Anda di halaman 1dari 3

Tips Mengurangi Sampah Elektronik

July 2, 2015Riyandi RahmatEnvironment Article

Volume sampah elektronik terus bertambah setiap tahunnya, data Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan tahun 2014, tercatat 19.300 ton sampah elektronik dari sekitar 2.000 industri besar. Dan belum
termasuk data dari sektor rumah tangga dan industri kecil-menengah.

Data lainnya menunjukan setiap tahun, antara 20-50 juta ton limbah elektronik (e-waste) dibuang tanpa
diproses dengan cara yang ramah lingkungan, menurut data PBB. E-waste bisa menjadi ancaman serius bagi
lingkungan dan manusia karena ia adalah sumber toksin, termasuk zat karsinogenik. Setelah dibuang, zat dari
e-waste masuk ke tanah, kemudian ke air, dan akhirnya dapat mencemari rumah kita melalui keran air.

Berikut Tips mengurangi sampah elektronik ini supaya tidak makin banyak sampah yang menumpuk.

1. Mengurangi pembelian alat elektronik yang tidak menjadi prioritas. Selain mengurangi terjadinya calon
sampah elektronik cara ini juga ampuh untuk mengajarkan kita membelanjakan uang pada kebutuhan yang
tepat

2. Kalau Handphone tidak rusak, diusahakan tidak membeli yang baru.

3. Beli produk yang bisa di-upgrade dengan mudah. Meski mungkin harganya bisa lebih mahal tapi kalau
punya daya tahan yang jauh lebih baik kenapa tidak. Apalagi kalau produk ini bisa di-upgrade secara partisi
sehingga kalau ada teknologi baru kita hanya mengganti sebagian aja.

4. Pilih baterai yang bisa diisi ulang (rechargeable). Meski sedikit lebih mahal, tapi daya tahannya juga lebih
lama dan yang penting adalah mengurangi limbah baterai sekali pakai yang bisa mencemari lingkungan.

5. Olah e-waste yang kita hasilkan secara ramah lingkungan. Saat ini sudah mulai bermunculan perusahaan
pengolah sampah elektronik dan mau menerima sampah elektronik secara personal .

Sumber : kompas.com, www.ecoyouthtoyota.com

"Kalau dibuang, susah terurai. Kalau disimpan di laci bertahun-tahun akan membusuk, bahkan
beracun. Padahal Indonesia salah satu negara dengan konsumsi elektronik terbanyak," ujarnya.

Menurut RJ, sampah elektronik harus didaur ulang dengan cara yang baik karena akan berbahaya
jika terjadi kontak langsung dengan tubuh sehingga chipset perangkat harus diambil terlebih
dulu.
Tidak hanya kepada tubuh, sampah elektronik akan menjadi berbahaya jika bersentuhan dengan
tanah. Sebab, tanah mudah terkontaminasi dengan racun sampah elektronik.

Mendaur ulang sampah elektronik dengan cara dibakar, menurut RJ, justru paling
membahayakan karena udara akan tercemar oleh racun D3 yang akan dihirup manusia.

Untuk mendaur ulang sampah elektronik, RJ bekerja sama dengan PT TES-AMM Indonesia
yang mendaur ulang sampah elektronik dengan cara pemisahan berdasarkan bahan, misalnya
logam dan plastik.

"Misalnya handphone. Hp terbuat dari plastik dan logam. Kami bongkar, dipisahkan, nanti kami
daur ulang sesuai dengan bahan dasar," kata Chandra Paramita, Manager Marketing PT TES-
AMM Indonesia. "Setelah didaur ulang, nanti bisa kembali ke bahan dasar."

Chandra mengaku bertemu dengan RJ pada sebuah kesempatan. Dia mengatakan perusahaan
yang memiliki pabrik daur ulang di Cikarang itu memiliki visi sama dengan RJ.

Setelah mengumpulkan tugas sekolahnya tersebut, RJ yang saat itu masih berusia 11 tahun,
menjadikannya buku yang diberi judul E-Waste (Sampah Elektronik)".

"Tugas dalam bahasa Inggris aku terjemahkan dalam bahasa Indonesia dan aku tambahkan lebih
banyak informasi di dalamnya untuk menjadi buku," ujar RJ.

"Dengan buku ini, aku ingin meningkatkan kesadaran orang-orang. Selama ini sampah hanya
dibedakan antara organik dan anorganik. Padahal sampah elektronik lebih berbahaya," ucapnya.

Kini RJ memiliki 10 kotak sampah elektronik e-Waste. Dua di antaranya ditempatkan di SD


tempat ia bersekolah dulu, SD Cikal, satu di SMP Labschool, dan sisanya akan ditempatkan di
area publik.

ANTARA

Daur Ulang Sampah Elektronik Rumahan

Teknologi terus berkembang setiap harinya. Dalam waktu bulanan, banyak produsen mengeluarkan
produk terbarunya yang lebih canggih dibanding versi sebelumnya. Pasar perkembangan teknologi juga
terus berkembang. Konsumen di negara berkembang pun telah menjadikan gadget sebagai simbol
status sosial.

Tidak terkecuali di Indonesia, kalangan tertentu di masyarakat cenderung mengikuti tren kemajuan
teknologi dengan membeli barang elektronik baru yang lebih canggih. Satu orang bisa jadi punya 5
telepon genggam dan yang ia gunakan hanyalah yang terbaru. Lalu mau diapakan barang elektronik
yang lama?

Percepatan pertumbuhan teknologi ini nyatanya jadi masalah lingkungan. Gadget lama yang tidak
digunakan lagi pada akhirnya menjadi limbah elektronik. Menurut Greenpeace, ada sekitar 20 sampai 50
juta ton limbah elektronik di dunia setiap tahunnya. Limbah ini merupakan sampah padat yang mana
jumlah totalnya mencapai sekitar lima persen dari seluruh sampah perkotaan. Namun sebenarnya ada
suatu cara untuk mendaur ulang limbah elektronik ini.

Para ahli saat ini melihat bahwa barang elektronik seperti ponsel, kulkas, setrika, komputer, mesin cuci,
televisi, AC, dll, sebenarnya memiliki nilai material yang berharga. Mendaur ulang barang elektronik
bekas dapat mengurangi emisi karbon. Barang elektronik umumnya dibuat dengan material timbal,
kadmium, bromin, plastik, yang masih memiliki nilai ekonomis.

Consumer Electronics Association adalah produsen barang elektronik di Amerika yang giat mendorong
orang untuk mau mendaur ulang limbah elektronik. Perusahaan ini telah menyebarkan virus ramah
lingkungan dalam memanfaatkan barang elektronik. Cara yang paling sederhana dalam mengurangi
limbah elektronik adalah dengan mendonasikannya kepada orang yang membutuhkan.

Di Indonesia cara ini belum terlalu lazim. Banyak orang lebih suka menguangkan gadget lama mereka
dengan cara menjualnya ke penadah dengan harga rendah atau dengan cara tukar tambah. Cara ini juga
dapat dilakukan. Tapi kelemahannya, Anda tidak dapat memastikan bahwa barang elektronik Anda itu
akan dipakai orang lain. Jika dijual ke toko, belum tentu akan segera laku. Padahal, harusnya Anda
bertanggung jawab secara langsung untuk satu sampah elektronik yang Anda hasilkan. Akan lebih baik
jika Anda menjualnya langsung ke teman dekat. Jadi Anda bisa memastikan bahwa barang elektronik itu
dipergunakan kembali.

Cara lain yang juga mudah dilakukan adalah dengan mereparasinya. Kalau ada komponen yang rusak,
daripada membuangnya dan beli baru, lebih baik Anda memperbaiki dan mengganti beberapa
bagiannya. Saat ini sudah banyak toko-toko yang menyediakan suku cadang atau komponen barang
elektronik. Anda bisa mengurangi sampah sekaligus menghemat uang.

Produsen barang elektronik di negara tertentu seperti Amerika Serikat dan Kanada telah banyak yang
memiliki program daur ulang atas produk lama yang pernah mereka hasilkan. Program yang disebut
sebagai Corporate Recycling Program ini bergerak secara nasional dengan cara mengumpulkan barang
elektronik bekas. Mereka mengumpulkannya secara langsung dari konsumen maupun toko reparasi, lalu
mendaur ulangnya di pabrik mereka, dan dijadikan bahan baku pembuatan produk baru. Bagaimana
dengan di Indonesia? (*/Nilam)

Anda mungkin juga menyukai