TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TUBERCULOSIS
Disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau
sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6
μm dan panjang 1 – 4 μm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam
lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan
glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat
pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri
M.tuberculosis bersifat tahan asam.2
Pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus TB sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila
dibandingkan semua kasus TB yang ditemukan pada tahun 2014 hanya 324.539 kasus. Kasus
TB tertinggi terdapat di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan kasus BTA +
hampir sebesar 40% dari jumlah kasus di Indonesia.4
Tabel 1.Cakupan Tuberkulosis Paru BTA positif sembuh, pengobatan lengkap dan angka
keberhasilan pengobatan (succses rate) menurut provinsi tahun 2016
Dilihat dari angka Case Detection Rate (CDR) Kasus TB Paru BTA ( +) di Indonesia
terjadi peningkatan yaitu pada tahun 2009 (73,1%), tahun 2010 (78,3%), tahun 2011 (83,5%).
WHO menetapkan standar angka penemuan kasus sebesar 70% dengan demikian penemuan
kasus untuk TB Paru BTA (+) sudah mencapai target.
Pada tahun 2015 jumlah seluruh kasus TB sebanyak 1.068 kasus dan 693 diantaranya
adalah TB paru BTA positif. Sedangkan persentase kesembuhan mencapai 90,11 % dari 809
pasien BTA positif yang diobati pada tahun 2014. Cakupan kesembuhan tersebut sudah
memenuhi target MDGs 2015 sebesar 85%.
Pada stadium awal penyakit TB Paru tidak menunjukan tanda dan gejala yang
spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan menambah kerusakan jaringan
paru, sehingga dapat meningkatkan produksi sputum yang ditunjukkan dengan seringnya
penderita batuk sebagai bentuk kompensasi pengeluaran dahak. Selain itu, penderita dapat
merasa letih, lemah, dan di tandai dengan berkeringat pada malam hari tanpa melakukan
aktivitas dan mengalami penurunan berat badan yang berarti.
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik.6
a. Gejala Respiratorik
Gejala respiratorik sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala yang
cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari:
Batuk ≥ 3 minggu
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk mula-
mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus,
batuk akan menjadi produktif dengan kata lain sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (sputum).
Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk
darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas
Pada penyakit ringan belum ditemukan atau dirasakan. Sesak akan terjadi pada
penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan, gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang
terdapat di pleura terkena sehingga menimbulkan pleuritis, gejala ini bersifat lokal
b. Gejala Sistemik
Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya timbul pada sore
dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang segera mereda.
Tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan virulensi kuman. Serangan demam yang
berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan. Demam seperti influenza ini hilang
timbul dan semakin lama makin panjang masa serangannya. Demam dapat mencapai suhu
tinggi yaitu 40°−41°C.
Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun. maka dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah
dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.
Panduan OAT tidak hanya diberikan dalam bentuk kombinasi dosis tepat (KDT).
Namun, bisa diberikan dengan panduan OAT kombipak.
Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
pengobatan pengobatan hari/kali
menelan
obat
Tablet Kaplet Tablet Tablet
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol
@300 @450 mg @500 mg @250 mg
mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 4
Tabel 3. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1
B. Kategori 2 (2RHZES/RHZE/5R3H3E3)
Pada kategori 2 OAT diberikan untuk pasien TB BTA positif yang diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) yang diberikan pada pasien kambuh, pasien gagal
pengobatan dengan panduan OAT kategori 1 sebelumnya dan pasien yang diobati kembali
setelah putus berobat (lost to follow up). Pada kategori 2 OAT diberikan selama 8 bulan
kepada pasien. Berikut merupakan dosis dan lamanya pengobatan kategori 2 OAT-KDT yang
disesuaikan dengan berat badan pasien.
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
RHZE(150/75/400/275)+S seminggu
RH(150/150)+E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 hari
30-37 kg 2 tab 4 KDT + 500 mg 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab
Streptomisin inj. Etambutol
38-54 kg 3 tab 4 KDT + 750 mg 3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab
Streptomisin inj. Etambutol
55-70 kg 4 tab 4 KDT + 1000 mg 4 tab 4 KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab
Streptomisin inj. Etambutol
>71 kg 5 tab 4 KDT + 1000 mg 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT + 5 tab
Streptomisin inj. Etambutol
Tabel 4. Dosis Paduan OAT-KDT Kategori 2
Selain panduan OAT –KDT kategori 2, paduan OAT kombipak kategori 2 juga
diberikan pada pasien gagal pengobatan, kambuh maupun dropout.
Tahap
lanjutan 5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
seminggu)
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 uji dahak tersebut negatif.
Bila salah satu uji positif atau keduanya positif maka hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara terpenting
untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa
memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah
menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian
OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif,
pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif,
pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan
ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.8
Efek samping obat anti tuberkulosis (OAT)
Menurut Kemenkes (2014) dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tubekulosis,
sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
mengalami efek samping OAT. Namun beberapa penderita dapat mengalami efek samping
yang merugikan ataupun berat, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping berat yaitu efek
samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam kasus TB Paru, maka pemberian obat harus
dihentikan dan penderita harus segera dirujuk ke UPK spesialistik. Sedangkan efek samping
ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala yang menyebabkan
perasaan tidak enak tersebut dapat ditanggulangi dengan obat sederhana. Dalam hal ini,
pemberian OAT dapat diteruskan.