Dosen Pengampu:
Ns.Priyanto, S.Kep., M.Kep., Sp.MB(K)
Disusun oleh:
Kelompok 3
1. Adhi Noor Syaifuddin
2. Anita Ratnasari
3. Astrid Kartikaningrum
4. Desti Julfitriah
5. Dwi Cahyo Nugroho
6. I Kadek Juli Sudiantara
7. I Wayan Nuribek
8. Ni Komang Suarni
9. Ni Wayan Muliarti
10. Rindu Yulian Putra
A. Luka
1. Definisi
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara
spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.. Luka adalah
terputusnya kontinuitas suatu jaringan tubuh yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu aktivitas fisik.
2. Macam -macam luka
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)
biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang
luka diikat (Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan
dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti
oleh kaca atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi
pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio)
3. Proses Penyembuhan Luka
a. Tahap respons inflamasi akut terhadap cedera
Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini, terjadi proses
homeostatis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator
lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan
migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak.
b. Tahap destruktif
Pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit
polimorfonuklear dan makrofag.
c. Tahap poliferatif
Pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi
luka.
d. Tahap maturasi
Pada tahap ini, terjadi reepitelasi, kontraksi luka dan organisasi
jaringan ikat.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a. Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran
darah yang baik untuk pertumbuhan sel atau perbaikan sel,
b. Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikna sel
membutuhkan kadar protein yang cukup, oleh sebab itu orang yang
mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan
mengalami proses penyembuhan lama.
c. Usia
Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan denganpertumbuhan atau
kematangan susia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan
dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat
proses penyembuan luka.
d. Penyakit lain
Adanya penyakit lain seperti diabetes melitus dan ginjal dapat
memperlambat proses penyembuhan luka.
e. Nutrisi
Unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan zat gizi yang terdapat di dalamnya. Vitamin A untuk proses
epitelisasi dan sintesis protein, vitamin B kompleks sebagai fibroblas
dan mencegah adanya infeksi serta membentuk kapiler-kapiler darah
dan vitamin K membantu sintesis prorombin dan berfungsi sebagai zat
pembekuan darah.
f. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress
Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan,
merokok atau stress akan mengalami proses penyembuhan luka yang
lebih lama.
B. Heacting
1. Definisi
Heacting atau penjahitan adalah tindakan untuk menyatukan
menghubungkan kembali jaringan tubuh yang terputus atau terpotong
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu
(memastikan hemostatis) mencegah infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan.
2. Macam-macam jahitan luka
a. Jahitan Simpul Tunggal/Jahitan Terputus Sederhana/Simple Inerrupted
Suture Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai dan dapat
diaplikasikan pada semua luka.
Teknik :
1) Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah
sampai 1 cm ditepi luka dan sekaligus mengambil jaringan
subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara tegak
lurus pada atau searah garis luka.
2) Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable dengan
jarak antara 1cm.
3) Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan
4) Benang dipotong kurang lebih 1 cm.
b. Jahitan terputus sederhana banyak dipakai untuk menjahit luka di kulit,
karena apabila ada pus (cairan) dapat dilepas satu atau dua jahitan dan
membiarkan yang lain.
c. Jahitan Matras Vertikal/Vertical Mattress suture/Donati/ Near to near
and far to bar
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian
dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka
oleh jahitan ini. Jahitan matras vertikal berguna untuk mendapatkan
tepi luka secara tepat, tetapi tidak boleh dipakai di tempat-tempat yang
vaskularisasinya kurang.
Langkah-langkah penjahitan matras vertikal pada prinsipnya sama
seperti pada jahitan kulit terputus, perbedaan beberapa jenis jahitan
adalah pada arah lintasan benangnya dan mungkin juga letak
simpulnya. Pada jahitan ini jarak antara kedua penusukan lebih lebar
karena akan dipakai untuk dua kali penusukan, dan sebelum dilakukan
pembuatan simpul jarum kembali ditusukkan pada kulit dekat tepi
luka, kemudian di arahkan keluar ke tepi luka dengan tidak terlalu
dalam.
Selanjutnya dengan bantuan pinset chirurgis tepi kulit di
seberangnya diangkat untuk dilakukan penusukan dari arah dalam tepi
luka sejajar dengan tempat keluarnya jarum dari kulit seberangnya dan
menembus ke arah kulit luar dekat tepi luka dengan jarak sama dengan
tempat penusukan kedua pada tepi luka seberangnya. Pembuatan
simpul dilakukan dengan mempertemukan dua ujung benang panjang
dan pendek, dengan teknik sama dengan pada jahitan kulit terputus.
d. Jahitan matras Horizontal/Horizontal Mattress suture/Interrupted
mattress
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari
tusukan pertama.Memberikan hasil jahitan yang kuat. Jahitan matras
horizontal untuk menautkan fascia, tetapi tidak boleh digunakan untuk
menjahit subkutis karena kulit akan bergelombang.
Teknik jahitan sama seperti pada jahitan matras vertikal akan
tetapi dengan arah horizontal.
b) Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit
daerah usus besar, ginjal, limpa, hati
Untuk jarum tajam hampir selalu dipakai untuk semua jaringan, kecuali
untuk organ yang berlubang.
Daftar Pustaka