Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ISPA

(INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing : Ns. Erni Suprapti, M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. ALFATIHAH HANIEFA A.F (16.004)

2. ARIFA NUR KHASANAH (16.010)

3. ENGGAR DWI PRASETIYO (16.029)

4. MUHAMMAD ILHAM .H (16.062)

5. NOVIA ARIANI (16.067)

6. RUWITA DUWIYANTI (16.087)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan tugas
“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan ISPA” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Anak dari dosen pengampu Ns. Erni Suprapti, M.Kep.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan atau petunjuk
maupun pedoman bagi yang membaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun akan kami terima
dengan hati terbuka agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
Demikian yang dapan kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya
kami ucapkan terima kasih.

Semarang, 18 April 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini penyakit ISPA masih menjadi masalah di Indonesia. ISPA
merupakan penyebab utama kematian balita. Dari sekitar 450.000 kematian
balita yang terjadi setiap tahun diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan
karena ISPA. Dengan kata lain setiap hari terjadi kematian balita akibat ISPA
selalu menepati kelompok penyakit terbanyak di sarana kesehatan dan ISPA
Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita.
Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama-sama dengan malnutrisi
dan diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak
Balita di Negara berkembang (Sharma et al., 1998).
Di Indonesia angka kematian ISPA diperkiraka mencapai 20%. Hingga
saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut ). ISPA masih merupakan masalah
kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang
cukup tinggi yaitu kira0kira 1 dari 4 kematian terjadi. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40% - 60% dari
kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim, 2009).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke
saluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang
disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada
bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia
sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama
terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang,
beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit
dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka
kejadian ISPA terutama pada Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20%
- 30% kematian anak Balita (Depkes RI, 2000). ISPA juga merupakan salah
satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40%
- 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di
bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dirjen
P2ML, 2000). Host, lingkungan dan sosiokultural merupakan beberapa
variabel yang dapat mempengaruhi insiden dan keparahan penyakit infeksi
saluran pernafasan akut (Sharma et al., 1998).
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam
pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari infeksi saluran
pernapasan akut ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang
dirasakan perlu untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan
diharapkan dapat bermanfaat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami konsep dasar medis dan asuhan keperawatan penyakit
ISPA pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami konsep dasar medis penyakit ISPA (definisi,
etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis, pengobatan dan
pemeriksaan penunjang) pada anak.
b. Untuk memahami konsep asuhan keperawatan penyakit ISPA
(pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi) pada anak dengan tepat.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk
dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga,
radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan
infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah
satunya adalah Pneumonia.(WHO)
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan
gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang
berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2000).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai
angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi
agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut
mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan,
daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca
(Whaley and Wong; 1991; 1419).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi
dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 450).
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau
disertai radang parenkim paru (Mohamad, 35)
ISPA adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran
pernapasan di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian
saluran pernapasan atas dan bawah secara simultan atau berurutan (Nelson,
edisi 15)
B. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat
paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
a. Faktor Pencetus ISPA
1. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak
yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya
lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.
3. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-
kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit
ISPA pada anak.
b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA
1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai
dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang
sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap
serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya
akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada
Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi
Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan
masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan
pemberantasan penyakit ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman
bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong
terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA.
Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu
dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhinya.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA.
Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan
tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat
pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif
terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita
agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan
rumah sehat dan lingkungan sehat.
5. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas
buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan
ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula
perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan,
merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc
streptococus, clamydia trachomatis, mycoplasma danstaphylococus,
haemophylus influenzae, pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu
angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena
mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang
dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan
penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan
adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan
nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses
terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan
yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu
alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and
Wong; 1991; 1420).
C. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri
ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,
dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak
infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan
pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui
pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu :
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan
membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau
bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
2. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
3. Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda
kernig dan brudzinski.
4. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
5. Vomiting
Biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
6. Diare (mild transient diare)
Seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi
virus.
7. Abdominal pain
Nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
8. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal
Pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena
banyaknya sekret.
9. Batuk
Merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
10. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
F. Pengobatan
1. Simptomatik :
a. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti
parasetamol danaspirin.
b. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu. Contoh :
dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil propanolamin. Contoh
antialergiadalah dipenhidramin.
c. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida.
d. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
e. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh :
dekstrometorfan.
2. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
3. Antibiotik :
a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab.
b. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus.
c. Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan
oleh virus karena antibiotik tidak dapat membunuh virus. Antibiotik
diberikan jika gejala memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang
disebabkan oleh bakteri.
d. Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,
Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil
penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
e. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat
dilihat pada lampiran.
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap
6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal
dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan
hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan
tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas
usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar
selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan
antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali
kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap
darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika
diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan
sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini.
c. Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
d. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu
dan padat penduduknya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,
apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan
dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung
serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan
dalam penciuman
g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah
kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah
ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan
Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1. Inspeksi
a. Membran mukosa- faring tamppak kemerahan.
b. Tonsil tampak kemerahan dan edema.
c. Tampak batuk tidak produktif .
d. Tidak ada jaringan parut dan leher .
e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
2. Palpasi
a. Adanya demam.
b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
3. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung,
lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising
usus/tidak.
k. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna
rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada
kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia
minora tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta
kelainan bentuk.
B. Diagnosa Keperawatan
1. (00031)Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis
2. (00007) Hipertermi berhubungan penyakit
3. (00002) ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan
C. Intervensi
1. (00031)Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis
NOC NIC
Status pernafasan (0415) Manajemen jalan napas (3140)
a. Frekuensi pernafasan a. Membuka jalan nafas, dengan
ditingkatkan dari skala 1 menggunakan teknik jaw thrust
(deviasi berat dari kisaran yang sesuai.
normal ke skala 5 (tidak ada b. Posisikan pasien untuk
deviasi dari jisaran normal) memaksimalkan potensi ventilasi
b. Irama pernafasan ditingkatkan c. Mengidentifikasikan
dari skala 1 (deviasi berat dari reguingactual/potensi nafas
kisaran normal ke skala 5 (tidak penyisipan pasien
ada deviasi dari jisaran normal) d. Masukkan jalan nafas melalui
c. Suara auskultasi nafas mulut atau nasofaring yang
ditingkatkan dari skala 1 sesuai
(deviasi berat dari kisaran
e. Melakukan fisioterapi dada yang
normal ke skala 5 (tidak ada
deviasi dari jisaran normal) sesuai
f. Bersihkan sekret dengan
menganjurkan batuk atau suction
g. Mendorong lambat balik
pernafasan dan batuk
h. Menggunakan teknik
menyenangkan untuk mendorong
pernafasan dalam untuk anak-
anak
i. Mengintruksikan cara batuk
efektif
j. Membantu dengan spirometer
insetif yang sesuai
k. Auskultasi bunyi nafas, mencatat
daerah menurun atau hilangnya
ventilasi atau bunyi tambahan
l. Melakukan endotrakea
pengisapan yang sesuai
m. Mengelola bronkodilator yang
sesuai
n. Memonitor pernafasan dan status
oksigenasi yang sesuai
2. (00007) Hipertermi berhubungan penyakit
NOC NIC
Termoregulasi (0800) Perawatan Demam (3740)
a. peningkatan suhu kulit a. Pantau suhu dan tanda-tanda
ditingkatkan dari skala 2 vital lainnya
(banyak terganggu) ke skala 5 b. Monitor warna kulit dan suhu
(tidak ada) c. Kolaborasi pemberian terapi
b. hipertermi ditingkatkan dari antipiretik, antibiotik atau agen
skala 2 (banyak terganggu) ke anti menggigil
skala 5 (tidak ada) d. Tutup pasien dengan selimut
c. perubahan warna kulit atau pakaian ringan tergantung
ditingkatkan dari skala 2 pada fase demam
(banyak terganggu) ke skala 5 e. Dorong konsumsi cairan
(tidak ada) f. Fasilitasi istirahat, terapkan
d. dehidrasi ditingkatkan dari pembatasan aktivitas: jika
skala 2 (banyak terganggu) ke diperlukan
skala 5 (tidak ada) g. Mandikan pasien dengan spons
hangat dengan hati-hati (yaitu:
berikan pada pasien dengan
suhu yang sangat tinggi, tidak
memberikannya selama fase
dingin dan hindari agar pasien
tidak menggigil)
h. Pantau komplikasi yang
berhubungan dengan demam
serta tanda dan gejala, kondisi
penyebab demam.
i. Lembabkan bibir dan mukosa
hidung yang kering
3. (00002) ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan
NOC NIC
Status nutrisi (1004) Manajemen Nutrisi (1100)
a. Asupan nutrisi ditingkatkan dari a. Tentukan status gizi dan
skala 2 (banyak menyimpang kemampuan untuk memenuhi
dari rentang normal) ke skala 5 kebutuhan gizi pasien
(tidak menyimpang dari rentang b. Identifikasi alergi atau intoleransi
normal) makanan
b. Asupan makanan ditingkatkan c. Tentukan preferensi makanan
dari skala 2 (banyak pasien
menyimpang dari rentang d. Beritahu pasien tentang
normal) ke skala 5 (tidak kebutuhan gizi
menyimpang dari rentang e. Bantu pasien dalam menentukan
normal) pedoman atau gizi seimbang
c. Energi ditingkatkan dari skala 2 f. Tentukan jumlah kalori dan jenis
(banyak menyimpang dari
nutrisi yang dibutuhkan untuk
rentang normal) ke skala 5 (tidak
menyimpang dari rentang memenuhi kebutuhan gizi
normal)
g. Sediakan pilihan makanan sambil
menawarkan bimbingan terhadap
pilihan yang lebih sehat , jika
perlu
h. Atur pola makan ( menyediakan
makanan protein tinggi ,
menyarankan menggunakan
bumbu dan rempah-rempah
sebagai alternatif untuk garam
menyediakan pengganti gula ,
menambah atau mengurangi
kalori , menambah atau
mengurangi vitamin , mineral
atau suplemen
i. Bantu pasien dengan perawatan
mulut sebelum makan
j. Pastikan pasien menggunakan
gigi palsu yang pas
k. Beri obat sebelum makan
l. Dorong pasien untuk duduk
dalam posisi tegak di kursi , jika
memungkinkan
m. Pastikan makanan disajikan
dengan cara yang menarik dan
pada suhu yang paling cocok
untuk konsumsi optimal
n. Dorong keluarga untuk
membawa favorit pasien
makanan saat berada di fasilitas
perawatan rumah sakit
Bantu pasien dengan membuka
paket , memotong makanan , dan
makan , jika diperlukan
o. Anjurkan pasien pada modifikasi
diet yang diperlukan
p. Anjurkan pasien pada kebutuhan
diet untuk keadaan penyakit (
untuk pasien dengan penyakit
ginjal , membatasi natrium ,
kalium , protein , dan cairan )
q. Anjurkan pasien pada kebutuhan
makanan spesifict berdasarkan
pengembangan atau usia
r. Tawarkan makanan ringan Dende
nutrien
s. Pastikan diet yang mencakup
makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi
t. Monitor kalori dan asupan
makanan
u. Pantau tren dalam penurunan
berat badan dan keuntungan
v. Anjurkan pasien untuk memantau
kalori dan asupan makanan

D. Implementasi
E. Evaluasi
BAB IV
PENUTUP

ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Faktor pencetus terjadinya ISPA antara lain : usia, status
imunisasi dan lingkungan, selain itu juga terdapat faktor pendukung terjadinnya
ISPA yaitu status ekonomi, kependudukan, geografi dan perilaku hidup bersih dan
sehat. Karena ISPA merupakan penyebab utama kematian pada balita, maka
diharapkan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu pemberian
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan
dilaksanakan secara berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai