Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi
pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode
yang sama (sampai dengan 31 Desember tahun anggaran berjalan). Apabila diterima
pada periode berikutnya (tahun anggaran yang akan datang), koreksi atas
pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain

C. PENGUKURAN
1. Dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang,
Belanja diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi ekonomi, yaitu pengelompokan
belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas.
Sedangkan klasifikasi menurut organisasi dan fungsi terdapat dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).

22
2. Berdasarkan klasifikasi ekonomi, Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten
Pandeglang terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga,
subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga.
3. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja Operasi
meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan
sosial.
4. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap, aset
tetap lainnya dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan
tanah, gedung dan bangunan, peralatan, mesin, aset tak berwujud.
5. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang
sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintah
Daerah pusat/daerah.

Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah sebagai


berikut:
-Belanja Operasi:
-Belanja Pegawai xxx
-Belanja Barang xxx
-Bunga xxx
-Subsidi xxx
-Hibah xxx
-Bantuan Sosial xxx

Belanja Modal:
-Belanja Aset Tetap xxx
-Belanja Aset Lainnya xxx
-Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx

6. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas


pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh Pemerintah Daerah
pusat dan dana bagi hasil oleh Pemerintah Daerah.
7. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi
pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi Pemerintah Daerah
kabupaten Pandeglang antara lain belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah dan lembaga teknis daerah kabupaten.
23
8. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi
utama Pemerintah Daerah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:
Belanja :
- Pelayanan Umum xxx
- Pertahanan xxx
- Ketertiban dan Keamanan xxx
- Ekonomi xxx
- Perlindungan Lingkungan Hidup xxx
- Perumahan dan Permukiman xxx
- Kesehatan xxx
- Pariwisata dan Budaya xxx
- Agama xxx
- Pendidikan xxx
- Perlindungan sosial xxx

9. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan


dalam dokumen anggaran.
10. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi
pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada
periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas
pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain.
11. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan
pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk
keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan
pengukuran kegiatan belanja tersebut dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja Operasi
meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan
sosial.
b. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan
aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja
modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan
bangunan, peralatan,mesin, aset tak berwujud.
c. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang

24
sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintah
Daerah pusat/daerah
d. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi baik dalam bentuk uang maupun
barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan kepada
pejabat negara, pegawai negeri sipil dan pegawai yang dipekerjakan oleh
Pemerintah Daerah yang belum berstatus PNS, sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentukan modal
e. Belanja Barang adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan
jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan dan pengadaan barang yang
dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan. Belanja Barang meliputi belanja barang dan jasa, belanja
pemeliharaan, dan belanja perjalanan dinas.
1) Belanja Barang dan Jasa
Merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk membiayai
keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang habis pakai,
pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain
pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non- fisik dan secara
langsung menunjang tupoksi satuan kerja perangkat daerah, pengadaan
inventaris kantor yang tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum yang
diterapkan Pemerintah Daerah dan pengeluaran jasa non-fisik seperti
pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian.
2) Belanja Pemeliharaan
Merupakan pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan asset
tetap atau asset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa
memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja.
3) Belanja Perjalanan Dinas
Merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas
dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas dan jabatan.
12. Belanja Bunga merupakan pengeluaran untuk pembayaran bunga atas kewajiban
penggunaan pokok hutang yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka
pendek atau jangka panjang.
13. Belanja Subsidi merupakan pengeluaran yang dialokasikan kepada
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor
barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian sehingga
harga jualnya dapat dijangkau masyarakat.
14. Hibah merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah dalam bentuk uang/barang
atau jasa kepada Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah lainnya,
perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat
serta tidak secara terus menerus.

25
15. Bantuan sosial adalah pengeluaran berupa uang atau barang atau jasa kepada
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
sifatnya tidak terus menerus dan selektif.
16. Jaminan Pemeliharaan adalah pengeluaran belanja modal pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Pandeglang, pembayaran kepada rekanan dilakukan sebesar
95%, sedangkan sisanya sebesar 5% merupakan retensi selama masa
pemeliharaan. Atas sejumlah 5% dari nilai pengadaan yang dijadikan retensi
selama masa pemeliharaan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang
mengakuinya sebagai hutang retensi.
D. AKUNTANSI SURFLUS/DEFISIT
1. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu periode
pelaporan.
2. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode
pelaporan.
3. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan
dicatat dalam pos Surplus/Defisit

26
BAB VI

KEBIJAKAN AKUNTANSI PERSEDIAAN


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. UMUM
Persediaan merupakan aset yang berwujud dengan kriteria dan penjelasan
sebagai berikut:
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional Pemerintah Daerah;
b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat.
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam
rangka kegiatan Pemerintah Daerahan;
e. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis
pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
komponen bekas.
f. Dalam hal Pemerintah Daerah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi
barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-
alat pertanian.
g. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan,
contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.
B. PERSEDIAAN
Persediaan dapat meliputi:
a. Barang konsumsi;
b. Amunisi;
c. Bahan untuk pemeliharaan;
d. Suku cadang;
e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
f. Pita cukai dan leges;
g. Bahan baku ;
h. Barang dalam proses/setengah jadi;
i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
27
j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
k. Dalam hal Pemerintah Daerah menyimpan barang untuk tujuan cadangan
strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-
jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud
diakui sebagai persediaan.
l. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat antara lain
berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman.
m. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca,
tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan

C. PENGAKUAN
1. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh
Pemerintah Daerah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal.
2. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau
kepenguasaannya berpindah.
3. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi
fisik.
4. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki Kegiatan swakelola dan
dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak
dimasukkan sebagai persediaan.

D. PENGUKURAN
Persediaan disajikan sebesar:
1. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian (dengan metode FIFO / first
in first out/harga barang dan biaya perolehannya dari barang persedian yang
terakhir diperoleh), biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang
secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga,
rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan.
2. Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan
yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis
berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan rencana kerja
dan anggaran.
3. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan;
a. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang
terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang
dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan
terakhir.

28
b. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai dengan
menggunakan nilai wajar.
c. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian
kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi
wajar.
d. Sisa kertas dihitung utuh dalam satuan rim.
e. Sisa Alat Tulis Kantor lainnya sesuai dengan satuannya.

29
BAB VII

KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. DEFINISI
1. Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi
seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat.
2. Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor dalam
perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya legal dan
pungutan lainnya dari pasar modal.
3. Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
4. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih
dari 12 (dua belas) bulan.
5. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak termasuk
dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
6. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara berkelanjutan.
7. Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak dapat
diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada peningkatan
pelayanan Pemerintah Daerah pada masyartakat luas maupun golongan
masyarakat tertentu.
8. Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
berdasarkan harga perolehan.
9. Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi awal
berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut kemudian disesuaikan
dengan perubahan bagian investor atas kekayaan bersih/ekuitas dari badan usaha
penerima investasi (investee) yang terjadi sesudah perolehan awal investasi.
10. Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang dibayarkan/dikeluarkan
atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu untuk mendapatkan suatu aset
investasi pada saat perolehannya.
11. Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai yang
tertera dalam lembar saham dan obligasi.
12. Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu investasi
dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen.
30
13. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang
memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
14. Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya mempunyai
pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan maupun joint venture
dari investornya.
15. Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah pusat/daerah.

B. BENTUK INVESTASI
1. Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dengan beberapa alasan antara lain
memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam jangka
panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi jangka
pendek dalam rangka manajemen kas.
2. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan sertifikat atau
dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa pembelian surat
hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta instrumen ekuitas.

C. KLASIFIKASI INVESTASI
Investasi Pemerintah Daerah dibagi atas dua yaitu investasi jangka pendek dan
investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan kelompok aset lancar
sedangkan investasi jangka panjang merupakan kelompok aset nonlancar.
Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1. Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
2. Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya Pemerintah
Daerah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas;
3. Berisiko rendah.
Dengan memperhatikan kriteria tersebut maka pembelian surat-surat berharga
yang berisiko tinggi bagi Pemerintah Daerah karena dipengaruhi oleh fluktuasi harga
pasar surat berharga tidak termasuk dalam investasi jangka pendek. Jenis investasi
yang tidak termasuk dalam kelompok investasi jangka pendek antara lain adalah :
1. Surat berharga yang dibeli Pemerintah Daerah dalam rangka mengendalikan suatu
badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan
modal saham pada suatu badan usaha;
2. Surat berharga yang dibeli Pemerintah Daerah untuk tujuan menjaga hubungan
kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat berharga
yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun luar negeri untuk
menunjukkan partisipasi Pemerintah Daerah; atau
3. Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi
kebutuhan kas jangka pendek .

31
Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek, antara lain
terdiri atas :
1. Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan atau yang dapat
diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);
2. Pembelian Surat Utang Negara (SUN) Pemerintah Daerah jangka pendek oleh
Pemerintah Daerah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia
(SBI).
Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu
permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen adalah investasi jangka panjang
yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan Investasi
Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki
secara tidak berkelanjutan.
Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.
Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan investasi yang
berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki
terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.
Investasi permanen yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah investasi
yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk mendapatkan dividen
dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang dan/atau menjaga
hubungan kelembagaan. Investasi permanen ini dapat berupa :
1. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada perusahaan daerah, badan
internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik daerah;
2. Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk
menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, antara lain
dapat berupa:
1. Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh Pemerintah Daerah;
2. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak
penyedia;
3. Dana yang disisihkan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan masyarakat
seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat;
4. Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk dimiliki
Pemerintah Daerah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang
dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian.
Penyertaan modal Pemerintah Daerah dapat berupa surat berharga (saham) pada
suatu Perseroan Terbatas (PT) dan non surat berharga yaitu kepemilikan modal
bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan.
Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak bisa
dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli oleh
32
Pemerintah Daerah dan penanaman modal dalam kegiatan pembangunan yang
dapat dialihkan kepada pihak penyedia, misalnya investasi dalam properti yang tidak
tercakup dalam pernyataan ini.
Akuntansi untuk investasi Pemerintah Daerah dalam properti dan kerjasama
operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri.

D. PENGAKUAN INVESTASI
Suatu pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk
investasi dan perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi
apabila memenuhi salah satu kriteria:
1. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa pontensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh Pemerintah
Daerah;
2. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai (reliable).
3. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai pengeluaran
kas Pemerintah Daerah dan tidak dilaporkan sebagai belanja dalam laporan
realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh investasi jangka
panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.
Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset memenuhi kriteria
pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian
mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial dimasa yang
akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang
pertama kali.
Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan
datang atau jasa potensial yang akan diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa
suatu entitas akan memperoleh manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung
resiko yang mungkin timbul.
Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan karena adanya transaksi
pertukaran atau pembelian yang didukung dengan bukti yang
menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu
investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya atau berdasarkan
nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kejadian yang demikian, penggunaan nilai
estimasi yang layak dapat digunakan.

E. PENGUKURAN INVESTASI
Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat membentuk
nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar dipergunakan sebagai dasar
penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif
dapat dipergunakan nilai nominal, nilai tercatat atau nilai wajar lainnya.
1. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, misalnya saham dan
obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan
33
investasi meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah komisi perantara
jual beli, jasa bank dan biaya lainnya yang timbul dalam rangka perolehan
tersebut.
2. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa biaya perolehan,
maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar investasi pada tanggal
perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai wajar, biaya
perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar aset lain yang diserahkan
untuk memperoleh investasi tersebut.
3. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya dalam bentuk
deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal deposito tersebut.
4. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya penyertaan modal
Pemerintah Daerah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi harga transaksi
investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam rangka perolehan
investasi tersebut.
5. Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian obligasi jangka
panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki berkelanjutan, dinilai
sebesar nilai perolehannya. Sedangkan investasi dalam bentuk dana talangan
untuk penyehatan perbankan yang akan segera dicairkan dinilai sebesar nilai
bersih yang dapat direalisasikan.
6. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di proyek-proyek
pembangunan Pemerintah Daerah dinilai sebesar biaya pembangunan termasuk
biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan
dalam rangka penyelesaian proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak
penyedia.
7. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran aset Pemerintah
Daerah, maka nilai investasi yang diperoleh Pemerintah Daerah adalah sebesar
biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga perolehannya tidak
ada.
8. Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus dinyatakan dalam rupiah
dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada
tanggal transaksi.

F. METODE PENILAIAN INVESTASI


Penilaian investasi Pemerintah Daerah dilakukan dengan tiga metode yaitu:
1. Metode biaya;
Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya perolehan.
Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian hasil yang diterima dan
tidak mempengaruhi besarnya investasi pada badan usaha/badan hukum yang
terkait. Mengenai jumlah saham Pemerintah Daerah tidak terpengaruh dengan
ekuitas badan usaha/ badan hukum.

34
2. Metode ekuitas;
Dengan menggunakan metode ekuitas Pemerintah Daerah mencatat investasi awal
sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar bagian laba atau
rugi Pemerintah Daerah setelah tanggal perolehan. Bagian laba kecuali dividen
dalam bentuk saham yang diterima Pemerintah Daerah akan mengurangi nilai
investasi Pemerintah Daerah dan tidak dilaporkan sebagai pendapatan.
Penyesuaian terhadap nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi
kepemilikan investasi Pemerintah Daerah, misalnya adanya perubahan yang
timbul akibat pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.
3. Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan;
Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama untuk
kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu dekat.
Penggunaan metode tersebut diatas didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya;
b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% tetapi memiliki
pengaruh yang signifikan menggunakan metode ekuitas;
c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas;
d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih yang
direalisasikan.
Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya prosentase kepemilikan saham
bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode penilaian
investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the degree of
influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee.
Ciri-ciri adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee,
antara lain:
1. Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris;
2. Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi;
3. Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan
investee;
4. Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam rapat/pertemuan
dewan direksi.

G. PENGAKUAN HASIL INVESTASI


1. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, antara lain berupa
bunga deposito, bunga obligasi dan deviden tunai (cash dividend) dicatat sebagai
pendapatan.
2. Hasil investasi berupa deviden tunai yang diperoleh dari penyertaan modal
Pemerintah Daerah yang pencatatannya menggunakan metode biaya, dicatat
sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila menggunakan metode
ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah akan dicatat
35
mengurangi nilai investasi Pemerintah Daerah dan tidak dicacat sebagai
pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk deviden dalam bentuk saham yang
diterima akan menambah nilai investasi Pemerintah Daerah dan ekuitas dana
yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama.
H. PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI
1. Pelepasan investasi Pemerintah Daerah dapat terjadi karena penjualan dan
pelepasan hak karena peraturan Pemerintah Daerah dan lain sebagainya.
2. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui sebagai penerimaan kas
Pemerintah Daerah dan tidak dilaporkan sebagai pendapatan dalam laporan
realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari pelepasan investasi jangka
panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan.
3. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki Pemerintah Daerah dinilai
dengan menggunakan nilai rata-rata. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara
membagi total nilai investasi terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah.
4. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi investasi permanen menjadi
investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset Lain-lain dan sebaliknya.

I. PENGUNGKAPAN
Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan Pemerintah
Daerah berkaitan dengan investasi Pemerintah Daerah, antara lain:
1. Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;
2. Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen;
3. Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun investasi jangka
panjang;
4. Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan tersebut;
5. Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya;
6. Perubahan pos investasi.

J. PENGAKUAN AKUNTANSI ATAS BELANJA BARANG PAKAI HABIS DAN


BELANJA MODAL
Suatu pengeluaran belanja akan diperlakukan sebagai belanja modal (nantinya
akan menjadi aset tetap) jika memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut :
a. Manfaat ekonomi barang yang dibeli lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b. Perolehan barang tersebut untuk operasional dan pelayanan, serta tidak untuk
dijual.
c. Nilai rupiah pembelian barang material atau pengeluaran untuk pembelian barang
tersebut material/melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap yang telah
ditetapkan.
36
Kriteria material/tarif minimal kapitalisasi aset tetap yang ditetapkan karena
pengadaan aset tetap (pembelian, hibah, donasi, pertukaran, dan lain-lain perolehan
yang sah baik yang dibiayai seluruhnya atau sebagian dengan APBD) adalah sebagai
berikut :
Jumlah Harga per
No. Uraian
unit (Rp)
1. Tanah Seluruhnya
2. Peralatan dan Mesin, terdiri atas :
2.1 Alat-alat Berat ≥ 1.000.000,-
2.2 Alat-alat Angkutan/kendaraan ≥ 1.000.000,-
2.3 Alat-alat Bengkel dan Alat Ukur ≥ 1.000.000,-
2.4 Alat-alat Pertanian/Peternakan ≥ 1.000.000,-
2.5 Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga ≥ 1.000.000,-
2.6 Alat Studio dan Alat Komunikasi ≥ 1.000.000,-
2.7 Alat-alat Kedokteran ≥ 1.000.000,-
2.8 Alat-alat Laboratorium ≥ 1.000.000,-
2.9 Alat Keamanan ≥ 1.000.000,-
3. Gedung dan Bangunan, terdiri atas :
3.1 Bangunan Gedung Seluruhnya
3.2 Bangunan Monumen Seluruhnya
4. Jalan, Irigasi dan Jaringan, terdiri atas :
4.1 Jalan dan Jembatan Seluruhnya
4.2 Bangunan Air/Irigasi Seluruhnya
4.3 Instalasi Seluruhnya
4.4 Jaringan Seluruhnya
5. Aset Tetap Lainnya, terdiri atas :
5.1 Buku dan Perpustakaan Seluruhnya
5.2 Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaan/Olahraga ≥ 1.000.000,-
5.3 Hewan/Ternak dan Tumbuhan ≥ 1.000.000,-
5.4 Alat-alat Persenjataan ≥ 1.000.000,-
5.5 Aktiva Tak berwujud ≥ 1.000.000,-
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan Seluruhnya

Kriteria material/tarif minimal kapitalisasi aset tetap yang ditetapkan disebabkan


peningkatan nilai aktiva tetap karena diperluas, ditambah atau diperbesar (perbaikan)
adalah sebagai berikut :
Jumlah Harga per
No. Uraian
unit (Rp)
1. Tanah Seluruhnya
2. Peralatan dan Mesin, terdiri atas :
2.1 Alat-alat Berat ≥ 1.000.000,-
2.2 Alat-alat Angkutan/kendaraan ≥ 1.000.000,-
2.3 Alat-alat Bengkel dan Alat Ukur ≥ 1.000.000,-
2.4 Alat-alat Pertanian/Peternakan ≥ 1.000.000,-
2.5 Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga ≥ 1.000.000,-
2.6 Alat Studio dan Alat Komunikasi ≥ 1.000.000,-
2.7 Alat-alat Kedokteran ≥ 1.000.000,-
2.8 Alat-alat Laboratorium ≥ 1.000.000,-
2.9 Alat Keamanan ≥ 1.000.000,-
37
Jumlah Harga per
No. Uraian
unit (Rp)
3. Gedung dan Bangunan, terdiri atas :
3.1 Bangunan Gedung ≥ 10.000.000,-
3.2 Bangunan Monumen ≥ 10.000.000,-
4. Jalan, Irigasi dan Jaringan, terdiri atas :
4.1 Jalan dan Jembatan ≥ 10.000.000,
4.2 Bangunan Air/Irigasi ≥ 10.000.000,
4.3 Instalasi ≥ 10.000.000,
4.4 Jaringan ≥ 10.000.000,
5. Aset Tetap Lainnya, terdiri atas :
5.1 Buku dan Perpustakaan Seluruhnya
5.2 Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaan/Olahraga ≥ 1.000.000,-
5.3 Hewan/Ternak dan Tumbuhan ≥ 1.000.000,-
5.4 Alat-alat Persenjataan ≥1.000.000,-
5.5 Aktiva Tak berwujud ≥ 1.000.000,-
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan Seluruhnya

38
BAB VIII

KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. DEFINISI
Aset adalah sumber daya ekonomis yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh baik oleh
Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah
dan budaya.
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan Pemerintah Daerah atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

B. PENGAKUAN
Aset tetap diakui pada saat terpenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Berwujud;
2. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
3. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
4. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
5. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

C. KLASIFIKASI
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam
aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan:
1. Tanah;
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan
maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam
kondisi siap dipakai
2. Peralatan dan Mesin;
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat
elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya

39
signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi
siap pakai.
3. Gedung dan Bangunan;
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan
dalam kondisi siap dipakai.
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun
oleh Pemerintah Daerah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah
dan dalam kondisi siap dipakai.
5. Aset Tetap Lainnya;
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok aset tetap di atas antara lain study kelayakan dan rencana teknis
pengembangan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional
Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
6. Konstruksi dalam Pengerjaan.
Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses
pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya.
Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional Pemerintah Daerah tidak
memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai
tercatatnya.
1. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya
berpindah.
2. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan
menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap
didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
3. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya
langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya
perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan
semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap
tersebut.
4. Yang dimaksud dengan nilai wajar pada saat perolehan adalah Barang berwujud
yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset pada awalnya diukur
berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya
aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.
5. Biaya perolehan
Suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor
dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset
tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan
yang dimaksudkan.
40
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
a. Biaya persiapan tempat;
b. Biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat
(handling cost);
c. Biaya pemasangan (instalation cost);
d. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
e. Biaya konstruksi;
6. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya
yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran,
penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai.
Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli
tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.
7. Biaya perolehan peralatan dan mesin.
Menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh
peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga
pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya (honor
pejabat/panitia pengadaan barang dan jasa, honor pejabat/panitia pemeriksa hasil
pekerjaan dan lain-lain) untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan
dan mesin tersebut siap digunakan.
8. Biaya perolehan gedung dan bangunan.
Menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan
bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau
biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris dan pajak.
9. Biaya perolehan jalan, irigasi dan jaringan.
Menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi,
dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya
konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan
tersebut siap pakai.
10. Biaya perolehan aset tetap lainnya.
Menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut
sampai siap pakai.
Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen
biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung
pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula
biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa tidak merupakan bagian
biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi
kerjanya.
Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola ditentukan
menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli.
41
Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian.
11. Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan atau melewati satu
periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut digolongkan
dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam pengerjaan sampai dengan aset tersebut
selesai dan siap dipakai.
12. Biaya Perolehan untuk aset yang diperoleh secara gabungan.
Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan
ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan
perbandingan nilai wajar masing- masing aset yang bersangkutan.
13. Biaya Perolehan untuk Aset yang diperoleh dari pertukaran.
Aset tetap yang diperoleh melalui pertukaran atau pertukaran sebagian aset tetap
yang tidak serupa atau aset lainnya diukur berdasarkan nilai wajar aset yang
diperoleh yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah
disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer/diserahkan.
Untuk pertukaran aset tetap yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan
memiliki nilai wajar yang serupa dimana tidak ada keuntungan atau kerugian yang
diakui dalam transaksi tersebut, biaya perolehan aset baru dicatat sebesar nilai
tercatat (carrying amount) atas aset yang dilepas.
14. Biaya perolehan Aset Donasi.
Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus dicatat sebesar nilai
wajar pada saat perolehan.
Perolehan aset donasi diakui sebagai pendapatan Pemerintah Daerah dan jumlah
yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi anggaran.
15. Perlakuan akuntansi untuk tanah.
Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah Daerah tidak diperlakukan
secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur pada
pernyataan tentang akuntansi aset tetap.
16. Perlakuan akuntansi untuk Aset Bersejarah.
Aset Bersejarah berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 71 Tahun 2010
Tentang Standar Akuntansi Pemerintah Daerahan tidak mengharuskan Pemerintah
Daerah untuk mencantumkan Aset bersejarah di neraca (heritage assets) namun
aset tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten Pandeglang.
Aset bersejarah disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk
unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen.
Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan
sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk
seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam
kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.

42
Untuk Aset Bersejarah yang digunakan untuk perkantoran Pemerintah Daerah
Kabupaten Pandeglang diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap
lainnya.
17. Perlakuan akuntansi untuk Aset Infrastruktur.
Aset infrastruktur mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
b. Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
c. Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
d. Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya;
Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan diperlakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip yang diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah
Daerahan. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan,
sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi.
18. Penyusutan.
Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode sistematis sesuai
dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat
menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa yang akan mengalir ke
Pemerintah Daerah. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai
pengurang nilai tercatat Aset Tetap dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap.
19. Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus.
Berdasarkan metode garis lurus, penyusutan nilai aset tetap dilakukan dengan
mengalokasikan penurunan nilai secara merata selama masa manfaatnya.
Prosentase penyusutan yang dipakai dalam metode ini dipergunakan sebagai
pengali nilai yang dapat disusutkan untuk mendapatkan nilai penyusutan per tahun.

NO URAIAN Masa manfaat Nilai sisa (%)

1. Tanah - 0%
2. Peralatan dan Mesin, terdiri atas :
2.1 Alat-alat Berat 5 Tahun 5%
2.2 Alat-alat Angkutan/kendaraan 8 Tahun 5%
2.3 Alat-alat Bengkel dan Alat Ukur 5 Tahun 5%
2.4 Alat-alat Pertanian/Peternakan 5 Tahun 5%
Alat-alat Kantor dan Rumah 5 Tahun
2.5 Tangga 5%
2.6 Alat Studio dan Alat Komunikasi 5 Tahun 5%
2.7 Alat-alat Kedokteran 5 Tahun 8%

43
NO URAIAN Masa manfaat Nilai sisa (%)

2.8 Alat-alat Laboratorium 5 Tahun 8%


2.9 Alat Keamanan 5 Tahun 5%
Gedung dan Bangunan, terdiri atas
3. :
3.1 Bangunan Gedung 20 Tahun 5%
3.2 Bangunan Monumen 20 Tahun 5%
Jalan, Irigasi dan Jaringan, terdiri
4. atas :
4.1 Jalan dan Jembatan 20 Tahun 5%
4.2 Bangunan Air/Irigasi 20 Tahun 5%
4.3 Instalasi 5 Tahun 5%
4.4 Jaringan 20 Tahun 5%
5. Aset Tetap Lainnya, terdiri atas :
5.1 Buku dan Perpustakaan - 8%
Barang Bercorak -
5.2 Kesenian/Kebudayaan/Olahraga 8%
5.3 Hewan/Ternak dan Tumbuhan - 0%
5.4 Alat-alat Persenjataan 5 Tahun 5%
5.5 Aktifa Tak berwujud 10 Tahun 8%
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan - 0%

Selain tanah, hewan/ternak dan tumbuhan serta konstruksi dalam pengerjaan,


seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset
tersebut.
Rumusan perhitungan penyusutan berdasarkan metode garis lurus adalah
sebagai berikut :

Nilai yang dapat disusutkan


Penyusutan per periode =
Masa Manfaat

Nilai yang dapat disusutkan = (100% - Nilai sisa) x Harga Perolehan

44
Contoh Perhitungan Penyusutan :

- Pembelian Laptop seharga Rp. 10.000.000,-


- Laptop termasuk alat-alat kantor yang masa manfaatnya 5 tahun

Yang pertama dicari nilai yang dapat disusutkan

Nilai yang dapat disusutkan = (100% - 5%) x Rp. 10.000.000,-


= 95% x Rp. 10.000.000,-
= Rp. 9.500.000,-

Maka hitungannya sebagai berikut :

Rp. 9.500.000,-
Penyusutan per periode =
5 Tahun
= Rp. 1.900.000,-
Jadi penyusutan pertahun Rp. 1.900.000,-

Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation)


Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan
karena kebijakan akuntansi Pemerintah Daerah menganut penilaian aset
berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan
ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan Pemerintah Daerah yang berlaku
secara nasional.
Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap (Retirement and Disposal)
Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara
permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik di masa
yang akan datang.
Aset tetap yang secara permanen dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif Pemerintah Daerah tidak
memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai
dengan nilai tercatatnya.

45
Pengungkapan Aset Tetap
Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap
sebagai berikut :
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying
amount);
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan :
(1) penambahan;
(2) pelepasan;
(3) akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
(4) mutasi aset tetap lainnya.
c. Informasi penyusutan, meliputi :
(1) nilai penyusutan;
(2) metode penyusutan yang digunakan;
(3) masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
(4) nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
d. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan :
a. Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;
c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
d. Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
Tanah
Tanah yang dikelompokan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau
diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional Pemerintah
Daerah dan dalam kondisi siap digunakan. Dalam akun tanah termasuk tanah yang
digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan.
Pengakuan Tanah
Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya dimungkinkan apabila
perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di
negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada mengindikasikan adanya
penguasaan yang bersifat permanen.
Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi
Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset
diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat
di bawah ini terpenuhi :
a. Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
b. Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi
kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan
masing-masing aset tersebut;
46
c. Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan
atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset
tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan
diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika :
a. Aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi,
atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
b. Harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak
semula.
Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi dalam Pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
pembangunan.
Pengakuan Konstruksi Dalam Pengerjaan
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi dalam Pengerjaan jika :
a. Besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan
dengan aset tersebut akan diperoleh;
b. Biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
c. Aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang dimaksudkan
digunakan untuk operasional Pemerintah Daerah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset
tetap.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan
jika kriteria berikut terpenuhi :
a. Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
b. Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan.
Pengukuran Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan.
Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain :
a. biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
b. biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat
dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
c. biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang
bersangkutan.
Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi :
a. Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat
penyelesaian pekerjaan;
b. Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan
pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;

47
c. Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak penyedia sehubungan dengan
pelaksanan kontrak konstruksi.
Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama
masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya
tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal.
Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga
yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.
Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh
dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan
dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang
atas total pengeluaran biaya konstruksi.
Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan
oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan
selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang
penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang
sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya
dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.
Pengungkapan Konstruksi Dalam Pengerjaan
Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam
Pengerjaan pada akhir periode akuntansi :
a. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan
jangka waktu penyelesaiannya;
b. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya;
c. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
d. Uang muka kerja yang diberikan; dan
e. Retensi.
Aset Bersejarah (Heritage Assets)
Kebijakan ini tidak mengharuskan Pemerintah Daerah untuk mencatat aset
bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada
Pemerintah Daerah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah
digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan
prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.
Aset Infrastruktur (Infrastructure Assets)
Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh Pemerintah Daerah,
aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai aset Pemerintah
Daerah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada kebijakan ini.

48
Penyusutan nilai aset tetap dilakukan dengan metode garis lurus yang akan
diberlakukan setelah basis akuntansi akrual yang akan dilaksanakan pada tahun
2013.
Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodik dan
jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, penyusutan periode
sekarang dan yang akan datang harus dilakukan penyesuaian.
Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap disusutkan
sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
Aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen
dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi masa yang akan
datang.
Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas dieliminasi dari Neraca
dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif Pemerintah Daerah tidak
memenuhi definisi aset tetap dan dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan
nilai tercatatnya.
Aset Tetap Lainnya
1. Study kelayakan dan rencana teknis pengembangan merupakan bagian dari
aset konstruksi dalam pengerjaan sehingga belum diperhitungkan beban
penyusutannya.
2. Sedangkan pada saat aset konstruksi dalam pengerjaan tersebut dinyatakan
selesai 100% dan telah dikapitalisasi ke dalam jenis aset tetap, maka study
kelayakan dan rencana teknis pengembangan yang bersangkutan melekat dan
menambah biaya perolehan aset tetap dimaksud.
Laporan keuangan mengungkapkan untuk masing- masing jenis aset tetap sebagai
berikut:
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying
amount);
2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
a. Penambahan;
b. Pelepasan;
c. Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
d. Mutasi aset tetap lainnya.
3. Informasi penyusutan, meliputi:
a. Nilai penyusutan;
b. Metode penyusutan yang digunakan;
c. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
d. Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode;

49
4. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
a. Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;
c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
d. Jumlah komitmen untuk akuisi aset tetap.
Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus
diungkapkan:
1. Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
2. Tanggal efektif penilaian kembali;
3. Jika ada, nama penilai independen;
4. Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
pengganti;
5. Nilai tercatat setiap jenis aset tetap;
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam
aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan:
1. Tanah;
2. Peralatan dan Mesin;
3. Gedung dan Bangunan;
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
5. Aset Tetap Lainnya; dan
6. Konstruksi dalam Pengerjaan.
20. Penghapusan
Penghapusan barang/aset milik Daerah Kabupaten Pandeglang dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 2 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan Barang Millk Daerah.
Penghapusan barang milik daerah meliputi:
1. Penghapusan dari daftar Barang Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna; dan
2. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah;
Penghapusan barang milik daerah dapat dilakukan apabila :
1. Barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna
dan/atau kuasa pengguna;
2. Barang milik daerah sudah beralih kepemilikannya;
Kepemilkan barang Pemerintah Daerah bisa beralih seperti pemindah
tanganan yang diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan
yang masih mempunyai nilai ekonomis dapat dilakukan melalui:

50
a. Pelelangan umum/pelelangan terbatas dan hasil pelelangan disetor ke kas
Daerah;
b. Disumbangkan atau dihibahkan kepada pihak lain

Penghapusan dapat dilaksanakan dengan Keputusan Bupati atau dilaksanakan


dengan Keputusan pengelola barang milik daerah atas nama Bupati.
Penghapusan barang milik daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dapat
dilakukan apabila barang milik daerah tidak dapat digunakan, tidak dapat
dimanfaatkan dan tidak dapat dipindah tangankan atau Alasan lain sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan pemusnahan dilaksanakan oleh pengguna dengan keputusan dari
pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati dan dituangkan dalam Berita Acara
Pemusnahan dan dilaporkan kepada Bupati.

51
BAB IX

NERACA
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang
harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan
Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. PENDAHULUAN
1. Tujuan
a. Tujuan kebijakan neraca adalah menempatkan dasar-dasar penyajian neraca
untuk Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas
sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi/entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
2. Ruang Lingkup
Kebijakan ini diterapkan dalam penyajian Neraca yang disusun dan disajikan dengan
menggunakan akuntansi berbasis akrual untuk tingkat SKPD, PPKD, dan
Pemerintah Daerah.

B. KLASIFIKASI
1. Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam
aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
2. Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset
dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima
atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan.
3. Apabila suatu entitas akuntansi / entitas pelaporan menyediakan barang-
barang yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan Pemerintah
Daerahan, perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar
dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang
akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan
digunakan untuk keperluan jangka panjang.
4. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut :
a. kas dan setara kas;
b. investasi jangka pendek;
c. piutang pajak dan bukan pajak;
d. persediaan;
e. investasi jangka panjang;
52
f. aset tetap;
g. kewajiban jangka pendek;
h. kewajiban jangka panjang;
i. ekuitas dana.
5. Pos-pos selain yang disebutkan di atas disajikan dalam Neraca jika Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Daerah mensyaratkan, atau jika penyajian demikian
perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan suatu entitas
akuntansi/entitas pelaporan.
6. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah didasarkan pada
faktor-faktor :
a. Sifat, likuiditas, dan materialitas aset.
b. Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas akuntansi.
c. Jumlah, sifat dan jangka waktu kewajiban.
7. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-kadang diukur
dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, sekelompok aset tetap
tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok lainnya dicatat atas dasar
biaya perolehan dan kelompok lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang
diestimasikan.

C. PENYUSUNAN NERACA SKPD SEBELUM KONVERSI


Setelah disusun LRA SKPD, kemudian SKPD menyusun neraca SKPD. Neraca ini
menyajikan informasi tentang posisi keuangan SKPD mengenai aset, kewajiban, dan
ekuitas dana pada tanggal tertentu. Format neraca SKPD sebelum konversi adalah
sebagai berikut :
1. Format Neraca SKPD

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG


NERACA SKPD ......
JUMLAH KENAIKAN/PENURUNAN
URAIAN
TAHUN TAHUN n-1 JUMLAH %
ASET
ASET LANCAR
Kas
Kas di Bendahara Penerimaan
Kas di Bendahara Pengeluaran
Investasi Jangka Pendek
Investasi dalam Saham
Investasi dalam Obligasi
Piutang
Piutang Pajak
Piutang Retribusi

53
JUMLAH KENAIKAN/PENURUNAN
URAIAN
TAHUN TAHUN n-1 JUMLAH %
Piutang lain-lain
Persediaan
Persediaan Alat Tulis Kantor
Persediaan Alat Listrik
Persediaan Material/Bahan
Persediaan Benda Pos
Persediaan Bahan Bakar
Persediaan Bahan Makanan Pokok
Jumlah
ASET TETAP
Tanah
Tanah
Peralatan dan mesin
Alat-alat Berat
Alat-alat Angkutan Darat Bermotor
Alat-alat Angkutan Darat Tidak
Bermotor
Alat-alat Angkutan di Air Bermotor
Alat-alat Angkutan di Air Tidak
Bermotor
Alat-alat Angkutan Udara
Alat-alat Bengkel
Alat-alat Pengolahan Pertanian dan
Peternakan
Peralatan Kantor
Perlengkapan Kantor
Komputer
Meubelair
Peralatan Dapur
Penghias Ruangan Rumah Tangga
Alat-alat Studio
Alat-alat Komunikasi
Alat-alat Ukur
Alat-alat Kedokteran
Alat-alat Laboratorium
Alat-alat Persenjataan/Keamanan
Gedung dan bangunan
Gedung Kantor
Gedung Rumah Jabatan
Gedung Rumah Dinas
Gedung Gudang
Bangunan Bersejarah
Bangunan Monumen
Tugu Peringatan

54
JUMLAH KENAIKAN/PENURUNAN
URAIAN
TAHUN TAHUN n-1 JUMLAH %
Jalan, Jaringan, dan Instalasi
Jalan
Jembatan
Jaringan Air
Penerangan Jalan, Taman dan Hutan
Kota
Instalasi Listrik dan Telepon
Aset Tetap Lainnya
Buku dan Kepustakaan
Barang Bercorak Kesenian,
Kebudayaan
Hewan/Ternak dan Tanaman
Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan
Akumulasi Penyusutan
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap
Jumlah
ASET LAINNYA
Tagihan Piutang Penjualan
Angsuran
Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian
Daerah
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Aset Tidak Berwujud
Aset Lain-lain
Jumlah
JUMLAH ASET
KEWAJIBAN
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
Utang Perhitungan Pihak Ketiga
Utang Bunga
Utang Pajak
Bagian Lancar Utang Jangka
Panjang
Pendapatan Diterima Di Muka
Utang Jangka Pendek Lainnya
Jumlah
EKUITAS DANA LANCAR
SILPA
Cadangan Piutang
Cadangan Persediaan
Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek
Jumlah

55
JUMLAH KENAIKAN/PENURUNAN
URAIAN
TAHUN TAHUN n-1 JUMLAH %
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
REKENING KORAN-PPKD
Jumlah
JUMLAH KEWAJIBAN DAN
EKUITAS DANA

2. Format Konfersi untuk Neraca SKPD


Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP
ASET LANCAR ASET LANCAR
Kas
1. Kas di Bendahara Penerimaan 1. Kas di Bendahara Penerimaan
2. Kas di Bendahara 2. Kas di Bendahara Pengeluaran
Pengeluaran
Investasi Jangka Pendek 3. Investasi Jangka Pendek
1. Investasi dalam Saham 4. Piutang Pajak
2. Investasi dalam Obligasi 5. Piutang Retribusi
Piutang 6. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Perusahaan Negara
1. Piutang Pajak 7. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Perusahaan Daerah
2. Piutang Retribusi 8. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Pemerintah Daerah Pusat
3. Piutang lain-lain 9. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Pemerintah Daerah Lainnya
Persediaan 10. Bagian Lancar Tagihan
Penjualan Angsuran
1. Persediaan Alat Tulis Kantor 11. Bagian Lancar Tuntutan
Perbendaharaan
2. Persediaan Alat Listrik 12. Bagian Lancar Tuntutan Ganti
Rugi
3. Persediaan Material/Bahan 13. Piutang Lainnya
4. Persediaan Benda Pos 14. Persediaan
5. Persediaan Bahan Bakar
6. Persediaan Bahan Makanan
Pokok

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP


ASET TETAP ASET TETAP
1. Tanah 1. Tanah
2. Peralatan dan Mesin 2. Peralatan dan Mesin
3. Gedung dan Bangunan 3. Gedung dan Bangunan
4. Jalan, Jaringan dan Instalasi 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Aset Tetap Lainnya 5. Aset Tetap Lainnya
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan 6. Konstruksi dalam Pengerjaan
56
Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP
ASET TETAP ASET TETAP
7. Akumulasi Penyusutan 7. Akumulasi Penyusutan

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP


ASET LAINNYA ASET LAINNYA
1. Tagihan Piutang Penjualan 1. Tagihan Penjualan Angsuran
Angsuran
2. Tagihan Tuntutan Ganti 2. Tuntutan Perbendaharaan
Kerugian Daerah
3. Kemitraan dengan Pihak 3. Tuntutan Ganti Rugi
Ketiga
4. Aset Tidak Berwujud 4. Kemitraan dengan Fihak Ketiga
5. Aset Lain-Lain 5. Aset Tidak Berwujud
6. Aset Lain-Lain

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP


KEWAJIBAN KEWAJIBAN
A. Kewajiban Jangka Pendek A. Kewajiban Jangka Pendek
1. Utang Perhitungan Pihak 1. Utang Perhitungan Fihak Ketiga
Ketiga (PFK)
2. Uang Muka dari Kas Daerah 2. Utang Bunga
3. Utang Bunga 3. Bagian Lancar Utang dalam
Negeri
4. Utang Pajak 4. Bagian Lancar Utang Jangka
Panjang Lainnya
5. Bagian Lancar Utang Jangka 5. Utang Jangka Pendek Lainnya
Panjang
6. Pendapatan diterima di
Muka
7. Utang Jangka Pendek Lainnya

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP


EKUITAS DANA EKUITAS DANA
Ekuitas Dana Lancar Ekuitas Dana Lancar
1. Sisa Lebih Pembiayaan 1. Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran (SILPA) Anggaran (SILPA)
2. Cadangan Piutang 2. Cadangan Piutang
3. Cadangan Persediaan 3. Cadangan Persediaan
4. Dana yang Harus Disediakan 4. Dana yang Harus Disediakan
untuk Pembayaran Utang untuk Pembayaran Utang
Jangka Pendek Jangka Pendek
Ekuitas Dana Investasi Ekuitas Dana Investasi
1. Diinvestasikan dalam Aset 1. Diinvestasikan dalam Aset
Tetap Tetap

57
Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP
EKUITAS DANA EKUITAS DANA
2. Diinvestasikan dalam Aset 2. Diinvestasikan dalam Aset
Lainnya (tidak termasuk Dana Lainnya
Cadangan)

3. Format Neraca setelah Konversi

NERACA SKPD SETELAH KONVERSI


PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG
NERACA SKPD ......
Per 31 Desember 20XX DAN 20XX

Uraian 20XX 20XX


ASET
ASET LANCAR
Kas di bendahara penerimaan
Kas di bendahara pengeluaran
Investasi Jangka Pendek
Piutang Pajak
Piutang Retribusi
Bagian Lancar Pinjaman kepada
Perusahaan Negara
Bagian Lancar Pinjaman kepada
Perusahaan Daerah
Bagian Lancar Pinjaman kepada
Pemerintah Daerah Pusat
Bagian Lancar Pinjaman kepada
Pemerintah Daerah Lainnya
Bagian Lancar Tagihan Penjualan
Angsuran
Bagian Lancar Tuntutan
Perbendaharaan
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
Piutang Lainnya
Persediaan
Jumlah Aset Lancar
ASET TETAP
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi dalam Pengerjaan
Akumulasi Penyusutan
Jumlah Aset Tetap
ASET LAINNYA

58
Uraian 20XX 20XX
Tagihan Penjualan Angsuran
Tuntutan Perbendaharaan
Tuntutan Gaji Rugi
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Aset Tak Berwujud
Aset Lain-lain
Jumlah Aset Lainnya
JUMLAH ASET
KEWAJIBAN
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

Utang Perhitungan Pihak Ketiga


(PFK)
Utang Bunga
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri
– Pemerintah Daerah
Pusat
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri
– Pemerintah Daerah
Daerah Lainnya
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri
– Lembaga
Keuangan Bukan Bank
Bagian Lancar Utang Dalam
Negeri – Obligasi
Bagian Lancar Utang Jangka
Panjang Lainnya
Utang Jangka Pendek Lainnya
Jumlah Kewajiban
EKUITAS DANA LANCAR
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SILPA)
Cadangan Piutang
Cadangan Persediaan
Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran
Utang Jangka Pendek
Jumlah Ekuitas Dana Lancar
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
Jumlah Ekuitas Dana Investasi
Rekening Koran-PPKD
Jumlah Ekuitas Dana
JUMLAH KEWAJIBAN DAN
EKUITAS DANA

59
4. PENYUSUNAN NERACA PPKD SEBELUM KONVERSI
Setelah disusun LRA PPKD, selanjutnya PPKD menyusun neraca PPKD, neraca ini menyajikan
informasi tentang posisi keuangan PPKD mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal
tertentu. Neraca PPKD sebelum konversi adalah sebagai berikut :

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG


NERACA PPKD
Per-31 Desember Tahun n dan Tahun n-1

KENAIKAN
JUMLAH
(PENURUNAN)
URAIAN
TAHUN TAHUN
JUMLAH %
n n-1
ASET
ASET LANCAR
Kas
Kas di Kas Daerah
Investasi Jangka Pendek
Investasi dalam Saham
Investasi dalam Obligasi
Piutang
Piutang Pajak
Piutang Retribusi
Piutang Dana Bagi Hasil
Piutang Dana Alokasi Umum
Piutang Dana Alokasi Khusus
Piutang Lain-Lain
Jumlah
INVESTASI JANGKA PANJANG
Investasi Permanen
Pinjaman kepada Perusahaan Negara
Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
Pinjaman kepada Pemerintah Daerah
Daerah Lainnya
Investasi dalam Surat Utang Negara
Investasi Dana Bergulir
Investasi Non Permanen Lainnya
Investasi Non Permanen
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Penyertaan Modal dalam Proyek
Pembangunan
Penyertaan Modal Perusahaan
Patungan
Investasi Permanen Lainnya
Jumlah
ASET TETAP
Tanah
60
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, Jaringan dan Instalasi
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi Dalam Pengerjaan
K
Akumulasi Penyusutan
O Jumlah
NASET LAINNYA
VTagihan Penjualan Angsuran
ETagihan Tuntutan Gaji Kerugian
RDaerah
SKemitraan dengan Pihak Ketiga
I Aset Tak Berwujud
Aset Lain-lain
U Jumlah
NRK-SKPD .............
TRK-SKPD .............
U JUMLAH ASET
KKEWAJIBAN
Kewajiban Jangka Pendek
NUtang Perhitungan Pihak Ketiga
EUtang Bunga
RUtang Pajak
ABagian Lancar Utang Jangka Panjang
CPendapatan Diterima di Muka
Kewajiban Jangka Panjang
AUtang Dalam Negeri
Utang Luar Negeri
P Jumlah
PEKUITAS DANA
KEKUITAS DANA LANCAR
DSILPA
Cadangan Piutang
: Cadangan Persediaan
Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek
Jumlah
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka
Panjang
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Panjang
EKUITAS DANA CADANGAN
Diinvestasikan dalam Dana Cadangan
Jumlah
JUMLAH KEWAJIBAN DAN
EKUITAS DANA

61
Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP
ASET LANCAR ASET LANCAR
Kas A. Aset Lancar
1. Kas di Kas Daerah 1. Kas di Kas Daerah
Investasi Jangka Pendek 4. Investasi Jangka Pendek
Piutang 5. Piutang Pajak
1. Piutang Pajak 6. Piutang Retribusi
2. Piutang Retribusi 7. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Perusahaan Negara
3. Piutang Dana Bagi Hasil 8. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Perusahaan Daerah
4. Piutang Dana Alokasi Umum 9. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Pemerintah Daerah Pusat
5. Piutang Dana Alokasi Khusus 10. Bagian Lancar Pinjaman kepada
Pemerintah Daerah Lainnya
6. Piutang Lain-Lain 11. Bagian Lancar Tagihan
Penjualan Angsuran
12. Bagian Lancar Tuntutan Ganti
Rugi
13. Piutang Lainnya
Persediaan 14. Persediaan

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 20010 tentang SAP


INVESTASI JANGKA PANJANG INVESTASI JANGKA PANJANG
A. Investasi Non Permanen A. Investasi Non Permanen
1. Pinjaman kepada Perusahaan 1. Pinjaman kepada Perusahaan
Negara Negara
2. Pinjaman kepada Perusahaan 2. Pinjaman kepada Perusahaan
Daerah Daerah
3. Pinjaman kepada Pemerintah 3. Pinjaman kepada Pemerintah
Daerah Daerah
Daerah Lainnya Daerah Lainnya
4. Investasi dalam Surat Utang 4. Investasi dalam Surat Utang
Negara Negara
5. Investasi Dana Bergulir 5. Investasi dalam Proyek
Pembangunan
6 Investasi Non Permanen 6. Investasi Non Permanen
Lainnya Lainnya
B. Investasi Permanen B. Investasi Permanen
1. Penyertaan Modal Pemerintah 1. Penyertaan Modal Pemerintah
Daerah Daerah
Daerah Daerah
2. Penyertaan Modal dalam 2. Investasi Permanen Lainnya
Proyek Pembangunan
3. Penyertaan Modal
Perusahaan Patungan
4. Investasi Permanen Lainnya

62
Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP
ASET TETAP ASET TETAP
1. Tanah 1. Tanah
2. Peralatan dan Mesin 2. Peralatan dan Mesin
3. Gedung dan Bangunan 3. Gedung dan Bangunan
4. Jalan, Jaringan dan Instalasi 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Aset Tetap Lainnya 5. Aset Tetap Lainnya
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan 6. Konstruksi dalam Pengerjaan
7. Akumulasi Penyusutan 7. Akumulasi

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP


ASET TETAP LAINNYA ASET TETAP LAINNYA
1. Tagihan Piutang Penjualan 1. Tagihan Penjualan Angsuran
Angsuran
2. Tagihan Tuntutan Ganti 2. Tuntutan Perbendaharaan
Kerugian Daerah
3. Kemitraan dengan Pihak 3. Tuntutan Ganti Rugi
Ketiga
4. Aset Tidak Berwujud 4. Kemitraan dengan Fihak Ketiga
5. Aset Lain-Lain 5. Aset Tidak Berwujud
6. Aset Lain-Lain

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP


KEWAJIBAN KEWAJIBAN
A. Kewajiban Jangka Pendek A. Kewajiban Jangka Pendek
1. Utang Perhitungan Pihak 1. Utang Perhitungan Fihak Ketiga
Ketiga (PFK)
2. Utang Bunga 2. Utang Bunga
3. Utang Pajak 3. Bagian Lancar Utang dalam
Negeri
4. Bagian Lancar Utang Jangka 4. Bagian Lancar Utang Jangka
Panjang Panjang Lainnya
5. Pendapatan Diterima di Muka 5. Utang Jangka Pendek Lainnya
B. Kewajiban Jangka Panjang B. Kewajiban Jangka Panjang
1. Utang Dalam Negeri 1. Utang Dalam Negeri
2. Utang Luar Negeri 2. Utang Jangka Panjang Lainnya

Permendagri No. 13 Tahun 2006 PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP


EKUITAS DANA EKUITAS DANA
A. Ekuitas Dana Lancar A. Ekuitas Dana Lancar
1. Sisa Lebih Pembiayaan 1. Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran (SiLPA) Anggaran (SiLPA)

63
2. Cadangan Piutang 2. Cadangan Piutang
3. Cadangan Persediaan 3. Cadangan Persediaan
4. Dana yang Harus Disediakan 4. Dana yang Harus Disediakan
untuk Pembayaran Utang untuk Pembayaran Utang
Jangka Pendek Jangka Pendek
B. Ekuitas Dana Investasi B. Ekuitas Dana Investasi
1. Diinvestasikan dalam Investasi 1. Diinvestasikan dalam Investasi
Jangka Panjang Jangka Panjang
2. Diinvestasikan dalam Aset 2. Diinvestasikan dalam Aset
Tetap Tetap
3. Diinvestasikan dalam Aset 3. Diinvestasikan dalam Aset
Lainnya (tidak termasuk Dana Lainnya
Cadangan)
4. Dana yang Harus Disediakan 4. Dana yang Harus Disediakan
untuk Pembayaran Utang untuk Pembayaran Utang
Jangka Panjang Jangka Panjang
C. Ekuitas Dana Cadangan C. Ekuitas Dana Cadangan
1. Diinvestasikan dalam Dana 1. Diinvestasikan dalam Dana
Cadangan Cadangan

5. Neraca PPKD setelah Konversi


NERACA PPKD SETELAH KONVERSI
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG
NERACA PPKD
Per 31 Desember 20X1 dan 20X0
(Dalam Rupiah)
Uraian 20X1 20X0
ASET
ASET LANCAR
Kas di Kas Daerah
Investasi Jangka Pendek
Piutang Pajak
Piutang Retribusi
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah
Pusat
Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah
Lainnya
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
Piutang Lainnya
Persediaan
Jumlah Aset Lancar
INVESTASI JANGKA PANJANG
Investasi Non Permanen
Pinjaman kepada Perusahaan Negara
Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
64
Uraian 20X1 20X0
Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya
Investasi dalam Surat Utang Negara
Investasi dalam Proyek Pembangunan
Investasi Non Permanen Lainnya
Investasi Permanen
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Investasi Permanen Lainnya
ASET TETAP
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi dalam Pengerjaan
Akumulasi Penyusutan
Jumlah Aset Tetap
DANA CADANGAN
Dana Cadangan
Jumlah Dana Cadangan
ASET LAINNYA
Tagihan Penjualan Angsuran
Tuntutan Perbendaharaan
Tuntutan Gaji Rugi
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Aset Tak Berwujud
Aset Lain-lain
Jumlah Aset Lainnya
Rekening Koran - SKPD .............
Rekening Koran - SKPD .............
JUMLAH ASET
KEWAJIBAN
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)
Utang Bunga
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri – Pemerintah
Daerah Pusat
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri – Pemerintah
Daerah
Lainnya
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri – Lembaga
Keuangan
Bukan Bank
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri – Obligasi
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya
Utang Jangka Pendek Lainnya
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
Utang Dalam Negeri – Pemerintah Daerah Pusat
Utang Dalam Negeri – Pemerintah Daerah Lainnya

65
Uraian 20X1 20X0
Utang Dalam Negeri – Lembaga Keuangan Bank
Utang Dalam Negeri – Lembaga Keuangan Bukan
Bank
Utang dalam Negeri – Obligasi
Utang Jangka Panjang Lainnya
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang
EKUITAS DANA
EKUITAS DANA LANCAR
SILPA
Cadangan Piutang
Cadangan Persediaan
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran
Utang
Jangka Pendek
Jumlah Ekuitas Dana Lancar
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran
Utang
Jangka Panjang
Jumlah Ekuitas Dana Investasi
EKUITAS DANA CADANGAN
Diinvestasikan dalam Dana Cadangan
Jumlah Ekuitas Dana Cadangan
JUMLAH EKUITAS DANA
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA

6. Neraca Gabungan Pemerintah Daerah


NERACA GABUNGAN PEMERINTAH DAERAH
No Uraian SATKER PPKD Eliminasi Gabungan
1, 2,…n
1 Aset
2 Aset Lancar
3 Kas di Kas Daerah xxx xxx xxx
4 Kas di bendahara xxx xxx xxx
Penerimaan
5 Kas di bendahara xxx xxx xxx
Pengeluaran
6 Piutang pajak daerah xxx xxx
7 Piutang retribusi daerah xxx xxx
8 Piutang hasil pengelolaan kekayaan xxx xxx
daerah yang dipisahkan
9 Piutang lain-lain PAD yang xxx xxx xxx
sah
10 Piutang dana perimbangan xxx xxx
11 Piutang lain-lain pendapatan yang xxx xxx
66
No Uraian SATKER PPKD Eliminasi Gabungan
1, 2,…n
sah
12 Persediaan xxx xxx xxx
13 Jumlah aset lancar xxx xxx xxx
14 Investasi Jangka Panjang xxx xxx xxx
15 Aset Tetap
16 Tanah xxx xxx xxx
17 Peralatan dan mesin xxx xxx xxx
18 Gedung dan bangunan xxx xxx xxx
19 Jalan, irigasi, dan jaringan xxx xxx xxx
20 Aset tetap lainnya xxx xxx xxx
21 Akumulasi penyusutan (xxx) (xxx) (xxx)
22 Jumlah aset tetap xxx xxx xxx
23 Dana cadangan xxx xxx
24 Aset lainnya xxx xxx xxx
25 Rekening Koran-SKPD xxx (xxx)
26 Jumlah aset xxx xxx xxx
27 Kewajiban xxx xxx xxx
28 Ekuitas dana xxx xxx
29 Rekening Koran-PPKD xxx (xxx)
30 Jumlah ekuitas xxx xxx xxx

7. Format Laporan Arus Kas (LAK)


LAPORAN ARUS KAS
CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG
Metode Langsung
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0

NO URAIAN 20X1 20X0


1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3 Penerimaan Pajak Daerah XXX XXX
4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX
5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX
7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX
8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX
9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX
10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX
11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX
12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX
13 Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX
14 Penerimaan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX
15 Penerimaan Hibah XXX XXX
16 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX
17 Penerimaan Lainnya XXX XXX
18 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX
19 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 18) XXX XXX

67
NO URAIAN 20X1 20X0
20 Arus Keluar Kas
21 Pembayaran Pegawai XXX XXX
22 Pembayaran Barang XXX XXX
23 Pembayaran Bunga XXX XXX
24 Pembayaran Subsidi XXX XXX
25 Pembayaran Hibah XXX XXX
26 Pembayaran Bantuan Sosial XXX XXX
27 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX
28 Pembayaran Bagi Hasil Pajak XXX XXX
29 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi XXX XXX
30 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX
31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX
32 Jumlah Arus Keluar Kas (21 s/d 31) XXX XXX
33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (19 - 32) XXX XXX
34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi
35 Arus Masuk Kas
36 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX
37 Penjualan atas Tanah XXX XXX
38 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX
39 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX
40 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
41 Penjualan Aset Tetap XXX XXX
42 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX
42 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX
44 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX
45 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 44) XXX XXX
46 Arus Keluar Kas
47 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX
48 Perolehan Tanah XXX XXX
49 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX
50 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX
51 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
52 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX
53 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX
54 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX
55 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX

56 Jumlah Arus Keluar Kas (47 s/d 55) XXX XXX


57 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (45 - 56) XXX XXX
58 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
59 Arus Masuk Kas
60 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
61 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
62 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
63 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
64 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
65 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
67 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
68 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
69 Jumlah Arus Masuk Kas (60 s/d 68) XXX XXX

68
NO URAIAN 20X1 20X0
70 Arus Keluar Kas
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX
74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX
75 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX
76 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX
77 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX
78 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX
79 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX
80 Jumlah Arus Keluar Kas (71 s/d 79) XXX XXX
81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (69 - 80) XXX XXX
82 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris
83 Arus Masuk Kas
84 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX

85 Jumlah Arus Masuk Kas (84) XXX XXX


86 Arus Keluar Kas
87 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX
88 Jumlah Arus Keluar Kas (87) XXX XXX
89 Arus Kas Bersih dari Aktivitas transitoris (84 - 87) XXX XXX
90 Kenaikan/Penurunan Kas (33+57+81+89) XXX XXX
91 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX
92 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (90+91) XXX XXX
93 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX
94 Saldo Akhir Kas (92+93) XXX XXX

8. Format Laporan Operasional (LO)

Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten Pandeglang


PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG
LAPORAN OPERASIONAL
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

KENAIKAN
NO URAIAN 20X1 20X0 PENURUNAN %
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX XXX XXX
4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX XXX XXX
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX XXX XXX
6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya XXX XXX XXX XXX

7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah ( 3 s/d 6 ) XXX XXX XXX XXX


8 PENDAPATAN TRANSFER
9 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN
10 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX XXX XXX
11 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX XXX XXX
12 Dana Alokasi Umum XXX XXX XXX XXX
13 Dana Alokasi Khusus XXX XXX XXX XXX
14 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (10 s/d 13) XXX XXX XXX XXX
15 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
16 Dana Otonomi Khusus XXX XXX XXX XXX

17 Dana Penyesuaian XXX XXX XXX XXX

69
18 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (16 s/d 17 ) XXX XXX XXX XXX
19 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
20 Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX XXX XXX

21 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX XXX XXX

22 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi (20 s/d 21) XXX XXX XXX XXX
23 Jumlah Pendapatan Transfer (14 + 18 + 22) XXX XXX XXX XXX
24 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
25 Pendapatan Hibah XXX XXX XXX XXX
26 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX XXX XXX
27 Pendapatan Lainnya XXX XXX XXX XXX
28 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (25 s/d 27) XXX XXX XXX XXX
29 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 23 + 28) XXX XXX XXX XXX
30 BEBAN
31 Beban Pegawai XXX XXX XXX XXX
32 Beban Persediaan XXX XXX XXX XXX
33 Beban Jasa XXX XXX XXX XXX
34 Beban Pemeliharaan XXX XXX XXX XXX
35 Beban Perjalanan Dinas XXX XXX XXX XXX
36 Beban Bunga XXX XXX XXX XXX
37 Beban Subsidi XXX XXX XXX XXX
38 Beban Hibah XXX XXX XXX XXX
39 Beban Bantuan Sosial XXX XXX XXX XXX
40 Beban Penyusutan XXX XXX XXX XXX
41 Beban Transfer XXX XXX XXX XXX
42 Beban Lain-lain XXX XXX XXX XXX
43 JUMLAH BEBAN (31s/d 42) XXX XXX XXX XXX
44 SURPLUS/DEFISIT DARI OPERASI (29-43) XXX XXX XXX XXX
45 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL
46 Surplus Penjualan Aset Nonlancar XXX XXX XXX XXX
47 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang XXX XXX XXX XXX
48 Defisit Penjualan Aset Nonlancar XXX XXX XXX XXX
49 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang XXX XXX XXX XXX
50 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya XXX XXX XXX XXX

51 UMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON XXX XXX XXX XXX


OPERASIONAL(46 s/d 50)
52 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (44 + 51) XXX XXX XXX XXX
53 POS LUAR BIASA
54 Pendapatan Luar Biasa XXX XXX XXX XXX
55 Beban Luar Biasa XXX XXX XXX XXX
56 POS LUAR BIASA ( 54-55) XXX XXX XXX XXX
57 SURPLUS/DEFISIT-LO ( 52 + 56) XXX XXX XXX XXX

70
9. Laporan Perubahan Ekuitas (LEP)
Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Kabupaten Pandeglang
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG
LAPORAN OPERASIONAL
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

NO URAIAN 20X1 20X0


1 EKUITAS AWAL XXX XXX
2 SURFLUS/DEFISIT – LO XXX XXX
3 DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN
MENDASAR XXX XXX
4 KOREKSI NILAI PERSEDIAAN XXX XXX
5 SELISIH REVALUASI ASET TETAP XXX XXX

10. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)


Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Kabupaten Pandeglang
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG
LAPORAN SALDO ANGGARAN LEBIH
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

NO URAIAN 20X1 20X0


1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX
2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun
Berjalan XXX XXX
3 Sub total (1-2) XXX XXX
4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX
5 Sub total (3+4) XXX XXX
6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun sebelumnya XXX XXX
7 Lain-lain XXX XXX
8 Saldo Anggaran lebih akhir (5+6+7) XXX XXX

71
BAB X

KEBIJAKAN AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN

Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. DEFINISI
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
perolehannya dan/atau pembangunannya.
Konstruksi dalam pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung
dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses
perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu
dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan
suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih
dari satu periode akuntansi.
Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau
melalui pihak penyedia dengan kontrak konstruksi.

B. PENGAKUAN
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:
1. Besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan
dengan aset tersebut akan diperoleh;
2. Biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal.
3. Telah terbit Surat Perintah Kerja/ Perjanjian Kerja Kontrak (SPK); dan
4. Aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang dimaksudkan
digunakan untuk operasional Pemerintah Daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang
bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
1. Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
2. Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
3. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan.

C. PENGUKURAN

72
Biaya Perolehan/Biaya Konstruksi dapat dibedakan atas Biaya perolehan atas
konstruksi yang dikerjakan secara swakelola atau menggunakan jasa kontraktor.
1. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
a. Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi (biaya pekerjaan
lapangan, biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi, biaya pemindahan
bahan, sarana, peralatan, bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan
konstruksi, biaya penyewaan sarana dan peralatan serta biaya rancangan dan
bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi);
b. Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat
dialokasikan ke konstruksi tersebut (biaya asuransi, biaya rancangan dan
bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi
tertentu dan biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan
konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi) dan Biaya-biaya ini
dialokasikan dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang atas dasar
proporsi biaya langsung yang diterapkan secara konsisten.
c. Biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang
bersangkutan.
2. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor
Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:
a. Termyn yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat
penyelesaian pekerjaan;
b. Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan
pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;
Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak penyedia sehubungan dengan
pelaksanaan kontrak konstruksi.
3. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai penambah nilai
Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Perlakuan akuntansi atas konstruksi yang dibiayai dari pinjaman
a. Dalam konstruksi yang dibiayai dari pinjaman, biaya pinjaman yang timbul
selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi,
sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal.
b. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul
sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.
c. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya
bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.
d. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang
diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang
bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-
rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.

73
e. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang
dibayarkan selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi
dikapitalisasi sebaliknya apabila pemberhentian sementara disebabkan oleh
keadaan force majeur maka biaya pinjaman tidak dikapitalisasi dan diperlakukan
sebagai biaya bunga pada periode bersangkutan.
f. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang
penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan
yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya
dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.

D. PENGUNGKAPAN
Pada akhir periode akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang harus
mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan berikut:
1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan
jangka waktu penyelesaiannya;
2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
4. Uang muka kerja yang diberikan;
5. Retensi (biaya pemeliharaan).

74
BAB XI

KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. DEFINISI
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi Pemerintah
Daerah.

B. PENGAKUAN
Kewajiban diakui jika:
1. Besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan
atau telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat ini.
2. Perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat
diukur dengan andal.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat
kewajiban timbul. Kewajiban dapat timbul dari:
1. Transaksi dengan pertukaran-exchange transactions (ketika masing- masing
pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu nilai sebagai
gantinya);
2. Transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum yang
berlaku dan kebijakan yang diterapkan belum lunas dibayar sampai dengan saat
tanggal pelaporan, misalnya bantuan keuangan kepada Pemerintah Daerah desa
lainnya yang belum dibayarkan;
3. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah (government-related events);
Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah adalah kejadian yang tidak
didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara Pemerintah
Daerah dan lingkungannya. Misalnya terjadi kerusakan tidak disengaja atas hak
milik pribadi sebagai akibat pelaksanaan suatu kegiatan Pemerintah Daerah,
maka kewajiban Pemerintah Daerah timbul pada saat kejadian sepanjang hukum
yang berlaku dan kebijakan yang ada memungkinkan bahwa Pemerintah Daerah
akan membayar kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat
diestimasi dengan andal.
4. Kejadian yang diakui Pemerintah Daerah (government-acknowledged events).
Kejadian yang diakui Pemerintah Daerah adalah kejadian-kejadian yang tidak
didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai konsekuensi
75
keuangan bagi Pemerintah Daerah karena Pemerintah Daerah memutuskan
untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah Daerah mempunyai tanggung
jawab luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah
Daerah sering diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang
sebelumnya tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya
yang timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonPemerintah
Daerah dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah. Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban
sampai Pemerintah Daerah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab
keuangan Pemerintah Daerah atas biaya yang timbul sehubungan dengan
kejadian tersebut dan telah terjadinya transaksi dengan pertukaran atau tanpa
pertukaran.
Dengan demikian Pemerintah Daerah seharusnya mengakui kewajiban dan
biaya yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai
konsekuensi keuangan bagi Pemerintah Daerah yang harus memenuhi dua kriteria
berikut:
1. Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya yang akan
digunakan,
2. Transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat kontraktor melakukan
perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum dibayar pada tanggal
pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban bencana).

C. PENGUNGKAPAN
1. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal yaitu nilai kewajiban Pemerintah Daerah
pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada
lembar surat utang Pemerintah Daerah.
2. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian
dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain
perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat
kewajiban tersebut.
3. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada
tanggal neraca.
4. Utang kepada Pihak penyedia (Account Payable)
Pada saat Pemerintah Daerah menerima hak atas barang, termasuk barang
dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, Pemerintah Daerah harus mengakui
kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang tersebut
5. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi
yang ada pada kontrak perjanjian dengan Pemerintah Daerah, jumlah yang
dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan berita
acara kemajuan pekerjaan.

76
Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit Pemerintah Daerahan
harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit nonPemerintah Daerahan.
6. Utang Bunga (Accrued Interest)
Utang bunga atas utang Pemerintah Daerah harus dicatat sebesar biaya bunga
yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang
Pemerintah Daerah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga atas utang
Pemerintah Daerah yang belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode
pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan.
Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas
Pemerintah Daerah yang diterbitkan Pemerintah Daerah pusat dalam bentuk
Surat Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dalam
bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.
7. Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan berupa PFK yang belum
disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada laporan keuangan sebesar
jumlah yang masih harus disetorkan.
8. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang
jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas)
bulan setelah tanggal pelaporan.
9. Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities)
Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak termasuk dalam
kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya tersebut adalah
biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan disusun.
Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik masing
masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji kepada pegawai dinilai
berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah
diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan
pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh Pemerintah Daerah
kepada pihak lain.
10. Sekuritas Utang Pemerintah Daerah
Sekuritas utang Pemerintah Daerah yang mempunyai nilai pada saat jatuh tempo
atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk Surat
Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai berdasarkan nilai
yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo (face value) bila dijual dengan nilai
pari(nilai yang ditetapkan). Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman
Pemerintah Daerah yang dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di
bawah pari (nilai yang ditetapkan), maka penilaian selanjutnya memperhitungkan
amortisasi atas diskonto atau premium yang ada. Amortisasi atas diskonto atau
premium dapat menggunakan metode garis lurus.

77
11. Perubahan Valuta Asing
Utang Pemerintah Daerah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan
kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi.
Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang asing antara tanggal
transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas
dana periode berjalan.
Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing
dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca.

12. Penyelesaian Kewajiban Sebelum Jatuh Tempo


Untuk sekuritas utang Pemerintah Daerah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo
karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature) dari sekuritas tersebut
atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian oleh permintaan
pemegangnya maka perbedaan antara harga perolehan kembali dan nilai tercatat
netonya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai
bagian dari pos kewajiban yang berkaitan.
Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat (carrying
value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap sebagai
penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan menyesuaikan jumlah kewajiban
dan ekuitas dana yang berhubungan.
Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat (carrying value)
maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang terkait, jumlah
perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
13. Tunggakan
Jumlah tunggakan atas pinjaman Pemerintah Daerah harus disajikan dalam
bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas Laporan
Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun
Pemerintah Daerah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau
bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang Pemerintah Daerah mungkin
mempunyai saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal
saat debitur diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur.
14. Restrukturisasi Utang
Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam
persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk bunga maupun untuk pokok
utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai tercatat
utang ke jumlah yang sama dengan jumlah pembayaran kas masa depan
sebagaimana yang ditentukan dalam persyaratan baru. Hal tersebut harus
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian
pengungkapan dari pos kewajiban yang berkaitan.

78
Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang sebagai akibat dari
restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas masa depan yang tidak
dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa depan maksimum tidak melebihi
nilai tercatat utang.
15. Penghapusan Utang
Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur
kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya,jumlah utang debitur dalam
bentuk perjanjian formal diantara keduanya yang diselesaikan dengan
penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di bawah nilai
tercatatnya.
a. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya dibawah nilai
tercatat dilakukan dengan aset kas maka debitur harus mengurangi nilai
tercatat utang ke jumlah yang sama dengan jumlah penyelesaian dengan aset
kas tersebut dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai
bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang berkaitan.
b. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai
tercatatnya dilakukan dengan aset non kas maka entitas sebagai debitur
harus melakukan penilaian kembali atas aset non kas dahulu ke nilai wajarnya
dan mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan nilai wajar
aset non kas yang diserahkan kemudian diungkapkan pada Catatan atas
Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban dan aset non kas yang
berhubungan.
Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan jumlah
perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang
merupakan selisih lebih antara nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah
nominal dikurangi atau ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto,
biaya keuangan atau biaya penerbitan yang belum diamortisasi/dikurangi),
dengan Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.
16. Biaya-Biaya Yang Berhubungan Dengan Utang Pemerintah Daerah
Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang Pemerintah Daerah adalah biaya
bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana.
Biaya-biaya dimaksud meliputi:
a. Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek
maupun jangka panjang;
b. Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman,
c. Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya
konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya .
d. Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal
tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
17. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau
produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian
dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.
79
18. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aset
tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu
tersebut.
19. Apabila biaya pinjaman tersebut pada tidak dapat diatribusikan secara langsung
dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan
pertimbangan profesional.
20. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk
perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus dikapitalisasi ke aset tertentu
harus dihitung berdasarkan rata- rata tertimbang (weighted average) atas
akumulasi biaya seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.
21. Utang Pemerintah Daerah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar
schedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya.
22. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi yang harus disajikan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah:
a. Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang
diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
b. Jumlah saldo kewajiban berupa utang Pemerintah Daerah berdasarkan jenis
sekuritas utang Pemerintah Daerah dan jatuh temponya;
c. Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang
berlaku;
d. Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo;
e. Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:
1) Pengurangan pinjaman;
2) Modifikasi persyaratan utang;
3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman;
4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode pelaporan.
23. Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang
berdasarkan kreditur.
24. Biaya pinjaman:
b. Perlakuan biaya pinjaman;
c. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan;
dan
d. Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.
25. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos kewajiban yang mencakup
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas)
bulan dan lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

80
26. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika
diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
27. Sebaliknya semua kewajiban yang penyelesaiannya dalam waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan diklasifikasikan sebagai kewajiban
jangka panjang.

81
BAB XII

KEBIJAKAN AKUNTANSI EKUITAS DANA


Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. PENDAHULUAN
1. Tujuan
Tujuan kebijakan akuntansi ekuitas dana adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi atas ekuitas dana dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas
sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
2. Ruang Lingkup
Kebijakan ini diterapkan dalam akuntansi ekuitas dana yang disusun dan disajikan
dengan menggunakan akuntansi berbasis akrual oleh entitas akuntansi/entitas
pelaporan.
3. Definisi
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih Pemerintah Daerah yang merupakan selisih
antara aset dan kewajiban Pemerintah Daerah.
4. Klasifikasi
Ekuitas Dana diklasifikasikan ke dalam :
a. Ekuitas Dana Lancar;
b. Ekuitas Dana Investasi; dan
c. Ekuitas Dana Cadangan.

B. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN EKUITAS DANA


Pengakuan dan Pengukuran Ekuitas Dana telah dijabarkan berkaitan dengan
akun investasi jangka pendek, investasi jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, dana
cadangan, penerimaan pembiayaan, pengeluaran pembiayaan, dan pengakuan
kewajiban.

1. EKUITAS DANA LANCAR


Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka
pendek. Ekuitas Dana Lancar terdiri dari :
a. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA);
b. Cadangan Piutang;
c. Cadangan Persediaan;
82
d. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek.

2. EKUITAS DANA INVESTASI


Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan Pemerintah Daerah yang
tertanam dalam aset non lancar selain dana cadangan, dikurangi dengan
kewajiban jangka panjang. Ekuitas Dana Investasi terdiri dari :
a. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang;
b. Diinvestasikan dalam Aset Tetap;
c. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya (tidak termasuk Dana Cadangan);
d. Dana yang Harus disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang.

3. EKUITAS DANA CADANGAN


Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan Pemerintah Daerah yang
dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai peraturan
perundang-undangan. Ekuitas Dana Cadangan terdiri atas diinvestasikan dalam
dana cadangan.

83
BAB XIII

KEBIJAKAN AKUNTANSI KOREKSI KESALAHAN,


PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI,
PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI DAN
OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. PENDAHULUAN
1. Tujuan
Tujuan Kebijakan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi kesalahan,
perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa luar biasa.
2. Ruang Lingkup
Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu entitas harus
menerapkan kebijakan ini untuk melaporkan pengaruh kesalahan, perubahan
kebijakan akuntansi dan peristiwa luar biasa. Kebijakan ini berlaku untuk entitas
pelaporan dalam menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan
semua entitas akuntansi, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah
Pemerintah Daerah.

B. DEFINISI
Berikut istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan dengan pengertian:
1. Kebijakan Akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi,
aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
2. Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan
yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau
periode sebelumnya.
3. Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji dalam
laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya.
4. Operasi tidak dilanjutkan adalah penghentian suatu misi atau tupoksi tertentu
yang berakibat pelepasan atau penghentian suatu fungsi, program, atau kegiatan,
sehingga aset, kewajiban, dan operasi dapat dihentikan tanpa mengganggu fungsi,
program, atau kegiatan yang lain.
5. Perubahan estimasi adalah revisi estimasi karena perubahan kondisi
yangmendasari estimasi tersebut, atau karena terdapat informasi baru,
pertambahan pengalaman dalam mengestimasi,atau perkembangan lain.

84
6. Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar mukalaporan
keuangan.

C. KOREKSI KESALAHAN
1. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau beberapa periode
sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin
timbul dari adanya keterlambatan penyampaian bukti transaksi anggaran oleh
pengguna anggaran, kesalahan dalam penetapan standar dan kebijakan akuntansi,
kesalahan interpretasi fakta, kecurangan, atau kelalaian.
2. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh signifikan bagi satu
atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga laporan-laporan
keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi.
3. Dalam mengoreksi kesalahan akuntansi, jumlah koreksi yang berhubungan dengan
periode sebelumnya harus dilaporkan dengan menyesuaikan baik saldo anggaran
lebih (SAL) maupun saldo ekuitas. Koreksi yang berpengaruh material pada
periode berikutnya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK).
Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis :
a. Kesalahan yang tidak berulang;
1) kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
2) kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.
b. Kesalahan yang berulang dan sistemik.
Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan oleh
sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan
terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang
memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan
pembayaran dari wajib pajak.
4. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera setelah diketahui.
5. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik
yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan pembetulan
pada akun yang bersangkutan dalam periode berjalan, baik pada akun
pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun
beban.
6. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya dan
mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut belum
diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan. baik
pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO
atau akun beban.
7. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan
kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya dan menambah posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
85
sudah diterbitkan dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain-
LRA, Dalam hal mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan
pembetulan pada akun Saldo Anggaran Lebih (SAL).
8. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak berulang yang terjadi
pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan
keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada
akun ekuitas dana lancar.
9. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah ditetapkan dengan
peraturan daerah.
10. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada poin 6 dan 7 tidak dengan
sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja entitas yang
bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan.
11. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada paragraf 6 dan 7 dapat
dibagi dua, yaitu yang menambah saldo kas dan yang mengurangi saldo kas.
Contoh koreksi kesalahan belanja yang menambah saldo kas, yaitu pengembalian
belanja pegawai karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi menambah
saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi kesalahan belanja yang
mengurangi Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa
Luar Biasa saldo kas, yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun lalu yang
belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas dana lancar dan mengurangi
saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang berkaitan dengan belanja yang
menghasilkan aset, di samping mengoreksi saldo kas dan pendapatan lain-lain
juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang bersangkutan dan pos ekuitas
dana diinvestasikan. Sebagai contoh, belanja aset tetap yang di-mark-up dan
setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan,
maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan menambah kas dan
pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan pos ekuitas dana
diinvestasikan.
12. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 8 dapat
dibagi dua, yaitu yang menambah saldo kas dan yang mengurangi saldo kas.
Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang menambah saldo kas, yaitu terdapat
transaksi penyetoran bagian laba perusahaan negara yang belum dilaporkan.
Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah menambah saldo kas dan
ekuitas dana lancar. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang mengurangi saldo
kas, yaitu kesalahan pengembalian pendapatan Dana Alokasi Umum karena
kelebihan transfer. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah
mengurangi saldo kas dan ekuitas dana lancar.
13. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah
laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pos-
pos neraca terkait pada periode ditemukannya kesalahan. Contoh kesalahan yang
tidak mempengaruhi posisi kas sebagaimana disebutkan pada paragraf 13 adalah
belanja untuk membeli peralatan kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai belanja
perjalanan dinas. Dalam Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan

86
Peristiwa Luar Biasa hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet
pos aset tetap dan mengkredit pos ekuitas dana investasi pada aset tetap.
14. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada paragraf 13 tidak
memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi.
15. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode
yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam baris tersendiri pada Laporan Arus
Kas tahun berjalan.

D. PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI


1. Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan keuangan dari
suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi
keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang
digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode.
2. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran akuntansi sebagai
akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi, metode, dan
estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan akuntansi.
3. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya apabila penerapan
suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan
atau standar akuntansi Pemerintah Daerahan yang berlaku, atau apabila
diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi mengenai
posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih
andal dalam penyajian laporan keuangan entitas.
4. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara
substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya;
b. Adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang
sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.
5. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan suatu perubahan
kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut harus sesuai dengan
standar akuntansi terkait yang telah menerapkan persyaratan-persyaratan
sehubungan dengan revaluasi.
6. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan.

E. PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI


Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi akuntansi perlu
disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan penggunaan aset dan
kondisi lingkungan entitas yang berubah.
Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi disajikan pada Laporan
Operasional pada periode perubahan dan periode selanjutnya sesuai sifat perubahan.

87
Sebagai contoh, perubahan estimasi masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO
tahun perubahan dan tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap
tersebut.
Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang akan datang
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Apabila tidak memungkinkan,
harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan pengaruh perubahan itu.

F. OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN


Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas Pemerintah Daerah dihapuskan oleh
peraturan, maka suatu operasi, kegiatan, program, proyek, atau kantor terkait pada
tugas pokok tersebut dihentikan.
Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan misalnya hakikat operasi,
kegiatan, program, proyek yang dihentikan, tanggal efektif penghentian, cara
penghentian, pendapatan dan beban tahun berjalan sampai tanggal penghentian
apabila dimungkinkan, dampak sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau
kewajiban terkait pada penghentian apabila ada-- harus diungkapkan pada Catatan
atas Laporan Keuangan.
Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu segmen yang dihentikan
itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan walaupun berjumlah nol untuk tahun
berjalan. Dengan demikian, operasi yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan.
Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu tahun berjalan, di
akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah operasi itu berjalan sampai
akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya entitas membuat rencana
penghentian, meliputi jadwal penghentian bertahap atau sekaligus, resolusi masalah
legal, lelang, penjualan, hibah dan lain-lain.
Bukan merupakan penghentian operasi apabila :
1. Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara
evolusioner/alamiah. Hal ini dapat diakibatkan oleh demand (permintaan publik
yang dilayani) yang terus merosot, pergantian kebutuhan lain.
2. Fungsi tersebut tetap ada.
3. Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya
berjalan seperti biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah lain.
4. Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya, menjual
sarana operasi tanpa mengganggu operasi tersebut.

G. BERLAKU EFEKTIF
Pernyataan Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif untuk laporan atas
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2013.
Dalam hal entitas pelaporan wajib menerapkan Kebijakan Akuntansi ini mulai Tahun
Anggaran 2013.

88
BAB XIV

KEBIJAKAN AKUNTANSI
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. DEFINISI
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Intansi yang telah dan/atau
akan dibentuk di lingkungan Pemerintah Daerahan Kabupaten pandeglang setelah
dilakukan penetapan kebijakan akuntansi ini untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatan didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas.
B. PENGAKUAN
Dalam hal BLUD, pendapatan dapat digunakan langsung oleh unit SKPD yang
berfungsi sebagai BLUD, maka pada saat penerimaan pendapatan langsung diakui
sebagai pendapatan.
BLUD menyelanggarakan pelayanan umum, memungut dan menerima serta
membelanjakan dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang
diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum sebegaimana kekayaan daerah yang
dipisahkan. Termasuk BLUD nantinya adalah antara lain : Rumah sakit, Universitas
Negeri dan Otorita.

C. PENGUNGKAPAN
Laporan keuangan BLUD digabungkan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dilingkungan Pemerintah Daerah kabupaten Pandeglang yang secara
organisatoris membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Laporan Realiasasi Anggaran (LRA) BLUD digabungkan secara bruto kepada
Laporan Realisasi Anggaran SKPD yang secara organisatoris membawahinya.
2. Neraca BLUD digabungkan kepada neraca SKPD yang secara organisatoris
membawahinya.
Untuk keperluan penggabungan/konsilidasian seperti tersebut diatas, maka
BLUD dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang menyelenggarakan
sistem akuntansi berbasis kas menuju akrual, secara bersama-sama. LRA dan
Neraca BLUD yang disusun dengan basis kas menuju akrual selanjutnya
digabungkan sesuai dengan ketentuan berlaku.

89
BAB XV

KEBIJAKAN AKUNTANSI
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

A. PENDAHULUAN
1. Tujuan
Tujuan Kebijakan ini adalah untuk mengatur penyusunan laporan keuangan
konsolidasian untuk entitas akuntansi meliputi SKPD dan PPKD dalam rangka
menyajikan laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan
laporan keuangan dimaksud. Dalam kebijakan ini, yang dimaksud dengan laporan
keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif
(DPRD) sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Ruang Lingkup
Laporan keuangan untuk tujuan umum dari Pemerintah Daerah yang
ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi menurut
kebijakan ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas.
Laporan keuangan konsolidasian pada Pemerintah Daerah sebagai entitas
pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, yang meliputi
SKPD dan PPKD. Kebijakan ini tidak mengatur:
a. Laporan Keuangan Konsolidasian Perusahaan Daerah;
b. Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;
c. Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan
d. Laporan statistik gabungan Pemerintah Daerah pusat dan Pemerintah Daerah.
3. Definisi
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan dengan
pengertian:
a. Entitas akuntansi adalah unit Pemerintah Daerahan pengguna
anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan
akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas
pelaporan.
b. Entitas pelaporan adalah unit Pemerintah Daerahan yang terdiri dari satu atau
lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
90
c. Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang
diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya,
dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu
entitas pelaporan konsolidasian.
d. Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang
merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan
sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.
e. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) badan yang dibentuk Pemerintah
Daerah untuk memberikan pelayanan umum, mengelola dana masyarakat yang
diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, dan tidak termasuk
kekayaan daerah yang dipisahkan.

B. PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN


Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan konsolidasian
disajikan untuk periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan
entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. Dalam
kebijakan ini proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi akun-akun timbal balik
(reciprocal accounts).

C. ENTITAS PELAPORAN
Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan,
yang umumnya bercirikan :
1. Entitas tersebut dibiayai oleh APBD atau mendapat pemisahan kekayaan dari
anggaran
2. Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan,
3. Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat Pemerintah Daerah yang diangkat atau
pejabat yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat,dan
4. Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak
langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran.

D. ENTITAS AKUNTANSI
1. Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai entitas akuntansi
menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan keuangan sehubungan
dengan anggaran/barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas
pelaporan.
2. Setiap unit Pemerintah Daerahan yang menerima anggaran belanja atau
mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan
akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara

91
intern dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan
laporan keuangan oleh entitas pelaporan.
3. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku suatu
entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh signifikan dalam
pencapaian program Pemerintah Daerah dapat ditetapkan sebagai entitas
pelaporan.

E. PROSEDUR KONSOLIDASI
1. Konsolidasi yang dimaksud oleh kebijakan ini dilaksanakan dengan cara
menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas
akuntansi yang meliputi SKPD dan PPKD dengan mengeliminasi akun timbal balik di
Neraca.
2. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan menggabungkan laporan
keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara organisatoris berada di bawahnya.

92
BAB XVI

Contoh
Pengungkapan Kebijakan Akuntansi
Dalam Catatan atas Laporan Keuangan
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus
dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa, dan Kerangka
Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.

KEBIJAKAN AKUNTANSI
Laporan Realisasi APBD disusun menggunakan basis kas yaitu basis akuntansi
yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas
diterima pada Kas Umum Daerah (KUD) atau dikeluarkan dari KUD. Penyajian aset,
kewajiban,dan ekualitas dana dalam Neraca diakui berdasarkan basis akrual, yaitu pada
saat diperolehnya hak atas aset dan timbulnya kewajiban tanpa memperhatikan saat kas
atau setara kas diterima atau dikeluarkan dari KUD.
Penyusunan dan penyajian LKPD Tahun 20XX telah mengacu pada Standar
Akuntansi Pemerintah Daerahan (SAP) yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Daerah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Daerahan. Dengan demikian, dalam penyusunan LKPD telah diterapkan kaidah-kaidah
pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan Pemerintah Daerah.
Prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam penyusunan LKPD adalah:
1) Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan KUD yang menambah ekuitas dana lancar
dalam periode tahun yang bersangkutan yang menjadi hak Pemerintah Daerah dan
tidak perlu dibayar kembali oleh Pemerintah Daerah. Pendapatan diakui pada saat
kas diterima pada KUD. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto,
yaitu dengan membukukan penerimaan bruto (sejumlah nilai objek penerimaan), dan
tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
Pendapatan disajikan sesuai dengan jenis pendapatan.
2) Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran KUD yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam
periode tahun yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayaran kembali
oleh Pemerintah Daerah. Belanja diakui pada saat terjadi pengeluaran kas dari KUD.
Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran, pengakuan belanja terjadi pada
saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh fungsi
perbendaharaan. Belanja disajikan di muka (face) laporan keuangan menurut
klasifikasi ekonomi/jenis belanja, sedangkan di Catatan atas Laporan Keuangan,
belanja disajikan menurut klasifikasi urusan, organisasi, program dan kegiatan, dan
kelompok.
3) Pembiayaan
93
Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan Pemerintah Daerah, baik penerimaan
maupun pengeluaran yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam
penganggaran Pemerintah Daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan diakui pada saat kas diterima pada
KUD serta pada saat terjadinya pengeluaran kas dari KUD. Akuntansi penerimaan
pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan
penerimaan bruto (sejumlah nilai objek penerimaan), dan tidak mencatat jumlah
netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).

4) Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah
Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi
dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh Pemerintah Daerah,
serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non-keuangan yang
diperlukan untuk penyedia jasa bagi masyarakat umum dan
sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam
pengertian aset ini tidak termasuk sumber daya alam seperti hutan, kekayaan di dasar
laut, dan kandungan pertambangan. Aset diakui pada saat diterima atau pada saat
hak kepemilikan berpindah. Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar, Investasi, Aset
Tetap, dan Aset lainnya.
a. Aset Lancar
Aset Lancar mencakup kas dan setara kas yang diharapkan segera untuk
direalisasikan, diapakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal pelaporan. Aset lancar ini terdiri dari kas, piutang, dan
persediaan.Kas dijadikan di neraca dengan menggunakan nilai nominal.
Kas dalam bentuk valuta asing disajikan di neraca dengan menggunakan kurs
Indonesia pada tanggal neraca. Piutang dinyatakan dalam neraca menurut nilai
yang timbul berdasarkan hak yang telah dikeluarkan surat keputusan
penagihannya. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau
perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan Catatan atas Laporan
Keuangan operasional Pemerintah Daerah, dan barang-barang yang dimaksudkan
untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan dicatat di neraca berdasarkan:
1. Harga pembelian terakhir, apabila diperoleh dengan pembelian,
2. harga standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri,
3. harga wajar atau estimasi nilai penjualannya apabila diperoleh dengan cara
lainnya seperti donasi/rampasan.
b. Investasi
Investasi adalah hak yang dimasukkan untuk memperoleh manfaat ekonomik
seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial sehingga dapat
meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat. Investasi Pemerintah Daerah diklasifikasikan ke dalam investasi
94
jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek adalah
investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki dalam kurun
waktu setahun atau kurang. Investasi jangka panjang adalah investasi yang
dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari setahun.
Penyajian investasi pada Neraca Pemerintah Daerah per 31 Desember 20XX
terbatas pada investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang dibagi menurut
sifat penanaman investasinya, yaitu non permanen dan permanen.
1. Investasi non permanen
Investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yang tidak masuk
dalam investasi permanen dan dimaksudkan untuk dimilki secara tidak
berkelanjutan. Investasi non permanen sifatnya bukan penyertaan modal saham
melainkan berupa pinjaman jangka panjang yang dimaksudkan untuk
pembiayaan investasi perusahaan daerah, Pemerintah Daerah, dan pihak
penyedia lainnya.
2. Investasi permanen
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen dimaksudkan untuk
mendapatkan Catatan atas Laporan Keuangan dividen atau menanamkan
pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang. Penilaian investasi
diprioritaskan menggunakan metode ekuitas. Jika suatu investasi bisa dipastikan
tidak akan diperoleh kembali atau terdapat bukti bahwa investasi hendak dilepas,
maka digunakan metode nilai bersih yang direalisasikan. Investasi dalam bentuk
pinjaman jangka panjang kepada pihak penyedia dan non earning asset atau
hanya sebagai bentuk partisipasi dalam suatu organisasi seperti penyertaan
pada lembaga-lembaga keuangan internasional, menggunakan metode biaya.
Investasi dalam mata uang asing dicatat berdasarkan kurs tengah Bank
Indonesia pada tanggal transaksi. Pada setiap tanggal neraca, pos investasi
dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan
menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca.
a. Aset Tetap
Aset tetap mencakup seluruh aset yang dimanfaatkan oleh Pemerintah
Daerah maupun untuk kepentingan publik yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun. Aset tetap dilaporkan berdasarkan neraca
SKPD/PPKD per 31 Desember 20XX pada harga perolehan. Pengakuan
aset tetap yang perolehannya didasarkan pada nilai satuan minimum
kapitalisasi, yaitu sebagai contoh:
1) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin dan peralatan olah
raga yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp1.000.000 (satu juta
rupiah), dan
2) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama dengan
atau lebih dari Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
Pengeluaran yang tidak tercakup dalam batasan nilai maksimum kapitalisasi
tersebut di atas, diperlakukan sebagai biaya kecuali pengeluaran untuk
95
tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya berupa koleksi
perpustakaan dan barang becorak kesenian. Menurut PSAP Nomor 07
tentang Akuntansi Aset Tetap, aset tetap disajikan berdasarkan biaya
perolehan aset tetap dikurangi akumulasi penyusutan (depresiasi). Namun,
dalam Catatan atas Laporan Keuangan LKPD Tahun 20XX, seluruh aset
tetap yang dikelola oleh SKPD/PPKD selaku pengguna barang belum
disusutkan/didepresiasi.
b. Aset Lainnya
Aset lainnya adalah aset Pemerintah Daerah selain aset lancar, investasi
jangka panjang, dan aset tetap. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah
Tagihan Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR),
yang jatuh tempo lebih dari satu tahun, Kemitraan dengan Pihak penyedia,
Dana yang Dibatasi penggunaannya, Aset Tak Berwujud, dan Aset Lain-lain.
TPA menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset
Pemerintah Daerah secara angsuran kepada pegawai Pemerintah Daerah
yang dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset
yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayar
oleh pegawai ke kas negara atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran.
TGR merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara/pegawai
negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas
suatu kerugian yang diderita oleh pemda sebagai akibat langsung maupun
tidak langsung dari suatu perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan
oleh bendahara/pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan
tugasnya. TPA dan TGR yang akan jatuh tempo 12 (dua belas) bulan
setengah tanggal neraca disajikan sebagai aset lancar. Kemitraan dengan
pihak penyedia merupakan perjanjian antara dua pihak atau lebih yang
mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan
bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang diimiliki.
Dana yang Dibatasi Penggunaan merupakan kas atau dana yang alokasinya
hanya akan dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan tertentu. Aset Tak
Berwujud merupakan aset non-keuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki
untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan
untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset Tak
Berwujud meliputi software komputer; lisensi dan franchise; hak cipta
(copyright), paten, goodwill, Catatan atas Laporan Keuangan dan hak
lainnya; hak jasa dan operasi Aset Tak Berwujud dalam pengembangan.
Aset Lain-lain merupakan aset lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke
dalam TPA, Tagihan TGR, Kemitraan dengan Pihak penyedia, maupun dana
yang dibatasi penggunaannya. Aset lain-lain dapat berupa aset tetap
Pemerintah Daerah yang dihentikan dari penggunaan aktif Pemerintah
Daerah, dan aset Pemerintah Daerah yang digunakan oleh Kontraktor
Kontrak Kerja Sama (KKKS), di samping yang dialihkan.
5) Kewajiban

96
Kewajiban adalah utang yang timbul dari masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi Pemerintah Daerah. Dalam
konteks Pemerintah Daerahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan
sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas
Pemerintah Daerahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban Pemerintah
Daerah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada Pemerintah
Daerah. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi
dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. Kewajiban
Pemerintah Daerah diklasifikasikan ke dalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang.
a. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan
untuk dibayar untuk jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal
pelaporan. Kewajiban jangka pendek meliputi Utang Kepada Pihak penyedia,
Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), Bagian Lancar Utang Jangka Panjang,
Utang Bunga (accrued interest) dan Utang Jangka Pendek Lainnya.
b. Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika diharapkan untuk
dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua belas bulan setelah tanggal
pelaporan. Kewajiban jangka panjang Pemerintah Daerah terdiri dari utang luar
negeri dan utang dalam negeri. Catatan atas Laporan Keuangan Kewajiban dicatat
sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban Pemerintah Daerah pada saat
pertama kali transaksi berlangsung. Aliran ekonomi sesudahnya seperti transaksi
pembayaran, perubahan penilaian karena perubahan kurs mata uang asing, dan
perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan
menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. Utang bunga atas utang
Pemerintah Daerah dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan belum
dibayar. Bunga dimaksud berasal dari utang Pemerintah Daerah baik dari dalam
maupun luar negeri. Utang bunga atas utang Pemerintah Daerah yang belum
dibayar diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban
yang berkaitan. Utang PFK dicatat sebesar saldo pungutan/potongan berupa PFK
yang belum disetorkan kepada pihak lain sampai akhir periode pelaporan. Nilai
yang dicantumkan dalam neraca untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah
jumlah yang jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan.
6) Kewajiban Kontinjensi
Kewajiban kontinjensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa
lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali
Pemerintah Daerah, atau kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi
tidak diakui karena kemungkinan besar Pemerintah Daerah tidak mengeluarkan
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis untuk menyelesaikannya, atau
jumlah tersebut tidak dapat diukur dengan andal.

97
7) Ekuitas Dana
Ekuitas dana merupakan kekayaan bersih Pemerintah Daerah, yaitu selisih antara
aset dan utang Pemerintah Daerah. Ekuitas dana diklasifikasikan Ekuitas Dana
Lancar dan Ekuitas Dana Investasi. Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara
aset lancar dan utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan selisih
antara aset tidak lancar dan kewajiban jangka panjang.
8) Selisih Kurs
SAP, transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata uang rupiah
dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut menurut kurs tengah bank
sentral pada tanggal Catatan atas Laporan Keuangan transaksi. Utang Pemerintah
Daerah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank
sentral saat terjadinya transaksi. Pada setiap tanggal neraca, pos kewajiban moneter
dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan
kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. Kemudian, selisih penjabaran pos
kewajiban moneter dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal
neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas dana periode berjalan.

BUPATI PANDEGLANG

ERWAN KURTUBI

98

Anda mungkin juga menyukai