TINJAUAN PUSTAKA
8
9
Menurut Potter & Perry (2010) nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam
sampai satu hari mendahului keluarnya darah haid. Nyeri biasanya paling kuat
sekitar 12 jam setelah mulai timbulnya keluar darah haid, saat pelepasan
endometrium maksimal. Dismenore juga memiliki ciri khas yaitu nyeri pelvis
atau perut bawah dimulai sejak keluar haid dan berakhir 8-72 jam, nyeri
punggung, nyeri paha di medial atau anterior, sakit kepala, diare, mual atau
muntah (serta konsentrasi buruk (Bobak, et al., 2010).
Ada beberapa faktor resiko yang dapat dihubungkan dengan kejadian
dismenore primer sebagai berikut: usia menarche yang terlalu dini, usia
dibawah 25 tahun, periode menstruasi yang terlalu panjang, banyak darah beku
(stolsel) yang keluar pada saat menstruasi, obesitas, gangguan pada hubungan
sosial, merokok, dan konsumsi alkohol, riwayat keluarga dengan dismenore
serta diet tinggi lemak (Prawirohardjo, 2011).
Penelitian Manorek (2015) menemukan ada hubungan antara status gizi
dengan kejadian dismenore sebesar 0,014. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sophia dkk (2013) tentang Faktor- faktor yang
berhubungan dengan dismenore pada siswi SMK 10 Medan menunjukkan
terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian dismenore. Penelitian
Utami (2014) menemukan faktor usia menarche, keteraturan siklus
menstruasi, lama menstruasi dan status gizi tidak berhubungan dengan
kejadian dismenorea.
Penanganan dismenore pada umumnya dibagi menjadi 2 yaitu
penanganan secara farmakologis maupun secara non farmakologis
1. Penanganan farmakologis
Menurut Wiknjonosastro (2010), penanganan secara farmakologis yang
dapat digunakan pada dismenore antara lain adalah pemberian analgetik,
terapi hormonal, terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
2. Penanganan Non Farmakologis
Menurut Laila (2011) dalam dalam Aryanie (2014), ada beberapa cara
untuk mengatasi nyeri non farmakologis, yaitu : kompres hangat, istirahat,
11
olahraga, minum air putih, pemijatan, teknik relaksasi, akupunktur atau pun
akupresure .
Penelitian yang dilakukan oleh Marlinda, dkk (2013) tentang upaya
penanganan nonfarmakologis pada remaja putri yang mengalami dismenore
didapatkan hasil dari 12 responden tentang cara menangani nyeri menstruasi
diantaranya, minum obat pereda nyeri sebanyak 5 orang (42%), tidur
sebanyak 2 orang (17%), mengoles minyak kayu putih sebanyak 1 orang
(8%), minum air putih sebanyak 1 orang (8%), dan tidak melakukan apa-apa
sebanyak 3 orang (25%). Penelitian Astrida (2013) tentang upaya
penanganan derajat dismenore melalui upaya penanganan non farmakologi
sebagian besar adalah melakukan teknik distraksi sebanyak 65 orang
(50,4%), upaya penanganan farmakologi dengan obat anti nyeri dari warung
dilakukan sebanyak 16 orang (12,4%) dan tidak ada satu pun siswi
menangani dismenore dengan obat anti nyeri dari resep dokter. Penelitian
Sari (2014) menemukan baik terapi non-farmakologis dan terapi
farmakologis memiliki efektivitas yang sama dalam mengurangi nyeri haid.
Sehingga terapi farmakologis kompres hangat dan aromaterapi dapat
menjadi alternatif terapi non-obat untuk mengurangi nyeri haid.
B. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. (Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, Irmayanti, 2013).
Rivai (2013 dalam penelitiannya mengatakan pengetahuan kesehatan
reproduksi sebaiknya dilakukan sejak remaja, karena seseorang akan dapat
mengenali kelainan pada kesehatan reproduksinya sedini mungkin,
terutama tentang masalah disminore. Oleh karena itu, mengetahui secara
12
C. Sikap
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata,
tetapi masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi
terhadap stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara
langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang
diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Sunaryo (2012) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terbentuknya sikap meliputi : Faktor internal seperti kepribadian,
intelegensi, bakat, minat, perasaan serta kebutuhan dan motivasi anak
untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut. Faktor eksternal terdiri dari
lingkungan, pendidikan, agama, ekonomi, dan kebudayaan.
Sikap remaja berhubungan dengan tindakan dalam penanganan
dismenorea, hal ini sesuai dengan penelitian Sitorus (2015) yang meneliti
tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri tentang
dismenorea dan tindakan dalam penanganan dismenorea di SMP Swasta
Kualuh Kabupaten Labuhan Batu Utara. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh remaja putri yang mengalami dismenorea sebanyak 53
orang. Sampel penelitian adalah remaja putri yang mengalami dismenorea
sebanyak 53 orang. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik
total sampling. Teknik pengumpulan data dari data primer menggunakan
metode wawancara berupa kuesioner. Hasil penelitian didapatkan tingkat
sikap responden sebagian besar dalam kategori tidak baik sebanyak 34
orang (64,2%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0,045 (p<0,05)
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat sikap
dengan tindakan dalam penanganan dismenorea artinya bahwa sikap
remaja sangat berhubungan dengan tindakan dalam penanganan
dismenorea.
Khotimah (2015) dalam penelitiannya yang berjudul pengetahuan
remaja putri tentang menstruasi dengan sikap menghadapi dismenore kelas
XI di SMA Muhammadiyah 7, Yogyakarta. Jumlah sampel dalam
15
menangani dysmenorhe juga semakin baik. Jadi ada hubungan antara sikap
dengan penanganan keluhan nyeri haid (dysmenorhe).