Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Penyakit
Demensia Alzheimer” dalam rangka memenuhi salah satu tugas perkuliahan
Epidemiologi Penyakt Tidak Menular.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tentunya mendapat banyak
bimbingan ataupun saran dan koreksi. Untuk itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing Epidemiologi Penyakt Tidak Menular dan
teman-teman yang telah bekerja sama dalam kelompok belajar. Semoga makalah
ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan juga pembaca.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................I
DAFTAR ISI..........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................2
1.3 TUJUAN...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1 PENGERTIAN DEMENSIA............................................................................3
2.2 INSIDENSI DEMENSIA ALZHEIMER.............................................................3
2.3 TIPE-TIPE DEMENSIA.................................................................................3
2.4 GEJALA DEMENSIA....................................................................................3
2.5 PENYEBAB DEMENSIA...............................................................................3
2.6 PENCEGAHAN.............................................................................................3
2.7 LANGKAH PEMERIKSAAN DEMENSIA ALZHEIMER....................................3
2.8 PENGOBATAN PENYAKIT DEMENSIA ALZHEIMER.......................................3
BAB III PENUTUP............................................................................................3
3.1 KESIMPULAN.........................................................................................3
3.2 SARAN.....................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................3
ii
BAB I PENDAHULUAN
Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang
ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi
seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan
memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita
itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan reflek. Pada autopsi
tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara
nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan
degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup
pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial
ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan
seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai
kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota
keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor,
multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan
penyebab utama demensia. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan
sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi
intelek lainnya.
Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans
Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang
didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5
komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan
kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%)
dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia terutama
penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya
sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan insidensi
1
demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita alzheimer
123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima.
Penyakit ini menyebabkan penurunan kemampuan intelektual penderita
secara progresif ynag mempengaruhi fungsi soialnya. Syangnya banyak pasien
atau keluarganya menganggap ini gejala normal akibat bertambahnya usia,
sehingga tidak segera menemui dokter (Ronald Reagan, 2009).
I.2 RUMUSAN MASALAH
I.3 TUJUAN
2
BAB II PEMBAHASAN
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive)
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan
bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala
yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku.Demensia adalah satu penyakit yang
melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Penyakit ini dapat dialami
oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan.
Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati,
sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik. Seseorang dengan
penyakit Alzheimer mempunyai masalah dengan ingatan, penilaian, dan berpikir,
yang membuat sulit bagi penderita penyakit Alzheimer untuk bekerja atau
mengambil bagian dalam kehidupan sehari-hari. Kematian sel-sel saraf terjadi
secara bertahap selama bertahun-tahun.
II.2 Insidensi Demensia Alzheimer
3
jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi
penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita
lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan
terhadap jenis kelamin.
II.3 Tipe-Tipe Demensia
1. Demensia Alzheimer
Stadium 2
4
- Penderita mudah bingung.
- Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi.
Stadium 3
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
Penderita yang dimaksudkan adalah lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol
pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses
penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa
5
khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi
keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat.
Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya
ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa lansia
penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum
memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang
semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami
dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh lansia penderita demensia.
Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap
empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan
sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat
terjadi pada lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi,
depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan
melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
6
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti: acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.
6. Gejala penyakit Alzheimer bervariasi antara individu. Gejala awal yang
paling umum adalah kemampuan mengingat informasi baru secara
bertahap memburuk. Berikut ini adalah gejala umum dari Alzheimer:
7. Sulit dalam memecahkan masalah sederhana.
8. Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat kerja
atau di waktu luang.
9. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial.
10. Lupa tempat menyimpan hal-hal dan kehilangan kemampuan untuk
menelusuri kembali langkah-langkah.
11. Penurunan atau penilaian buruk.
12. Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.
Selama tahap akhir penyakit, pasien mulai kehilangan kemampuan untuk mengontrol
fungsi motorik seperti menelan, atau kehilangan kontrol usus dan kandung kemih.
Mereka akhirnya kehilangan kemampuan untuk mengenali anggota keluarga dan
untuk berbicara. Sebagai penyakit berlangsung itu mulai mempengaruhi emosi dan
perilaku seseorang dan mereka mengembangkan gejala seperti agresi, agitasi, depresi,
sulit tidur.
II.5 Penyebab Demensia
7
mengandung alkohol, penggunaan obat bius dan sebagainya, serta makan
makanan yang berkadar lemak tinggi.
Dan bila ditelah lebih lanjut, kebiasaan buruk tersebut mempercepat
munculnya penyakit yang sering dialami oleh orang-orang zaman sekarang seperti
hypertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit kencing
manis, dan obesitas atau kegemukan. Gangguan itu pada gilirannya semakin
meningkatkan resiko penyakit demensia.
Selain kebiasaan buruk seperti yang disebutkan di atas, kepikunan bisa
timbul bersamaan dengan keracunan yang terjadi dalam tubuh seseorang,
misalnya akibat gangguan organ hati dan ginjal. Dalam keadaan yang seperti ini,
zat-zat yang semestinya ditawarkan racunnya oleh hati, kemudian dikeluarkan
oleh ginjal, tetap berada dalam aliran darah dan meracuni otak. Begitu pula
seorang petinju yang kepalanya sering dihantam lawan, juga sangat rentan
terhadap kepikunan.
Stres juga dapat menjadikan seseorang mudah mengalami kepikunan.
Menurut Zevan Khachanurian dari The National Institute of Aging, Los Angeles,
Amerika Serikat, sel-sel di hippocampus (bagian otak sebelah dalam) terpaksa
bekerja lebih keras pada kondisi stres. Akibatnya, otak menjadi lelah dan mudah
rusak. Sedangkan, sel otak tidak seperti sel-sel tubuh lainnya, apabila sel otak
yang rusak tidak bisa digantikan.
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit
mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali
menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang
biasa pada usia mereka.
Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka
yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum
mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami penderita,
tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah.
Karena penyebab pasti penyakit demensia belum diketahui, maka tidak ada
yang dapat dilakukan untuk pencegahan. Namun ada beberapa hal yang diyakini
bisa mengurangi resiko terserang penyakit demensia seperti pola makan sehat,
berolahraga, berhenti merokok, dan tidak minum alkohol.
Orang yang berisiko menderita Alzheimer
8
Penderita hipertensi dengan usia di atas 40 tahun
Penderita diabetes
Kurang berolahraga
Kadar kolesterol yang tinggi
Faktor keturunan - memiliki keluarga yang menderita Alzheimer pada
usia 50-an.
1. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama
pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali
lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early
onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm,
sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19.
Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom
21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque
dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan
kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-
50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung
bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non
familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6,
keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan
ekspresi genetika pada alzheimer.
2. Faktor Infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita
alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan
adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan
saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru,
diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai
beberapa persamaan antara lain:
manifestasi klinik yang sama
9
Tidak adanya respon imun yang spesifik
Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
Timbulnya gejala mioklonus
Adanya gambaran spongioform
3. Faktor Lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan
dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium,
silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan
saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque
(SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah
keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu
hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan
ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang
belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler
(Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan
akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor Imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan
peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat
dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan
penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena
peranan faktor immunitas.
5. Faktor Trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita
demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary
tangles.
10
II.6 Pencegahan
11
menggabungkan 60 menit latihan pada hari-hari dalam seminggu, dan istirahat
teratur, seseorang dapat meningkatkan mobilitasnya.
II.7 Langkah Pemeriksaan Demensia Alzheimer
12
diperlukan untuk melihat komplikasi penyakit dan hal yang mempercepat gerak
dari penyakit tersebut.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian untuk menilai nilai emosi, dan perubahan perilaku pasien dalam
kehidupan sehari-hari dan perubahan peran pasien dikeluarga serta respon ataupun
pengaruhnya didalam keluarga.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Selain itu
pemerikasaan juga dilakukan pada: suhu, denyut nadi, tekanan darah, tingkat
kesadaran.
3. Pemeriksaan Kognitif dan neuropsikiatrik
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi
penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE),
yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penyakit.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah CT/MRI
kepala, yang mana pemeriksaan tersebut dapat sebagai pendukung lebih jelasnya
pemeriksaan pada pasien.
II.8 Pengobatan penyakit Demensia Alzheimer
Meskipun tidak ada obat untuk demensia sampai saat ini, para peneliti tidak
berhenti bekerja keras untuk menemukan cara baru untuk mencegah, mengobati
dan menyembuhkan penyakit ini.Pengobatan untuk para penderita demensia yaitu
dengan cara meminum obat asetikolin nesterase yang berfungsi untuk menambah
zat yang memperbesar daya ingat. Selain itu pengobatan untuk penderita juga
dengan melakukan terapi secara teratur. Banyak sekali orang yang menderita
Alzheimer berperilaku dalam cara yang agresif. Biasanya orang dengan penyakit
Alzheimer menunjukkan perilaku agresif jika ia merasa terhina, takut, atau
frustasi karena mereka tidak dapat memahami orang lain atau membuat sendiri
dipahami.
Ketika seorang pasien demensia secara lisan atau fisik agresif, dokter
menggunakan obat-obatan seperti antipsikotik risperidone atau olanzapine. Obat
13
antipsikotik yang lebih tua seperti Haloperidol tidak digunakan karena efek
samping yang parah.
Selain obat-obatan yang ilmiah seperti dikemukakan diatas, terdapat juga
obat pencegahan alami yang sering dipakai memasak orang Indonesia yaitu
kunyit. Kunyit, selain menambah nafsu makan, kunyit juga ternyata dapat
mencegah kita dari penyakit demensia di masa tua nanti.
Satu penelitian menunjukkan orang-orang yang mengonsumsi banyak
kunyit, pada hakekatnya jarang yang terkena demensia. Di negara-negara di mana
orang-orangnya mengonsumsi banyak kunyit, kejadian penyakit demensia sangat
rendah. “Di India dan Asia Tenggara, penyakit itu jarang. Dan di Amerika Serikat
itu sangat-sangat biasa,” kata Chris Kilham seorang pemburu obat dalam
wawancara dengan Fox News.
Kilham menjelaskan bahwa akar kunyit, yang juga dikenal dalam bentuk
ekstrak yang disebut curcumin, merupakan salah satu rempah-rempah yang
berguna dalam mencegah munculnya demensia dan bahkan mengobatinya."Orang
yang menderita penyakit demensia memiliki plak yang melekat di otak disebut
"amyloid beta." Beberapa plak juga berkembang karena demensia, atau karena
menjadi penyebab langsungnya. Tetapi, plak-plak itu secara langsung berkaitan
dengan proses degeneratif," jelas Kilham.
Penelitian menunjukkan bahwa kunyit benar-benar melenyapkan plak-plak
ini, baik saat plak itu mulai terbentuk dan bahkan selama tahap akhir dari
perkembangan plak.Apa yang ada dalam kunyit adalah sesuatu yang tampak untuk
menghalangi perkembangan penyakit Ademensia dan benar-benar membantu
mengurangi keberadaan plak dalam otak. Dalam penelitian terhadap binatang, saat
binatang benar-benar memiliki plak "amyloid beta" dalam otak mereka dan
mereka diberi akar kunyit, maka plak itu berkurang.
Menurut Kilham, perusahaan-perusahaan obat bekerja keras mencoba
mengembangkan versi obat dari kunyit, tetapi Kilham merekomendasikan untuk
makan kunyit asli bila memungkinkan, dan mengonsumsi ekstrak kunyit bila
makan kunyit dalam makanan bukan pilihan.
14
BAB III PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Demensia adalah penyakit pikun yang biasanya dialami oleh usia lanjut dan
merupakan penyakit yang mematikan. Banyak gejala-gejala yang dialami oleh
penderita salah satunya yaitu lupa akan menyimpan barang yang penderita simpan
sebelumnya.
Kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, dan meminum obat-
obatan serta faktor gen merupakan penyebab dari penyakit alzheimer. Penyakit ini
biasanya dialami oleh para lanjut usia, karena degenerasi sel-sel syaraf di otak.
Banyak obat-obatan disediakan, akan tetapi hanya untuk memperbesar daya
ingat serta mengurangi tingkah agresif saja. Akan tetapi, ada juga obat alami yang
sudah tersedia di alam yakni kunyit yang dapat mengurangi resiko penyakit
demensia.
III.2 SARAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16