Anda di halaman 1dari 7

HIPERTIROID

PREVALENCE

Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80%
kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan
menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode20-tahun, dengan terjadinya puncak pada orang
berusia 20-40 tahun. Gondokmultinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di
daerah defisiensiyodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima yodium cukup, dan
kejadiangondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah dunia dengan
defisiensi yodium.Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksikosis (Lee, et.al., 2011).

Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per
100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun.
Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa
ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid
terdapat pada 0.8 per 1000 wanita pertahun (Guyton, 1991 )

FAKTOR RESIKO

PATOPHYSIOLOGY

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita
hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normal, disertai dengan banyak
hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke salam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat
beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan 5-15
kali lebih besar dari pada normal.
Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH,
Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), yang berkaitan dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut
merangsang aktivasi CAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada
pasien hipertiroidisme konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang
pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH
oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk
memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering
berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat
peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang
menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan
sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar
tangan yang abnormal. Nadi yang takikardia atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormone
tiroid pada system kardiovaskular. Eksopthalamus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar

ETIOLOGY

Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, secara umum
hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic adenoma, dan multinodular
goiter.

a. Graves’ Disease

Graves’ disease merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena sekitar 80% kasus
hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 20 – 40
tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes
mellitus tipe 1 (Fumarola et al, 2010). Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa
peningkatan kadarhormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan karena adanya
thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi
reseptor TSH oleh TSAb memicu perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan
peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal. TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena
adanya paparan antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap
sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui bantuan HLA (human
leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa
TSAb. Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada pasien Graves’
Disease ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh empat pada rantai HLA-DRb1.
Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan ke tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan
umumnya pada orang normal, asam amino pada urutan tersebut berupa glutamine (Jacobson et al, 2008).
Untuk membantu menegakkan diagnosis pasien menderita Graves’ disease perlu dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Menurut Baskin et al (2002), pemeriksaan yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis Graves’ disease yaitu TSH serum, kadar hormon tiroid (T3 dan T4)
total dan bebas, iodine radioaktif, scanning dan thyrotropin receptor antibodies (TRAb). Pada pasien
Graves’ disease, kadar TSH ditemukan rendah disertai peningkatan kadar hormon tiroid. Dan pada
pemeriksaan dengan iodine radioaktif ditemukan uptake tiroid yang melebihi normal. Sedangkan pada
teknik scanning iodine terlihat menyebar di semua bagian kelenjar tiroid, dimana pola penyebaran iodine
pada Graves’ disease berbeda pada hipertiroidisme lainnya. TRAb ditemukan hanya pada penderita
Graves’ disease dan tidak ditemukan pada penyakit hipertiroidisme lainnya sehingga dapat dijadikan
sebagai dasar diagnosis Graves’ Disease. Selain itu TRAb dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan
terapi dan tercapainya kondisi remisi pasien (Okamoto et al, 2006).

b. Toxic Adenoma

Pada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat memproduksi hormon tiroid.
Nodul didefinisikan sebagai masa berupa folikel tiroid yang memiliki fungsi otonom dan fungsinya tidak
terpengaruhi oleh kerja TSH (Sherman dan Talbert, 2008).

Sekitar 2 – 9% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan karena hipertiroidisme jenis ini. Menurut
Gharib et al (2007), hanya 3–7% pasien dengan nodul tiroid yang tampak dan dapat teraba, dan 20 – 76%
pasien memiliki nodul tiroid yang hanya terlihat dengan bantuan ultra sound. Penyakit ini lebih sering
muncul pada wanita, pasien berusia lanjut, defisiensi asupan iodine, dan riwayat terpapar radiasi. Pada
pasien dengan toxic adenoma sebagian besar tidak muncul gejala atau manifestasi klinik seperti pada
pasien dengan Graves’ disease. Pada sebagian besar kasus nodul ditemukan secara tidak sengaja saat
dilakukan pemeriksaan kesehatan umum atau oleh pasien sendiri. Sebagian besar nodul yang ditemukan
pada kasus toxic adenoma bersifat benign (bukan kanker), dan kasus kanker tiroid sangat jarang
ditemukan. Namun apabila terjadi pembesaran nodul secara progresif disertai rasa sakit perlu dicurigai
adanya pertumbuhan kanker. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap
kondisi pasien untuk memberikan tatalaksana terapi yang tepat.

Munculnya nodul pada tiroid lebih banyak ditemukan pada daerah dengan asupan iodine yang rendah.
Menurut Paschke (2011), iodine yang rendah menyebabkan peningkatan kadar hidrogen peroksida di
dalam kelenjar tiroid yang akan menyebabkan mutasi. Hal ini sesuai dengan Tonacchera dan Pinchera
(2010), yang menyatakan pada penderita hipertiroidisme dengan adanya nodul ditemukan adanya mutasi
pada reseptor TSH.

c. Toxic Multinodular Goiter

Selain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic multinodular goiter merupakan salah satu penyebab
hipertiroidisme yang paling umum di dunia. Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic
adenoma karena ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan, namun
pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat dideteksi baik secara palpasi
maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine.
Tatalaksana utama pada pasien dengan toxic multinodular goiter adalah dengan iodine radioaktif atau
pembedahan. Dengan pembedahan kondisi euthyroid dapat tercapai dalam beberapa hari pasca
pembedahan, dibandingkan pada pengobatan iodine radioaktif yang membutuhkan waktu 6 bulan.
d. Minum obat Hormon Tiroid berlebihan

Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan kontrol ke dokter yang tidak
teratur. Sehingga pasien terus minum obat tiroid, ada pula orang yang minum hormon tiroid dengan
tujuan menurunkan badan hingga timbul efek samping.

e. Produksi TSH yang Abnormal

Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga merangsang tiroid
mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.

f. Tiroiditis (Radang kelenjar Tiroid)

Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis pasca persalinan, dimana pada fase
awal timbul keluhan hipertiorid, 2-3 bulan kemudian keluar gejala hpotiroid.

g. Konsumsi Yoidum Berlebihan

Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumnya
si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid

MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS

Hipertiroid >20

Eutiroid 11-18

Hipotiroid <11
e. Scintiscanning

Scintiscanning merupakan metode pemeriksaan fungsi tiroid dengan menggunakan unsur radioaktif.
Unsur radioaktif yang digunakan dalam tiroid scintiscanning adalah radioiodine (I131) dan technetium
(99mTcO4-). Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine diantaranya harganya yang
lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat. Namun kekurangannya risiko terjadinya
false-positive lebih tinggi, dan kualitas gambar kurang baik dibandingkan dengan penggunaan
radioiodine (Gharib et al, 2011).

Karena pemeriksaan dengan ultrasonography dan FNAC lebih efektif dan akurat, scintiscanning tidak lagi
menjadi pemeriksaan utama dalam hipertiroidisme. Menurut Gharib et al (2010), indikasi perlunya
dilakukan scintiscanning di antaranya pada pasien dengan nodul tiroid tunggal dengan kadar TSH rendah
dan pasien dengan multinodular goiter. Selain itu dengan scintiscanning dapat diketahui etiologi nodul
tiroid pada pasien, apakah tergolong hot (hiperfungsi) atau cold (fungsinya rendah).

f. Ultrasound Scanning

Ultrasonography (US) merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi
untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar tiroid. Kelebihan metode ini adalah mudah
untuk dilakukan, noninvasive serta akurat dalam menentukan karakteristik nodul toxic adenoma dan
toxic multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran nodul secara akurat (Beastall et al, 2006).
Pemeriksaan US bukan merupakan pemeriksaan utama pada kasus hipertiroidisme. Indikasi perlunya
dilakukan pemeriksaan US diantaranya pada pasien dengan nodul tiroid yang teraba, pasien dengan
multinodular goiter, dan pasien dengan faktor risiko kanker tiroid (Gharib et al, 2010).

g. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)

FNAC merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid (biopsi) dengan menggunakan jarum
yang sangat tipis. Keuntungan dari metode ini adalah praktis, tidak diperlukan persiapan khusus, dan
tidak mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi hipertiroidisme dengan nodul akibat toxic
adenoma atau multinodular goiter FNAC merupakan salah satu pemeriksaan utama yang harus
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan
dianalisis di laboratorium. Hasil dari biopsi pasien dapat berupa tidak terdiagnosis (jumlah sel tidak
mencukupi untuk dilakukan analisis), benign (non kanker), suspicious (nodul dicurigai kanker), dan
malignant (kanker) (Bahn et al, 2011; Beastall et al, 2006).

Anda mungkin juga menyukai