Gambar 4.1
Grafik IPR yang Linear
Bentuk dari garis IPR akan linear jika fluida yang mengalir satu fasa, tapi jika fluida yang
mengalir terdiri dari dua fasa (fasa minyak dan fasa air) maka bentuk grafik IPR akan
melengkung, dan harga PI tidak konstan lagi. Karena kemiringan grafik IPR akan berubah
secara kontinyu untuk setiap harga Pwf , maka dalam hal ini Vogel memberikan pemecahannya
yaitu dengan mengeplot IPR antara Pwf/Ps vs q/qmax. Persaman yang diberikan oleh Vogel
adalah sebagai berikut :
...............................................................(4-7)
Keterangan :
qo = Laju produksi minyak, bbl
qo max = Laju produksi maksimum, bbl
Pwf = Tekanan alir dasr sumur, psi
Pr = Tekanan rata-rata reservoir,psi
Gambar 4.2
Grafik IPR untuk Aliran Dua Fasa
2. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler disebabkan oleh adanya gaya-gaya yang dipengaruhi tegangan antar
permukaan antar fluida yang bersinggungan, besar volume dan bentuk pori serta sifat
kebasahan batuan reservoi.Tekanan kapiler dapat dihitung dengan persamaan:
.....................................................................................(4-9)
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler, psi
h = ketinggian dari bidang diantara minyak dan air dimana tekanan kapiler sama dengan nol
pada WOC, ft
ρo = densitas minyak, lb/cuft
ρw = densitas air, lb/cuft
3. Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi akibat berat batuan yang berada
diatas formasi trsebut. Secara matematis tekanan overburden (Po) dapat ditulis sebagai berikut :
..........................................................................(4-10)
Keterangan :
D = kedalaman vertikal lapisan, ft
= porositas batuan formasi
Gmb = berat matrik batuan formasi
Gft = berat fluida yang terkandung dalam batuan formasi
Ρft = densitas fluida ,lb/cuft
Ρma = densitas matrik batuan, lb/cuft
Besarnya pertambahan tekanan overburden sebanding dengan bertambahnya kedalaman.
b. Filtrasi Statik
Filtrasi statik adalah filtrasi dimana tidak adanya sirkulasi lumpur bor dan drill string tidak
berotasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi filtrasi statik, antara lain:
- Jenis lumpur yang dipakai
- Tekanan filtrasi
- Viskositas dan temperatur lumpur
Pada filtrasi statik, mud cake dapat terbentuk secara sempurna, akibatnya invasi filtrat lumpur
lebih kecil dibandingkan dengan filtrasi dinamik. Untuk menentukan jumlah volume invasi filtrat
lumpur pada kondisi statik dapat ditentukan dengan teori klasik, yaitu:
V = C T 0.5 .............(4-17)
Dari Persamaan (4-22) dapat diubah menjadi besaran yang berlaku untuk filtrat lumpur dinamik,
yaitu:
(V + Vo) = C (T + To)............................................................................(4-18)
Keterangan:
V = volume filtrat, ml/in2
Vo = volume filtrat dinamik/statik awal, ml/in2
To = waktu filtrasi selama Vo, detik
Terinvasinya filtrat lumpur yang terserap ke dalam formasi adalah saat permulaan dimana mud
cake belum terbentuk, peristiwa ini disebut “surge loss”. Glenn, Slusser & Huitt memberikan
ukuran besarnya surge loss pada berbagai ukuran partikel lumpur seperti Gambar 4.3
Glen, Slusser dan Huitt membagi masa filtrasi ke dalam tiga tahapan:
1. Periode surge, merupakan masa sebelum mud cake terbentuk pada dinding.
2. Periode transisi, merupakan masa filter cake sudah terbentuk tetapi belum sempurna
(seragam) atau gradien tekanan belum konstan
3. Periode gradien tekanan konstan, merupakan masa volume filtrat sudah konstan atau
pembentukan kerak lumpur sudah konstan
Gambar 4.3
Besarnya Surge Loss untuk Berbagai Ukuran Partikel Lumpur
(Carl Gatlin; “Petroleum Engineering Drilling and Well Completions”)
Tabel IV-1.
Sifat Fisik Beberapa Jenis Clay
(Chilingarian, G.V. & Vorabuar, D.; “Drilling and Drilling Fluid”)
Fresh water sebagai fasa kontinu dalam water base mud, invasi mud filtrate menyebabkan
lempung mengembang dalam pori batuan sehingga pori-pori batuan mengalami clay blocking.
Lempung (clay) adalah material dari tanah dengan ukuran koloid yang mengembang bila basah
dan bersifat mengabsorbsi terhadap air. Oleh karena itu disebut hydrophilic, sedangkan
perbedaan clay dengan shale adalah kalau clay bersifat hydrophilic sedangkan shale bersifat
hydrophobic (mempunyai sifat dapat menghidrat). Bentuk partikel lempung adalah mirip
timbunan dari plat-plat datar yang tipis yang bentuknya menyerupai mika. Plat-plat ini terdiri atas
lapisan molekul yang terikat satu diatas lainnya. Kisi-kisinya terikat secara kovalen dan sulit
terputuskan. Untuk berbagai kation Na+ dan Ca++ atau ion-ion lainnya terikat lemah di antara
plat-plat tersebut.
Ikatan antara ion terjadinya karena adanya gaya Van der Wall yang begitu lemah dan mudah
berputar sehingga menyebabkan molekul-molekul air masuk ke dalam ruang antara plat-plat.
Hal ini menyebabkan partikel-partikel clay akan terdispersi bila bertemu dengan air. Proses ini
menyebabkan terhidrasi dan mengembang pada clay. Air yang terperangkap diantara plat-plat,
begitu terikat akan mengandung sebagian besar dari total air yang ditahan oleh sistem koloid
clay.
Banyaknya air yang diserap oleh partikel clay tergantung pada sifat-sifat ikatan ionnya. Na
adalah kation monovalen oleh karena itu, ion-ion ini terikat begitu lemah pada batas-batas
permukaan memungkinkan masuknya air lebih banyak yang menyebabkan clay lebih mudah
mengembang.
Tabel tersebut memperlihatkan perbedaan produktivitas sumur dan sebagai acuannya adalah
kasus dimana fluida perforasi bersih, tidak merusak dan perforasi underbalance. Kesimpulan
adalah perforasi underbalance lebih baik dari overbalance, dan penggunaan fluida perforasi
bersih, tidak merusak meminimasi kerusakan formasi. Sehingga direkomendasikan untuk selalu
mengacu pada kombinasi penggunaan fluida perforasi bersih, tidak merusak dan perforasi
underbalance.
Faktor-faktor utama yang paling besar pengaruhnya terhadap produktivitas formasi dalam
kaitannya dengan upaya meminimasi kerusakan formasi dari sisi pandang perforasi dan fluida
komplesi adalah sebagai berikut:
1. Fluida perforasi/komplesi
2. Crushed (compacted) zone dan pecahan perforasi (perforation debris)
3. Besar dan arah beda tekanan antara sumur formasi sewaktu perforasi
4. Jangkauan penetrasi dengan ekstensi kerusakan
5. Diameter dari lubang perforasi
6. Jumlah spf (shot per foot, shot density)
7. Fase penembakan (shot pashing)
Meskipun sulit untuk mempelajari faktor-faktor tersebut secara terpisah, tetapi pengaruhnya
perlu dimengerti sehingga hasil perforasi dari sumur dapat dioptimalkan.
1. Fluida Perforasi/Komplesi
Setiap fluida yang kontak dengan formasi mempunyai potensi untuk merusak. Pengaruh ini akan
semakin besar bila fluida terinvasi melalui perforasi sehingga mencapai kedalaman tertentu.
Lumpur bor dan semen mungkin mengandung aditif yang dimaksudkan untuk mengurangi fluid
loss ke dalam formasi, tetapi fluid loss additive di dalam fluida perforasi dapat menyumbat
lubang perforasi dan sulit dihilangkan.
Tindakan mitigasi yang harus dilakukan untuk menghindari penyumbatan perforasi dan pori
formasi dengan jalan membersihkan secara keseluruhan casing, rangkaian peralatan dan alat-
alat permukaan dengan bahan kimia pencuci, asam, caustic serta bahan abrasive sebelum
casing diperforasi. Sumur harus diisi dengan fluida yang bersih dan telah disaring. Jika setelah
perforasi, fluid loss terlihat berlebihan, maka densitas dari fluida harus diturunkan seminimum
mungkin dalam kadar aman. Fluid loss additive berupa padatan harus dihindari, untuk itu hanya
padatan yang cukup kasar yang dipakai agar invasinya minimal dan harus larut dengan air,
asam atau minyak agar mudah dihilangkan.
2. Pecahan Perforasi, Compacted dan Crushed Zone
Kerusakan formasi pada saat perforasi menembus suatu formasi akibat injeksi material dari
perforating gun. Tembaga, timbal (lead) dan karbon merupakan komponen-komponen pecahan
yang paling banyak dijumpai dari pengujian Jet Perforating Gun.
Bila peluru perforasi ditembakkan, maka peluru perforasi akan menembus casing, semen,
formasi dan membuat lubang. Material pada alur peluru tidak hilang, sebagian logam dan semen
mengalami disintegrasi/hancur dan sebagian lainnya dalam bentuk pecahan.
3. Underbalance Perforation
Ekstensi compacted zone dan permeabilitasnya tergantung pada sifat fisik batuannya,
perforating charge dan kerusakan sebelum perforasi. Perforasi underbalance dapat mengurangi
pengaruh kerusakan dengan jalan memecah compacted zone tersebut, dengan kata lain
semakin kuat suatu batuan, semakin tinggi beda tekanan yang dibutuhkan
4. Surging perforation
Perorasi kadang-kadang dilakukan pada saat sumur sedang flowing, akan tetapi hal ini tidak
memberikan cukup tenaga untuk memecah compacted zone pada beberapa formasi. Cara lain
yang lebih baik digunakan adalah menggunakan surge tool, dengan chamber bertekanan
atmosfer. Cara ini berhasil baik dalam penyiapan sumur-sumur gravel packing dan dipakai untuk
perforasi balance atau overbalance.
5. Kedalaman Penetrasi
Saucier menyimpulkan bahwa kedalaman penetrasi dari suatu perforasi tidak dipengaruhi oleh
beda tekanan selama perforasi. Kedalaman dan diameter perforasi ditentukan oleh ukuran dan
desain dari perforating gun, ukuran charge, jarak gun dengan dinding casing dan kekuatan
formasi. Kinerja sumur meningkat bila dipakai perforating gun yang penetrasinya melampaui
zona terinvasi dan perforasi terbatas dan dalam lebih efektif dibanding dengan perforasi banyak
tapi dangkal.
6. Diameter Perforasi
Untuk ukuran gun dan charge tetap, maka penetrasi akan berkurang bila diameter bertambah.
Diameter lebih dipentingkan pada formasi pasir unconsolidated, karena penetrasi akan dalam
jika batuannya lunak dan aliran melewati perforasi gravel pack akan makin baik jika diameter
perforasinya lebih besar. Pada formasi keras, penetrasi lebih dipentingkan dibanding diameter,
sehingga lubang perforasi cenderung 3/8 inci atau lebih kecil.
7. Densitas Perforasi
Well Flow Analysis atau Nodal Analysis (Mach) adalah cara yang paling baik untuk menghitung
pengaruh shot density terhadap kapasitas produksi sumur. Dua uji analisis hasil, pertama
memberikan data se-realistik mungkin dan hitung kinerja perforasi optimum. Kedua menghitung
perforation density berdasar kondisi ideal dan usahakan mencapai sedekat mungkin dengan
hasil sebelumnya (matched) dengan meminimalkan kerusakan formasi dan memaksimalkan
keefektifan perforasi.
4.2.1.3. Kerusakan Formasi Akibat Produksi
Yang dimaksudkan kerusakan formasi akibat produksi adalah kerusakan yang diakibatkan oleh
adanya pengecilan permeabilitas yang disebabkan oleh adanya perpindahan butiran formasi dan
pengembangan clay.
4.2.1.3.1. Clay
Clay sebagian besar dapat ditemukan di semua batuan reservoir. Clay mempunyai sifat dan
karakter yang spesifik sehingga perlu dipelajari. Clay dapat menimbulkan pengaruh negatif baik
dalam reservoir, operasi pemboran maupun dalam operasi produksi. Lapisan clay dapat berupa
lapisan tebal atau lapisan tipis berselang-seling dengan lapisan batupasir atau lapisan karbonat.
Clay tersebar dalam batupasir sebagai butiran-butiran yang mengisi celah antar butiran pasir
yang bertindak sebagai semen.
Clay umumnya terdapat di dalam batu pasir. Di dalam batuan karbonat clay tidak bereaksi dalam
jumlah yang besar. Material yang dapat diklasifikasikan ke dalam clay adalah butiran yang
mempunyai ukuran lebih kecil dari pada 5 mikron. Clay bisa mempunyai bermacam-macam
komposisi kimia, reaktivitas yang berbeda terhadap pori batuan dan secara fisik mempunyai
banyak susunan. Clay mempunyai sifat plastis, dengan perkataan lain ia dapat mengisap air dan
dapat dibentuk suatu benda yang dapat dibentuk sesuka hati (seperti lempung). Sifat plastik clay
bila basah tidak akan menghidrat (inerd solid) dan akan mempengaruhi viscositas dan densitas
bahkan dapat membentuk gumpalan. Clay terdiri dari mineral-mineral silika, aluminium, dengan
kation-kation alkali tanah seperti Na, K, Ca, Mg dan Ba.
Kenampakan clay tidak berarti bahwa akan terjadi masalah selama produksi berlangsung. Clay
akan menjadi masalah apabila dalam reservoir terdapat dalam jumlah yang besar dan bereaksi
terhadap aliran fluida yang melalui pori-pori batuan. Tabel 4.3 menunjukkan komponen
penyusun utama clay yang umum terjadi pada sumur produksi. Luas permukaan clay per unit
berat menggambarkan pentingnya analisa clay terhadap sumbatan yang ditimbulkan pada
sumur.
Tabel IV-3.
Komposisi Penyusun Utama Clay pada Masing-masing Tipe Clay
(King, George E.; “Acidizing Concepts-Matrix vs Fracturing Acidizing”, JPT)
4.2.1.3.2. Kepasiran
Kepasiran adalah peristiwa ikut terproduksinya pasir bersama-sama dengan fluida produksi dari
formasi yang mengandung pasir itu sendiri ke dalam lubang sumur. Problem kepasiran terjadi
akibat rusaknya kestabilan ikatan antar butir-butir pasir. Hal ini disebabkan karena adanya gaya
gesekan serta tumbukan yang ditimbulkan oleh suatu aliran fluida, dimana laju alir yang terjadi
melampaui batas maksimum dari laju alir kritis yang diperbolehkan, sehingga butiran-butiran
pasir akan ikut terproduksi ke permukaan.
Butiran-butiran pasir yang terkumpul dalam suatu sistem akan membentuk suatu ikatan antar
butiran-butiran itu sendiri dalam suatu ikatan sementasi. Semakin besar harga faktor sementasi,
maka akan semakin kuat ikatan antar butiran. Demikian sebaliknya, semakin rendah faktor
sementasinya, maka tingkat konsolidasi antar butiran pasir juga semakin rendah dan akhirnya
butiran-butiran pasir tersebut akan mudah lepas.
Faktor-faktor yang menyebabkan ikut terproduksinya pasir unconsolidated, pasir friable dan
sandstone adalah:
1. Hydrodinamic drag
Partikel-partikel sandstone yang tersemen lemah dapat terlepas dan bergerak bebas kemudian
tertransportasikan oleh adanya gaya gesekan hidrodinamik yang berlebihan sebagai akibat
penurunan tekanan yang tinggi, rate aliran yang tinggi atau akibat viskositas fluida reservoir yang
besar. Mekanisme gerakan pasir ini hampir sama dengan migrasi fines yang bergerak bebas
oleh karena gaya gesek hidrodinamik melampaui kekuatan koloidal antara partikel pasir
(Gambar 4.22). Pada formasi yang unconsolidated memiliki berat jenis (gravity) yang rendah,
sehingga crude oil yang memiliki viscositas yang tinggi akan berada bersama-sama dengan
butiran pasir.
2. Penurunan kekuatan formasi akibat kenaikan saturasi air, hal ini sering dihubungkan dengan
produksi air karena akan melarutkan material penyemen atau pengurangan gaya kapiler dengan
meningkatnya saturasi air.
3. Penurunan tekanan reservoir akibat penurunan permeabilitas relatif hidrokarbon, dengan
penurunan ini akan mengganggu sifat semen antar batuan.
4. Peningkatan kekuatan kompaksi yang dihasilkan dari penurunan tekanan pori reservoir.
Penurunan tekanan pori reservoir selama produksi, matriks batuan di dekat sumur bor
berpengaruh menyebabkan kenaikan vertikal beban intergranular, akibat butiran pasi
terkompaksi dan menjadi tidak stabil.
5. Penurunan silika selama operasi thermal recovery dengan uap panas. Kontak butiran pasir
dengan kondesat staem pH tinggi selama thermal recovery pada pasir yang mengandung
minyak berat dapat menimbulkan produksi pasir
Identifikasi problem kepasiran dilakukan dengan analisa core spesial yang akan diperoleh harga
faktor sementasinya. Harga faktor sementasi yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan adanya kemungkinan problem kepasiran yang akan timbul. Secara umum,
problem kepasiran dapat diindikasikan dengan kriteria parameter sebagai berikut :
a. Faktor sementasi batuan yang relatif kecil (kurang dari 1.8)
b. Kekuatan formasi yang relatif kecil (kurang dari 0.8 x 1012 psi 2)
c. Laju produksi yang besar (lebih besar dari laju produksi kritis) menyebabkan gaya seret fluida
yang besar. Hal ini mengakibatkan lengkungan kestabilan pasir menjadi runtuh.
d. Pertambahan saturasi air akan menyebabkan clay yang ada dalam formasi mengembang. Hal
ini mengakibatkan lengkungan kestabilan pasir menjadi berkurang, sehingga lengkungan
kestabilan pasir mudah runtuh.
Gambar 4.23. Hubungan panjang Pulsa Tak berdimensi dan Amplitudo Respon
Gambar 4.24. Hubungan Panjang Pulsa Tak Berdimensi dan Time Lag
Sedang permeabilitas vertical dapat diestimasi dari slope dan intercept garis tersebut:
KZ = ……(4-56)
Keterangan :
G* = faktor geometri, diperoleh dari gambar 4.26
Pada analisa Prats ini, sumur harus membutuhkan stabilisasi sebelum dilakukan test.
Gambar 4.26. Faktor Geometri Pada Vertical Interference Test
Gambar 4.27
Kurva Perbandingan Sebelum dan Sesudah Pengasaman
( ____________; “Diktat Kuliah Kerja Ulang dan Stimulasi”)
Dari hasil pengamatan terhadap kurva IPR dari suatu sumur sebelum dan sesudah pengasaman
dapat diketahui sukses tidaknya operasi penanganan terhadap kerusakan formasi. Penanganan
dikatakan berhasil bila pada drawdown (Ps - Pwf) yang sama akan diperoleh laju produksi yang
berbeda, yaitu laju produksi setelah penanganan mengalami peningkatan.
Metode yang digunakan untuk menentukan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur
yang berbentuk kurva IPR, antara lain dikembangkan oleh Vogel dan Pudjo Sukarno.
Untuk sumur yang mempunyai water cut tinggi dan fluida yang mengalir 3 fasa, dipergunakan
metode Pudjo Sukarno. Metode ini dipergunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas-minyak.
Anggapan yang dilakukan pada metode ini adalah gas, minyak dan air berada dalam satu
lapisan dan mengalir bersama-sama secara radial.
Kadar air dalam produksi total dapat dinyatakan dengan menggunakan parameter tambahan
yang disebut water cut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi cairan total.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada harga tekanan reservoir tertentu, harga water cut
berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar sumur. Dengan demikian perubahan water
cut sebagai fungsi dari tekanan alir dasar sumur perlu ditentukan.
Pembuatan kurva IPR dengan metode Pudjo Sukarno merupakan hasil analisa regresi yaitu plot
antara qo/qt max terhadap Pwf/Ps dimana qt max merupakan laju aliran cairan total maksimum.
Dari analisa regresi diperoleh hasil sebagai
berikut:
(4-73)
dimana:
An (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan yang harganya berbeda untuk water cut yang
berbeda.
Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut yang berbeda. Hubungan antara
konstanta tersebut dengan water cut ditentukan pula secara analisa regresi,
dan diperoleh persamaan sebagai berikut:
An = C0 + C1 (water cut) + C2 (water cut)2 (4-74)
dimana:
Cn (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel 4.4 sebagai berikut :
Tabel IV-4
Konstanta Cn untuk masing-masing An
( __________; “Diktat Kuliah Teknik Produksi II”)
An C0 C1 C2
Ao 0.980321 - 0.115661 x 10-1 0.179050 x 10-4
A1 - 0.414360 0.392799 x 10-2 0.237075 x 10-5
A2 - 0.564870 0.762080 x 10-2 - 0.202079 x 10-4
Telah diuraikan sebelumnya bahwa water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir
dasar sumur pada satu harga tekanan reservoir, maka perlu dibuat hubungan antara tekanan alir
dasar sumur dengan water cut. Hubungan ini dinyatakan sebagai hubungan Pwf terhadap WC /
(WC @ Pwf ≈ Ps). Analisa regresi
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
.(4-75)
P1 dan P2 tergantung dari harga water cutnya, dari analisa regresi diperoleh
hubungan sebagai berikut:
P1 = 1.6062070 – 0.130447 ln (water cut) (4-76)
P2 = - 0.517792 + 0.110604 ln (water cut) (4-77)
Dimana water cut dinyatakan dalam persen (%).
Fluida pemboran merupakan suatu campuran (liquid) dari beberapa unsur yang terdiri dari
air (air tawar atau asin), minyak, tanah liat, bahan – bahan kimia, gas, busa maupun detergen.
Lumpur merupakan salah satu bagian terpenting dari sistem pemboran, atau lazim disebut
“darahnya pemboran” yang berfungsi untuk membantu sistem pemutar dalam operasi
pemboran sumur.
Lumpur (mud) merupakan penunjang yang paling utama dari operasi pemboran dan
mempunyai fungsi. Lumpur dapat menanggulangi masalah - masalah yang ada sekaligus juga
menimbulkan masalah dalam operasi pemboran. Fungsi lumpur pemboran, antara lain:
Karena adanya gesekan pada putaran pahat (bit) pada formasi dan rangkaian maka akan
timbul panas. Disaat inilah peran dari lumpur pemboran, panas yang timbul akan diserap
Serbuk bor (Cutting) cenderung tidak terbawa oleh aliran lumpur karena adanya beda
tekanan, sehingga cutting akan bertumpuk pada dasar lubang. Pencegahannya adalah
mengurangi perbedaan tekanan yang terlalu tinggi dan aliran lumpur yang merata ke seluruh
lubang bor sehingga serbuk bor dapat terangkat ke permukaan bersama dengan lumpur. Sifat
dasar lumpur juga tidak kalah penting dalam proses pengangkatan serbuk bor, berat jenis
(densitas) dan kekentalan (viskositas) harus dikendalikan sehingga dapat mengangkat serbuk
melalui nozzlemenimbulkan daya sembur yang sangat kuat sehingga dasar lubang bersih dari
serbuk bor. Dalam fungsi ini sangat dibutuhkan perhitungan gpm pompa dan kekuatan
formasi.
Mengontrol tekanan formasi merupakan hal yang sangat penting dalam operasi
pemboran untuk mencegah terjadinya semburan liar (blow out) atau lost circulation. Blow
out adalah berat lumpur lebih kecil dari tekanan formasi yang ada. Lost Circulation adalah
kondisi dimana berat lumpur terlalu besar dari tekanan formasi sehingga lumpur masuk ke
dalam formasi.
2.1.5. Menahan serbuk bor dan material pemberat saat sirkulasi dihentikan
Kemampuan lumpur bor untuk menahan atau mengapungkan serbuk bor saat tidak ada
sirkulasi tergantung pada gel strength-nya. Fungsi ini sangat dibutuhkan untuk mencegah
Lumpur adalah media untuk menghantarkan daya hidrolika dari permukaan ke dasar
lubang. Daya hidrolika lumpur harus ditentukan dalam membuat progam pengeboran
sehingga laju sirkulasi dan tekanan permukaan menjadi balance sehingga dapat
Terjadinya kontaminasi pada formasi akan mempersulit operasi pemboran. Untuk itu
sangat dihindari menggunakan lumpur yang tidak bereaksi dengan formasi. Terutama untuk
formasi yang mempunyai pemeabilitas 100 – 150md. Caving terjadi pada formasi shale yang
mudah menghidrasi.
Gas CO2 dan H2S yang terkandung dalam formasi akan menaikan laju korosi pada
peralatan pemboran dibawah permukaan. Untuk mengurangi terlarutnya gas – gas tersebut
harus menjaga PH lumpur. Zat pengikat oksigen (oxygen scavenger) atau zat penghambat
kerak (scale inhibitor) dapat menjadi solusi untuk menghambat laju korosi.
Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan padat dan tipis di permukaan formasi
yang permeable. Pembentukan mud cake akan mengakibatkan aliran fulida menuju formasi
tertahan. Cairan yang masuk ke formasi disebut filtrate. Mud cake diharapkan adalah tipis
Agar fungsi – fungsi yang diterangkan diatas dapat berjalan dengan baik maka sifat –
sifat lumpur bor harus dijaga dan diamati dengan teliti dalam setiap operasi pemboran.
terdapat beberapa sifat fisik lumpur pemboran., yaitu berat jenis (density), viskositas, gel
Berat jenis adalah berat fluida di bagi volume pada temperature dan tekanan tertentu.
Satuan atau dimensi yang dipakai adalah kg/l, gr/cc dan lb/gal.
Berat jenis lumpur harus dijaga agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang
cukup untuk mencegah masukanya cairan formasi ke dalam lubang bor, tetapi tekanan
tersebut jangan terlalu besar, karena akan formasi pecah dan lumpur akan masuk ke dalam
formasi. Tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang akan mempengaruhi kemampatan dari
pada formasi di bawahnya yang akan di bor. Semakin besar tekanan hiodrostatik lumpur
maka lapisan akan semakin mampat di lapangan pengeboran pengukuran berat jenis lumpur
Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang disebabkan oleh
adanya gesekan antara partikel pada fluida yang mengalir. Pada lumpur
bor, viskositas merupakan tahanan terhadap aliran lumpur disaat dilakukan sirkulasi, hal ini
dapat terjadi karena adanya pergeseran antara partikel – partikel dari lumpur bor tersebut.
memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor makin baik. Bila lumpur tidak cukup
kental maka pengangkatan serbuk bor kurang sempurna dan akan mengakibatkan serbuk bor
– gesekan antara padatan di dalam lumpur, padatan cairan dan gesekan antara lapisan cairan
dimana plastic viscosity merupakan hasil torsi dari pembacaan pada alat viscometer.
Yield point adalah mengukur gaya elektrokimia antara padatan – padatan, cairan –
cairan, cairan – padatan pada zat kimia dalam kondisi dinamis yang berhubungan dengan
Viscosity adalah keadaan dimana fluida non newtonian pada shear rate tertentu seolah – olah
Gel Strength pada saat sirkulasi dihentikan maka lumpur akan menjadigel. Hal ini
disebakan adanya gaya tarik – menarik antara partikel – partikel padatan lumpur, daya inilah
yang disebut gel strength. Pada saat sirkulasi berhenti lumpur harus mempunyai gel strength
yang dapat menahan serbuk bor tidak jatuh ke dasar lubang. Apabila gel strength terlalu besar
maka akan mengakibatkan kerja pompa terlalu berat untuk memulai kembali sirkulasi.
Laju tapisan lumpur pemboran terdiri dari komponen padat dan cair. Karena pada
umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, maka komponen cair dari lumpur
akan masuk ke dalam dinding lubang bor. Dimana indikasi jumlah cairan yang masuk ke
formasi yang tergantung pada suhu, tekanan, dan padatan yang disebut laju tapisan. Area
yang terinfiltrasi lumpur disebut invaded zone sedangkan zat cair yang masuk disebut filtrate.
Kegunaan laju tapisan adalah membentuk mud cake pada dinding lubang bor. Mud cakeyang
baik adalah yang tipis untuk mengurangi kemungkinan terjepitnya pipa bor dan kuat untuk
membantu kestabilan lubang bor serta padat agar filtrate yang masuk kedalam formasi tidak
terlalu berlebih. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat
dan diputar sedangkan filtrate yang masuk keformasi akan merusak formasi dan dapat
Di dalam proses filtrasi-nya, maka laju tapisan dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
Statik filtrasi, merupakan filtrasi yang terjadi pada saat lumpur pada keadaan diam (tidak
ada sirkulasi)
Dinamik filtrasi, filtrasi yang terjadi dalam keadaan ada sirkulasi dan pipa bor berputar dan
harus diamati ketika proses pemboran berlangsung. Cairan yang masuk kedalam formasi pada
dinding lubang bor akan menyebabkan akibatnegatif, yaitu lubang bor akan runtuh, water
Bila formasi yang dimasuki oleh zat cair yang masuk tersebut adalah air, maka ikatan antara
Water Blocking
Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi ke dalam lubang sumur
Differential Sticking
Seiring dengan banyaknya laju tapisan maka mud cake dari lumpur akan tebal. Di waktu
sirkulasi berhenti ditambah dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar akan
cenderung terjepit, karena mud cake akan menahan drill collar yang terbenam di dalam mud
cake. Laju tapisan yang besar dapat menyebabkan terjadinya formation damage dan lumpur
akan kehilangan banyak cairan. Invasi filtrate yang masuk kedalam formasi produktif dapat
menyebabkan produktivitas menurun. Perlu adanya pengaturan laju filtrasi, yaitu dengan
Tebal ampas berhubungan dengan presentasi padatan, sifat kimia, dan kestabilan
lumpur. Hal ini dapat menyebabkan gesekan, torsi atau terjepitnya rangkaian serta berfungsi
Sifat ini menunjukan ukuran konsentrasi dari ion OH-, ion karbonat danion
biocarbonate yang ada dalam fasa air. Sifat ini juga menunjukan kestabilan dari sifat – sifat
kimia lumpur.
Sifat ini berhubungan dengan besarnya konsentrasi Ca2+ dan Mg2+ berhubangan
dengan kontaminasi padatan semen. Sifat ini juga penting untuk mengetahui kesadahan air
bahan dasar lumpur. Air yang mengandung banyakcalcium dan magnesium digolongkan ke
dalam hard water. Air ini akan berbusa dan untuk mencapai yield dan gel tertentu akan
Selain mempunyai sifat-sifat fisik lumpur pemboran juga mempunyai sifat-sifat lain,
dimana sifat-sifat lumpur pemboran harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
PH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur yang
dipakai, berkisar antara 9 – 12. Jadi lumpur pemboran yang digunakan adalah suasana basa.
Jika lumpur yang digunakan dalam suasana asam maka serbuk bor yang keluar dari lubang
bor akan halus dan hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apa yang ditembus oleh
mata bor selain itu peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau tidak akan
mudah berkarat. Kalau lumpur bor terlalu basa terlalu basa juga tidak baik karena dapat
Yang dimaksud dengan Sand content adalah besarnya kadar pasir di dalam lumpur bor.
Kadar pasir harus seminimal mungkin untuk mengurangi sifat abrasive. Pasir tidak boleh
terlalu banyak dalam lumpur bor, karena dapat merusakan peralatan yang dilalui pada saat
sirkulasi dan akan menaikkan berat jenis dari lumpur bor itu sendiri. Maksimal kadar pasir di
Kadar garam berhubungan langsung dengan besarnya ion chloride yang terkandung di
dalam lumpur bor. Kontaminasi ion chloride ini mungkin berasal dari air formasi. Kandungan
Cl- ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur akan mempengaruhi
interpretasi logging listrik atau tidak. Kadar garam yang besar akan menyebabkan daya
hantarnya besar pula. Pembacaan resestivity dari cairan formasi akan terpengaruh.
2.3.4. Fasa padatan-cairan (Solid content)
Solid content adalah kandungan padatan di dalam lumpur pemboran. Padatan tidak
boleh terlalu banyak yang terkandung di dalam lumpur pemboran karena dapat menimbulkan
masalah – masalah di dalam pemboran. Kandungan padatan yang baik di dalam lumpur
sekitar 8% - 12% volume lumpur. Untuk menentukan kandungan padatan di dalam lumpur
Sebelum membuat lumpur pemboran yang baik, terlebih dahulu harus memperkirakan
keadaan dan kondisi dari formasi yang akan ditembus. Ada beberapa yang dapat
1. Suhu formasi
2. Tekanan formasi
Semakin dalam formasi yang akan ditembus maka suhu formasi juga semakin
Pada saat lumpur dalam keadaan diam, maka semakin bertambah tinggi suhunya akan
semakin tinggi juga daya untuk menjadi gel dan penggumpalan gel dalam batas tertentu dapat
mengetahui sekurang – kurangnya memperkirakan tekanan formasi terlebih dahulu. Hal ini
Densitas fluida pemboran didapat dari tekanan formasi ditambah dengan faktor
keamanan (safety factor) yang telah ditentukan sehingga fluida pemboran tersebut cukup
Untuk formasi yang bertekanan rendah digunakan berat jenis rendah, sehingga
tekanan hidrostatis lumpurnya rendah, jika digunakan dengan berat jenis besar maka akan
Pada formasi yang mengandung clay dimana secara terus - menerus akan menghisap
air sehingga mengembang dan gugur ke lubang akan menimbulkan problem pipa terjepit.
Untuk formasi yang mengandung garam kuat atau lapisan – lapisan garam serta
adanya abondant salt water yang berada di daerah payau atau lokasi pengeboranon-
shore atau off-shore, dianjurkan menggunakan salt water mud atau oil in water
emulsion dalam operasi pemboran. Pemakaian lumpur ini akan memperlihatkan mud
cakeyang tebal dan filtration loss yang besar jika tidak ditambah organik koloid dan
pembuihan yang terjadi dapat dikurangi dengan penambahan surfactant ke dalam sistem
lumpur.
2.5. Macam – macam kontaminasi
Padatan pemboran terdiri dari padatan aktif dan padatan in-aktif. Padatan aktif
misalnya clay dan padatan in-aktif misalnya silt, sand, limestone, chaert.
Jenis kontaminasi ini ada beberapa macam yaitu sodium chloride (NaCl),potassium
(CaSO4). Namun yang paling umum terjadi adalah kontaminan garam (NaCl),anhydrite,
dan gypsum. Sodium chloride yang mengkontaminasi lumpur pemboran biasanya terjadi
pemboran menembus salt dome, lapisan batuan garam, evaporate, dan lapisan – lapisan
lainnyayang mengandung garam, sedangkan anhydrite dan gypsumterdapat pada suatu batuan
Air formasi yang masuk dalam sistem lumpur juga berpengaruh pada sifat fisik
lumpur pemboran yang berarti juga berpengaruh pada keberhasilan fungsi lumpur pemboran.
lumpur pemboran yang digunakan. Kontaminasi yang masuk dalam sistem lumpur dapat
merubah sifat fisik lumpur pemboran, menurunkan kinerja lumpur pemboran yang akhirnya
Di dalam suatu sistem lumpur terdapat material – material tambahan yang berfungsi
mengontrol dan memperbaiki sifat – sifat lumpur agar sesuai dengan keadaan dan kondisi
formasi yang dihadapi selama operasi pemboran. Berikut ini adalah beberapa bahan kimia
Bahan pemberat digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Bahan yang paling
umum digunakan adalah barite dan kalsium karbonat, serta hematite untuk berat jenis
(densitas) tinggi.
2.7.1.1. Viscosifier
yang biasanya mempunyai fungsi sekunder sebagai fluid loss reducer. Ada dua
Bahan ini berguna untuk menurunkan fluid loss dan hampir semua bahannya
berfungsi juga seperti viscosifier misalnya CMC dan PAC. Sedangkan yang berfungsi sebagai
memperhatikan suhu, karena pada umumnya jenis – jenis polimer tidak tahan terhadap suhu
tinggi.
Bahan ini berfungsi untuk menstabilkan formasi shale agar tidak gugur ke dalam
lubang bor.
Prinsip kerja pada pola ini yaitu bahan kimia tambahan (aditif) akan menyelimuti
partikel – partikel dari shale, sehingga kontak dengan fluida dapat dikurangi dengan
Pada pola ini yaitu menggunakan garam –garam terlarut untuk mengadsorbsi air dari
dalam shale.
Bahan ini berfungsi untuk mengontrol rheologi lumpur pada suhu tinggi, karena pada
suhu tinggi lumpur biasanya akan mengalami gelation, yaitu naiknya viskositas lumpur jauh
diatas normal.
2.7.1.7. Garam – garam elektrolit
Disamping itu dalam jumlah tertentu juga sering dicampurkan ke dalam sistem pemboran.
Garam - garam yang sering digunakan antara lain KCl, NaCl, dan CaCl2.
Terdapat beberapa mineral yang berperan sebagai pembentuk clay antara lain:
1. Montmorillonite
lapisan struktur, satu buah struktur alumina octahedral dan dua buah struktur silica
tetrahedral yang merupakan Si4O10 ikatan ini tidak dapat dipisahkan dari kandungan O2-nya
secara langsung.
2. Kaolonite
Kaolonite terdiri dari dua lapisan struktur, satu lapisan SIOP4 dan alumunium
hidrosil dengan ruangan yang sangat rapat tidak seperti pada montmorillonite.
3. Illite
Illite hidrous mika memiliki pola dasar seperti montmorillonite, kecuali kation K+
yang mempunyai posisi air antara pola lapisan. Illite lebih komplek karena adanya pertukaran
ion K+ yang berlebihan pada air, sehingga tidak menunjukkan adanya sifat pengembangan.
4. Chlorite
layer lainnya. Sehingga struktur clay yang terjadi bersifat netral. Tidak ada kesempatan untuk
terjadinya pertukaran ion, sehingga clay jenis ini tidak memiliki sifatswelling.
Lumpur polimer adalah sistem lumpur dimana proses pengeringan (hidrasi) dari
formasi shale yang ditembus diusahakan stabil. Ada beberapa cara untuk mencapai hal
tersebut, yang paling umum adalah membatasi jumlah air yang bereaksi dengan clay, dengan
cara menyelimuti serbuk bor (cutting) clay ini dengan polimer sesegera mungkin untuk rekasi
lebih lanjut. Non Dispersed Polymer terdiri dari anionic dannonionic polymer. Sistem ini
harus punya polymer yang cukup dalam lumpur untuk pembungkusan clay dan mineral lain
Biasanya kegagalan dalam pemakaian lumpur polimer adalah karena tidak mampu untuk
menjaga low gravity solid, yang disebabkan kurang baiknya peralatan solid control yang
tersedianya polimer dalam sistem atau karena filtrat chemistry tidak terjaga dengan baik.
Lumpur KCL polimer merupakan sistem lumpur yang paling umum digunakan dalam
pemboran. Dasar dari sistem ini adalah anionic pengkapsulan (encapsulating) polymer
fluid yaitu polymer membungkus serbuk bor (cutting) pada saat pembersihan lubang.
KCL dalam air akan terurai menjadi ion k+ dan Cl-. Dalam menstabilkan mineral shale,
ion – ion k+ akan menggantikan kedudukan ion Na+. Sehingga di dalam plate shale ion k+
akan terikat jauh lebih kuat dibandingkan antara ion Na+ dengan plate clay antara clay
dengan air, sehingga daya tolak – menolak antara partikel plate clay di dalam air akan
berkurang. Semakin kuat daya tarik menarik antar clay maka akan semakin banyak air yang
terbebas antara clay ke luar sistem. Hal ini disebabkan karena adanya ion k+ memiliki jari –
jari atom yang besar, yang dapat menutup microfracture shale dan mencegah masuknya air
Polimer mudah larut dalam lumpur yang mengandung elektrolit dan adanya muatan
negatif pada bagian yang terhidrolisa sehingga meningkatkan daya rekat dan absorpsi
polimer. Dalam upaya mengurangiswelling shale, maka tergantung dari konsentrasi KCL dan
polimer yang digunakan di dalam suatu sistem lumpur. Jumlah ion k+ yang dibutuhkan di
dalam luimpur tergantung dari tipe clay atau shale yang akan di bor yaitu termasuk reaktif
atau tidak reaktif terhadap air. Semakin reaktif maka konsentrasi dari kcl dan polimer harus
dinaikkan. Konsentrasi KCL optimum yang digunakan adalah 3% yaitu sebesar 10.5 gr dan
fungsi dari KCL ini dibantu dengan bahan kimia tambahan (aditive) pengontrol shale
LUMPUR PEMBORAN
Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan berbusa, gas
bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan membersihkan dasar
lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan
dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari
pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya
teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan. Selain lumpur pemboran, digunakan pula
gas atau udara sebagai fluida pemboran.
Kerugian :
Tidak dapat dipakai pada pemboran formasi batuan yang keras.
Tidak dapat dipakai pada operasi pemboran yang cepat karena terlalu banyak serbuk bor yang
dihasilkan.