Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS JURNAL

Judul Jurnal: Perbedaan Efek Kompres Selimut Basah dan Cold-pack


terhadap Suhu Tubuh Pasien Cedera Kepala di Neurosurgical
Critical Care Unit
Kata kunci : Cold-pack, cedera kepala, selimut basah, suhu tubuh.

Penulis: Sri Hartati Pratiwi, Helwiyah Ropi, Ria Sitorus


E-mail : srihartatipratiwi86@gmail.com

Telaah Step 1 (Fokus Penelitian) :


Problem Kejadian cedera kepala dan trauma tulang belakang di Indonesia
mencapai 7,5% dari populasi. Menurut Werner dan Engelhard
(2007), cedera kepala merupakan penyebab kematian dan
kesakitan terbesar di dunia pada usia dibawah 45 tahun sehingga
memerlukan perhatian yang besar dari kalangan petugas
kesehatan. Kerusakan bagian otak pada pasien cedera kepala dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh
sangat umum terjadi pada pasien cedera kepala. Hal ini
diakibatkan adanya gangguan pada set point di hipotalamus.
Selain itu, peningkatan suhu pada pasien cedera kepala juga bisa
disebabkan oleh inflamasi otak, kerusakan hipotalamus secara
langsung, atau infeksi sekunder. Prevalensi peningkatan suhu
tubuh pada pasien cedera kepala sebesar 68% terjadi pada 72 jam
pertama, dan mencapai peningkatan suhu sebesar 2,10C.

Pasien cedera kepala yang mengalami peningkatan suhu tubuh


dapat mengalami perburukan. Hal ini didukung oleh penelitian
yang menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan pasien cedera
kepala dengan suhu tubuh normal, pasien yang mengalami
peningkatan suhu tubuh akan memiliki resiko kematian yang lebih
besar. Selain itu, volume contusio cerebri akan bertambah dalam
4 hari pertama. Sejalan dengan penelitian tersebut, pasien cedera
kepala yang mengalami peningkatan suhu tubuh memiliki tekanan
intrakranial yang lebih tinggi dan angka mortalitas 78% serta hari
rawat yang lebih lama dibandingkan dengan pasien normotermia.
Berdasarkan penelitian lamanya peningkatan suhu tubuh pasien
tergantung pada derajat keparahan
cedera kepala yang dialaminya.

Terdapat beberapa metode dalam menangani peningkatan suhu


tubuh yaitu manajemen farmakologis dan non farmakologis.
Metode pendinginan dari luar yang biasa digunakan adalah
penggunaan selimut dingin. Namun metode ini memerlukan biaya
yang cukup besar, sehingga jarang digunakan. Metode
pendinginan luar lain yang banyak dilakukan adalah penggunaan
ice-pack dan cold-pack. Kompres es dan kompres air dingin
merupakan salah satu metoda kompres yang banyak digunakan.
Dalam pelaksanaannya kedua metode ini dapat menyebabkan
tubuh pasien menjadi basah sehingga mengganggu
kenyamanannya. Oleh karena itu, beberapa tahun yang lalu telah
dikembangkan cold-pack instan yang terbuat dari gel ammonium
nitrat. Selain dapat menurunkan nyeri, kompres dengan
menggunakan cold-pack instan dapat digunakan untuk
menurunkan suhu tubuh. Jika dibandingkan dengan metoda lain,
penggunaan cold-pack lebih nyaman, murah, dan mudah
dilakukan.

Analisis:
Yang melatar belakangi peneliti melakukan penelitian tersebut
adalah perbedaan efek kompres selimut basah dan Cold-pack
terhadap suhu tubuh pasien cedera kepala. Pada jurnal ini sudah
dijelaskan dengan jelas maksud fenomena yang terjadi, insidensi
prevalensi pasien cedera kepala serta solusi yang diberikan.
Intervensi Intervensi yang diberikan adalah kompres selimut basah dan Cold-
pack terhadap Suhu Tubuh Pasien Cedera Kepala
Comparation Dalam penelitian ini terdapat intervensi pembanding. Kelompok
pertama dilakukan kompres hangat dengan menggunakan selimut
intervensi
basah, kelompok kedua dilakukan kompres cold-pack
Outcome Perbedaan Suhu Tubuh Sebelum dan Sesudah Kompres
Selimut Basah
Sebelum dilakukan analisa perbedaan suhu tubuh, dilakukan
analisa normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk.
Hasil uji normalitas data suhu awal responden kelompok kompres
selimut basah adalah p = 0,199, suhu 10 menit pertama dengan p =
0,274 dan p data suhu setelah 20 menit adalah 0,235. Dari semua
data tersebut didapatkan hasil p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa data suhu responden kelompok selimut basah berdistribusi
normal. Perbedaan suhu tubuh sebelum dan sesudah kompres
selimut basah dapat dilihat dari tabel 1. Berdasarkan tabel 1 dapat
dilihat bahwa suhu tubuh responden sedikit turun menjadi 38,59oC
dengan simpang baku 0,67oC pada evaluasi 1 dan 38,48 oC dengan
simpang baku 0,07oC pada evaluasi 2. Secara statistik terdapat
perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh sebelum dan setelah
dilakukan kompres selimut basah (p= 0,000).

Perbedaan suhu tubuh sebelum dan sesudah kompres cold-


pack
Dapat dilihat hasil uji normalitas data suhu awal responden
kelompok cold-pack dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk p = 0,589
adalah p suhu 10 menit pertama 0,485, dan p suhu setelah 20
menit adalah 0,591. Semua hasil uji normalitas tersebut didapatkan
hasil p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data suhu
responden kelompok cold-pack berdistribusi normal. Perbedaan
suhu tubuh sebelum dan sesudah kompres cold-pack dapat dilihat
bahwa suhu tubuh responden pada evaluasi 1 menjadi 38,72 oC
dengan simpang baku 0,87oC dan 38,60 oC dengan simpang baku
0,8oC pada evaluasi 2. p yang dihasilkan dari uji t berpasangan
adalah 0,000 sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang
bermakna antara suhu tubuh sebelum dan sesudah kompres cold-
pack secara statistik (Tabel 2).

Analisis:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara penurunan suhu tubuh responden pada
kedua kelompok perlakuan (Tabel 3). Perbedaan penurunan suhu
tubuh responden kelompok kompres selimut basah dan cold-pack,
dapat dilihat penurunan suhu tubuh responden kelompok selimut
basah 0,16oC dengan simpang baku 0,09. Penurunan suhu tubuh
responden kelompok kompres cold-pack sebesar 0,19 oC dengan
simpang baku 0,07. Berdasarkan hasil uji t tidak berpasangan yang
dilakukan didapatkan hasil p= 0,371.
Telaah Step 2 :

Recruitment Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan


menggunakan perbandingan tidak berpasangan.

Rancangan penelitian eksperimen ini adalah Design dengan

metode rancangan One Group Pre-test Post-test. Rancangan

ini mengggunakan kelompok pembanding (kontrol),

dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan

menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya


eksperimen.

Penelitian dilakukan diruang NCCU Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung

Populasi dari penelitian adalah seluruh pasien cedera kepala

di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dengan

memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi sampel.

Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah :

a. Pasien cedera kepala sedang dan berat

b. Pasien mengalami peningkatan suhu tubuh (38–39,9oC)

c. Berjenis kelamin laki-laki

d. Usia 18 sampai 60 tahun

e. Berat badan 50–70 kg.


Kriteria ekslusi

a. Apabila pasien mengalami dehidrasi sebelum dilakukan

kompres

b. Pasien dengan kondisi hemodinamik tidak stabil

c. Pasien mengalami gangguan hormon tiroid.

Analisis:

Desain penelitian yang digunakan sudah sesuai dan dijelaskan

besar populasi, waktu penelitian, serta kriteria inklusi dan

eklusi. Namun tidak dijelaskan berapa banyak sampel yang

diambil dalam populasi tersebut.

Maintenance Data pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan


lembar observasi. Lembar observasi tersebut terdapat
beberapa bagian yang akan diisi diantaranya adalah suhu dan
respon tubuh responden. Lembar observasi diisi pada sepuluh
menit pertama dan sepuluh menit kedua. Data suhu tubuh
pasien didapat dengan melakukan pemeriksaan suhu tubuh
dengan termometer timpani bermerk Clever TD-1116. Alat
yang digunakan untuk melakukan kompres adalah cold-pack
pada kelompok pertama dan selimut basah pada kelompok
kedua. Cold-pack merupakan alat kompres instan berisi gel
yang bisa digunakan untuk kompres dingin dan panas, namun
dalam hal ini kompres dingin yang digunakan. Cold-pack
digunakan dengan diselimuti kain waslap terlebih dahulu.
Sedangkan kompres dengan selimut basah menggunakan
handuk yang dibasahi air suhu ruangan (23–25oC).
Pengumpulan data dilakukan setelah melalui proses seminar
usulan penelitian dan mendapatkan surat ijin serta ethical
clearance dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran

Analisis:
Measurement
1. Analisa data yaitu analisis univariat yang digunakan untuk

menganalisis tiap variabel dari penelitian dan analisis

bivariat menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan nilai

signifikan p=0,089. Uji Shapiro-Wilk untuk uji normalitas

yang bertujuan untuk mengetahui apakah data penelitian

berdistribusi dengan normal atau tidak.

2. Instrumen yang digunakan untuk intervensi penelitian

adalah lembaran observasi yang berisi suhu tubuh dan

respon tubuh responden. Lembar observasi diisi sepuluh

menit pertama dan sepuluh menit kedua. Data suhu tubuh

pasien didapat dengan melakukan pemeriksaan suhu

tubuh dengan termometer timpani bermerk Clever TD-

1116. Alat yang digunakan untuk melakukan kompres

adalah cold-pack pada kelompok pertama dan selimut

basah pada kelompok kedua.

Telaah Step 3 (Aplikabilitas) :

Pasien cedera kepala yang mengalami peningkatan suhu tubuh dapat


mengalami perburukan. Hal ini didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa
jika dibandingkan dengan pasien cedera kepala dengan suhu tubuh normal, pasien
yang mengalami peningkatan suhu tubuh akan memiliki resiko kematian yang
lebih besar. Selain itu, volume contusio cerebri akan bertambah dalam 4 hari
pertama. Sejalan dengan penelitian tersebut, pasien cedera kepala yang mengalami
peningkatan suhu tubuh memiliki tekanan intrakranial yang lebih tinggi dan angka
mortalitas 78% serta hari rawat yang lebih lama dibandingkan dengan pasien
normotermia. Berdasarkan penelitian, lamanya peningkatan suhu tubuh pasien
tergantung pada derajat keparahan cedera kepala yang dialaminya. Oleh karena
itu, untuk mencegah perburukan kondisi akibat peningkatan suhu tubuh yang
banyak dialami pasien cedera kepala, petugas kesehatan harus menjaga suhu
tubuh pasien agar tetap normal. Terdapat beberapa metode dalam menangani
peningkatan suhu tubuh yaitu manajemen farmakologis dan non farmakologis.
Metode pendinginan dari luar yang biasa digunakan adalah penggunaan
selimut dingin. Namun metoda ini memerlukan biaya yang cukup besar, sehingga
jarang digunakan. Metoda pendinginan luar lain yang banyak dilakukan adalah
penggunaan ice-pack dan cold-pack. Kompres es dan kompres air dingin
merupakan salah satu metoda kompres yang banyak digunakan.
Dalam pelaksanaannya kedua metode ini dapat menyebabkan tubuh pasien
menjadi basah sehingga mengganggu kenyamanannya. Oleh karena itu, beberapa
tahun yang lalu telah dikembangkan cold-pack instan yang terbuat dari gel
ammonium nitrat. Selain dapat menurunkan nyeri, kompres dengan menggunakan
cold-pack instan dapat digunakan untuk menurunkan suhu tubuh. Jika
dibandingkan dengan metoda lain, penggunaan cold-pack lebih nyaman, murah,
dan mudah dilakukan. Namun, penelitian mengenai efektivitas metoda tersebut
dalam menurunkan suhu tubuh pasien cedera kepala masih terbatas.
Peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu gangguan kebutuhan dasar
yang sering dialami pasien. Perawat bertanggung jawab mengidentifikasi pasien
yang mengalami peningkatan suhu tubuh, membuat rencana asuhan keperawatan,
mengimplementasikan dan mengevaluasinya. Perawat harus memperhatikan
keamanan dan kenyamanan pasien. Selain itu pemberian metoda pendinginan
yang diberikan harus efektif dan mudah dilakukan sehingga tidak
memperberat beban kerja perawat. Pada tatanan keperawatan kritis, pemberian
metoda pendinginan sangat penting. Hal ini berkaitan dengan besarnya pengaruh
peningkatan suhu tubuh terhadap peluang kesembuhan dan meningkatnya resiko
kematian pasien

Kelebihan:

 Hasil penelitian dijelaskan secara rinci

 Memiliki sumber publikasi jelas, serta penulis dan alamat email juga jelas.

 Termasuk jurnal yang baik yang mempunyai abstrak, pendahuluan,

metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan serta daftar pustaka

 Memiliki SOP yang jelas

 Kriteria inklusi dan ekslusi dijelaskan

 Referensi yang digunakan sudah sesuai dengan standar

Kekurangan:

 Metode penelitian dan teknik sampling tidak dijelaskan secara detail

 Sampel yang digunakan tidak jelaskan secara detail

Anda mungkin juga menyukai