Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

INC

Pasien Ny. I di rujuk dari poli kebidanan RSUD Koja ke ruang bersalin RSUD Koja
tanggal 05 April 2018 karena menurut hasil USG ibu mengalami oligohidramnion dengan
ICA 4cm. Ibu megeluhan mulas – mulas sejak 04 April 2018 jam 03.00 WIB. Dalam kasus
ini sesuai dengan jurnal Leeman L, Almond D “Isolated oligohydramnios at term: Is induction
indicated? The Journal of Family Practice” (2010) bila ditemukan ICA < 5 cm perlu
dilakukan pemeriksaan tambahan terlebih dahulu dari pada induksi segera, terutama pada
kehamilan resiko rendah yaitu evaluasi adanya KPD, nilai kembali usia kehamilan, lakukan
NST untuk melihat kesejahteraan janin , tentukan adanya hipertensi yang dikarenakan
kehamilan, DM, atau kondisi maternal lainnya yang berhubungan dengan insufisiensi
uteroplasenta, lakukan USG untuk menilai PJT dan anomali janin. Sesuai dengan teori ibu
sudah dilakukan evaluasi bahwa ibu tidak mengalami keluar air-air selama dirumah, ibu tidak
lupa hpht, ibu tidak hipertensi, DM dan kondisi maternal lainnya yang berhubungan dengan
insufisiensi uteroplasenta, Sudah dilakukan NST dan hasilnya bayi dalam keadaan baik.

Ibu dilakukan pemeriksaan umum, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik dan


pemeriksan dalam. Dari pemeriksaan umum didapatkan hasil yaitu Keadaan Umum: Baik,
Kesadaran: Compos Mentis, Keadaan Emosinal: Stabil, TD: 100/70 mmHg, S: 36,4 ̊ C, RR:
20 x/menit, Nadi 80 x/menit. Saat pemeriksaan fisik didapatkan hasil HIS 1 x 10’ 10”, DJJ
151 x/m terartur, serta dilakukan pemeriksaan dalam yang didapatkan hasil vulva vagina tidak
ada kelainan, portio licin tebal lunak, pembukaan 1 cm, ketuban (+), penurunan Hodge 1.
Skor bishop 2. Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan hematologi dan urine pada tanggal
05 April 2018 November didapatkan hasil HB 11,5 gr/dL, protein urine (-), pemeriksaan USG
pada tanggal 05 April 2018 dengan hasil plasenta berada di fundus dan oligohidramnion.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosa G6P5A0 usia kehamilan 40 minggu dengan oligohidramnion, diagnosa
janin, hidup tunggal, intrauterin presentasi kepala. Kemudian sesuai hasil kolaborasi dengan
dokter akan dilakukan induksi persalinan dengan pemasangan kateter foley dan misoprostol
25 mg/6 jam diharapka ibu dapat mengalami kemajuan pembukaan serviks dan dapat lahir
pervaginam.
Menurut Mathai M,dkk dalam Managing Complication in Pregnancy and Childbirth
World Health Organization pada tahun 2009 Balon kateter / Foley Catheter merupakan
pilihan lain disamping pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks pada induksi
persalinan. Hal yang harus diperhatikan adalah tidak boleh memasang balon kateter pada ibu
dengan perdarahan, ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, atau adanya infeksi
vagina maupun infeksi saluran kemih (ISK). Tidak ada kesenjangan dalam teori dan keadaan
yang sebenarnya terjadi pada kasus ibu I karena ibu tidak memiliki kontraindikasi dalam
pemasangan kateter foley. Pada prosedur induksi dengan kateter foley, kateter akan
dimasukkan ke dalam serviks dan balon dikembangkan proksimal dengan ostium interna dari
serviks. Dalam sebuah penelitian, didapatkan bahwa volume balon (80 mL dan 30 mL)
selama maksimal 12. Terdapat kesenjangan dalam teori dan keadaan yang sebenarnya terjadi
pada kasus ibu I karena volume air yang dimasukan adalah 75 ml.
Dalam kasus ini sesuai jurnal dengan judul Misoprostol Untuk Induksi Persalinan
Pada Kehamilan Aterm” oleh Fakultas Kedokteran Universitas Udayana tahun 2015 yaitu
induksi persalinan dilakukan dengan keadaan serviks yang belum matang dan kurang
mendukung, proses pematangan tentulah sangat perlu dipertimbangkan sebelum melakukan
induksi. Misoprostol selain memiliki efek uterotoniknya juga memiliki efek pada serviks
yang sangat berguna pada serviks dengan skor bishop kurang dari 5. Tidak ada kesenjangan
dalam teori dan keadaan yang sebenarnya terjadi pada kasus ibu I.
American college of obstetricians and gynocologist merekomendasikan pemakaian
misoprostol untuk pemberian intravagina adalah dengan dosis 25 µg tiap 4 jam atau 50 µg
tiap 6 jam. Terdapat kesenjangan dalam teori dan keadaan yang sebenarnya terjadi pada kasus
ibu I, karena ibu I diberikan misoprostol pervaginam 25 µg tiap 6 jam.
Pada kasus Ny. I, selama observasi DJJ dalam batas normal dan his tidak adekuat.
Dilakukan USG ulang terhadap klien mengingat tidak ada kemajuan pada pembukaan serviks
dan terdapat rembesan air ketuban. Hasil dari USG menyatakan nilai indeks cairan amnion
berkurang menjadi 3 sehingga dengan berbagai pertimbangan diputuskan untuk melakukan
SC karena dikhawatirkan menyebabkan fetal disstres pada bayi. Serta dipertimbangkan juga
dengan permintaan ibu yang menginginkan tindakan tubektomi. Hasil pemantauan DJJ, janin
Ny. I tidak mengalami gawat janin karena batas gawat janin adalah denyut jantung janin
kurang dari 100 permenit atau lebih dari 180 per menit (Nugroho, 2011) hal ini tidak sesuai
dengan teori dimana janin dengan ibu hamil yang mengalami oligohidramnion cenderung
mengalami gawat janin.
Sebelum dilakukan SC ibu terlebih dahulu di USG kemudian ibu dipastikan sudah
melepaskan pakaiannya, serta memastikan ibu tidak menggunakan emas atau benda berbahan
logam. Kemudian memastikan data-ta seperti pemeriksaan penunjang laboratorium dan data
data penting lainnya sudah lengkap. Tidak ada kesenjangan dalam teori dan keadaan yang
sebenarnya terjadi pada kasus ibu I pada persiapan operasi.
Dari kasus ini ibu mengatakan bahwa dirinya ingin menggunakan KB MOW karena
ibu sudah berumur 33 tahun, ibu dan suami telah merasa memiliki cukup anak karena ibu
telah memiliki 5 orang anak hidup dan 1 orang anak lagi yang akan dilahirkan. Ibu termasuk
grande multipara dimana telah melahirkan janin viable lebih dari 5 kali dan memiliki risko
tinggi dalam kehamilan dan persalinan (Kusmiati, 2010) . Menurut buku panduan praktis
pelayanan kontrasepsi (2012), hal yang perlu diperhatikan ketika akan menggunakan
kontrasepsi mantap tubektomi ini yaitu usia lebih dari 26 tahun, jumlah anak (paritas)
minimal adalah 2, yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan keinginannya
dan pasangannya. , pada kehamilan akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius, pasca
persalinan dan atau pasca keguguran, paham dan secara suka rela setuju dengan prosedur
pelaksanaan. Tidak ada kesenjangan dalam teori dan keadaan yang sebenarnya terjadi pada
kasus ibu I.
Setelah penjelasan mengenai MOW sudah dapat dipahami dan dimengerti dengan
baik, ibu dan saksi menandatangani inform consent yang telah disediakan. Setelah ditanda
tangani barulah ibu menjalani tindakan operatif yang akan dilakukan. Menurut Sunarto Adi
Wibowo (Ibid, hal.77) Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan kepada pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Tidak
ada kesenjangan dalam teori dan keadaan yang sebenarnya terjadi pada kasus ibu I.

Anda mungkin juga menyukai