Disusun Oleh:
Ekky Wibisono
1508438055
Pembimbing :
dr. Lia Valentina Astari, Sp.JP-FIHA
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal Jantung / heart failure adalah suatu sindroma dengan gejala dan
pulmonal dan lokasi apeks jantung yang berpindah) yang disebabkan oleh
ketidaknormalan struktur dan fungsi jantung.1 Gagal jantung kongestif (CHF) juga
meningkat dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial
gagal jantung di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter yaitu sebesar
0.13%.4 Selain itu, data dari WHO pada tahun 2013 menyatakan lebih dari 17,3
jantung, hipertensi dan diabetes.5 Apabila penyakit dasar tidak terkoreksi maka
dan kelangsungan hidupnya.6 Angka harapan hidup dalam satu bulan sebesar
7
89.6%, satu tahun 78%, dan dalam lima tahun hanya sebesar 57.7%. Untuk
keadaan gagal jantung berat lebih dari 50%, pasien akan meninggal dalam tahun
pertama.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
CHF adalah kelainan struktur dan fungsi jantung sehingga jantung gagal
kelebihan volume cairan dalam tubuh (udema perifer dan ronki pulmonal).7
2.1.2 Etiologi
70% (gagal jantung sistolik) dan penyakit arteri koroner merupakan prediktor
simptomatis. Hipertensi dan penyakit katup jantung juga merupakan faktor resiko
yang cukup signifikan dalam menyebakan gagal jantung yaitu dengan angka
kejadian sebesar 1.4 – 1.6%. Diabetes melitus, DM, meningkatkan resiko gagal
jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati menjadi dua kali lipat dan pada
wanita, DM menjadi faktor resiko utama terjadinya penyakit arteri koroner yang
juga bisa berakibat menjadi gagal jantung. Merokok, pola hidup inactive, dan
4
obesitas juga termasuk faktor resiko yang harus diperhatikan, karena banyak
2) Aterosklerosis koroner
2.1.3 Klasifikasi
3
Terjadi limitasi 4
2
1 aktivitas fisik. Setiap aktivitas
Sedikit limitasi
Saat istirahat, fisik yang
Tanpa limitasi aktivitas fisik,
tidak ada dilakukan
aktivitas fisik. hilang saat
keluhan. menimbulkan
Aktivitas fisik istirahat.
Aktivitas fisik gejala CHF,
yang biasa tidak Aktifitas fisik
yang lebih ringan bahkan saat
menimbulkan yang biasa
dari aktifitas fisik istirahat juga
gejala CHF menimbulkan
biasa menimbulkan
gejala CHF
menimbulkan keluhan
gejala CHF
6
Stadium ACCF/AHA
A : Beresiko terjadinya CHF tanpa kelainan struktur jantung atau gejala dari CHF
B : Kelainan struktural jantung ada, gejala dari CHF tidak ada
C : Kelainan struktural jantung ada, gejala dari CHF ada
D : Gejala yang berat dari CHF dan perlu intervensi spesialisasi
ejection fraction (LVEF), apakah tergolong preserved (>50%) atau reduced LVEF
meningkat, dan pada gagal jantung diastolik justru sebagian besar (40 – 50%)
2.1.4 Patofisiologi
masalah, yaitu :
ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau adanya gangguan relaksasi ventrikel
a. Disfungsi sistolik
(dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis,
serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran),
sehingga isi sekuncup ventrikel berkurang, adanya penurunan curah jantung dan
volume akhir sistolik meningkat Akibat dari peningkatan volume akhir sistolik,
saat darah dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang sedang terganggu,
volume diastoliknya meningkat lebih besar, sehingga tekanan dan volume akhir
b. Disfungsi diastolik
Terdapat gangguan pada relaksasi diastolik dini (suatu proses yang aktif
pasif) atau kedua-duanya yang paling sering disebabkan oleh penyakit jantung
tekanan yang lebih besar. Tekanan diastolik meningkat akan diteruskan ke atrium
8
kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik di kapiler
Gagal jantung kongestif terjadi pada kondisi gagal jantung kiri jangka panjang
yang diikuti dengan gagal jantung kanan atau sebaliknya, namun kebanyakan
regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat jantung juga
Gambar 2.3 Gambaran jantung normal dan kelainan – kelainan pada jantung
2.1.5 Diagnosis
berikut : 1,7
a. Anamnesis
hari (sampai terbangun), cepat lelah, tidak tahan dengan latihan berat,
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium
>50%).
iii. EKG
miocard akut atau kronis, dan atrial fibrilation dapat diidentifikasi dan
kepada kardiolog.
dipakai sebagai panduan, yaitu kriteria Framingham dan Boston, sebagai berikut :
14
Framingham7 Boston12
Kriteria Mayor : Kategori I : Riwayat
- Paroksismal nokturnal dispnea atau ortopnea - Dispnea saat istirahat (4)
- Peningkatan JVP - Ortopnea (4)
- Ronki basah - Paroksismal nokturnal dispnea (3)
- Edema pulmonary akut - Sesak saat naik tangga (2)
- Bunyi S3 Gallop - Sesak saar memanjat (1)
- Peningkatan tekanan vena
- Refluks hepatojugular Kategori II : Pemeriksaan Fisik
- Denyut jantung yang abnormal (1-
Kriteria Minor 2)
- Edema tungkai - Peningkatan JVP (1-2)
- Batuk malam hari - Suara paru crackles (1-2)
- Dispnea on effort - Wheezing (3)
- Hepatomegali - Bunyi S3 (3)
- Efusi pleura
- Kapasitas vital berkurang Kategori 3 : Radiologi
1/3 dari maksimum - Edema alveolus paru (4)
- Takikardi - Edema intersisial paru (3)
- Efusi pleura bilateral (3)
Kriteria mayor atau minor : - CRT >50% (3)
Kehilangan berat badan >4,5 kg dalam - Retribusi aliran di zona atas (2)
5 hari pengobatan
Nilai 8-12 : pasti CHF
Diagnosis ditegakkan jika 2 kriteria mayor Nilai 5-7 : mungkin CHF
atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor Nilai <5 : bukan CHF
2.1.6 Penatalaksanaan
tatalaksana CHF terbaru yaitu berdasarkan AHA 2013 serta berdasarkan alur
terapi oleh American Family Physician (AAFP) 2010 seperti yang ditampilkan di bawah ini:
16
menurunkan beban awal dari jantung melalui retribusi darah dari sentral
lebih baik, cardiac output dapat lebih besar pada volume dan tekanan
diastolik tertentu.
17
(NYHA fc II – IV)
Hipertensi adalah kenaikan tekanan sitolik besar atau sama dengan 140
mmHg dan tekanan diastolik besar atau sama dengan 90 mmHg. Patofisiologi dari
hipertensi menyebakan gagal jantung dapat dilihat pada gambar di bawah:
18
Menu makanan yang dianjurkan oleh JNHC 7 tahun 2004 dan AHA tahun
yaitu banyak mengkonsumsi buah dan sayuran, susu rendah lemak dan hasil
3. Pengobatan
Untuk obat- obatan preventif terjadinya gagal jantung pada
hipertensi yang terbukti menurunkan angka mortalitas :
Diuretik
Beta bloker (bisoprolol fumarate, metoprolol succinate, and
carvedilol)
ACE Inhibitor (seperti enalapril)
ARB (candesartan)
Antagonis aldosteron (spironolakton)
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Umur : 48 tahun
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan utama
Sesak nafas memberat sejak 6 jam SMRS.
jantung RSUD Arifin Achmad, mendapat obat, lalu pulang, setelah itu
sesak masih dirasakan hilang timbul, membaik dengan istirahat.
- 6 jam SMRS pasien mengeluh sesak semakin memberat, mengigil dan
keringat dingin. Pasien sesak saat ke kamar mandi dan bila dibawa
beristirahat sesak masih terasa. Sesak juga disertai dengan keluhan batuk,
berdahak dengan dahak berwarna putih, tidak berbuih dan tidak bercampur
darah. Selain itu, perut semakin membesar dan kedua tungkai semakin
sembab. Setelah konsumsi obat, sesak berkurang, kemudian pasien masih
sempat berobat ke Poliklinik Jantung RSUD AA.
Toraks Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri saat statis dan
dinamis, tidak ada retraksi
Palpasi : Vokal fremitus kesan tidak ada peningkatan kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: Vesikuler (+/+),vesikuler melemah (-), ST: Ronki (-/-),
Wheezing (-/-)
Toraks Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat, jaringan lemak tebal
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan SIK V linea parasternal dextra
Batas jantung kiri SIK VI linea aksilaris anterior
Auskultasi : S1 dan S2 regular, gallop (-), murmur (-)
24
Abdomen
Inspeksi : Perut distensi, striae (+), masa (-)
Auskultasi : Bising usus positif
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar & lien sulit dinilai
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
EKG
- Irama sinus
- Frekuensi 100 x/i
- Gelombang P normal
- Interval PR 0,12 detik
- Axis normal
- Komplek QRS 0,06 detik
- Gel S-V1+ RV5/V6 < 35
- ST-T change (-)
- Q patologis (-)
Kesan : Normal
26
3.5 Kesimpulan
Ny R N, 48 tahun, sejak 3 bulan SMRS pasien mulai mengeluhkan sesak
napas, sesak dirasakan hilang timbul, muncul saat aktifitas dan hilang jika pasien
istirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, debu, atau makanan. Sesak
tidur malam hari (+),tidur dengan bantal ditinggikan (+). Pasien diketahui
memiliki riwayat Hipertensi serta DM sejak 3 tahun yang lalu. Pasien baru rutin
mengkonsumsi obat penurun tensi serta obat minum untuk DM sejak 6 bulan
terakhir. 15 hari SMRS pasien kembali mengeluhkan sesak, sesak muncul saat
berjalan ke kamar mandi dan sedikit berkurang jika dibawa berbaring, perut nya
tampak membesar dan kedua tungkainya terlihat sembab. Nyeri dada (-),batuk
bercampur darah (-), demam (-). 6 jam SMRS pasien mengeluh sesak semakin
memberat, mengigil dan keringat dingin. Pasien sesak saat ke kamar mandi dan
bila dibawa beristirahat sesak masih terasa. Sesak disertai dengan batuk,
berdahak dengan dahak berwarna putih, tidak berbuih dan tidak bercampur
darah, perut semakin membesar dan kedua tungkai semakin sembab. Setelah
konsumsi obat, sesak berkurang, kemudian pasien masih sempat berobat ke
Poliklinik Jantung RSUD AA.
Pemeriksaan fisik di dapatkan TD 190/100 mmhg, HR 112x/i, RR 32x/i.
Peningkatan JVP (+), Ascites (+), Edema tungkai (+/+). Dari pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan anemia, peningkatan kadar ureum dan creatinin
serum, penurunan kadar albumin serta dislipidemia. Dari pemeriksaan penunjang
EKG diperoleh kesan: normal, dari Echocardiografi didapatkan Ejection Fraction
(EF) = 16 % dengan kesimpulan fugsi sistolik LV turun dan moderate LVH.
3.8 Penatalaksanaan
28
BAB IV
PEMBAHASAN
golongan beta blocker dan hal ini sesuai dengan rekomendasi menurut ESC tahun
2012.
Pada pasien ini tidak diberikan terapi antagonis aldosteron seperti
spironolakton meskipun pasien ini diindikasikan mendapat terapi antagonis
aldosteron karena EF < 40% dan gejala fungsional kelas III.16 Hal ini diperkirakan
akibat ditemukannya gangguan fungsi ginjal pada pasien seperti peningkatan
kadar kalium dan kreatinin serum yang merupakan salah satu kontraindikasi dari
pemberian Antagonis aldosteron. Pemberian ISDN diindikasikan bila gejala
menetap meski telah mendapat terapi ACEI, b-blocker, ARB atau Antagonis-
aldosteron.16 Hal ini diperkirakan menjadi alasan pemberian ISDN pada pasien ini
mengingat pasien sudah mengeluh sesak nafas sejak lebih dari seminggu yang lalu
dan telah berobat ke poliklinik jantung, dengan asumsi telah mendapat obat-
obatan lini pertama, tetapi gejala tidak berkurang sehingga diindikasikan
mendapat terapi ISDN.
Penanganan komorbiditas (penyakit penyerta) merupakan hal penting pada
tatalaksana gagal jantung karena sebagian besar penyakit penyerta berhubungan
dengan klinis dan prognosis dari gagal jantung. Pada pasien ditemukan adanya
tanda-tanda penurunan fungsi ginjal yaitu dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya anemia, peningkatan kadar kreatinin serum serta hiperkalemia
(kalium > 5,5 mmol/L) sehingga pemberian obat golongan ACEI/ARB atau obat-
obat penghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron perlu dipertimbangkan
akibat efek obat yang dapat menurunkan fungsi ginjal.
32
DAFTAR PUSTAKA
13. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
alih bahasa Pendit BU, et. al. editor edisi bahasa Indonesia, Hartanto H. Ed
6. Vol 1. Jakarta. EGC; 2004.
14. Emedicine.medscape.com [homepage on internet]. Madhur MS, Riaz K,
Dreisbach W A. Hypertension. [cited on 4 Nov 2016]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/241381overview#aw2aab6b2b3aa.
15. Kresnawan T. Asuhan gizi pada hipertensi. Instalasi gizi RSCM. [cited on
4 Nov 2016]. Available from:
http://ejournal.persagi.org/go/index.php/Gizi_Indon/article/viewFile/110/
107.
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pedoman
tatalaksana gagal jantung. Ed 1. Jakarta:2015