Sindrom Nefrotik
Sindrom Nefrotik
DEFINISI
ETIOLOGI
Sindrom nefrotik (SN) merupakan diagnosis klinis yang memiliki etiologi primer (dari
ginjal) maupun sekunder (di luar ginjal, biasanya sistemik). Lebih dari 50 % pada
dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder.
PATOFISIOLOGI
1. Proteinuria
Sindrom nefrotik merupakan tanda patognomonik dari kelainan glomerulus. Pada
kelainan glomerulus terjadi kerusakan membrane basal glomerulus dan sel podosit.
Akibatnya albumin yang bermuatan negative dapat melewati membrane basal
glomerulus dan celah-celah yeng terbentuk antar sel podosit. Celah antar sel podosit
inilah yang diperkirakan menyebabkan proteinuria massif.
2. Hipoalbuminemia
Merupakan konsekuensi dari hilangnya albumin melalui urin. Terjadi mekanisme
kompensasi oleh hepar dengan meningkatkan sintesis albumin, namun pada pasien
sindrom nefrotik. Mekanisme kompensasi ini menumpul sehingga kadar albumin
semkin turun.
3. Edema
Ada dua mekanisme edema pada pasien SN :
1. Rendahnya kadar albumin menurunkan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi
transudasi dari pembuluh darah ke ruangan ekstraselular.
2. Adanya defek sekresi natrium oleh ginjal sehingga menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan darah tinggi serta tekanan onkotik yang rendah
memprovokasi transudasi cairan ke ruangan ekstraselular.
4. hiperlipidemia
- Peningkatan sintesis LDL, VLDL, dan LP(a) oleh hepar akibat hipoalbuminemia
- Defek pada lipoprotein lipase perifer sehingga meningkatkan kadar VLDL
- Hilangnya HDL melalui urin.
DIAGNOSIS
1. Manifestasi klinis
Selain keempat komponen SN yang telah disebutkan sebelumnya manifestasi klinis
lain yang dialami pasien adalah :
- Lemas, urin yang berbusa, kehilangan nafsu makan.
- Hipertensi
- Garis putih pada kuku (muehicke’s band) merupakan tanda hipoalbuminemia
- Edema anasarka (generalisata) menyebabkan pertambahan berat badan
- Pada urinalisis dapat ditemukan oval fat bodies
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Darah perifer lengkap hipoalbuminemia fungsi hati, profil lipid, elektrolit, gula
darah, hemostasis
- Urinalisis (proteinuria, albuminuria, hematuria, sedimen urin, urin dipstick
- Protein urin kuantitatif 24 jam
- Pemeriksaan riter ANA, anti dsDNA, C3, C4,HbSAg, anti HCV, anti HIV
- Elektroforesis protein , apabila dicurigai myeloma multiple.
b. Biopsy ginjal untuk diagnosis pasti
Tata laksana
1. Tatalaksana farmakologis
- kombinasi diuretic. Loop diuretic dan niacid biasanya diberikan 2 kali sehari
- penghambat ACE atau ARB sebagai anti proteinuria
- statin untuk hiperlipidemia
2. tatalaksana nonfarmakologis
- diet. Pola makan yang dianjurkan untuk pasien SN adalah rendah garam (NA
≤ 2g/hari). Rendah lemak jenuh, serta rendah kolesterol.
- asupan protein 0,8 g/KgBB/ hari. Ditambah dengan ekskresi protein dalam
urin selama 24 jam . apabila fungsi ginjal menurun , asupan protein
diturunkan menjadi 0.6 g/KgBB/hari, ditambah dengan ekskresi protein
dalam urin selama 24 jam
- restriksi cairan untuk membantu mengurangi edema.
- hindari obat-obatan yang nefrotoksik, anti biotic golongan aminoglikosida
dan sebagainya.
b. glomerulonefritis membranosa.
d. glomerulonefritis membrannoproliferatif
4. untuk SN sekunder tata laksana penyebab sekunder juga diperlukan seperti tata
KOMPLIKASI