Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HAMA PENTING TANAMAN UTAMA

“HAMA PENTING TANAMAN KENTANG”

Di Susun Oleh:
RIYA YUSNAINI

D1A015040

Dosen Pengampu:

Ir. WILMA YUNITA, M.P

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk famili terung-terungan yang


berbentuk perdu atau semak dan memiliki umur pendek yaitu sekitar 90-180 hari.
Tanaman Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai
banyak peluang dalam pengembangan ekonomi petani. Hal ini karena harga
kentang relatif stabil, potensi bisnisnya tinggi, segmen usaha dapat dipilih sesuai
dengan modal, pasar terjamin dan pasti, selain itu kentang memiliki sifat daya
simpan lebih lama daripada tanaman hortikultura lain.

Kentang merupakan sayuran umbi dan dipanen bagian umbinya sebagai


sumber karbohidrat pengganti nasi. Umbi kentang dapat diolah menjadi
bermacam-macam hasil olahan seperti kentang goreng, tepung kentang dan
keripik kentang. Pasar kentang bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar
negeri sebagai komoditas ekspor yang menguntungkan. Kebutuhan kentang
cenderung mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk. (Diwa et al. 2015)

Produktivitas kentang di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 15,69


ton/ha, jumlah ini masih dibawah produktivitas kentang nasional yaitu sebesar 16,
58 ton/ha dan masih lebih rendah dibandingkan produktivitas kentang di Eropa
yang mencapai 25,5 ton/ha (Badan Pusat Statistik 2012; Herminanto, 2015).

Dalam budidaya kentang sering terdapat gangguan, seperti masalah teknis


dan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Potensi produksi kentang dapat
mencapai 30 ton/ha, namun kenyataan di lapang menunjukkan produktivitas yang
masih rendah yaitu 10-20 ton/ha akibat dari gangguan OPT (FAO, 2009 dalam
Duriat et al. 2006). Penurunan produktivitas dapat terjadi sebagai akibat serangan
hama sekitar 46-100%, sedangkan oleh serangan penyakit berkisar antara 5-90%
(Setiawati et al. 2004 dalam Setiawati et al. 2005 ).
OPT pada kentang sebanyak 72 jenis yang terdiri atas 4 jenis bakteri patogen,
13 jenis cendawan patogen, 15 jenis virus patogen, 1 jenis mikoplasma patogen, 8
jenis penyakit fisiologi (abiotik), dan 31 jenis hama. Jumlah ini merupakan
kumpulan data dari berbagai daerah atau negara penghasil kentang. Di setiap
daerah atau negara terdapat OPT utama sesuai dengan faktor–faktor
pendukungnya seperti varietas tanaman yang diserang dan kondisi lingkungan.
Sehingga, tidak semua OPT yang penting di suatu wilayah menjadi sama
pentingnya dengan OPT di wilayah lain. (Duriat et al. 2006).

Hama tanaman merupakan unsur penting sebagai salah satu penyebab


kehilangan hasil pertanian, oleh karenanya perlu dilakukan perlindungan tanaman.
Pengelolaan hama terpadu bertujuan bukan untuk memberantas hama secara
habis-habisan , tetapi mengatur keseimbangan hayati sedemikian rupa sehingga
kehadiran suatu organisme tidak akan mengakibatkan kerusakan terhadap
tanaman yang diupayakan. Adapun hama yang menyerang pertanaman kentang
beragam mulai dari fase vegetatif, hingga fase generatif.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan informasi mengenai


hama penting pada tanaman karet. Oleh sebab itu, dalam makalah yang berjudul
Hama Penting Pada Tanaman Karet akan dibahas mengenai bioekologi hama,
gejala serangan, pengendalian serta ambang ekonomi dari hama yang menyerang
tanaman karet.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bioekologi, gejala
serangan, teknik pengendalian dan ambang ekonomi dari hama penting tanaman
Kentang.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ulat Grayak Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae)


2.1.1. Bioekologi
Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000 - 3.000 telur. Ngengat
meletakkan telur pada daun secara berkelompok. Setiap kelompok telur terdiri
dari 30–700 butir yang ditutupi oleh bulu-bulu berwarna merah kecoklatan. Siklus
hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2−4 hari). Stadium larva
terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20 - 46 hari. Lama stadium pupa 8 -
11 hari. Larva yang baru keluar dari telur berkelompok di permukaan daun dan
memakan epidermis daun. Setelah beberapa hari, larva mulai hidup berpencar.
Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan
menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang
rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam
jumlah besar.Larva grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis
atas dan tulang daun sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna
putih. Panjang tubuh larva yang telah tumbuh penuh 50 mm. Larva instar terakhir
masuk ke dalam tanah, kemudian akan menjadi larva yang tidak aktif (Pra pupa).
.Selain memakan daun, larva dewasa memakan polong muda dan tulang daun
muda, sedang pada daun yang tua, tulang-tulangnya akan tersisa. Kepompong
terbentuk di dalam tanah. Setelah 9–10 hari, kepompong akan berubah menjadi
ngengat dewasa (Marwoto dan Suharsono, 2008)

2.1.2. Gejala serangan


Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa
epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak
tulang daun Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang
secara serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul
karena daun dan buah habis dimakan ulat. Serangan berat pada umumnya terjadi
pada musim kemarau, dan menyebabkan defoliasi (perontokan) daun yang sangat
berat (Marwoto, 2013)
2.1.3. Teknik Pengendalian
a. Secara mekanik
Pengurangan populasi hama dapat pula dilakukan dengan mengambil
kelompok telur, membunuh larva dan imago atau mencabut tanaman yang
sakit. Penggunaan lampu perangkap juga dapat digunakan dalam
pengendalian hama ini mengingat S. litura yang merupakan serangga yang
menyukai cahaya.
b. Secara kimia
Kombinasi feromon seks dan aplikasi insektisida berdasarkan pemantauan
mampu mencegah kehilangan hasil kedelai akibat serangan ulat grayak
hingga 50% (Marwoto 1996).

2.2 Kutu daun Aphis craccivora Koch (Hemiptera: Aphididae).


2.2.1. Bioekologi
Aphis hidup secara bergerombol pada daun dan tunas muda. Aphis dewasa
Aphis dewasa dapat menghasilkan 2-20 anak setiap hari dan bila keadaan baik
daur hidup aphis mencapai 2 minggu (Pracaya, 1998).
Tubuh Aphis craccivora berukuran kecil, lunak, dan berwarna hitam.
Sebagian besar jenis serangga ini tidak bersayap, tetapi bila populasi meningkat,
sebagian serangga dewasanya membentuk sayap bening. Aphis dewasa yang
bersayap ini kemudian pindah ke tanaman lain untuk membentuk koloni baru.
Serangga ini menyukai bagian- bagian muda dari tanaman inangnya.
Nimfa Aphis dapat dibedakan dengan imagonya dari jumlah ruas antena yang
lebih sedikit pada nimfa yang lebih muda. Jumlah antena nimfa instar satu
umumnya 4 atau 5 ruas, instar kedua 5 ruas, instar tiga 5 atau 6 ruas dan instar
empat atau imago 6 ruas. Serangga muda (nimfa) dan imago (dewasa) mengisap
cairan tanaman
Serangga ini, mempunyai empat instar nimfa dengan pergantian kulit empat
kali dan bentuknya nyaris sama. Lama perkembangan masing-masing instar nimfa
berkisar 1-3 hari. Total perkembangan seluruh nimfa berkisar 4-12 hari. Nimfa
menyerupai imago, hanya saja tidak mempunyai sayap (Kessing dan Mau, 2004).
Nimfa kemudian berubah menjadi serangga dewasa yang bersayap maupun tanpa
sayap. A. craccivora dewasa berkembang biak kembali dalam waktu kurang lebih
2-3 hari kemudian. Dewasa tanpa sayap (apterae) berwarna keabuan atau hijau
muda dengan kepala berwarna hitam dan garis hitam di belakang abdomen. Tubuh
diselimuti lilin seperti tepung putih keabu-abuan yang juga terdapat pada tanaman
inangnya, sedangkan dewasa bersayap (alatae) berukuran panjang 1,6-2,8 mm,
rongga dada dan kepala berwarna gelap dengan garis hitam pada abdomen. Sayap
berwarna coklat. Semua yang mempunyai sayap adalah betina yang berfungsi
untuk memencar dan menghasilkan keturunan (Dixon, 2000).

2.2.2. Gejala serangan


Serangan pada pucuk tanaman muda menyebabkan pertumbuhan tanaman
kerdil daun gugur, dan pertumbuhan terhambat. Pada serangan berat tanaman layu
kemudian mati. Hama ini juga bertindak sebagai vektor (serangga penular)
berbagai penyakit virus kacang-kacangan (SoybeanMosaic Ynts, Soybean Yellow
Mosaic Virus, Bean Yellow Mosaic Virus, Soybean Dwarf Yrus, Peanut Stripe
Virus, dll). Hama ini menyerang tanaman kacang tanah muda sampai tua. Cuaca
panas pada musim kemarau sering menyebabkan populasi hama kutu daun ini
tinggi (Megasari D. et al., 2013).

2.2.3. Teknik Pengendalian


a. Kultur teknis
Menanam di awal musim penghujan karna hujan dapat mempengaruhi
populasi kutu dan menghindari tanam di musim kemarau.

b.Secara kimia
Pada penelitian yang dilakukan oleh Megasari D. et al. (2013) didapatkan
bahwa populasi kutu daun pada tanaman kontrol mencapai 299,2 individu,
sedangkan populasi pada tanaman dengan perlakuan kitosan yang memiliki
efek insektisida berkisar 32,6-117 individu, dengan populasi terendah pada
perlakuan kitosan 0,9% (32,6 individu).

2.2.4 Ambang ekonomi

2.3. Kutu Kebul Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae)


2.3.1. Bioekologi
Serangga dewasa meletakkan telur di permukaan bawah daun muda.
Telur berwarna kuning terang dan bertangkai seperti kerucut. Stadia telur
berlangsung selama 6 hari. Serangga muda (nimfa) yang baru keluar dari telur
berwarna putih pucat, tubuhnya berbentuk blarva telur dan pipih. Hanya instar
satu kaki berfungsi, sedang instar dua dan tiga melekat pada daun selama masa
pertumbuhannya. Panjang tubuh nimfa 0,7 mm. Stadia pupa terbentuk pada
permukaan daun bagian bawah.
Kutu kebul (kutu putih) terdistribusi luas di daerah tropik dan subtropik
serta di daerah temperate ditemukan di rumah kasa. Bemisia tabaci bersifat
polifagus dan memakan tanaman sayuran di antaranya tomat, terung, tanaman di
lapangan, dan gulma. Kondisi kering dan panas sangat sesuai bagi perkembangan
kutu putih, sedangkan hujan lebat akan menurunkan perkembangan populasi kutu
putih dengan cepat. Hama ini aktif pada siang hari dan pada malam hari berada di
bawah permukaan daun (Hasyim A. et al., 2016)

2.3.2. Gejala serangan


Nimfa dan serangga dewasa kutu kebul mengisap cairan dari
permukaan daun bagian bawah. Akibatnya, daun menjadi kuning, belang-
belang/loreng (mottle), pertumbuhan tanaman lambat, dan struktur tanaman
menjadi lemah. Tanaman layu secara cepat dan menunjukkan gejala seperti
tanaman tercekam kekeringan. Bunga-bunga gugur, buah berkurang dan pada
serangan berat menyebabkan tanaman mati (Walters, 2013 dalam Kasno A. et al.,
2015). Jika populasi hama ini tinggi maka akan terlihat embun tepung yang
berasal dari sekresi serangga. Embun tepung merupakan tempat yang baik untuk
berkembangnya jamur jelaga.

2.3.3. Teknik Pengendalian


a. Mekanik
Pemanfaatan tanaman penghalang untuk mengendalikan kutu telah
dilakukan, di antaranya penelitian Moreau (2010) dalam Inayati A. dan
Marwoto, (2015) menunjukkan kombinasi tanaman perangkap dan yellow
sticky traps mampu menurunkan populasi kutu kebul pada pertanaman cabai
sampai 53%.
b. Fisik
Pengairan yang konsisten dengan interval pengairan irigasi singkat sesuai
kebutuhan tanaman dapat membatasi perkembangan kutu kebul (Legget
1993, Flint et al. 1996), (4) pengairan tambahan dengan sprinkler dapat
mengurangi populasi dan serangan kutu kebul pada tanaman kapas dantomat
(C astle et al. 1996, Hilje et al. 2001dalam Inayati A. dan Marwoto, 2015).
c. Kultur teknis
Pergiliran tanaman dapat di lakukan dengan jagung. Pergiliran dengan
tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, terong, dan melon serta kacang
tanah tidak dianjurkan pada daerah endemik kutu kebul karena kedua
tanaman ini termasuk inang kutu kebul (Inayati A. dan Marwoto, 2015)
Sanitasi lahan untuk pengendalian hama kutu kebul telah memberikan hasil
yang memuaskan dan berhasil mengurangi populasi kutu kebul yang ada di
lapang (Stansly dan Schuster 1990, Hilje et al. 2001 dalam Inayati A. dan
Marwoto, 2015).

d. Hayati
Pemanfaatan musuh alami kutu kebul seperti Encarsia formosa,
Eretmocerus eremicus, Macrolophus caliginosus, Nesidiocoris tenuis, dan
Amblyseius swirskii juga dilaporkan efektif mengendalikan kutu kebul
(Stansly dan Natwick 2010 dalam Inayati A. dan Marwoto, 2015).
e. Varietas tahan
Terdapat beberapa genoti pekacang tanah yang dinilai toleran terhadap
hama kutu kebul, yaitu varietas Takar 1, Talam 1, Landak, dan Takar 2.
Varietas Mahesa, Kancil, Jerapah, Bison, Singa, Turangga, dan Domba
tegolong rentan terhadap hama kutu kebul (Kasno A. et al., 2015)

2.3.4. Ambang Ekonomi


Ambang Kendali (kerusakan daun 12,5%).

2.4 Pengorok daun (Liriomyza huidobrensis) (Diptera: Agromyzidae)


2.4.1 Bioekologi

Serangga hama ini berukuran panjang ± 3,52 mm dan memiliki ciri khas bagian
kepala berwarna kuning dengan mata vaset berwarna merah, pada toraks atas
berwarna hitam sedangkan toraks bagian bawah berwarna kuning, abdomen
berwarna hitam dengan garis berwarna hijau dan mempunyai sayap transparan.
fase imago betina 10 hari dan jantan berlangsung sekitar 6 hari (Setiawati et al.
2001). imago dan larva L. huidobrensis baru teramati pada umur tanaman 33
HST (Suryaningsih, 2008). Imago merusak tanaman dengan tusukan ovipositor
saat meletakkan telur dengan menusuk dan mengisap cairan daun .
Telur berukuran 0,1-0,2 mm, berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian
epidermis daun. Larva berwarna putih bening berbentuk silinder berukuran 2,5
mm, tidak mempunyai kepala atau kaki. Larva merusak tanaman dengan cara
mengorok daun sehingga yang tinggal bagian epidermisnya saja.Pupa berwarna
kuning kecoklatan dan terbentuk di dalam tanah (Duriat 2006).

2.4.2 Gejala serangan

Gejala serangan L. huidobrensis antara lain adalah bintik-bintik keputihan


berubah menjadi bercak-bercak coklat dan nekrosis. Terjadi pula gejala berupa
alur-alur korokan larva LPD, daun menguning, sedang serangan trips daun
berwarna keperak-perakan seperti perunggu (Suryaningsih, 2008).. Pada serangan
parah daun tampak berwarna merah kecoklatan. Akibatnya seluruh pertanaman
hancur ( Duriat 2006).

2.4.3 Teknik pengendalian


2.5 Kutu Persik (Myzus Persicae)

2.5.1 Bioekologi

2.5.2 Gejala serangan

2.5.3 Teknik pengendalian

2.6 Orong-orong (Gryllotalpa spp.)

2.6.1 Bioekologi

2.6.2 Gejala serangan

2.6.3 Teknik pengendalian

2.7 Hama Penggerek Umbi (Phthorimaea operculella Zell.) (Lepidoptera :


Gelechiidae)

2.7.1 Bioekologi

Hama ini berasal dari Amerika Serikat yang merusak daun kentang di
pertanaman dan menyerang umbi kentang di dalam gudang penyimpana. Imago
berupa ngengat kecil yang berwarna coklat kelabu. Ngengat aktif pada malam
hari. Pada siang hari imago bersembunyi di bawah helaian daun atau pada rak-rak
penyimpanan umbi di gudang kentang. Lama stadia imago berkisar antara 10-16
hari. Seekor imago betina mampu menghasilkan telur sebanyak ± 98 butir.
Telur P. operculella berukuran kecil agak lonjong, berwarna putih
kekuningan dan biasanya diletakkan pada pemukaan bawah daun, pada batang
atau di atas umbi yang tersembul dari permukaan tanah. Di gudang penyimpanan,
telur hampir selalu diletakkan di atas umbi. Lama stadia telur 5-11 hari.
Larva P. operculella berwarna putih kelabu dan kepala berwarna coklat tua.
Permukaan atas (dorsal) memiliki bayangan hijau terang atau merah muda. Larva
memakan permukaan atas daun dan cabang atau melipat daun dan hidup di bawah
epidermis daun. Larva juga melubangi umbi kentang di kebun dan di gudang
kentang. Lama stadia larva sekitar 21-35 hari .
Pupa (kepompong) P. operculella terdapat dalam kokon yang tertutup
butiran-butiran tanah dan berwarna kecoklatan. Di dalam gudang, pupa terdapat
pada bagian luar umbi, biasanya menempel di sekitar “mata tunas” atau pada rak-
rak gudang penyimpanan kentang. Stadia pupa berlangsung sekitar 7-15 hari
(Setiawati, 1998).

2.7.2 Gejala serangan


Gejala serangan pada daun ialah daun berwarna merah tua dan adanya seperti
benang yang “membungkus” ulat kecil berwarna kelabu. Kadang-kadang daun
kentang menggulung yang disebabkan karena larva merusak permukaan daun
atas, kemudian bersembunyi di dalam gulungan daun tersebut. Selain menggerek
daun, batang dan jaringan daun, larva juga menyerang titik tumbuh. Kehilangan
hasil umbi kentang karena serangan P. operculella di lapangan dapat mencapai
36% (Setiawati dan Tobing 1996). Apabila tidak dilakukan pengendalian dengan
insektisida, intensitas kerusakan dapat mencapai 68,33% pada musim hujan dan
100% pada musim kemarau (Soeriaatmadja 1988). Gejala serangan P. operculella
pada umbi kentang ditandai dengan adanya “kotoran” di sekitar mata tunas. Bila
umbi yang terserang dibelah, maka akan terlihat lorong-lorong (liang korok) yang
dibuat larva sewaktu memakan umbi. Kerusakan berat sering terjadi pada umbi
kentang yang disimpan di dalam gudang selama 3-4 bulan. Kerugian hasil di
gudang dapat mencapai 45-90 % (Setiawati et al. 1998). Apabila umbi bibit yang
terserang dipaksakan untuk ditanam, umbi akan busuk disebabkan oleh masuknya
air melalui lubang bekas gerekan sehingga tanaman kentang akan mati pada umur
30-45 hari setelah tanam (Soeriaatmadja 1988). (Setiawati, 1998)

2.7.3 Teknik pengendalian

a. secara biologi

Granulosis (GV) yang menyerang larva P. operculella dinamakan PoGV (P. operculella
Granulosis Virus). Larva P. operculella yang terserang PoGV biasanya berwarna putih
membengkak. Larva P. operculella yang mati terserang PoGV sangat rapuh. Apabila integumen
larva robek akan keluar cairan haemolimfa yang berwarna putih kemerahan (Setiawati, 1998).

2.8 Thrips (T. palmi) (Thysanoptera : Thripidae)

2.8.1 Bioekologi
Kerusakan Tanaman Akibat Serangan T. palmi
Hama trips dapat dideteksi sejak tanaman berumur 21 HST, Daun yang terserang trips bergejala
bercak tidak beraturan berwarna keperakan dan berkilau seperti perunggu (brownzing). perlakuan
biorasional yang berkomposisi N.tabacum (tembakau) secara keseluruhan sangat efektif dalam
menekan populasi trips sehingga mampu pula menekan kerusakan tanaman akibat serangan trips
tersebut (Suryaningsih, 2008).

Hama trips Thrips palmi (Novartis 1998, CIP dan Balitsa 1999; Setiawati et al. 2001)
Nama lain hama ini adalah kemereki (bahasa Jawa). Trips menyerang tanaman sepanjang tahun,
dan serangan berat terjadi pada musim kemarau. Serangga dewasa bersayap seperti jumbai sisir
bersisi dua (Gambar 12), sedangkan nimfa tidak bersayap. Warna tubuh nimfa kuning pucat
sedangkan serangga dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Panjang badannya
sekitar 0,8 – 0,9 mm. Gejala kerusakan secara langsung terjadi karena trips mengisap cairan
daun. Daun yang terserang berwarna keperak-perakan atau kuning merah seperti perunggu pada
permukaan bawah daun. Daun berkerut/ keriting karena cairan tanaman dihisap (Monografi
No. 19, Tahun 2005)

2.8.2 Gejala serangan

2.8.3 Teknik pengendalian

2.9 Lygus sp. (Hemiptera : Miridae)

2.9.1 Bioekologi
Hama ini memiliki ukuran panjang ± 3,63 mm dan bentuk tubuh agak gemuk,
memiliki belang-belang hitam dibagian tubuh dan sayap depan, dan berwarna
dominan coklat muda juga memiliki ciri khas di punggung yang berbentuk seperti
segitiga atau huruf V .

2.9.2 Gejala serangan

Menurut Kotambunan dkk (2012) Kepik Lygus sp. menyerang tanaman yaitu pada
bagian daun tanaman Kentang yang masih muda atau daun Kentang yang masih
tertutup. Biasanya daun Kentang yang terserang tidak langsung kelihatan tetapi
serangannya akan terlihat setelah daun terbuka dan bertambah besar. Daun yang
terserang berubah warna yaitu dari warna hijau menjadi kekuning-kuningan dan
akhirnya mengering.

2.9.3 Teknik pengendalian


2.10 Empoasca sp. (Hemiptera : Cicadelidae)
2.10.1 Bioekologi

Populasi hama wereng hijau (.) hanya pada awal pertanaman yaitu 24
hst. Populasi hama wereng hijau tidak berbeda nyata. Gejala daun yang
terserang wereng ini berupa titik tau garis bekas tusukan stilet yang kemudian
mengakibatkan warna daun agak putih hingga transparan, kemudian bekas
hisapan tersebut megering kecoklatan. Diduga wereng memiliki preferensi
serangan pada tanaman muda yang memiliki jaringan yang masih lunak,
sehingga stilet pada alat mulutnya lebih mudah menembus jaringan tanaman
untuk mengisap cairan pada tanaman.

2.10.2 Gejala serangan

2.10.3 Teknik pengendalian

Anda mungkin juga menyukai