Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Wacana Politik - ISSN 2502 - 9185 Vol. 2, No.

2, Oktober 2017: 156 - 164

MENAKAR EFEKTIVITAS PEMILU SERENTAK 2019

Triono
Program Studi Hubungan Internasional,Universitas Megou Pak Tulang Bawang
E-mail: triono.sr@gmail.com

ABSTRAK
Gagasan terselenggaranya pemilihan umum serentak 2019 membawa konsekuensi politik secara nasional dan
daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 perkara pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden merupakan putusan final. Pelaksanaan putusan MK
ini tentunyamembawa implikasi dan tantangan besar bagi bangsa Indonesia dalam perbaikan sistem politik
dan demokrasi yang lebih matang. Efektivitas pemilu serentak 2019 masih menjadi perdebatan publik, UU
Pemilu yang baru disahkan sebagai payung hukum Pemilu 2019 masih dalam proses uji materi di Mahkamah
Konstitusi.Secara teoritikpemilu serentak 2019 sangat memungkinkan untuk dilaksanakan apalagi jika melihat
dinamika politik Indonesia yang semakin baik sejak era reformasi. Hal utama yang harus menjadi kesepakatan
bersama adalah sistem pemilu hanyalah sebuah instrumen dalam sistem demokrasi, instrumen ini tentunya dapat
disesuaikan dan diubah tergantung dengan kondisi dan tujuan suatu negara. Pemilu 2019 akan menjadi indikator
dalam sistem demokrasi langsung dimana orang dapat berpartisipasi dalam pilihan politik mereka.

Kata kunci: Pemilu serentak, UU pemilu, partisipasi masyarakat.

MEASURING THE EFFECTIVENESS OF SIMULTANEOUS ELECTIONS 2019

ABSTRACT
The idea of holding
​​ elections simultaneously 2019 brings political consequences nationally and regionally.
Decision of the Constitutional Court (MK) No. 14/PUU-XI/2013 on the case of review of law No. 42 Year 2008
regarding the General Election of President and Vice President is the final decision. The implementation of the
Constitutional Court’s decision certainly brings great implications and challenges for Indonesia as a nationin
improving the more mature political and democratic system. The effectiveness of 2019 general election is
still a public debate, the election law as the basis of its legal umbrella is still in judicial review process in the
Constitutional Court. Theoretically, the 2019 election is feasibleto be implemented, consideringIndonesia’s
political dynamics getting better since the reform era. The main thing that should be commonly agreed is the
electoral system is just an instrument in a democratic system, this instrument can certainly be adjusted and
changed depending on the conditions and goals of a country. The 2019 election will be an indicator in a direct
democratic system in which people can participate in their political choices.

Key words: Simultaneous elections, election law, community participation.


PENDAHULUAN simpati rakyat dalam memperoleh kekuasaan
politik (legislatif, eksekutif) yang legitimasinya
Pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) sah secara undang-undang dan konstitusional.
menjadi indikator dalam sistem demokrasi Sebagaipemegangkedaulatan,makarakyat
karena rakyat dapat berpartisipasi dalam yang menentukan corak dan cara serta tujuan
menentukan pilihan politiknya terhadap apa yang hendak dicapai dalam kehidupan
pemerintahan dan negaranya. Melalui pemilu kenegaraan. Hal ini menunjukkan bahwarakyat
rakyat bisa memilih para wakilnya untuk berkuasa secara independen atas dirinya sendiri
duduk dalam parlemen maupun struktur (Nurtjahjo, 2006). Selain itu, pentingnya pemilu
pemerintahan. Dalam sejarah perjalanan bangsa dalam negara demokrasi senada dengan tujuan
Indonesia pemilu menjadi upaya nyata dalam penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri,
mewujudkan tegaknya demokrasi dan merea- yaitu membuka peluang untuk terjadinya
lisasikan kedaulatan rakyat dengan prinsip pergantian pemerintahan sekaligus momentum
jujur dan adil (jurdil) serta langsung, umum, untuk menguji dan mengevaluasi kualitas dan
bebas dan rahasia (luber).Pemilu juga menjadi kuantitas dukungan rakyat terhadap keber-
sarana lima tahunan pergantian kekuasaan dan hasilan dan kekurangan pemerintah yang
kepemimpinan nasional, dimana partai politik sedangberkuasa (Bisariyadi, et.al., 2012).
dapat saling berkompetisi untuk mendapatkan
Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019 157

Pemilu sering disebut sebagai ajang pesta pelaksanaan persiapan pemilu 2014 waktu itu
demokrasi rakyat yang menjadi cerminan ikut sudah mulai berjalan. Apabila pemilu serentak
andilnya rakyat dalam menentukan pemimpin 2019 dapat dilaksanakan maka akan menjadi
dan arah perkembangan bangsa. Namun dalam sejarah Indonesia untuk pertama kalinya pemilu
perkembangannya pemilu di Indonesia masih dilaksanakan secara bersamaan.Rancangan
banyak kekurangan dan menjadi pekerjaan UU Pemilu 2019 telah disahkan oleh DPR dan
rumah yang perlu diperbaiki bersama oleh Pemerintah, banyak kalangan yang merasa
seluruh elemen bangsa.Perubahan model sistem kurang puas dengan isi undang-undang tersebut
pemilu dari pemilu ke pemilu berikutnya tentu kemudian mengajukan uji materi ke MK.
menjadi hal yang dibutuhkan, hal ini dikarenakan Sedikitnya ada lima isu-isu krusial dalam UU
perkembangan dan situasi perpolitikan bangsa Pemilu yang menjadi perdebatan elit politik
Indonesia yang terus berubah. Masih banyak pada saat paripurna di DPR yaitu: ambang batas
sebagian masyarakat yang menilai bahwa presidential (presidential threshold), ambang
selama ini pemilu hanya sebagai agenda rutinitas batas parlemen (parliamentary threshold),
lima tahunan yang menghabiskan uang rakyat, alokasi kursi anggota DPR per daerah pemilihan
sementara hasil dari pelaksanaan pemilu itu (dapil), metode konversi suara pemilu legislatif,
sendiri belum mampu menciptakan masyarakat dan sistem pemilu.
yang adil dan sejahtera. Anggapan seperti ini Ketika MK kemudian memutuskan untuk
tentunya menjadi masukan bagi penyelenggara penyelenggaraan pemilu serentak, putusan
pemilu untuk lebih baik dalam melaksanakan MK masih belum putusan operasional yang
agenda pemilu di masa yang akan datang. menjawab kerisauan-kerisauan atas banyaknya
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi penyelenggaraan pemilu di atas. Mungkin
No. 14/PUU-XI/2013 yang mengabulkan alasan agar tidak jenuh, bisa terjawab oleh
sebagian permohonan uji materi (judicial review) pemilu serentak ini, juga mungkin soal efisiensi
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 dalam penyelenggaraan. Terlepas dari itu,
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2019
Presiden yang diajukan Effendi Gazali dkk sesuai putusan MK masih belum mengatur
aturan pemilu serentak ini muncul, keluarnya operasionalisasi yang bisa memperkuat sistem
putusan MK ini merupakan salah satu terobosan presidensial, karena pemilu serentak putusan
hukum baru. Dimana dalam amar putusannya MK adalah pemilu yang lebih tepatnya
MK menyatakan: Pasal 3 Ayat (5), Pasal 12 diserentakkan, 5 kotak suara. Ini yang kemudian
Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 14 Ayat (2), dan tidak mengakibatkan munculnya coattail effect
Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun (Nuryanti, 2015). Menurut Madariaga, coattail
2008 tidak mempunyai kekuatan hukum effect ini secara teori sebenarnya mengatur
mengikat (inkonstitusional). Dari rangkaian hubungansequential dimana partai yang menjadi
ketentuan yang dinyatakan kehilangan validitas pemenang pada pemilu legislatif adalah partai
konstitusional tersebut, MK menegaskan, dimana presiden dan wakil presiden terpilih
pemilihan umum presiden dan wakil presiden berasal (Madariaga et.al., dalam Nuryanti,
harus dilaksanakan serentak dengan pemilihan 2015).
umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dengan Dari berbagai persoalan diatas,pemilu
putusan ini, ketentuan bahwa Pemilihan Umum serentak 2019 tentu menjadi tantangan dan
Presiden dan Wakil Presiden (Pemilu Presiden) peluang bagi seluruh elemen bangsa dalam
dilaksanakan setelahPemilihan Umum anggota perbaikan sistem politik dan demokrasi di Indo-
DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif) nesia. Agar pemilu serentak 2019 dapat terlaksana
adalah inkonstitusional, dalam diktum kedua dengan baik diperlukan kesungguhan dari
dari amar putusan Mahkamah Konstitusi pemerintah dan anggota parlemen untuk tidak
menegaskan bahwa putusan pemilu serentak terjebak dalam permainan politik yang oportunis
akan diterapkan pada pemilu 2019. dan pragmatis,penyelenggaraan pemilu serentak
Putusan MK merupakan putusan final, 2019 harus menjadi referensi sistem pemilu baru
bagian yang menarik dari amar putusan MK di Indonesia. Tulisan ini dibuat sebagai upaya
tersebut adalah pelaksanaannya baru bisa melihat aspek-aspek apa yang perlu dilakukan
dilaksanakan pada pemilu 2019 mengingat dalam suksesi pelaksanaan pemilu serentak 2019.
158 Triono

METODE kursi pemerintahan sehingga mereka dapat


menjadi operator negara dalam menggapai
Data-data serta argumentasi yang harapan rakyat. Dalam pelaksanaannya, pemilu
dibangun dalam tulisan inimenggunakan studi sangat bergantung pada pengadopsian sistem
kualitatif, yakni dengan mengumpulkan berbagai pemerintahan yang dianut oleh suatu negara,
sumber referensi ilmiah dari sumber primer dan karena akan mempengaruhi model pelaksanaan
sumber sekunder melalui pene-lusuran tulisan kegiatan pemilu. Sistem pemerintahan yang
terkait seperti jurnal, paper, dan berita media dimaksud di sini adalahberkaitan dengan
massa tentang dinamika dan fenomena pemilu pengertian regeringsdaad, yaitu penyeleng-
serentak di Indonesia khususnya terkait dengan garaan pemerintahan oleh eksekutif dalam
pemilu serentak 2019. Tujuan lain dalam hubungannya dengan kekuasaan legislatif
penggunaan desain kualitatif ini adalah untuk (Asshiddiqie, 2007).
memahami kerangka analisis berdasarkanrealita Dalam konteks Indonesia,sistem presi-
yang terjadi tentang esensi pemilu serentak densial dan sistem multipartai diterapkan
di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan secara bersama-sama. Implikasi dari kombinasi
analisis deskriptif dengan menelaah dinamika pemilihan sistem ini secara bersamaan adalah
tentang pemilu serentak di Indonesia khususnya potensi adanya pelemahan terhadap sistem
setelah keluarnya putusan MK Nomor 14/PUU- presidensial itu sendiri sehingga berujung
XI/2013 tentang pemilihan umum presiden dan pada pemerintahan yang tidak stabil. Sejak
wakil presiden harus dilaksanakan serentak era reformasi 1998 pemerintah dalam hal
dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD, ini presiden Indonesia terpilihterkadang ter-
dan DPRD pada tahun2019 sertadisahkannya jebak dalam konflik kepentingan pada saat
UU Pemilu sebagai upaya dalam memberikan akan membentuk kabinet dan memutuskan
kesimpulan tentang suatu pemikiran yang suatu kebijakan politik, tuntutan dari partai-
rasional dan argumentatif dalam memilah fakta partai pendukung serta kepentingan politik di
dan konsep yang ada. parlemen terkadang membuat pemerintahan
berjalan kurang efektif karena tersandera oleh
HASIL DAN PEMBAHASAN kepentingan politik yang bersifat oportunis dan
pragmatis.
Penguatan Sistem Presidensial melalui Pemilu Dalam perkembangan pemilu di Indonesia,
Serentak secara tidak langsung upaya penguatan terhadap
Demokrasi dan pemilu seperti dua sistem presidensial mulai berjalan sejak era
sisi mata uang yang erat keberadaannya, reformasi 1998. Kultur politik yang berubah
pelaksanaan pemilu yang menjadi hajat rakyat seiring dengan perkembangan dan tuntutan
menjadi ciri masih tegaknya sistem demokrasi global menjadikan Indonesia terus berbenah
dalam suatu negara. Prinsip demokrasi dari diri dalam perbaikan sistem politik dan tata
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dapat kenegaraan. Majelis Permusyawaratan Rakyat
dilihat dalam kegiatan pemilihan umum. Prosesi pun sepakat bahwadengan adanya amandemen
pemilihan umum sebagai salah satu perwujudan UUD 1945 maka akan memberikan pengaruh
sarana kehidupan politik bagi warga negara terhadap tata cara pemilihan Presiden dan Wakil
yang menjadi pilar kedua sistem demokrasi Presiden. Asshiddiqie (2010) menyebutkan
yang disebutkan dalam buku Robert Dahl, bahwa dalam pelaksanaan sistem presidensial,
Polyarchy: Participation and Oposition (dalam Presiden bertanggungjawab kepada rakyat
Surbakti, et.al., 2011). secara langsung dan bukan melalui MPR.
Rakyat sebagai pemilik kedaulatan Jika merujuk sejarah, perubahan ini mulai
tertinggi memiliki hak sebagai warga negara terlihat dari transformasi pemilihan presiden dan
untuk menyalurkan hak-hak politiknya melalui wakil presiden oleh MPR menjadi pemilihan
pemilu, peran dan partisipasi rakyat ini men- presiden dan wakil presiden secara langsung
jadi bukti bahwa nilai-nilai demokrasi masih oleh rakyat pada pemilu 2004.Dimana Susilo
berjalan dengan baik.Jika tidak ada pemilu Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih
maka rakyat tidak berdaulat,karena dengan sebagai presiden dan wakil presiden melalui
pemilu, rakyat dapat menentukan siapa yang pemilu langsung oleh rakyat. Namun, realita
menjadi wakil-wakil dan pemimpinnya di yang terjadi bahwa walaupun presiden dan wakil
Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019 159

presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dibatalkannya Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang
melalui partai politik pengusungnya kerap Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan
terjadi intervensi politik dalam penyusunan Umum Presiden dan Wakil Presiden, MK
anggota kabinet dan kebijakan politiknya. Yuda memerintahkan mulai tahun 2019 pemilihan
(2010) menyebutkan sejak masa pemerintahan umum presiden diselenggarakan secara
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan serentak dengan pemilihan umum legislatif.
Wakil Presiden Jusuf Kalla,  hingga masa Syamsuddin Haris et.al. menyebutkan dengan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden adanya putusan ini tentu pemilu serentak antara
Jusuf Kalla saat ini. presiden dan legislatif tidak hanya bertujuan
Adanya intervensi politik tersebut ber- untuk tercapainya efisensi anggaran dan waktu,
akibat pada kurang optimalnya kinerja eksekutif, tetapi juga berimplikasi pada perubahan sistem
presiden dalam hal ini sebagai kepala eksekutif tata ketatanegaraan di Indonesia yaitu: Pertama,
sering tersandera oleh partai pendukungnya. peningkatan efektifitas pemerintahan karena
Presiden sering terlihat lemah dan lamban diasumsikan pemerintahan yang dihasilkan
dalam mensikapi isu-isu publik, hal ini yang melalui keserentakan pemilu presiden dan
terkadang membuat rakyat merasa kecewa pemilu legislatif lebih stabil sebagai akibat
dengan kinerja pemerintah. Sistem pemilu coattail effect, yakni keterpilihan calon presiden
proporsional yang dipilih Indonesia bersamaan yang dari parpol atau koalisi parpol tertentu
dengan penerapan sistem presidensial berbasis akan mempengaruhi keterpilihan anggota
sistem multipartai dirasa banyak kalangan legislatif dari parpol atau koalisi parpol tertentu
tidak mencerminkan sistem yang ideal. Hal ini pula. Dengan demikian konflik eksekutif-
dikarenakan adanya kerancuan dan tumpang legislatif, instabilitas, dan bahkan jalan buntu
tindih kepentingan politik pasca pemilu, politik sebagai komplikasi skema sistem
reaksi masyarakat terhadap pemerintah yang presidensial berbasis sistem multipartai seperti
terbagi-bagi, terpecah (divided government) kekhawatiran Juan Linz dan Scott Mainwaring
dan ketidakberdayaan pemerintah dalam diharapkan tidak menjadi kenyataan. Itu artinya,
menghadapi oposisi di parlemen. Hal ini penyelenggaraan pemilu serentak berpotensi
berakibat kepentingan masyarakat sering memperbesar dukungan politik DPR terhadap
terabaikan. presiden terpilih (Haris, et.al., 2015).
Dalam melihat kombinasi dua sistem Kedua, pembentukan koalisi politik yang
yang berbeda, setidaknya ada tiga alasan mau tidak mau harus dilakukan sebelum pemilu
mengapa kombinasi sistem  presidensial dan legislatif diharapkan dapat memaksaparpol
sistem multi-partai cenderung bermasalah, mengubah orientasi koalisi dari yang bersifat
yaitu: (1) Sistem presidensial berbasis multi- jangka pendek dan cenderung oportunistik
partai cenderung mengakibatkan kebuntuan menjadi koalisi berbasis kesamaan ideologi,
hubungan eksekutif dan legislatif sehingga visi, dan platform politik. Efek berikutnya
kerja pemerintahan menjadi tidak efektif; (2) dari koalisi berbasis kesamaan ideologi ini
Sistem multipartai cenderung menciptakan adalah tegaknya disiplin parpol, sehingga
polarisasi ideologis daripada sistem dua- orientasi para politisi parpol pun diharapkan
partai; (3) Kombinasi kedua sistem tersebut bisa berubah dari perburuan kekuasaan (office-
juga berimplikasi pada sulitnya membentuk seeking) menjadi perjuangan mewujudkan
koalisi antarpartai dalam sistem presidensial; kebijakan (policy-seeking). Ketiga, pemisahan
Permasalahan yang terjadi dalam penentuan pemilu nasional serentak dan pemilu lokal
koalisi pilpres untuk mengusung calon presiden serentak diharapkan berdampak positif pada
dan wakil presiden ada pasca penetapan kursi tiga hal: (1) ada jeda waktu bagi rakyat menilai
legislatif yang fragmentatif. Lobi politik terjadi kinerja pemerintahan hasil pemilu serentak
dimana-mana, sifat pragmatis, dan singkat nasional; (2) terbuka peluang yang besar bagi
menjadi kerikil tajam yang juga kerap terjadi terangkatnya isu lokal ke tingkat nasional
dimanapun, termasuk di Indonesia. Akibatnya, yang selama ini cenderung tenggelamoleh isu
pemerintah yang terpilih menjadi tersandera nasional; (3) semakin besarnya peluang elite
baik oleh kekuatan pendukungnya sendiri dan politik lokal yang kepemimpinannya berhasil
juga oleh pihak oposisi (Haris, et.al., 2015). untuk bersaing menjadi elite politik di tingkat
Pasca keluarnya putusan MK yaitu dengan nasional(Haris, et.al., 2015).
160 Triono

Keempat, secara tidak langsung diharap- bahwa presiden tetap memerlukan dukungan
kan terjadi penyederhanaan sistem kepartaian legislatif sebab tanpa dukungan tersebut presiden
menuju sistem multipartai sederhana (moderat). akan menghadapi situasi sulit yang mengancam
Sebagai akibat terpilihnya parpol atau gabungan stabilitas pemerintahan, kecenderungan yang
parpol yang sama dalam pemilu presiden dan muncul adalah lahirnya konflik kepentingan
pemilu DPR, fragmentasi parpol di parlemen antara presiden dengan parlemen. Padahal untuk
berkurang dan pada akhirnya diharapkan untuk menjaga stabilitas pemerintahan dalam
berujung pada terbentuknya sistem multipartai struktur politik presidensial idealnya partai
moderat. Kelima, pemilu serentak nasional pendukung presiden adalah partai mayoritas,
yang terpisah dari pemilu serentak lokal yaitu partai yang didukung suara mayoritas di
diharapkan dapat mengurangi potensi politik parlemen. Tujuannya adalah untuk menjaga
transaksional sebagai akibat melembaganya stabilitas pemerintahan presiden terpilih agara
oportunisme politik seperti yang berlangsung presiden mudah mendapatkan dukungan
selama ini. Transaksi atas dasar kepentingan secara politik dari parlemen guna melancarkan
jangka pendek bisa dikurangi jika fondasi kebijakan politik yang dibuat presiden (Yuda,
koalisi politik berbasiskan kesamaan visi dan 2010).
platform politik. Keenam, pemilu serentak Pemerintahan dengan sistem presidensial
nasional yang dipisahkan dari pemilu serentak adalah suatu sistem pemerintahan dimana
lokal diharapkan dapat meningkatkan kualitas kedudukan eksekutif tidak bertanggungjawab
hasil pilihan masyarakat karena perhatian kepada badan perwakilan rakyat, dengan
pemilih tidak harus terpecah pada pilihan yang kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar
terlampau banyak sekaligus di saat yang sangat pengawasan (langsung) parlemen (Tutik,
terbatas dalam bilik suara (Haris, et.al., 2015). 2010).Dalam tipe ini menurut Mahfud (2010)
Berdasarkan penyelenggaraan pilpres menyebutkan bahwa kedudukan eksekutif tidak
2004, 2009, dan 2014 yang dilakukan setelah tergantung kepada badan perwakilan rakyat,
pemilu legislatif, ditemukan fakta politik adapun dasar hukum kekuasaan eksekutif
bahwa presiden terpaksa harus melakukan dikembalikan kepada pemilihan rakyat.Dalam
negosiasi dan tawar-menawar politik terlebih upaya penguatan sistem presidensial Mark P.
dahulu dengan parpol, sebagai bagian dari Jones (dalam Hanan, 2015) mengungkapkan
konsekuensi logis dukungan demi terpilihnya “.... all evidences indicate the functioning of
sebagai presiden dan dukungan DPR dalam presidential system is greatly enhanced when the
penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu tentu president is providing with a majority or near-
berakibat akan sangat mempengaruhi jalannya majority in the legislature”. Dengan demikian
roda pemerintahan di kemudian hari. Belum bahwa sistem presidensial tergantung pada
lagi negosiasi dan tawar-menawar tersebut dukungan politik yang ada di lembaga legislatif
pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis bagi seorang presiden. Pemilu serentak menjadi
dan sesaat ketimbang bersifat strategis dan salah satu upaya dalam memperkuat sistem
jangka panjang. Maka itu, presiden faktanya pemerintahan presidensial.
menjadi sangat tergantung parpol yang menurut
MK dapat mereduksi posisi presiden dalam Suksesi Pemilu Serentak 2019
menjalankan kekuasaan pemerintahan menurut Dalam upaya mensukseskan hajat bangsa
sistem pemerintahan presidensial (Haris, untukterselenggaranya pemilu serentak tahun
et.al., 2015). Pertimbangan MK inilah yang 2019, diperlukan kerjasama dan sinergitas
menjadi titik tolak pentingnya pemilu serentak semua pihak untuk ikut mensukseskannya.
diproyeksikan dapat memperkuat sistem Setidaknya ada 5 (lima) aspek yang perlu
presidensial. dilakukan dalam upaya suksesi pemilu serentak
Penerapan sistem presidensial yang 2019 yaitu:Pertama, perlunya undang-undang
dikombinasikan dengan sistem multipartai yang aspiratif dan aplikatif sebagai payung
berimplikasi pada minimnya dukungan yang hukum serta desain model pemilu serentak
diperoleh presiden di parlemen. Oleh karenanya 2019.Jika merujuk pada sejarah perundang-
koalisi antar partai dilakukan sebagai upaya undangan sebelum era reformasi 1998, hampir
mendapatkan dukungan di parlemen. Menurut lebih dari tiga puluh tahun dimasa Orde Baru
Giovanni (dalam Isra, 2009) mengemukakan perpolitikan bangsa mencermikan demokrasi
Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019 161

yang kurang sehat, praktek demokrasi di di DPR dan/atau 25 persen suara sah nasional
Indonesia terbelenggu tanpa adanya kebebasan di pemilu sebelumnya untuk pengajuan calon
mengemukakan hak dan pendapat dimuka presiden dan wakil presiden. (b) Parliamentary
umum. Threshold sebesar 4 persen menjadi prasyarat
Hukum yang konservatif memiliki parpol untuk kader/wakilnya dapat duduk
beberapa karakteristik antara lain: (1) Proses sebagai anggota dewan. (c) Sistem Pemilu
pembuatannya sentralistik (tidak partisipatif) yang dipilih dalam pemilu 2019 adaalah sistem
karena didominasi oleh lembaga-lembaga proporsional terbuka. (d) Dapil Magnitude
negara yang dibentuk secara tidak demokrastis 3-10, yaitu alokasi daerah pemilihan yakni
pula oleh negara. Di sini peran lembaga rentang jumlah kursi anggota DPR di setiap
peradilan dan kekuatan-kekuatan masyarakat daerah pemilihan. Berdasarkan Pasal 22 ayat
sangat sumir; (2) Isinya bersifat positivist- (2) UU Nomor 8/2012 disebutkan jumlah kursi
instrumentalistik (tidak aspiratif) dalam arti di setiap dapil anggota DPR paling sedikit 3
lebih mencerminkan kehendak penguasa kursi dan paling banyak 10 kursi. (e) Metode
karena sejak semula hukum telah dijadikan konversi suara model Sainte Lague murni,
alat (instrumen) pembenar yang akan maupun metode sainte lague ini dalam melakukan
(terlanjur) dilakukan oleh pemegang kekuasaan penghitungan suara bersifat proporsional yaitu
yang dominan; (3) Lingkup isinya bersifat tidak ada pembedaan dan tidak memihak apakah
open responsive (tidak responsif) sehingga itu partai kecil ataupun partai besar. Metode
mudah ditafsir secara sepihak dan dipaksakan konversi suara ini mempengaruhi jumlah kursi
penerimanya oleh pemegang kekuasaan negara; setiap parpol yang lolos ke DPR. Metode
(4) Pelaksanaannya lebih mengutamakan sainte lague murni menerapkan bilangan
program dan kebijakan sektoral jangka pendek pembagi suara berangka ganjil seperti, 1, 3, 5,
daripada menegakkan aturan-aturan hukum 7, 9, dan seterusnya. Metode sainte lague ini
yang resmi berlaku; (5) Penegakannya lebih dalam melakukan penghitungan suara bersifat
mengutamakan perlindungan korp sehingga proporsional yaitu tidak ada pembedaan dan
tidak jarang pembelokan kasus hukum oleh tidak memihak apakah itu partai kecil ataupun
aparat dengan mengaburkan kasus pelanggaran partai besar (Detik.com, 2017).
menjadi kasus prosedur atau menampilkan Kedua, perlunya penyelenggara pemilu
kambang hitam sebagai pelaku yang harus yang kapabel dan profesional.Secara khusus
dihukum (Mahfud, 2004). komisioner KPU periode 2017-2022 memiliki
Karakteristik hukum konservatif tersebut di tanggungjawab lebih berat dalam menjalankan
atas menjadi tidak relevan dalam konteks saat ini, tugasnya, mereka akan mengambil alih proses
era reformasi menuntut hukum dan perundangan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2018 yang
yang dibuat harus lebih aspiratif, responsif, saat ini sudah dipersiapkan oleh komisioner
dan aplikatif untuk kepentingan bangsa dan KPU sebelumnya. Tugas berat lainnya adalah
negara. Formulasi perundang-undangan harus melakukan perencanaan pelaksanaan pemilu
mampu menampung aspirasi pemikiran lapisan serentak 2019 yang belum pernah ada contoh-
masyarakat dan karakteristik bangsa Indonesia nya di negeri ini, hal ini tentu memerlukan
sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat konsolidasi dan kekompakan internal KPU
diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan dalammelakukan manajerial pemilu mendatang.
disahkannya UU Pemilu 2019 tentu masyarakat KPU sebagai lembaga resmi penyelenggara
berharap bahwa Pemilu 2019 dapat menjadi lebih pemilu memiliki tanggungjawab besar dalam
baik lagi dibandingkan dengan model dan sistem melaksanakan pemilu yang profesional, mandiri,
pemilu sebelumnya. UU Pemiluharus menjadi berintegrasi dan bebas dari kepentingan politik.
semangat bersama dalam membenahi sistem Komisioner KPU tidak hanya dituntut cakap
pemilu di Indonesia sehingga mutu demokrasi di dan kapabel dalam menjalankan tanggungjawab
Indonesia semakin baik. menyelenggarakanpemilu, tapi juga tuntutan
UU Pemilu 2019 telah disahkan dengan netralitas dari sikap dan pandangan politiknya.
pilihan opsi A yang berisi: (a) Presidential Dalam catatan Perludem hal lain yang
Threshold sebesar 20-25 persen, aturan ini perlu dilakukan dalam penyelenggaraan pemilu
mensyaratkan partai politik atau gabungan adalah perlunya penguatan Bawaslu sebagai
parpol harus memiliki 20 persen jumlah kursi suatu badan pengawas pemilu, yakni dengan
162 Triono

memberikan kewenangan quasiyudisial. Yaitu, anggaran biaya pemilu maka masyarakat


berupa fungsi ajudikasi (perwasitan), sehingga akanlebih tahu dan ikut berpartisipasi dalam
Bawaslu bisa memutus pelanggaran dan proses efektivitas pembiayaan pemilu.
sengketa pemilu (Husein, 2014). Posisi Bawaslu Keempat, perlunya kesiapanpartai politik
yang saat ini terkesan hanya sebagai pengawas dalam pemilu serentak. Diperlukan kesiapan
pemilu saja perlu diberikan kewenangan yang dalam manajerial organisasi di internal partai
lebih besar terutama dalam mensikapi dan politik sehingga bisa ikut menjadi peserta
menindak sengketa yang muncul dalam pemilu. pemilu serentak 2019 serta kesiapan manajerial
Ketiga, perlunya uji publik efektivitas eksternal partai politik dalam membangun
pembiayaan pemilu serentak. Jika melihat komunikasi politik dengan partai politik lainnya
pada data Bappenas penyelenggaraan pemilu serta dengan masyarakat. Dalam perkembangan
2009 yang mencapai 8,5 triliun dan mengalami sistem politik Indonesia telah menempatkan
kenaikan biaya pada pemilu 2014 yang partai politik sebagai pilar utama penyangga
mencapai 16 triliun (Antara, 2017). Maka jalannya demokrasi, keberadaan partai politik
secara logika pelaksanaan pemilu serentak 2019 menjadi ciri bahwa demokrasi masih berjalan
seyogyanya membutuhkan biaya yang lebih dengan baik di Indonesia. Dalam UU Nomor 2
murah dan minim. Hal ini dikarenakan model Tahun 2011 Tentang Partai Politik disebutkan
pemilu 2019 akan berbeda dengan skema model bahwa “Partai Politik adalah organisasi yang
pemilu sebelumnya. Penyelenggaraan Pemilu bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
legislatif dan Presiden dan Wakil Presiden warga negara Indonesia secara sukarela atas
tahun 2009 dan 2014 dilakukan secara terpisah, dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
sedangkan rencana pelaksanaan pemilu 2019 memperjuangkan dan membela kepentingan
akan dilakukan secara serentak dalam hari yang politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,
sama untuk memilih anggota legislatif,serta serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
memilih presiden dan wakil presiden. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
Biaya penyelenggaraan pemilu 2019 yang dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
berasal dari APBN harus benar-benar dibuat Indonesia Tahun 1945”. Substansinya adalah
lebih efisien dan efektif. Penyelenggaraan partai politik dapat ikut berperan aktif
pemilu yang bersih, transparan dan akuntabel dalam menegakan demokrasi dan kesatuan
dalam pengelolaan uang negara akan mening- NKRI. Diantara peran partai politik adalah
katkan kepercayaan masyarakat kepada negara. dengan memberikan pendidikan politik yang
Penyelenggara pemilu dapat melakukan berkarakter kebangsaan kepada masyarakat.
efisiensi anggaran terutama dalam penyediaan Pendidikan politik ini menjadi penting sebagai
logistik pemilu dan sosialisasi pemilu. Dalam sarana partai politik dalam upaya mencerdaskan
hal efisiensi logistik KPU dapat menggunakan kehidupan bangsa.
kotak pemungutan suara, tinta dan alat Pemilu serentak 2019 akan memberikan
pencoblos ekspilkada serentak 2018 sedangkan implikasi pada sistem penyelenggaraan pemilu.
untuk pelaksanaan sosialisasi pemilu, KPU KPU berupaya melakukan sistem digitaliasi
dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan dalamproses validasi partai peserta pemilu.
seperti sekolah, kampus, dan pondok pesantren. Salah satu upaya KPU adalah dengan menerap-
Berdasarkan riset Indonesia Budget kan aturan baru bahwa seluruh partai politik
Center (IBC) untuk Pemilu tahun 2004 dan 2009 peserta pemilu wajib mengikuti Sistem Infor-
beberapa titik yang rawan dalam pengelolaan masi Partai Politik (Sipol) secara online. Sistem
anggaran pemilu adalah terkait dengan urusan ini menjadi penting karena parpol bisa meng-
logistik yaitu: lelang kotak suara, lelang kertas input berbagai data parpol yang menjadi bahan
suara, sistem distribusi logistik, dan lelang tinta verifikasi sebagai peserta pemilu, seperti jumlah
(Gresnews.com, 2014). Lemahnya pengawasan anggota, visi-misi, dan berkas administrasi
anggaran pemilu juga sering terjadi pada lainnya. Adanya perubahan sistem ini tentu
anggaran pengamanan dan pengawasan serta menjadi tantangan bagi partai politik untuk lebih
adanya rangkap anggaran sosialisasi pemilu siap dan memperbaiki manajerial administrasi
antar satu kementerian dengan kementerian organisasi partainya.
lainnya. Dengan dilakukannya proses sosialisasi Kelima, perlunya sosialisasi politik dan
kepada masyarakat sejak pembuatan rencana partisipasi masyarakat. Dalam upaya suksesi
Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019 163

pelaksanaan pemilu serentak 2019, masyarakat 2019, penyelenggara pemilu yang kapabel dan
menjadi obyek penting dalam suksesnya profesional, efektivitas pembiayaan pemilu
pelaksanaan pemilu serentak. Masyarakat serentak yang lebih pro rakyat, kesiapan partai
sebagai pemberi mandat memiliki hak untuk politik dalam pemilu serentak, dan perlunya
tahu tentang sistem pemilu serentak. Maka sosialisasi politik dan partisipasi masyarakat.
menjadi penting adalah tentang kesiapan masya- Secara teoritik pemilu serentak 2019 sangat
rakat dalam pemilu serentak 2019. Menurut memungkinkan untuk dilaksanakan dalam
Pahlevi et.al. (2015) kesiapan yang dimaksud satu hari dan pada hari yang sama yakni untuk
adalah kesadaran politik yang lebih baik pemilu legislatif anggota DPR, DPD, DPRD,
serta tingkat partisipasi masyarakat dalam dan pemilu presiden dan wakil presiden.
penyelenggaraan pemilu. Jika dikatakan bahwa Namun, yang perlu menjadi kesepakatan
masyarakat sekarang sudah pintar tetapi bersama adalah pemilu hanya sebuah
dimaknai bahwa siapa saja yang memberikan instrumen dalam sistem demokrasi, instrumen
iming-iming akan diterima tetapi ketika ini tentunya dapat disesuaikan dan diubah
memilih adalah urusan pribadi, harus diubah tergantung dengan kondisional dan tujuan
bahwa kesadaran politik itu benar-benar dimulai suatu negara. Hal yang perlu dijunjung tinggi
sejak awal tahapan pemilihan hingga akhir pada bersama adalah kepentingan bangsa dan NKRI
saat memilih bahwa tidak ada istilah menolerir harus menjadi tujuan dan prioritas yang paling
money politic dalam bentuk apapun. Penting utama.
kiranya sejak awal membangun kesadaran
politik masyarakat dalam melahirkan pemilu DAFTAR PUSTAKA
yang bersih dan jurdil, adanya sosialisasi
politik yang terencana dan terprogram secara Antaranews.com. (2013, Maret 15). Rp 16
kontinuakanmeningkatkan partisipasi politik Triliun Biaya Pemilu 2014. Retrieved
masyarakat untuk ambil bagian dalam suksesi Juli 22, 2017, from https://www.
pemilu serentak 2019. antaranews.com/berita/363483/rp16-
triliun-biaya-pemilu2014
SIMPULAN Asshiddiqie, J. (2007). Pokok-Pokok Hukum
Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.
Pelaksanaan pemilu serentak 2019 masih sekitar Jakarta: Buana Ilmu Populer.
dua tahun lagi. Namun masih banyak persoalan
pemilu serentak yang belum terselesaikan, ____________. (2010). Konstitusi dan Konsti-
banyaknya persoalan yang harus diselesaikan tusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar
membutuhkan kesolidan dan sinergitas dari Grafika.
seluruh anak bangsa. Bagaimana konsep dan Bisariyadi, (2012). “Komparasi Mekanisme
model pemilu serentak 2019 yang paling efektif Penyelesaian Sengketa Pemilu di
untuk dilaksanakan serta bagaimana kesiapan Beberapa Negara Penganut Paham
dari penyelenggaraan pemilu menjadi persoalan Demokrasi Konstitusional. Jurnal
utama yang harus dicari solusinya. Undang- Konstitusi. 9 (3).
undang Pemilu 2019 yang telah disahkan
bersama antara DPR dan Pemerintah menjadi Gressnews.com. (2014, Januari 24). Lima
pertaruhan sinergitas eksekutif dan legislatif Titik Rawan Korupsi Dana Pemilu
dalam meningkatkan mutu dan kualitas sistem 2014. Retrieved April 1, 2017, from
pemilu di Indonesia. Apapun hasil keputusan http://www.gresnews.com/Berita/
MK terkait UU Pemilu yang saat ini masih Politik/1830241-Lima-Titik-Rawan-
dalam proses uji materi harus diterima dengan Korupsi-Dana-Pemilu 2014/0/
legowo oleh semua pihak dalam menjaga Hanan, D. (2015). “Memperkuat Presidensi-
keamanan dan suksesnya Pemilu serentak 2019. alisme Multipartai di Indonesia: Pemi-
Efektivitas pemilu serentak 2019 dapat dilak- lu sentak,SistemPemilu,danSistem-
sanakan dengan baik setidaknya dengan Kepartaian”.http://www.puskapol.
memperkuat 5 aspek utama yaitu: UU Pemilu ui.ac.id/wpcontent/uploads/2015/02/
yang aspiratif dan aplikatif sebagai payung Makalah Djayadi-Hanan.pdf
hukum serta desain model pemilu serentak
164 Triono

Haris, S. (2015). Position Paper: Pemilu Nuryanti, S. (2015). “Menyiapkan Tata


Nasional Serentak 2019. Jakarta: Kelola Pemilu Serentak 2019”. Jurnal
Electoral
Research Institute. Lembaga Penelitian Politik, Volume 12 No. 1
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Juni 2015. Hlm. 3.
Husein, H. (2014). Pemilu Indonesia: Fakta, Pahlevi, I.(2015). Pemilu Serentak dalam
Angka, Analisis, dan Studi Banding. Sistem Pemerintahan Indonesia.
Jakarta: Perludem. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza
Isra, S. (2009). “Pemilihan Presiden Grafika.
Langsung dan Problematika Koalisi Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Perkara
dalam Sistem Presidensial”. Jurnal Nomor 14/PUU-XI/2013 Uji Materi UU
Konstitusi, II, No. 1. Juni 2009. Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu
MD, M. M. (2004). “Langkah Politik dan Presiden dan Wakil Presiden.
Bingkai Paradikmatik dalam Penegakan Surbakti, R. (2011). Merancang Sistem Politik
Hukum Kita”. Makalah. Bahan Kumpulan Demokratis: Menuju Pemerintahan
Perkuliahan Pasca Sarjana FH UI. Presidensial yang Efektif. Buku I.
____________ (2010). Membangun Politik Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Hukum, Menegakan Konstitusi. Pemerintahan.
Jakarta: Rajawali Press. Tutik, T. T. (2010). Konstruksi Hukum Tata Negara
News.detik.com. (2017, Juli 21). Sudah Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945.
disahkan ini 5 isu krusial di UU Pemilu. Jakarta: Prenada Media Group.
Retrieved Juli 22, 2017, from https:// Undang Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang
news.detik.com/berita/d-3568067/sudah- Partai Politik
disahkan-ini-5-isu-krusial-di-uu-pemilu Yuda, H. (2010). Presidensialisme Setengah
Nurtjahjo, H. (2006). Filsafat Demokrasi. Hati dari Dilema ke Kompromi.Jakarta:
Jakarta: Bumi Aksara. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai