Lapsus Bells Palsy
Lapsus Bells Palsy
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Agama : Islam
Umur : 49 tahun
Alamat : Jl. Kompleks IDI Pettarani
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bugis
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Tgl. Masuk : 12 Desember 2017
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bibir mencong
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke poli syaraf RS Haji mengeluh bibir mencong ke arah kiri.
Bibir mencong dialami 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang dialami secara tiba-
tiba dan hanya dirasakan di satu sisi. Pasien merasa kaku pada wajah sebelah
kanannya. Pasien baru pertama kali merasakan keluhan tersebut. Pasien mengeluh
bahwa air merembes keluar ketika ia berkumur kumur pada saat berwudhu di subuh
hari. Pasien juga merasakan mata kirinya sering mengeluarkan air mata dan sulit
dirapatkan. Pada awalnya pasien merasa nyeri pada daerah sekitar belakang
telingannya dan terasa kebas pada wajah sebelah kanannya. Ia juga mengeluh nyeri
kepala yang terasa berdenyut dikedua sisi kepala. Pasien selama ini tidur diruangan
yang berAC dan ruangannya selalu dingin. Pasien tidak mengeluhkan kelumpuhan
pada tungkai atas dan bawah. Riwayat hipertensi (+), riwayat DM (-), riwayat
stroke (-), riwayat trauma (-).
1
Anamnese sistematis
Demam (-),Sakit kepala (-), Batuk (-), Mual (-), Muntah (-), BAK warna
kuning kesan cukup, BAB warna kuning kesan biasa.
ABDOMEN :
a. Inspeksi : Massa (-), Ascites (-)
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Massa abnormal (-). Distensi abdomen (-)
c. Perkusi : Dalam batas normal
2
d. Auskultasi : Peristaltik normal
EKSTREMITAS :
a. Atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis(-/-)
b. Bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-),sianosis(-/-)
3
Melihat ganda : - -
N. IV (Troklearis)
Pergerakan mata : dalam batas normal
(ke bawah-ke dalam)
Sikap bola mata : Tengah Tengah
Melihat ganda : - -
N.V (Trigeminus)
Membuka mulut : dalam batas normal
Mengunyah : dalam batas normal
Menggigit : dalam batas normal
Refleks kornea : +
Sensibilitas muka : dalam batas normal
N. VI (Abdusen)
Pergerakan mata (ke lateral) : dalam batas normal
Sikap bola mata : Tengah Tengah
Melihat ganda : - -
N. VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi : - +
Menutup mata : - +
Memperlihatkan gigi : - +
Perasaan lidah (2/3 anterior) : dalam batas normal
N. VIII (Vestibulocochlearis)
Suara berbisik : sulit dinilai
Tes schwabach : tidak dilakukan
Tes rinne : tidak dilakukan
Tes weber : tidak dilakukan
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
N. IX (Glosofaringeus)
4
Perasaan lidah (1/3 posterior) : dalam batas normal
Sensibilitas faring : dalam batas normal
N. X (Vagus)
Arkus faring : dalam batas normal
Menelan : dalam batas normal
Refleks muntah : dalam batas normal
N. XI (Aksesorius)
Mengangkat bahu : dalam batas normal
Memalingkan muka : dalam batas normal
N.XII (Hipoglossus)
Atrofi lidah : tidak ada
Kekuatan : dalam batas normal
Gerak spontan : dalam batas normal
Posisi diam : dalam batas normal
Posisi dijulurkan : dalam batas normal
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak:
Kaku kuduk : tidak ada
Kernig’s sign : tidak ada
Kelenjar limfe : Tidak teraba
Arteri karotis :
Palpasi :Teraba, kuat angkat
Auskultasi : Bruit (-)
Kelenjar gondok : Tidak teraba
4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut : Ada
5
5. Kolumna vertebralis:
Inspeksi : Gibbus (-), Skoliosis (-)
Pergerakan : Normal
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tidak Dilakukan
Refleks Fisiologis
Biceps : normal/normal
Triceps : normal/normal
Radius : N/N
Ulna : N/N
Klonus
Lutut : tidak ada
Kaki : tidak ada
Refleks Patologis
Hoffman – Trommer : -/- Gordon : -/-
Babinsky : -/- Schaffer : -/-
Chaddock : -/- Oppenheim : -/-
6
Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil : Normal Normal
Nyeri : Normal Normal
Suhu : Normal Normal
Diskriminan 2 titik : Normal Normal
Lokalis : Normal Normal
7. Gangguan koordinasi :
Tes jari hidung : normal
Tes pronasi-supinasi : normal
Tes tumit : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes pegang jari : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Gangguan Keseimbangan
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
7
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
-
VI. RESUME
Seorang pasien wanita berusia 49 tahun datang ke poli syaraf RSKD Haji
Makassar mengeluh bibir mencong ke arah kiri dialami 2 hari sebelum masuk
rumah sakit yang dialami secara tiba-tiba dan hanya dirasakan di satu sisi.
Pasien merasa kaku pada wajah sebelah kanannya. Pasien baru pertama kali
merasakan keluhan tersebut. Pasien mengeluh bahwa air merembes keluar
ketika ia berkumur kumur pada saat berwudhu di subuh hari. Pasien juga
merasakan mata kirinya sering mengeluarkan air mata dan sulit dirapatkan.
Pada awalnya pasien merasa nyeri pada daerah sekitar belakang telingannya
dan terasa kebas pada wajah sebelah kanannya. Ia juga mengeluh nyeri kepala
yang terasa berdenyut dikedua sisi kepala. Pasien selama ini tidur diruangan
yang berAC dan ruangannya selalu dingin. Riwayat hipertensi (+). Dari
pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital TD: 170/100 mmHg, Nadi: 80x/menit,
Pernapasaan: 20x/menit, Suhu: 370C, kesadaran Compos Mentis (E4M6V5),
pemeriksaan nervus cranialis didapatkan kelemahan pada n. Facialis dextra
(tidak terdapat kerutan pada dahi sebelah kanan, terdapat lagoftalmus pada mata
kanan, sulcus nasolabialis dextra tidak terlihat ketika pasien tersenyum).
VII. DIAGNOSA
Diagnosa klinis : Parese facialis dextra tipe perifer
Topis : N. Cranialis VII perifer dextra
Etiologi : Bell’s palsy
8
VIII. DIAGNOSA BANDING
Ramsay-Hunt Syndrome
IX. TERAPI
Medikamentosa :
- Amlodipin 5mg 1-0-0
- Micardis 80mg 0-0-1
- Prednison 5mg 3x4 selama 3 hari (tapering off hingga 14 hari)
- Ranitidin 150mg 2x1
- Acyclovir 400mg 3x1
- Mecobalamin 500mcg 1x1
X. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : Dubia et bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia et bonam
Ad Fungsionam : Dubia et bonam
9
XI. DISKUSI
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis didapatkan penderita dengan
diagnosis Bell’s Palsy. Bell’s palsy adalah kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer
wajah (nervus fasialis) secara akut pada sisi sebelah wajah. Kondisi ini
menyebabkan ketidakmampuan penderita menggerakkan separuh wajahnya secara
sadar (volunter) pada sisi yang sakit.
Anamnesis
Seorang pasien wanita berusia 49 tahun datang ke poli syaraf RSKD Haji
Makassar dengan keluhan bibir mencong ke arah kiri dialami 2 hari sebelum masuk
rumah sakit yang dialami secara tiba-tiba dan hanya dirasakan di satu sisi. Insiden
terjadinya Bell’s palsy adalah 20-300 kasus dalam 100.000 penduduk dan
menyumbang 60-70% dari semua kasus unilateral pheripheral facial palsy.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, dengan usia median 40 tahun. Insiden
lebih rendah pada umur dibawah 10 tahun dan meningkat pada usia diatas 70
tahun.1 Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia menunjukkan
bahwa frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati. Istilah
Bell’s palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang
timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan
neurologik lain.2
dikarenakan konjungtiva bulbi yang tidak dapat penuh ditutupi oleh kelopak mata
yang lumpuh sehingga mudah terdapat iritasi angin, debu dsb.4 Otot-otot wajah
juga diinervasi oleh saraf fasialis. Kerusakan pada saraf fasialis di meatus akustikus
10
internus (karena tumor), di telinga tengah (karena infeksi atau operasi), di kanalis
fasialis (perineuritis,bell’s palsy) atau dikelenjar parotis (karena tumor) akan
menyebabkan distorsi wajah, dengan penurunan kelopak mata bawah dan sudut
mulut pada sisi wajah yang terkena. Nervus fasialis berada di dalam kelenjar liur
parotis setelah meninggalkan foramen stylomastoideus. Saraf memberikan cabang
terminal di batas anterior kelenjar parotis. Cabang-cabang ini menuju otot-otot
mimik di wajah dan regio scalp. Cabang buccal untuk muskulus buccinator. Cabang
Pada awalnya pasien merasa nyeri pada daerah sekitar belakang telingannya
dan terasa kebas pada wajah sebelah kanannya. Ia juga mengeluh nyeri kepala yang
terasa berdenyut dikedua sisi kepala. Pasien selama ini tidur diruangan yang berAC
dan ruangannya selalu dingin. Riwayat hipertensi (+). Pada pasien ini penyebab
terjadinya kelumpuhan pada saraf fasialis tidak diketahui (idiopatik). Lima
kemungkinan (hipotesis) penyebab Bell’s Palsy yaitu iskemik vaskular, virus,
bakteri, herediter dan imunologi. Hipotesis virus lebih banyak dibahas sebagai
etiologi penyakit ini. Sebuah penelitian mengidentifikasi genom virus herpes
simpleks (HSV) di ganglion genikulatum seorang pria usia lanjut yang meninggal
enam minggu setelah mengalami Bell’s Palsy. Etiologi Bell’s Palsy terbanyak
diduga adalah karna infeksi virus. Mekanisme pasti yang terjadi akibat infeksi ini
yang menyebabkan penyakit belum diketahui. Inflamasi dan edema diduga muncul
akibat infeksi. Faktor resiko lainnya yaitu adanya infeksi terutama virus (HSV tipe
1), penyakit autoimun, Diabetes melitus, Hipertensi, Kehamilan.6
Pemeriksaan fisis
Dari pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital TD: 170/100 mmHg, Nadi:
80x/menit, Pernapasaan: 20x/menit, Suhu: 370C, kesadaran Compos Mentis
(E4M6V5), pemeriksaan nervus cranialis didapatkan kelemahan pada n. Facialis
dextra (tidak terdapat kerutan pada dahi sebelah kanan, terdapat lagoftalmus pada
mata kanan, sulcus nasolabialis kanan tidak terlihat ketika pasien tersenyum). Otot-
otot dahi mendapatkan persarafan supra nuklear dari kedua hemisfer serebri, tetapi
11
otot-otot ekspresi wajah lainnya hanya dipersarafi secara unilateral, yaitu korteks
presentralis kontralateral. Jika jaras supra nuklear desendens terganggu hanya pada
satu sisi, misalnya oleh infark serebri, kelumpuhan wajah yang ditimbulkan tidak
mengganggu otot-otot dahi. Pasien masih dapat menaikkan alisnya dan
memejamkan matanya dengan kuat. Jenis kelumpuhan wajah ini disebut
kelumpuhan nervus fasialis sentral. Namun, pada lesi nuklear atau lesi perifer
semua otot ekspresi wajah pada sisi lesi menjadi lemah.3 Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada pasien ini mengalami kelumpuhan nervus fasialis perifer.
Kelumpuhan fasialis melibatkan semua otot wajah sesisi, dengan test yang
tersebut dibawah ini mudah dibuktikan. Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi
hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila orang sakit disuruh memejamkan
kedua matanya, maka sisi yang tidak sehat kelopak mata tidak dapat menutupi bola
mata dan berputarnya bola mata ke atas. Fenomena tersebut disebut tanda bell. Pada
observasi sudah dapat disaksikan juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidah
sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan kelopak mata yag sehat. Fenomen
tersebut dikenal dengan lagoftaslmuos. Lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan
mendatar. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak
mengembung. Dalam menjungurkan bibir, gerakann bibir tersebut menyimpang ke
sisi yang tidak sehat. Bila orang sakit diminta untuk memperlihatkan gigi-geliginya
atau disuruh meringis, sudut mulut sisi yang lumpuh tidak terangkat, sehingga
mulut tampak mencong ke arah yang sehat. Selain kelumpuhan otot wajah sesisi
tidak didapati gangguan lain yang mengiringinya, bila paresisnya benar-benar
bersifat Bell’s palsy.4,6
Pemeriksaan penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Tidak ada tes
diagnostik khusus untuk Bell’s palsy, meskipun ada beberapa yang mungkin dapat
mengidentifikasi atau menyingkirkan penyakit lain. Misalnya pemeriksaan glukosa
darah atau kadar HbA1C untuk mendiagnosis penderita diabetes, karena orang
dengan diabetes memiliki resiko 29% lebih tinggi untuk terserang Bell’s palsy
12
dibandingkan orang normal. Sallvary flow test, schimer blotting test, nerve
excitability test, CT scan, MRI, EMG, dll.7
Klasifikasi
Sistem grading ini dikembangkan oleh House and Brackmann dgn skala I sampai
VI.
1. Grade I adalah fungsi fasial normal.
2. Grade II disfungsi ringan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:
a. Kelemahan ringan saat dilakukan inspeksi secara detil.
b. Sinkinesis ringan dapat terjadi.
c. Simetris normal saat istirahat.
d. Gerakan dahi sedikit sampai baik.
e. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit usaha.
f. Sedikit asimetri mulut dapat ditemukan.
3. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan karekteristik:
a. Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal.
b. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial dapat
ditemukan.
c. Simetris normal saat istirahat.
d. Gerakan dahi sedikit sampai moderat.
e. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan usaha.
f. Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal.
4. Grade IV adalah disfungsi moderat sampai berat, dengan tandanya sebagai
berikut:
a. Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.
b. Simetris normal saat istirahat.
c. Tidak terdapat gerakan dahi.
d. Mata tidak menutup sempurna.
e. Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal.
5. Grade V adalah disfungsi berat. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:
a. Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan.
13
b. Asimetris juga terdapat pada saat istirahat.
c. Tidak terdapat gerakan pada dahi.
d. Mata menutup tidak sempurna.
e. Gerakan mulut hanya sedikit.
6. Grade VI adalah paralisis total. Kondisinya yaitu:
a. Asimetris luas.
b. Tidak ada gerakan otot otot wajah.
Dengan sistem ini, grade I dan II menunjukkan hasil yang baik, grade III
dan IV terdapat disfungsi moderat, dan grade V dan VI menunjukkan hasil yang
buruk. Grade VI disebut dengan paralisis fasialis komplit. Grade yang lain disebut
sebagai inkomplit. Paralisis fasialis inkomplit dinyatakan secara anatomis dan dapat
disebut dengan saraf intak secara fungsional. Grade ini seharusnya dicatat pada
rekam medik pasien saat pertama kali datang memeriksakan diri5
Patofisiologi
Tanda dan gejala atipikal untuk Bell’s palsy harus dievaluasi lebih lanjut.
Pasien dengan onset berbahaya harus menjalani pencitraan dari tulang temporal.
Mereka dengan kelumpuhan bilateral atau mereka yang tidak membaik dalam
pertama dua atau tiga minggu setelah timbulnya gejala harus rujuk ke ahli saraf.(8)
Para ahli menyebutkan bahwa Bell’s Palsy terjadinya di akibatkan dari proses
inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter
nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang
temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis
fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar
sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya
Diagnosis
Anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah hal yang paling vital pada diagnosa
14
pasien dengan Bell’s palsy. Kebanyakan kasus adalah idiopatik. Penggunaan
imaging diagnostik tidak direkomendasikan pada saat pasien pertama kali datang.
MRI (magnetic resonance imaging) mungkin menunjukkan pembesaran pada saraf
fasialis terutama di daerah ganglion geniculi, tetapi penemuan ini tidak berpengaruh
Diagnosis banding
Penyakit-penyakit berikut dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, yaitu:
1. Stroke vertebrabasilaris (hemiparesis alternans)
2. Acoustic neuroma dan lesi cerebellopontine angle
3. Otitis media akut atau kronik
4. Sindroma Ramsay Hunt (adanya lesi vesicular pada telinga atau bibir)
5. Amiloidosis
6. Aneurisma a. vertebralis, a. basilaris, atau a. Carotis
7. Sindroma autoimun
8. Botulismus
15
9. Karsinomatosis
10. Cholesteatoma telinga tengah
11. Malformasi congenital
12. Schwannoma n. Fasialis
13. Infeksi ganglion genikulatum
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada fase akut Bell’s palsy meliputi strategi untuk
mempercepat pemulihan dan mencegah komplikasi kornea. Perawatan mata
termasuk patch mata dan pelumasan, tetes pelumas harus diberikan sering pada
siang hari dan salep mata harus digunakan pada malam hari. Strategi untuk
mempercepat pemulihan termasuk terapi fisik, kortikosteroid dan agen antivirus.1
Prednison. Alasan untuk penggunaan kortikosteroid dalam fase akut Bell’s
palsy adalah peradangan dan edema pada nervus facialis yang terlibat dalam
menyebabkan Bell’s palsy dan kortikosteroid memiliki kerja anti-inflamasi kuat
yang dapat meminimalkan kerusakan saraf dan dengan demikian meningkatkan
perbaikannya.9
16
nervus facialis pada pasien dengan Bell’s palsy, tapi tidak di kontrol. Namun,
manfaat dari asiklovir atau valasiklovir, baik sebagai agen tunggal atau dalam
kombinasi dengan prednisolon di palsy Bell belum ditetapkan secara definitif.1
Fisioterapi. Berbagai jenis terapi fisik Bell’s palsy, seperti olahraga,
biofeedback, laser, elektroterapi, pijat dan termoterapi digunakan untuk
mempercepat pemulihan.9
Prognosis
Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari perbaikankomplit dini
sampai cedera saraf substansial dengan sekuelepermanen. Sekitar 80-90% pasien
dengan Bell’s palsy sembuhtotal dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus
membaik dalam 3 minggu.Sekitar 10% mengalami asimetri muskulusfasialis
persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren11
17