Anda di halaman 1dari 802

CBT COMBO

PEMBAHASAN TO 3 OPTIMAPREP
BATCH I UKMPPD 2016
dr. Widya, dr. Cemara, dr. Yolina, dr. Retno, dr. Yusuf, dr. Reza

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB 2A8E2925 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 www.Optimaprep.Com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. Dislipidemia
1. Dislipidemia
1. Dislipidemia
2. Hepatitis Virus
• HBsAg (the virus coat, s= surface)
– the earliest serological marker in the serum.
• HBeAg
– Degradation product of HBcAg.
– It is a marker for replicating HBV.
• HBcAg (c = core)
– found in the nuclei of the hepatocytes.
– not present in the serum in its free form.
• Anti-HBs
– Sufficiently high titres of antibodies ensure
imunity.
• Anti-Hbe
– suggests cessation of infectivity.
• Anti-HBc
– the earliest immunological response to HBV
– detectable even during serological gap.

Principle & practice of hepatology.


2. Hepatitis Virus
2. Hepatitis Virus
2. Hepatitis Virus
3. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte  dont die when they
should  crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly  may Grows quickly  feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
Sel blas dengan Auer rod pada leukemia Leukemia mielositik kronik
mieloblastik akut

Limfosit matur & smudge cell


Sel blas pada leukemia limfoblastik akut pada leukemia limfositik kronik
4. Penyakit Hepatobilier
4. Penyakit Hepatobilier
• Koledokolitiasis
– Batu empedu di duktus biliaris komunis

• Manifestasi klinis
– Kolik bilier, kolangitis asending, ikterus obstruktif, pankreatitis
akut.

• Radiologi
– USG, sensitivitas 13-55%, temuan: visualisasi batu (hiperekoik),
dilatasi duktus bilier
– CT dengan kontras: 65-88%

• Terapi
– ERCP dengan sfingterotomi
http://radiopaedia.org/articles/choledocholithiasis
4. Penyakit Hepatobilier
• Kolelitiasis:
– Nyeri kanan atas/epigastrik
mendadak, hilang dalam 30
menit-3 jam, mual, setelah makan
berlemak.
• Kolesistitis:
– Nyeri kanan atas 
bahu/punggung, mual, muntah,
demam
– Nyeri tekan kanan atas (murphy
sign)
• Koledokolitiasis:
– Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis,
mual.
• Kolangitis:
– Triad Charcot: nyeri kanan atas,
ikterik, demam/menggigil
– Reynold pentad: charcot + syok &
mitral stenosis
Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.
5. Efek Samping OAT
• Hepatotoxic reactions:
– ALT or AST > 5 times ULN
– >3 times ULN + Sign and symptom
– ↑ Transaminase → age-dependent with INH
– ↑ Transaminase → dose-dependent with PZA
– Cholestasis (↑ bilirubinand ALP) → with RIF
5. Efek Samping OAT
Mechanism of injury
• Pyrazinamide
– alters nicotinamide acetyl dehydrogenase levels  generation of free
radical species.
– may induce hypersensitivity reactions with eosinophilia & liver injury
or granulomatous hepatitis

• Isoniazide:
– Reactive metabolites of monoacetyl hydrazine are probably toxic to
tissues through free radical generation.

• Rifampin
– Conjugated hyperbilirubinemia probably is caused by rifampin
inhibiting the major bile salt exporter pump.
– Rare hepatocellular injury appears to be a hypersensitivity reaction.

An Official ATS Statement: Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy


5. E.S. OAT Mayor
MAYOR Kemungkinan Penyebab HENTIKAN OBAT
Gatal & kemerahan Semua jenis OAT Antihistamin & evaluasi
ketat
Tuli Streptomisin Stop streptomisin
Vertigo & nistagmus (n.VIII) Streptomisin Stop streptomisin
Ikterus Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT s.d.
ikterik menghilang,
hepatoprotektor
Muntah & confusion Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT & uji
fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Stop etambutol
Kelainan sistemik, syok & Rifampisin Stop rifampisin
purpura
5. E.S. OAT Minor
Minor Kemungkinan Penyebab Tata Laksana
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin OAT diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Aspirin/allopurinol
Kesemutan s.d. rasa INH Vit B6 1 x 100 mg/hari
terbakar di kaki
Urine kemerahan Rifampisin Beri penjelasan
6. Infeksi Saluran Kemih
 Pyelonefritis:
– Inflammation of the kidney & renal pelvis
– fever, chilling, nausea, vomit, flank pain, diarrhe, leukocyte silinder.

 Cystitis:
 Inflammation of the bladder
 Dysuria, frequency, urgency, suprapubic discomfort, foul odor &
changes of urine culture.
 Complicated UTI
 Cystitis or pyelonephritis in a man or woman with an anatomic
predisposition to infection, with a foreign body in the urinary tract, or
with factors predisposing to a delayed response to therapy.

 Urethritis:
 Inflammation of the urethra
 Dysuria, frequency, pyuria, discharge.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


6. Infeksi Saluran Kemih
• Perempuan dengan:
– Gejala ISK (disuria, frekuensi, atau urgensi)
– Tanpa kondisi penyulit (jika hamil, ada kelainan berkemih,
kondisi komorbid -> complicated UTI)
– Tanpa nyeri punggung (jika ada -> pikirkan pielonefritis)
– Tanpa duh tubuh vagina (jika ada -> pikirkan STD)
– Maka kemungkinan sistitis akut > 90%
– Jika riwayat tidak jelas  dipstick
• Positif: 80% sistitis (pertimbangkan terapi ISK)
• Negatif: 20% sistitis (dipstick tidak sangat spesifik, 1/5 kasus mungkin
benar ISK – pertimbangkan kultur, follow up, atau diagnosis lain)

• TMP-SMX, nitrofurantoin, & fluoroquinolones memiliki


aktivitas yang baik terhadap patogen sistitis.
Clinical Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the European Society for
Clinical Microbiology and Infectious Diseases . 2010.
6. Infeksi Saluran Kemih
• Terapi Sistitis:
– Siprofloksasin 2 x 250 mg, 3 hari
– Ko-trimoksazol : 2 x 160/800 mg, 3 hari
– Nitrofurantoin monohidrat: 2 x 100 mg, 5 hari
– Fosfomycin trometamol : 3 gram dosis tunggal
7. Pneumonia
• Community acquired pneumonia:
– Pneumonia yang didapat di masyarakat

• Hospital acquirede pneumonia (HAP)


– Pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan
disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.

• Ventilator associated pneumonia (VAP)


– Pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal.

• Healthcare associated pneumonia (HCAP), meliputi pasien:


– Pernah dirawat di RS selama 2 hari/lebih dalam waktu 90 hari sebelum awitan
pneumonia,
– Tinggal di panti atau fasilitas rawat jangka panjang ,
– Mendapat antibiotik IV, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari
dari sebelum awitan pneumonia,
– Pasien hemodialisis.
7. Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
7. Pneumonia
• Diagnosis pneumonia nosokomial:
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
– Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
– Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
• suhu tubuh > 38oC
• sekret purulen
• leukositosis

Pneumonia nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
8. Infeksi Dengue
• NS1:
– antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
– Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
– Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
– Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
– IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


8. Infeksi Dengue

Shock
Bleeding
Primary infection: Secondary infection:
• IgM: detectable by days 3–5 after the onset of • IgG: detectable at high levels in the initial phase,
illness,  by about 2 weeks & undetectable after persist from several months to a lifelong period.
2–3 months.
• IgG: detectable at low level by the end of the first • IgM: significantly lower in secondary infection
week & remain for a longer period (for many cases.
years).
9. SLE
• Systemic lupus
erythematosus:
– an autoimmune
disease
– organs & cells
undergo damage
– initially mediated by
tissue-binding
autoantibodies &
immune complexes.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.


9. SLE

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.


10. Kardiologi

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.


11. Thyroid Disease
Wayne’s Index
• Skor > 19:
– hipertiroidisme.
• Skor < 11:
– eutiroidism.
• Skor antara 11-19:
– equivocal
11. Thyroid Disease
Billewicz Index:
• A score > 25:
– hypothyroidism.
• A score < - 30:
– Exclude
hypothyrodism
12. Kolera

• Kematian pada kasus kolera disebabkan oleh syok hipovolemik, sehingga resusitasi
cairan adalah hal pertama dan utama dalam penatalaksanaan.

• Antibiotik tidak mutlak diperlukan untuk bisa sembuh, tetapi bisa mengurangi
durasi dan volume cairan yang hilang, serta mempercepat hilangnya kuman dari
feses.

• WHO merekomendasikan antibiotik hanya jika pasien dehidrasi berat, tetapi


penggunaan yang lebih luas dapat dibenarkan. Antibiotik yang diberikan yaitu
doksisiklin 300 mg dosis tunggal atau tetrasiklin 4 x 12,5 mg/kgBB selama 3 hari.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


12. Kolera

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


12. Kolera

• Asidosis berat (pH 7,2) sering terjadi pada pasien


kolera, sehingga Ringer's lactate adalah pilihan
terbaik untuk pemberian cairan.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


13. Infeksi H. pylori
• Worldwide, >80% of duodenal ulcers and >60% of gastric
ulcers are related to H. pylori colonization.
13. Infeksi H. pylori
13. Infeksi H. pylori
• Tata laksana awal dengan triple therapy:
– Amoksisilin 2 x 1g/hari,
– Klaritromisin 2 x 500 mg/hari,
– Omeprazol 2 x 20 mg/hari selama 7-14 hari.

• Tatalaksana lini kedua dengan quadruple therapy:


– Omeprazol 2 x 20 mg/hari,
– bismuth subsalisilat 4 x 525 mg/hari,
– Metronidazol 4 x 250 mg/hari,
– Tetrasiklin 4x500 mg/hari selama 10-14 hari

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010


14. SLE
• Evaluasi aktivitas penyakit ini berguna sebagai panduan dalam pemberian
terapi.

• Indeks untuk menilai aktivitas penyakit seperti SLEDAI, MEX-SLEDAI,


SLAM, BILAG Score, dsb.

• Dianjurkan untuk menggunakan MEX-SLEDAI atau SLEDAI.

• The SLEDAI is designed to measure the activity or extent of inflammation


in nine organ systems (Table 7). It has a theoretical maximum of 105
points. However, in practice, it is unusual for a patient to have more than
three to five organ systems involved. The rate of 5-year survival for
patients with a SLEDAI of less than 19 is 85%, as compared with 65% for
those with a SLEDAI over 19.[73] - See more at:
http://www.cancernetwork.com/review-article/bmt-severe-autoimmune-
diseases-idea-whose-time-has-come/page/0/3#sthash.Be32CIaY.dpuf
14. SLE

https://www.rheumatology.org/Practice/Clinical/Indexes/Systemic_Lupus_Erythematosus_Disease_Activity_Index_SELENA
_Modification/
15. Hemostasis
• Aspirin menghambat COX-1 yang menurunkan PGG2 sehingga
menghambat aktivasi trombosit  gangguan agregasi trombosit 
bleeding time memanjang.
• Untuk menilai respons terapi aspirin, saat ini dapat diperiksa dengan
VerifyNow.

Nature Reviews Cardiology 8, 560-571 (October 2011) | doi:10.1038/nrcardio.2011.111


http://www.nature.com/nrcardio/journal/v8/n10/images/nrcardio.2011.111-f1.jpg
16. Diuretic
• Adverse effects of sulfonamide
type (CA inhibitor, thiazide, loop)
diuretics:
– hypokalemia is a consequence of
excessive K+ loss in the terminal
segments of the distal tubules
where increased amounts of Na+
are available for exchange with
K+
– hyperglycemia and glycosuria
– Hyperuricemia: increase in
serum urate levels may
precipitate gout in predisposed
patients.
– Sulfonamide diuretics compete
with urate for the tubular organic
anion secretory system.

Color atlas of pharmacology.


Katzung’s basic and clinical pharmacology
17. Infeksi HIV
• Untuk memulai terapi antiretroviral perlu
dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia)
dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.

• Rekomendasi :
– Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah
CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium
klinisnya.
– Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB
aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4.

Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.
17. Infeksi HIV

Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.
18. Arthritis
Rheumatoid arthritis (RA)
• Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum
diketahui, ditandai oleh poliartritis perifer yang simetrik.
• Skor 6/lebih: definite RA.
• Faktor reumatoid merupakan autoantibodi yang
menyerang IgG  lebih spesifik menandakan autoimunitas
daripada CRP yang merupakan penanda inflamasi.
19. Cyanide Intoxication
• Source:
– the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are found in
cassava.
• Mechanism of toxicity:
– Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the
aerobic utilization of oxygen  metabolic acidosis.
• Symptoms
– headache, nausea, dyspnea, & confusion.
– Syncope, seizures, coma, agonal respirations, & cardiovascular
collapse ensue rapidly after heavy exposure.

Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control
System third edition
19. Cyanide Intoxication
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide exposures
as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patient’s vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
1. The cyanide antidote package consists of amyl & sodium nitrites,
which produce cyanide-scavenging methemoglobinemia, & sodium
thiosulfate, which accelerates the conversion of cyanide to
thiocyanate.
C. Prehospital.
Immediately administer activated charcoal if available. Do not
induce vomiting unless victim is more than 20 minutes from a
medical facility and charcoal is not available.
19. Cyanide Intoxication
• Amyl nitrite crushable ampules
– Crush one to two ampules in gauze, cloth, or a sponge and
place under the nose of the victim, who should inhale
deeply for 30 seconds.
– Rest for 30 seconds, then repeat.
– Each ampule lasts about 2–3 minutes.

• Sodium nitrite parenteral
– Adults: 300 mg of sodium nitrite (10 mL of 3% solution) IV
over 3–5 minutes.

• Sodium thiosulfate: 12.5 g IV


20-21. Diabetes Mellitus
20-21. Diabetes Mellitus

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
20-21. Diabetes Mellitus
• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)

Harrison’s principles of internal medicine


20-21. Diabetes Mellitus
• Prinsip pengobatan KAD:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis & glukoneogenesis dengan
pemberian insulin. Dimulai setelah diagnosis
KAD dan rehidrasi yang memadai.
3. Mengatasi stres pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal,
pemantauan & penyesuaian terapi

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


20-21. Diabetes Mellitus
• Hyperglycemic hyperosmolar state
– The prototypical patient is an elderly individual with type 2
DM, with a several-week history of polyuria, weight loss, and
diminished oral intake that culminates in mental confusion,
lethargy, or coma.
– The physical examination reflects profound dehydration and
hyperosmolality and reveals hypotension, tachycardia, and
altered mental status.
– Notably absent are symptoms of nausea, vomiting, and
abdominal pain and the Kussmaul respirations characteristic of
DKA.
– HHS is often precipitated by a serious, concurrent illness such as
myocardial infarction or stroke. Sepsis, pneumonia, and other
serious infections are frequent precipitants and should be
sought.

Harrison’s principles of internal medicine


22. Disentri
• Trias disentri: demam, tenesmus, diare berdarah.
• Manifestasi klinis disentri
amoeba:
– Awitan perlahan atau
fulminan.
– Tenesmus terdapat pada
50% pasien & selalu terkait
dengan keterlibatan
rektosigmoid.
– Nyeri tekan abdomen
bawah, biasanya di daerah
caecum, kolon transversum
atau sigmoid.
22. Disentri
Diagnosis Characteristic
Crohn disease Diare; nyeri abdomen kuadran kanan bawah, sering timbul setelah
makanan; turun berat badan & terdapat nyeri tekan abdomen.
Diare biasanya tidak berdarah.

Colitis ulcerative Diare, dengan atau tanpa darah. Jika inflamasi terdapat di rektum
(proktitis), darah dapat muncul di permukaan feses; gejala lain:
tenesmus, urgensi, nyeri rektum, keluar mukus tanpa diare.
Disentri Diare akut dengan BAB berdarah, tenesmus, demam.
Shigellosis Variasi dari diare cair yang ringan hingga disentri berat. Pada kasus
berat, awitan cepat, dengan tenesmus, demam, dan feses lendir
darah yang sering. Sering disertai demam, sakit kepala, & malaise.
IBS Nyeri perut hilang dengan defekasi, hilang timbul, terkait stres,
tidak ada kelainan anatomis.

Fauci et al. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
23. Diuretic
• Adverse effects:
– Loop diuretic (furosemid)
• Hypo(Na, K, Mg, Ca), hyperuricemia, ototoxicity
– Thiazide (hidroklorotiazid)
• Hypo(Na, K, Mg), hyperCa, hyperlipidemia, pancreatitis
– K-sparing (spironolakton)
• HyperK, metabolic acidosis
Disorder Signs & Symptoms
Hyponatremia Headache, nausea, disorientation, tiredness, muscle cramps
Hypernatremia Thirsty, tachycardic, lethargic, disorientation, weakness, irritability,
and muscle twitching, seizures, coma.
Hypokalemia Muscle weakness or tenderness, leg cramps, drowsiness, confusion,
loss of appetite, abdominal distention, and irritable cardiac
conduction (PVC, VT, VF).
Hyperkalemia Abdominal cramping, fatigue, lethargy, muscle weakness or
paralysis, suppress cardiac impulse conduction.
Hypocalcemia Lethargy, fatigue, bone or joint pain, sudden seizures, tremors,
cramps, and numbness or tingling in the extremities and around the
mouth, nausea, abdominal distention, vomiting, or constipation, &
ventricular dysrhythmias.
Hypercalcemia Lethargy, fatigue, changes in mental status, anorexia, nausea,
diminished bowel sounds, constipation, AV blocks, flank & thigh
pain associated with kidneys stones
Hypomagnesemia Muscle weakness or tremors, anorexia, nausea, and dizziness,
ventricular dysrythmia, lethargy, confusion, and coma.
Hypermagnesemia Lethargy, coma, respiratory depression, muscle weakness,
bradycardia, hypotension, cardiac arrest.
24. GI Tract Disorder
• Irritable bowel syndrome (IBS) is a functional bowel
disorder characterized by:
– abdominal pain or discomfort
– altered bowel habits
– absence of detectable structural abnormalities.
• Most studies show a female predominance.
• No clear diagnostic markers exist for IBS, thus the diagnosis
of the disorder is based on clinical presentation.
22. GI Tract Disease
aCriteria
fulfilled for the last 3 months with symptom onset at least 6 months prior to
diagnosis.
bDiscomfort means an uncomfortable sensation not described as pain.
24. GI tract Disorder
Diagnosis Characteristic
Crohn disease diarrhea; abdominal pain that is usually insidious in the right lower
quadrant, triggered or aggravated frequently after meals; weight
loss; & an association with a tender, inflammatory mass in the
right lower quadrant. The diarrhea is usually nonbloody.
Colitis ulcerative diarrhea, with or without blood in the stool. If inflammation is
confined to the rectum (proctitis), blood may be seen on the
surface of the stool; other symptoms include tenesmus, urgency,
rectal pain, and passage of mucus, without diarrhea.
Colon carcinoma Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic,
insidious blood loss without a change in the appearance of the
stool  anemia of iron deficiency  fatigue, palpitations, & even
angina pectoris.

Since stool becomes more formed as it passes into the transverse


& descending colon, tumors arising there tend to impede the
passage of stool, resulting in the development of abdominal
cramping, occasional obstruction, & even perforation.
25. Sepsis

Harrison’s principles of internal medicine


26. Farmakologi

• Once-daily oseltamivir for 7 to 10 days is also effective for


postexposure prophylaxisin household contacts, including children,
and when ill index cases receive concurrent treatment
27. Pharmacology
Acetaminophen intoxication
• Acute ingestion of more than 150–200 mg/kg in children or 6–7 g in
adults is potentially hepatotoxic.
• High-risk patients include alcoholics and patients taking
anticonvulsant medications or isoniazid.

• Clinical manifestations:
– Early after acute acetaminophen overdose, there are usually no
symptoms other than anorexia, nausea, or vomiting. Rarely, a massive
overdose may cause altered mental status and metabolic acidosis.
– After 24–48 hours, when transaminase levels (AST and ALT) rise,
hepatic necrosis becomes evident. If acute fulminant hepatic failure
occurs, encephalopathy and death may ensue.

Poisoning & drug overdose. 3rd ed.


Harrison’s principles of internal medicine.
27. Pharmacology
Management
• N-acetylcysteine
– loading dose 140 mg/kg orally, followed by 70 mg/kg every 4 h for 15–20
doses
– If vomiting interferes with oral acetylcysteine administration, give it by
gastric tube and use high-dose metoclopramide (1–2 mg/kg
intravenously (IV); or ondansetron, or give the NAC intravenously if
necessary.

• Decontamination
1. Prehospital. Administer activated charcoal, if available.
2. Hospital. Administer activated charcoal. Gastric emptying is not
necessary if charcoal can be given promptly. Do not administer charcoal if
more than 3–4 hours have passed since ingestion, unless delayed
absorption is suspected.

Poisoning & drug overdose. 3rd ed.


Harrison’s principles of internal medicine.
28. Nefropati Diabetik

Perkeni 2011.
KDIGO, Management of hypertension in CKD

JNC VIII
1. ACE-I (kaptopril, lisinopril): Bradikinin & substansi P  batuk
2. ARB (valsartan, losartan): Tidak menyebabkan batuk
28. Nefropati Diabetik
29. Pecah Varises Esofagus
• Penatalaksanaan umum
– ABC
– Resusitasi cairan (NaCl/RL, koloid bila perlu)
– Transfusi PRC setelah pemulihan cairan. Pertimbangkan FFP karena
defisiensi faktor pembekuan.
– Bilas lambung dengan NaCl 0,9% untuk evakuasi darah  mencegah
ensefalopati hepatikum.
– Injeksi vit k & asam traneksamat untuk memperbaiki faal hemostasis
– Pemberian antasid oral, sukralfat, & injeksi penyekat reseptor H2
dapat diberikan untuk supresi asam lambung yang dapat melisis
bekuan darah
– Sterilisasi usus dengan neomisin & laktulosa oral serta tindakan
dengan klisma tingga untuk mencegah ensefalopai hepatik.
– Pada awal perawatan, pasien dipuasakan (kecuali obat oral),
realimentasi segera setelah cairan lambung jernih & hemodinamik
stabil.

Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam II. 2002.


29. Pecah Varises Esofagus
• Penatalaksanaan khusus
– Obat vasoaktif, seperti vasopresin, somatostatin,
dan octreotide.
– Tamponade balon
– Terapi endoskopik:
• Skleroterapi,
• Rubber band ligation,

Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam II. 2002.


30. Intoksikasi Organofosfat
• Organofosfat menghambat enzim esterase, terutama
asetilkolinesterase di sinaps dan membran eritrosit.

• Inhibisi asetilkolinesterase  akumulasi asetilkolin & overstimulasi


reseptor asetilkolin di sistem saraf otonom, SSP, & neuromuscular
junctions  DUMBELS.

• DUMBELS: diarrhea, urination, miosis, bradycardia/bronchorea/


bronchospasm, emesis, lacrimation, salivation.

• Terapi: atropin. Tanda atropinisasi: muka merah, mulut kering,


takikardi, Midriasis
Review article: Allergic rhinitis management pocket reference 2008. Journal compilation 2008
Blackwell Munksgaard. Allergy 2008: 63: 990–996.
30. Intoksikasi Organofosfat
• Buku ajar IPD:
– Sulfas tropin 1-2 mg IV, ulang 10-15 menit.

• CDC:
– Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak
0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika
tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
– Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat
berlebih terkontrol.
– Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 25-
50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60 menit.
30. Intoksikasi Organofosfat
• Lancet. 2008 Feb 16; 371(9612): 597
– ABC,
– Bolus atropin 1–3 mg of atropin, tergantung keparahan,
– Infus NaCl 0,9%, jaga sistol > 80 mmHg & urin > 0,5 mL/kg/jam
– Periksa denyut nadi, TD, ukuran pupil, keringat, & auskultasi paru saat
pemberian atropin pertama
– Beri pralidoksim klorida 2 g IV selama 20-30 menit, lalu infus pralidoksim 0,5-1
g/jam dalam NaCl 0,9%
– Setelah 5 menit pemberian atropin, periksa denyut nadi, TD, ukuran pupil,
keringat & auskultasi paru. Jika tidak ada perbaikan, berikan atropin dua kali
dosis awal
– Periksa ulang tiap 5 menit; jika tidak ada respon dosis atropin dinaikkan dua
kali, jika ada perbaikan gunakan dosis yang sama atau lebih kecil.
– Atropin bolus diberikan sampai denyut jantung >80 kali/menit, TD > 80 mmHg,
dan auskultasi paru bersih (kecuali ada area fokal karena aspirasi).
30. Intoksikasi Organofosfat
ILMU BEDAH, ANASTESIOLOGI DAN
RADIOLOGI
31. Kelainan Vertebrae
• Scoliosis: “Penyakit terpuntir”
– Kelengkungan vertebra ke arah lateral yang abnormal
– Sering pada akhir masa kanak-kanak, terutama
perempuan.
– Terjadi karena struktur vertebra abnormal, panjang
ekstremitas bawah tidak sama, atau kelemahan otot
– Kasus yang berat harus diterapi dengan brace atau
pembedahan sebelum pertumbuhan anak selesai untuk
mencegah deformitas yang permanen dan kesulitan
bernapas
Vertebrae Disease Continued
• Kyphosis
– “bungkuk”
– Kelengkungan vertebra torakal yang berlebihan
– Sering pada usia tua karena osteoporosis
– Mungkin juga karena tuberculosis spinal, rickets, atau osteomalacia
• Lordosis
– “mengayun ke belakang”
– Kelengkungan vertebra lumbal yang berlebihan
– Dapat disebabkan TB spinal atau rickets
– Dapat bersifat sementara: “beer guts” pada laki-laki, kehamilan pada wanita
Lordosis
Scoliosis

Kyphosis
Ankylosing Spondilitis
• Symptoms
– early morning back stiffness,
– improvement of stiffness with
exercise,
– insidious onset,
– age of onset <40 years,
– back pain lasting >3 months
• Sign
– RoBamboo spine, Straightening /
squaring of anterior vertebral
margins Osteitis of anterior corners
– Genotype  HLA-B27

http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/366/
32. Lipoma
 Massa yang berasal dari sel adiposa, tumbuh
dengan lambat
 Lokasi: Punggung atas, leher, bahu

 terletak subkutan di daerah yang terdapat


jaringan adiposa
Tipe tumor jinak jaringan lunak yang
tersering
 Menyerupai jaringan adiposa normal
 Subtipe:angiolipoma, spindle cell lipoma
• Massa yang berasal dari sel adiposa, tumbuh
dengan lambat,berbatas tegas, kenyal, mobile,
pseudokistik (pseudofluctuant)
• Pseudokistik/Pseudofluctuant Karena
konsistensi sel lemak yang kenyal
• Paget's test
– Massa di fiksasi oleh ibu jari dan jari telunjuk,
kemudian bagian tengah ditekanbila bagian
tengah menonjol keatas, maka fluctuant atau
kistikfluktuasi +
Diagnosis Histologic

Lipoma Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge

Atherom cyst Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes


blocked. Skin Color is usually normal, and there is a punctum
(comedo, blackhead) on the dome

Dermoid Cyst Lined by orthokeratinized, stratified squamous epithelium surrounded


by a connective tissue wall. The lumen is usually filled with keratin.
Hair follicles, sebaceous glands, and sweat glands may be seen in the
cyst wall
Epidermal Cyst A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by
keratinizing epithelium the resembles the epithelium of the skin
•Most commonly superotemporal •Occasionally superonasal
•Freely mobile under skin •Posterior margins are easily palpable

Dermoid Cyst

Lipoma
Neuroma Schwannoma Neurofibroma
Etiology >90% trauma Benign neoplasm of Benign Neoplasm of
the neural sheet the neural sheet and
Severed neural fibers (Schwann cells) perineural fibroblasts
regenerate forming a
mass
Clinical PAIN is the main 25-48% of all cases Can be solitary mass
symptom occur in the Head and or part of
Neck neurofibromatosis
Painless slow
Painless slow growth
growth
Difficult to differ with
Schwannoma
If NF café au lait
Histopathology Well- Streaming fascicles Not well-
circumscribed and of spindle-shaped demarcated
encapsulated with Schwann cells; interlacing bundles
interlacing fascicles These cells are of spindle-shaped
of spindle cells often palisaded cells that exhibit
wavy nuclei
Sometimes mast
cells

Acoustic Neuroma: inaccurate term should be vestibular Schwannoma


33. FOREHAND FRACTURE
Montegia Fracture Dislocation
• Fraktur 1/3 proksimal Ulna
disertai dengan dislokasi
kepala radius ke arah Lateral displacement
anterior, posterior, atau
lateral
• Head of Radius dislocates
same direction as fracture
• Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
• Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
• Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
• This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP

http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture
• Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
• Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
• Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
• Typical deformity : Dinner Fork
• Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process

http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture

optimized by optima
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
• Hampir berlawanan dengan Colles’ fracture
• Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles’
• Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
• Typical deformity : Garden Spade
• Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP

http://www.learningradiology.com
Smith Fracture

http://www.learningradiology.com
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn

34. Luka Bakar

prick test (+)


• Berat luka bakar:
• Ringan: derajat 1 luas <
15% a/ derajat II < 2%
• Sedang: derajat II 10-
15% a/ derajat III 5-
10%
• Berat: derajat II > 20%
atau derajat III > 10%
atau mengenai wajah,
tangan-kaki, kelamin,
persendian,
pernapasan
To estimate scattered burns: patient's
palm surface = 1% total body surface Total Body
area
Surface Area

Parkland formula = baxter formula

http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Penghitungan Luas Luka Bakar
• Muka dan leher bag. Depan : 9%
• Trunkal Anterior : 18%
54%
• Tangan Kanan : 9%
• Kedua paha : 18%
– 1 kaki seluruhnya18%
– 1 paha(depan+belakang)18/2=9%
35. Intussusception
• Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus
• Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy
• Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan
pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
• Usia 6 - 12 bulan
• Biasanya jenis kelamin laki-laki
• lethargy/irritability
• Portio-like on DRE

Triad:
• vomiting
• abdominal pain
• colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the
abdomen,kicking the air, In between attacks, calm and relieved
• blood per rectum /currant jelly stool

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE
INTESTINE FOLDS
ON ITSELF LIKE A
TELESCOPE
Etiologi
• 90% Idiopatik
– Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan
penyebabnya adalah virus ( Anomalies with
peristalsis)
• 10% Patologis
– Polyp, tumour or other mass within the intestinal
tract is caught by the normal contractions,
creating a “lead point” which pushes along
causing the intussusception

Anne Connell
Radiologic signs
• Ultrasound signs
include:
– target sign /doughnut
sign)
– pseudokidney sign
– crescent in a doughnut
sign
Barium Enema
• Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
• intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring”
appearance
Midgut volvulus
Klinis • Abdominal Plain Film,
• Children Upright
– bilious emesis (93%) – Dilated stomach
– Malabsorption – Distal paucity of gas
– failure to thrive – Coffee bean sign
– biliary obstruction • Contrast
– GERD – cork-screw appearance
• Adults – Bird’s beak
– intermittent abdominal pain – small bowel on the right side
(87%) of abdomen that does not
cross midline
– nausea (31%)
• USG
– Whirlpool sign
Barium enema
• Contraindicated in
patients with free air on
AXR, clinical signs of
peritonitis, or suspicion
for necrosed bowel
• Bird’s beak
• Cork screw
• Can decompress
Ultrasound Whirlpool sign
C
36. Pediatric fracture classification
• Salter-Harris
Classification
– Only used for pediatric
fractures that involve the
growth plate (physis)
– Five types (I-V)
– Most active
growthepiphysis
I – S = Slip (separated or straight across). Fracture of the cartilage of the
physis (growth plate)
II – A = Above. The fracture lies above the physis, or Away from the joint.
III – L = Lower. The fracture is below the physis in the epiphysis.
IV – TE = Through Everything. The fracture is through the metaphysis,
physis, and epiphysis.
V – R = Rammed (crushed). The physis has been crushed.
Fracture Configuration

http://www.merckmanuals.com/professional/injuries_poisoning/fractures_dis
locations_and_sprains/fractures.html
37. Kriptorkismus
• Kriptorkismus: testis tidak ada dalam skrotum dan
tidak dapat dimasukkan ke skrotum
• Ectopic: tidak melewati jalur turunnya testis
• Retraktil: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam
skrotum dan dapat menetap tanpa tarikan
• Gliding: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam
skrotum namun bila dilepas akan tertarik kembali
• Ascended: sebelumnya telah ada dalam skrotum lalu
tertarik ke atas secara spontan
• Testis yang tidak teraba
• Gejala: muncul sekitar 20-30% pada
– Keluhan infertilitas pasien kriptorkismus
– benjolan di perut bagian • Hanya 20-40% dari testis yang
bawah tidak teraba, saat dioperasi
– testis tersebut dapat benar-benar tidak ada
mengalami trauma,
infeksi, torsio, atau
berubah menjadi tumor
testis
• Pemeriksaan Fisik:
– Pada skrotum dan inguinal,
teraba massa seperti
benang
– Jaringan ini biasanya
gubernakulum atau
epididimis dan vas
deferens
– bisa bersamaan dengan
testis intraabdominal
Testicular development and descent
• 6 wk primordial germ • 5-8 wk processus
cells migrate to genital vaginalis
ridge – Gubernaculum attaches to
• 7 wk testicular lower epididymis
differentiation • 12 wk transabdominal
• 8 wk testis hormonally descent to internal
active inguinal ring
– Sertolis secrete MIF • 26-28 wk gubernaculum
• 10-11 wk Leydig cells swells to form inguinal
secrete T canal, testis descends into
scrotum
• 10-15 wk external genital
differentiation • Insulin-3 (INSL3) effects
gubernacular growth
Undescended
Testis

A, 5th week Testis begins its primary descent;


kidney ascends.
B, 8th-9th weeks. Kidney reaches adult position.
C, 7th month, Testis at internal inguinal ring;
gubernaculum (in inguinal fold) thickens and
shortens. D, Postnatal life.

124
A, Ectopic testes. Perineal ectopia not shown.

B, Undescended testes. Percentages of testes


arrested at different stages of normal descent

125
Treatment
• Controversial and Various guidelines
• Hormonal
– Spontaneous testicular descent closely related to
postnatal LH and T surges
– HormonhCG, GnRH, hMG, Combined (hCG & GnRH)
– Timing for Hormone therapy:
• In term boys, 4 mo
• In premies, 6 mo
• Surgery
– Orchidopexy
– American Academy of Pediatrics guidelines for the management of cryptorchidism
recommend that orchidopexy be performed when a child is between the ages of 6
months and 1 year
http://www.aafp.org/afp/2000/1101/p203
7.html
Undescended testes: a
consensus on
management

Eur J Endocrinol December 1, 2008 159 S87-S90


38. Mandible Fracture
Sites of fractures
• Fraktur Condilus
– Intracapsular fracture
– Extracapsular fracture
• High condyle neck fracture
• Low condylar fracture
• Fraktur Angulus/ ramus (body
fracture)
• Canine region (parasymphesial
fracture)
• Midline fracture (symphesis
fracture)
• Coronoid fracture (rare) 130
Mandibular Fracture
Mandible Midline fracture
• Fraktur yang paling sering tidak terdeteksi (always
fine crack)
• Dapat merupakan fraktur simfisis atau parasimfisis
• Sering berkaitan dengan fraktur condilus, baik
unilateral atau bilateral
– Fraktur unilateralfragment fraktur saling tumpang tindih
– Fraktur bilateralhilangnya kontrol volunter lidah
• Long canine tooth represent a weak area and
contributes to parasymphesial fracture
• Rarely runs across mental foramen

132
Mandible Midline fracture
Gejala dan Tanda Clinical assessment and diagnosis
• Pain and tenderness • History of trauma
• Swelling and odemea (traumatized patients with possible
head injury) and facial injuries
• Development of step deformity
• Baal daerah mentalis
• Heamatoma pada dasar rongga • Pemeriksaan fisik
mulut atau mukosa bukal Extroral
• Cedera jaringan lunak pada daerah • Inspectionpenilaian terhadap asimetris,
pembengkakan, ekimosis, laserasi
dagu dan bibi bawah
• Palpation  tenderness, pain, step
deformity
Bila terdapat fraktur condilus
• Tidak ada pergerakan kondilus pada Intra- and paraoral
sisi yang berlawanan – Perdarahan, hematom, robekan ginggiva,
gagging of occlussion and step deformity
• Deviasi mandibula dan berkurangnya sensori dan motorik
• Anterior open bite
• Terhambat saat menggigit(Gagging • Radiographsfracture line
of oclussion)
• Trismus 133
Condylar fractures

Fraktur mandibula tersering


• Unilateral or bilateral
• Intracapsular or extracapsular

Gejala dan Tanda


• Bengkak, nyeri, nyeri tekan, keterbatasan pergerakan
• Deviasi mandibula kearah sisi yang fraktur
• Terhambat saat menggigit(Gagging of occlussion)
– Gigi bagian posterior telah kontak sebelum gigi depan bersentuhan pada fraktur
kondilus bilateral atau over-riding fractures
• Anterior open bite on opposite side of fracture
• Laserasi dari meatus auditorius eksternus
• Retroauricular ecchymosis
• Kebocoran LCS dan otoredikaitkan dengan fraktus basis kranii

134
Fraktur Prosesus Coronoid
• Jarang terjaditrauma langsung ke ramus
mandibula dan mengakibatkan kontraksi
M.Temporalis
• Dapat ditemukan pada operasi kista ramus
mandibula
• Nyeri tekan pada bagian depan ramus
• Mengakibatkan terbentuknya hematom yang
khastell-tale haematoma

135
Fraktur Ramus Mandibula
Type I Single fracture
• Tampak seperti low condylar fracture yang
melewati sigmoid notch

Type II comminuted fracture


• Sering terjadi pada cedera akibat missile
injuries dan mengakibatkan sedikit pergeseran
karena tarikan otot maseter dan pterygoid
medial
136
Fraktur Angulus dan Corpus Mandibula
• Nyeri, nyeru tekan dan trismus
• Pembengkakan Extra-oral pada angulus mandibula
dengan deformitas yang jelas
• Step deformity behind the molar teeth
• Movement and crepitus at the fracture site
• Derangement of occlussion
• Intra-oral buccal and lingula heamatoma
• Involvement of interdental nerve
• Gingival tear if fracture in dentated area
• Tooth involvement and possible longitudinal split
fracture

137
Radiographs

• Plain radiograph
• OPG
• Lateral oblique
• PA mandible
• AP mandible (reverse
Townes)
• Lower occlusal
• CT scan
• 3-D CT imaging
• MRI

138
39. Epididymitis
• Inflamasi dari epididimis
• Bila ada keterlibatan
testisepididymoorchit
is
• Biasanya disebabkan
oleh STD
• Common sexually
transmitted pathogen,
Chlamydia
PRESENTATION TREATMENT
• Nyeri skrotum yang • ORAL ANTIBIOTIC.
menjalar ke lipat paha dan
pinggang. • SCROTAL ELEVATION,
• Pembengkakan skrotum bed rest,&use of
karena inflamasi atau
hidrokel NSAID.
• Gejala dari uretritis, • admission & IV drugs
sistitis, prostatitis.
used.
• O/E tendered red scrotal
swelling. • in STD treat partner.
• Elevation of scrotum
relieves painphren sign • in chronic pain do
(+) epididymectomy.
http://www.racgp.org.au/afp/2013/november/acute-scrotal-pain/
40. Hypoxia
• HYPOXIA: A condition in • Breathing disturbance
which the oxygen in chest blunt
available is inadequate traumacauses
at the tissue level Hypoxemiahypoxemic
hypoxia
• Five types of hypoxia:
– Anemic
– Hypoxemic
– Histotoxic
– Circulatory
– Hypermetabolic
Clinical Manifestations of Hypoxia
• Impaired judgment, • Need For Oxygen Is
agitation (restlessness), Assessed By
disorientation, confusion,
lethargy, coma • Clinical evaluation
• Dyspnea • Pulse oximetry
• Tachypnea • ABG
• Tachycardia, dysrhythmias
• Elevated BP
• Diaphoresis
• Central cyanosis
Nasal Cannula
• Used for low-medium concentrations of
O2
• Simple
• Can use continuously with meals and
activity
• Flow rates in excess of 4L cause drying
and irritation
• Depth and rate of breathing affect
amount of O2 reaching lungs
• adults  6 LPM
• infants/toddlers  2 LPM
• children  3 LPM
• FIO2 is not affected by mouth breathing
• 1lit o2=FIO2 4%
• 6 lito2=Fio2 24%
• 21%+24%=Fio2 45%
Simple Mask
• Low to medium concentration of O2
• Client exhales through ports on sides of
mask
• Should not be used for controlled O2
levels
• O2 flow rate- 6 to 8L
• Can cause skin breakdown; must remove
to eat.
• 1 lit o2=FIO2 6%
• 6 lito2=Fio2 36%
• 21% + 36%=Fio2 57-60%
Partial Rebreather Mask
• Consists of mask with
exhalation ports and reservoir
bag
• Reservoir bag must remain
inflated
• O2 flow rate - 6 to 10L
FIO2=60%-80%
• Client can inhale gas from
mask, bag, exhalation ports
• Poorly fitting; must remove to
eat
Non-Rebreathing Mask
• Consists of mask, reservoir bag,
2 one-way valves at exhalation
ports and bag
• Client can only inhale from
reservoir bag
• Bag must remain inflated at all
times
• O2 flow rate- 10 to 15L
Fio2= 95-100%
• Poorly fitting; must remove to
eat
Venturi Mask
• Most reliable and accurate method for
delivering a precise O2 concentration
• Consists of a mask with a jet
• Excess gas leaves by exhalation ports
• O2 flow rate 4 to 15L & Narrowed
orifice
• Fio2, 24%-60%
• Can cause skin breakdown; must
remove to eat
41. Umbilical Hernia
• Signs and symptoms • Natural history 90 %
– Age disappear
• Doesn’t appear until the spontaneously during
umbilical cord has
separated and healed .
the first year
– No specific symptoms • Most close by age 3
– Have wide neck and • May remain small and
reduce easily , rarely give asymptomatic
intestinal obstruction.
Umbilical Hernia
– caused when an
opening in the
abdominal wall, which
normally closes before
birth, doesn’t close
completely.
42. Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate), 20–35
(severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1

– PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


– as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a
prognostic marker for BPH
Alur Diagnosis

American Urological Association (AUA) guideline


Biopsi Prostat Diagnosis BPH
• Hanya dilakukan bila PSA >3 • Diagnosis BPH terutama
• Skrinning PSA untuk Ca berdasarkan anamnesis dan
Prostat, tidak dapat pemeriksaan fisik
meningkatkan survival rate • Anamnesis dilakukan dengan
USG Prostat IPSS Score
• Hanya dapat melihat • Uroflowmetripemeriksaan
pembesaran prostat penunjang yang digunakan
• Tidak menunjukkan derajat untuk menilai derajat
obstruksinya keparahan obstruksi
http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA

PSA Test
• Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
• PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
• Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia
• PSA juga meningkat pada:
– Pembesaran prostat
– inflammation or infection of the prostate called prostatitis
– ISK  tunggu 6 minggu setelah sembuh
– Aktivitas fisik berlebih, terutama cycling dalam 48 jam
sebelum tes
– Ejakulasi48 jam sebelum tes
– Anal sex and prostate stimulation
– RT sebelum PSA test
– Biopsi prostat 6 minggu sebelum tes
– Other investigations or operations on your bladder or
prostate, or a catheter
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

43. Male Genital Disorders A


Disorders Etiology Clinical
Kista Epididimis = spermatokel =spermatokel, lokasi di epididimis
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Spermatokel diverticulum from retention cyst of a tubule of the rete testis or the
the tubules found in head of the epididymis distended with barely watery
the head of the fluid that contains spermatozoa
epididymis, possibly
trauma
Radang testis Mumps virus Testicular pain and swelling, fatigue, fever, chills,
sinistra/Orchitis Testicular enlargement, induration of the testis,
Erythematous scrotal skin
Hydrocele
Anatomy of hidrocele: the mass anterior to the testis, so
that testicles would be palpable in the posterior of the
mass
44. The Breast Lump
Tumors Onset Feature
Breast cancer 30-menopause Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma < 30 years They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic 20 to 40 years lumps in both breasts that increase in size and
mammae tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge
Mastitis 18-50 years Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides 30-55 years intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Tumors smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
Duct Papilloma 45-50 years occurs mainly in large ducts, present with a serous or
bloody nipple discharge
PROGNOSIS TREATMENT OPTIONS
 Staging systems inc.TNM  Surgery
 Tumour size and axillary  Mastectomy
node status are important  Breast conservation
parameters  +/- Axillary dissection
 10-year survival rate for
 Radiation therapy (local
lymph node neg disease is control)
80% vs 35% for tumours
 Chemotherapy (systemic
with positive nodes
control)
 Hormonal Rx (systemic
control)
Breast mass diagnostic algorithm
• Clinical breast examination (CBE)suspected
malignant
– Diagnostic mammography
– Biopsy
Types of Biopsy Definitions
Excisional biopsy when an entire lump or suspicious area is removed
Incisional biopsy when only a sample of tissue is removed with preservation
or core biopsy of the histological architecture of the tissue’s cells
Needle aspiration when a sample of tissue or fluid is removed with a needle
biopsy without preserving the histological architecture of the tissue
cells

Terminology Definitions
Enucleation the surgical removal of a mass without cutting into or
dissecting it
Debulking the surgical removal of part of a malignant tumour which
cannot be completely excised, so as to enhance the
effectiveness of radiation or chemotherapy
Extirpation the complete removal or eradication of an organ or tissue
I T1N0
T1N1
IIA
T2N0 • Localized breast cancer
T2N1 – Surgery is mainstay
IIB
T3N0 – Halsted, 1882, radical
T1N2 mastectomy
T2N2 • John Hopkins
IIIA
T3N1
T3N2
• Metastatic breast
T4N0
cancer
IIIB T4N1
– Systemic treatment
T4N2
IIIC N3
IV M1
Mastectomy
45. Osteosarkoma
• Presenting symptom
– PainThe most
common presenting
symptom
• particularly pain with
activity
• sprain, arthritis, or
growing pains
– Often, there is a history
of trauma
• the precise role of trauma
in the development of
osteosarcoma is unclear
Physical examination findings
• Usually limited to the site of the primary tumor
• Mass:
– A palpable mass may or may not be present
– tender and warm indistinguishable from osteomyelitis
– Increased skin vascularity over the mass may be
discernible
– Pulsations or a bruit
• Decreased range of motion
– involvement of a joint
• Lymphadenopathy
– involvement of local or regional lymph nodes is unusual
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan radiologis pada daerah yang
dicurigai terinfeksi, tidak menunjukkan area
radiolusen yang biasa ditemukan pd
osteomielitis.
• Conventional features
– Destruction of normal trabecular bone pattern
– a mixture of radiodense and radiolucent areas
– periosteal new bone formation
– formation of Codman's triangle (triangular elevation
of periosteum)
Periosteal reactions
• Radiographs of the primary
tumor usually show a large,
destructive, mixed lytic and
blastic mass. The tumor
frequently breaks through the
cortex and lifts the periosteum,
onion-skin "sunburst" and "hair-on- resulting in reactive periosteal
end" periosteal reaction bone formation. The triangular
shadow between the cortex
and raised ends of periosteum
is known radiographically as
Codman triangle and is
characteristic, but not
Codman's triangle
diagnostic of this tumor.
No osteoblastic appearance, Notice the osteoblastic-
fracture can be seen osteolytic appearance
Codman triangles (white Osteosarcoma of the distal femur,
arrow); and the large soft demonstating dense tumor bone formation
tissue mass (black arrow) and a sunburst pattern of periosteal reaction.
The MSTS surgical staging system
For bone sarcomas and defines grades of non-metastatic
malignant bone tumours

• I-A: low-grade, intra-compartmental


• I-B: low-grade, extra-compartmental
• II-A: high-grade, intra-compartmental
• II-B: high-grade, extra-compartmental
• III: any grade, metastatic.

• If extensive, eg. Involves quads and adductors


involved 2 compartments ("extra-compartmental)
Ekstrakompartemental
• The extent of the primary tumor is classified
as either intracompartmental (T1), meaning it
has basically remained within the bone, or
extracompartmental (T2), meaning it has
extended beyond the bone into other nearby
structures
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
46. Median Nerve injury
• Rare complication of Colles Fracture (elderly
fell with outstretched hand)
• Pain and paresthesias may radiate to the
forearm, elbow, and shoulder.
• Decreased grip strength may result in loss of
dexterity, and thenar muscle atrophy may
develop if the syndrome is severe.
Atrophy
Physical examination
• Phalen’s maneuver
• Tinel’s sign
• Weak thumb
abduction.
• Unable to move thumb
• two-point
discrimination
• Atrophy of thenar
muscles
Anterior Interosseous Nerve Syndrome
• Motor loss Sites of compresion
without sensory • Fibrous bands in
involvement Pronator Teres
• Muscles • Flexor Diditorum
affected: Flexor Superficialis
Digitorum origin
Profundus(radial
half), Flexor • Enlarged bicipital
Pollicis Longus bursa
and Pronator • Gantzer’s muscle
Quadratus • Not traumatic
origin
47. Femur Fracture
Postoperative mobilization
• Type A1 proximal femoral fractures
– Mobilisasi dilakukan saat telah stabil setelah fiksasi
internal dan full weight bearing diperbolehkan
• Shaft fracture
– Mobilisasi dilakukan setelah post operasi
hari-I (Partial weight bearing)
• Distal fracture
– Gentle range of motion in a hinged-knee brace is
begun early and continued for 6 weeks
48. Wrist Slitting
• Associated tendons
– frequently superficial tendons
• Central WristTendon m. Palmaris Longus (most superficial)
• Lateral WristTendon m. Flexor Carpi Radialis
– Deep cutProfunda tendons
• Flexor Digitorum Superficial(FDS)
• Flexor Digitorum Profunda(FDP)
• Median nerve sometimes injured”ape hand”
• The arteries are so small in the wrist; people
rarely die from this type of suicide attempt
49. Dysphagia
• Dysphagia
– Kesulitan menelankondisi yang biasa terjadi
– 5–8% dari populasi usia 50 tahun
– 16% of the elderly.
• Disfagia, terutama disfagia orofaring, lebih
sering kronik
– up to 60% of nursing-home occupants have
feeding difficulties that include dysphagia.
Proses Menelan
• Mekanisme kompleks
• Melibatkan 26 otot dan 5 nervus kranialis
– CN V -- both sensory and motor fibers; important in
chewing
– CN VII -- both sensory and motor fibers; important for
sensation of oropharynx & taste to anterior 2/3 of tongue
– CN IX -- both sensory and motor fibers; important for taste
to posterior tongue, sensory and motor functions of the
pharynx
– CN X -- both sensory and motor fibers; important for taste to
oropharynx, and sensation and motor function to larynx and
laryngopharynx; important for airway protection
– CN XII -- motor fibers that primarily innervate the tongue
• A normal adult swallows unconsciously 600 times in a 24-hour
period
Swallowing Stage 1
• Oral
– Food ingested, prepared
(mastication) and modified
(lubrication)
– Voluntary control
– Frequently results from
weakness – lips, tongue,
cheeks
– Unable to organize food into
well formed bolus and move
posteriorly
– Xerostomia – difficulty
breaking down solids
Swallowing Stage 2
• Pharyngeal
– Prevented from entering nasopharynx,
larynx rises, retroflexion of epiglottis
and vocal fold closure, synchronized
contraction of middle and inferior
constrictors, and synchronized
relaxation of the cricopharyngeal
muscle Involuntary
– Timing – neurologic – epiglottis
doesn’t protect larynx - leads to
cough/aspiration
– Weakness – neurologic injury/cancer –
residual food after swallow – can lead
to aspiration
Stage 3
• Esophageal
– Begins with crico-
pharyngeal relaxation
– Involuntary
– Most common
– Sensation of food
sticking at base of
throat/chest
– Peristalsis, tumor,
stricture
Neoplasia Esofagus

• uncommon
• when present is typically malignant.
• The two main culprits are
–esophageal squamous cell
carcinoma
–esophageal adenocarcinoma.
Clinical Presentation
• Dysphagia is the • As the tumor enlarges,
presenting complaint dysphagia becomes more
progressive.
in 80-90% of patients • Later symptoms include
with esophageal weight loss, odynophagia,
carcinoma chest pain and
hematemesis
• Early symptoms are
sometimes
nonspecific
retrosternal
discomfort or
indigestion
Cancer: apple core appearance
Cancer
Dysphagia
↙ ↘
Oropharyngeal dysphagia Esophageal dysphagia
▼ ▼
Neuromuscular dysfunction •Achalasia
•Nonachalasia Motility
Disorders
▼ •Strictures
•Cerebrovascular accidents •Rings/Webs
•Amyotrophic Lateral •GERD
Sclerosis (AML) •Extraesophageal GERD
•Parkinson's disease
•Myasthenia gravis
•Tardive dyskinesia. •Neoplasia
•Esophageal Diverticula
•Foreign Bodies
•Pill-Induced Injury
•Infectious Esophagitis
•Caustic Injury
Esophageal dysphagia
↙ ↘
Solids only Solids & liquids
▼ ▼

Mechanical obstruction Motility disorder


↙ ↘ ↙ ↘

Intermittent progressive Intermittent progressive

▼ ▼ ▼ ▼

•Rings/Webs •Strictures •Esophageal •Achalasia


spasm
•Malignancy •Scleroderma
Rings/Webs
• common findings on
upper endoscopy,
• many are
asymptomatic
• Symptoms can
include intermittent
solid food
dysphagia, aspira-
tion, and
regurgitation.
Esophageal achalasia
• Akalasia
– Kelainan motilitas dari spinkter esofagus bawah
(lower oesophageal spincter or cardiac sphincter)
• Lapisan otot polos esofagus mengalami gangguan
peristaltik dan kegagalan spinkter untuk relaksasi
stenosis fungsional atau striktur esofagus
fungsional
• Sebagian besar kasus tidak diketau penyebabnya
– Penyebab yang mungkin diantaranya Ca esofagus
Gejala Klinis
• Gejala yang tersering adalah disfagia makanan padat lebih sulit
dibandingkan makanan lunak dan cair
• Regurgitasimuncul pada 80-90% dan beberapa pasien belajar
untuk menginduksi regurgitasi untuk mengurangi nyeri
• Nyeri dadamuncul pada 25-50% pasien
– Muncul setelah makan dan nyeri retrosternal, lebih sering pada pada
awal penyakit
• Heartburn is common and may be aggravated by treatment.
• Penurunan berat badan mengarah ke keganasan (may coexist).
• Nocturnal cough and even inhalation of refluxed contents is a
feature of later disease.
• Examination is unlikely to be revealing although loss of weight may
be noted. Rarely, there may be signs of an inhalation pneumonia
Rat-tail Sign-irregularly
marginated tapering of
esophagus in achalasia AKA
Bird's Beak Sign; or of
bronchus and biliary duct in
carcinoma
http://www.patient.co.uk/doctor/Achalasia.htm
50. Ileus Obstruksi
Obstruction
Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena
adanya kelainan struktural sehingga menghalangi gerak
peristaltik usus.
Partial or complete
Simple or strangulated
Ileus
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan
peristaltik usus
Penyebab- Usus Halus
Luminal Mural Extraluminal
Benda asing Neoplasims Postoperative
Bezoars lipoma adhesions
Batu Empedu polyps
Sisa-sisa leiyomayoma Congenital
makanan hematoma adhesions
A. Lumbricoides
lymphoma
carcimoid Hernia
carinoma
secondary Tumors Volvulus
Crohns
TB
Stricture
Intussusception
Congenital
Pemeriksaan Radiologis
Posisi: Supine, tegak dan LLD
Pola udara dalam usus:
• Gastric,
• Colonic and 1-2 small bowel
Fluid Levels:
• Gastric
• 1-2 small bowel
Periksa udara pada 4 area:
1. Caecal
2. Hepatobiliary
3. Udara bebas dibawah diaphragma
4. Rectum
Periksa adanya kalsifikasi
Periksa adanya massa, psoas shadow
Periksa adanya feses
The Difference between small
and large bowel obstruction
Large bowel Small Bowel
•Peripheral ( diameter 8 cm max) •Central ( diameter 5 cm max)
•Presence of haustration •Vulvulae coniventae
•Ileum: may appear tubeless
Radiologi: Supine dan tegak(LLD)
A. Sensitivitas: 60% (sampai 90%)
B. Yang dapat ditemukan:
1. Distensi usus pada proksimal dari obstruksi
2. Usus kolaps pada distal dari obstruksi
3. Posisi tegak atau LLD: Air-fluid levels
4. Posisi Supine
a. Sharply angulated distended bowel loops
b. Step-ladder arrangement or parallel bowel
loops
51. End Points of Resuscitation
• Restoration of normal vital signs
• Adequate Urine output
• 0.5 - 1.0 cc/kg/hr
• Tissue Oxygenation measurement
• Adequate Cardiac Index
• Normalization of Oxygen delivery DO2I
• Normal Serum Lactate levels

Englehart; Curr Op Crit Care; Vol 12(6), Dec 06, p 579-574


52. Lidocain HCl
• Maximum doses :
– 5 mg/kgBB (without epinephrine)
– 7 mg/kgBB (with epinephrine)
Cara Kerja Lidokain
53. Cardiac
Arrest
• Indication for
CPR
– No response
– Not breathing
– No pulse
• Check Pulse
a.Carotis

http://circ.ahajournals.org/content/11
2/24_suppl/IV-156/F2.expansion.html
Identification Of Cardiac Arrest
• Tenaga medis harus
memeriksa pulse sebelum
melakukan chest
compressions pada pasien
yang disangka cardiac
arrest.
• Untuk dewasa dan anak,
pulse diperiksa pada a.
carotis selama 5 sampai 10
detik
• Tidak ada pulsecardiac
arrest

http://www.cardiopulmonaryresuscitation.net/
54. Intoxication

Am. J. Respir. Crit. Care Med.


April 15, 2002 vol. 165 no. 8
1037-1040
Bulletin of the World Health Organization 2009;87:950-954.
doi: 10.2471/BLT.08.058065
55. Lateral Malleolus anatomy
56. Urine Incontinence
ILMU PENYAKIT MATA
57. GLAUKOMA KONGENITAL
• 0,01% diantara 250.000 • Klasifikasi lainnya:
penderita glaukoma – Glaukoma kongenital primer
• 2/3 kasus pada Laki-laki dan anomali perkembangan yang
mempengaruhi trabecular
2/3 kasus terjadi bilateral meshwork.
• 50% manifestasi sejak lahir; – Glaukoma kongenital
70% terdiagnosis dlm 6 bln sekunder: kelainan kongenital
pertama; 80% terdiagnosis mata dan sistemik lainnya,
dalam 1 tahun pertama kelainan sekunder akibat
trauma, inflamasi, dan tumor.
• Klasifikasi menurut Schele:
– Glaukoma infantum: tampak
waktu lahir/ pd usia 1-3 thn
– Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Etiologi
• Barkan suggested incomplete • Primary congenital glaucoma appears
resorption of mesodermal tissue led to result from developmental
to formation of a membrane across
the anterior chamber angle  anomaly of the anterior segment
Barkan's membrane. structures derived from the
– The existence of such a membrane embryonic neural crest cells causing
has not been proved by light or outflow obstruction to aqueous by
electron microscopy.
• Maumenee & Anderson several mechanisms.
demonstrated abnormal anterior • Developmental arrest may result in
insertion (high insertion) of ciliary anterior insertion of iris, direct
muscle over the scleral spur in eyes
with infantile glaucoma. insertion of the ciliary body onto the
– Longitudinal and circular fibers of the trabecular meshwork and poor
ciliary muscles inserted directly onto structural development of the scleral
the trabecular meshwork rather than spur.
the scleral spur and root of the iris
inserts directly to trabecular
meshwork.
– due to a development arrest in the
normal migration of anterior uvea
across the meshwork in the third
trimester of gestation.

R Krishnadas, R Ramakrishnan. Congenital Glaucoma-A Brief Review. Journal of Current Glaucoma Practice
Patogenesis
 Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork  penumpukan
cairan aqueous humor  peninggian tekanan intraokuler 
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm  buftalmos & megalokornea)  kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang

 Ketika mata tidak dapat lagi meregang  bisa terjadi


penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
• Tanda dini: fotofobia, • Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme kongenital tahap lanjut
• Terjadi pengeruhan kornea dengan mendapati:
– Megalokornea
• Penambahan diameter
kornea (megalokornea; – Robekan membran
descement
diameter ≥ 13 mm)
– Pengeruhan difus kornea
• Penambahan diameter bola
mata (buphtalmos/ ox eye)
• Peningkatan tekanan
intraokuler

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos

http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Tatalaksana
• Medikamentosa hingga • Operasi:
TIO normal – Goniotomi (memotong
– Acetazolamide jaringan yg menutup
– pilokarpin trabekula atau memotong
iris yg berinsersi pada
trabekula
– Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan
dan jaringan
subkonjungtiva (dilakukan
bila goniotomi tidak
berhasil)

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
58. RETINOPATI DIABETIK
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
RETINOPATI DIABETIK
DM ophthalmic complications : • Diabetic Retinopathy :
Retinopathy (damage to the
• Corneal abnormalities retina) caused by
• Glaucoma complications of diabetes,
which can eventually lead to
• Iris neovascularization
blindness.
• Cataracts • It is an ocular manifestation of
• Neuropathies systemic disease which affects
• Diabetic retinopathy → up to 80% of all patients who
most common and have had diabetes for 10 years
potentially most blinding or more.
RETINOPATI DIABETIK
Signs and Symptoms Pemeriksaan :
• Seeing spots or floaters in the • Tajam penglihatan
field of vision • Funduskopi dalam keadaan
• Blurred vision pupil dilatasi : direk/indirek
• Foto Fundus
• Having a dark or empty spot in
• USG bila ada perdarahan
the center of the vision vitreus
• Difficulty seeing well at night
• On funduscopic exam : cotton
wool spot, flame Tatalaksana :
hemorrhages, dot-blot • Fotokoagulasi laser
hemorrhages, hard exudates
RETINOPATI DIABETIK
• Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun
• Mata tenang visus turun perlahan
• Pemeriksaan Oftalmoskop
– Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
– Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat
dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage)
– Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok
– Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
– Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak
sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih
– Neovaskularisasi
– Edema retina
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI

RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF


• ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada
pembuluh darah kapiler
• menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates)
• Tidak menyebabkan gangguan penglihatan 
mengenai makula
• Edema makula  penebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
• ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
• Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
• menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
– Perdarahan vitreus
– Tractional retinal detachment
– Glaukoma neovaskular
KLASIFIKASI RETINOPATI DM
• Derajat I : Mikroaneurisama dengan atau
tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
• Derajat II: Mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak
pada fundus okuli
• Derajat III: Mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak, neovaskularisasi
Pra Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi iregular dan
Proliferatif(Non mungkin terlihat membentuk lingkaran.
proliferatif)
Proliferatif Perubahan oklusif menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik atau ditempat lain
pada retina. Penglihatan normal, mengancam penglihatan

Proliferatif Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan pada


lanjut vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan
dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, mengancam penglihatan
Dot blot hemorrhage
Flame-shaped hemorrhage

Microaneurysm / dot blot hemorrhage


Macular edema
Neovascularization
Proliferative diabetic retinopathy
Penatalaksanaan :
1. Medical Treatment :
• Aldose reduktase inhibitor (sorbinil) 
Penelitian menurunkan proses retinopati
• Vascular Endothelial Growth factor Inhibitor
• Aminoguanidin (mengikat protein yang
mengalami glikolisis
• Pentoxypilin (memperbaiki sirkulasi perifer)
2. Laser Photocoagulation
• Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
(ETDRS) : Fotokoagulasi dini menurunkan incident
ggn visus 50%
• Terapi pilihan utama pada retinopati diabetes
yang telah mengancam penglihatan
• Indikasi :
– Perdarahan vitreous atau preretinal terokalisasi
– Kontraksi progresif proliferasi fibrin
– Neovaskularisasi ekstensif di COA
3. Bedah Vitrektomi :
• Vitrektomi dini pada PDR dapat menyebabkan
regresi NVD dan NVE
• Indikasi :
– Vitrektomi dipertimbangkan dilakukan jika terjadi
rekurensi, kegagalan terapi dengan foto koagulasi,
ataupun perdarahan vitreus yang massif hingga polus
posterior tidak terlihat.
– Perdarahan vitreous yang lama (3 – 6 bln)
– PDR (retinopati diabetik proliferatif) yang aktif dengan
visus baik
– Adanya traksi pada papil, peripapil, makula
– Adanya ablasio retina yang melibatkan makula
– Penurunan tajam penglihatan dari 10/50 menjadi
10/100 atau lebih buruk
Defini dan gejala
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell
retina arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis,
retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak
merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit
dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli

Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan
sentral hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4
kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

ARMD Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui. Insidens meningkat pada usia
> 50 tahun. Predominansi pada wanita, riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan
penglihatan sentral (mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan degenerasi
retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat
bervariasi. Funduskopi: drusen (endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh
makula dan kutub posterior)
Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta Fotokoagulasi laser

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing – cotton
wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya
Fugax monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
59. HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
 Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
 Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna Hordeolum Interna


Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• Pengobatan
– Self-limited dlm 1-2 mingu
– Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
– Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya:
Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B,
Chloramphenicol
– Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral
(diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar
• Pada hordeolum interna, insisi vertikal terhadap margo
palpebra supaya tidak memotong kelenjar meibom lainnya
• Pada hordeolum eksterna, insisi horizontal supaya kosmetik
tetap baik
Diagnosis Banding
• Kalazion
– Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
– Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul
berminggu-minggu.
– Dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi
akut
– Jika sangat besar, kalazion dapat menekan bola mata,
menyebabkan astigmatisma
• Blefaritis
– Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan
kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan
kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior)
– Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket,
epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis
• Selulitis palpebra
– Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut,
biasanya disebabkan infeksi Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
60. Konjungtivitis Alergi
• Allergic conjunctivitis may be divided into 5
major subcategories.
• Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
• Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.
Konjungtivitis Atopi
• Biasanya ada riwayat atopi • Terapi topikal jangka
• Gejala + Tanda: sensasi panjang: cell mast stabilizer
terbakar, sekret mukoid • Antihistamin oral
mata merah, fotofobia • Steroid topikal jangka
• Terdapat papila-papila halus pendek dapat meredakan
yang terutama ada di tarsus gejala
inferior
• Jarang ditemukan papila
raksasa
• Karena eksaserbasi datang
berulanga kali 
neovaskularisasi kornea,
sikatriks
KONJUNGTIVITIS VERNAL
• Nama lain:
– spring catarrh
– seasonal conjunctivitis
– warm weather conjunctivitis
• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit
diidentifikasi)
• Epidemiologi:
– Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10
tahun sejak awitan
– Laki-laki > perempuan
– Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
– Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir
tidak ada)
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
• Gejala & tanda:
– Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
– Sekret ropy
– Riwayat alergi pada RPD/RPK
– Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
– Gambaran cobblestone
(papila raksasa berpermukaan
rata pada konjungtiva tarsal)
– Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa
halus pada tarsal atas, pada • Komplikasi:
pajanan thdp panas) • Blefaritis & konjungtivitis
– Bercak Trantas (bercak stafilokokus
keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
– Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
Tatalaksana
• Self-limiting • Jangka panjang & prevensi
• Akut: sekunder:
• Antihistamin topikal
• Steroid topikal (+sistemik • Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai
bila perlu), jangka pendek pengganti steroid bila gejala
 mengurangi gatal sudah dapat dikontrol
(waspada efek samping: • Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
glaukoma, katarak, dll.) • Siklosporin 2% topikal (kasus
berat & tidak responsif)
• Vasokonstriktor topikal
• Desensitisasi thdp antigen
• Kompres dingin & ice (belum menunjukkan hasil
pack baik)

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.


Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC

Characteristics VKC AKC


Age at onset Generally presents at a younger age -
than AKC
Sex Males are affected preferentially. No sex predilection
Seasonal variation Typically occurs during spring months Generally perennial
Discharge Thick mucoid discharge Watery and clear discharge
Conjunctival - Higher incidence of
scarring conjunctival scarring
Horner-Trantas Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas
dots are commonly seen. dots is rare.
Corneal Not present Deep corneal
neovascularization neovascularization tends to
develop
Presence of Conjunctival scraping reveals Presence of eosinophils is
eosinophils in eosinophils to a greater degree in less likely
conjunctival VKC than in AKC
scraping
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster
virus

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
61. TRAUMA KIMIA MATA
• Klasifikasi :
• Merupakan trauma yang mengenai
bola mata akibat terpaparnya bahan  Derajat 1: kornea jernih dan tidak
kimia baik yang bersifat asam atau ada iskemik limbus (prognosis
basa yang dapat merusak struktur bola sangat baik)
mata tersebut
 Derajat 2: kornea berkabut
• Keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera dengan gambaran iris yang masih
pada mata, baik ringan, berat bahkan terlihat dan terdapat kurang dari
sampai kehilangan penglihatan 1/3 iskemik limbus (prognosis
• Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang baik)
bersifat asam (pH < 7) dan yang  Derajat 3: epitel kornea hilang
bersifat basa (pH > 7,6) total, stroma berkabut dengan
• Pemeriksaan Penunjang : gambaran iris tidak jelas dan
 Kertas Lakmus : cek pH berkala
 Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi sudah terdapat 1/2 iskemik
luka limbus (prognosis kurang)
 Tonometri
 Derajat 4: kornea opak dan
 Funduskopi direk dan indirek
sudah terdapat iskemik lebih dari
1/2 limbus (prognosis sangat
buruk)
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
TRAUMA KIMIA MATA
TRAUMA BASA LEBIH BERBAHAYA DIBANDINGKAN ASAM; gejala: epifora, blefarosasme, nyeri

Trauma Asam : Trauma Basa :


• Bahan asam mengenai mata maka • Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel
akan segera terjadi koagulasi protein dan terjadi proses safonifikasi, disertai
epitel kornea yang mengakibatkan dengan dehidrasi
kekeruhan pada kornea, sehingga bila • Basa akan menembus kornea, kamera
konsentrasi tidak tinggi maka tidak okuli anterior sampai retina dengan
akan bersifat destruktif cepat, sehingga berakhir dengan
• Biasanya kerusakan hanya pada kebutaan.
bagian superfisial saja • Pada trauma basa akan terjadi
• Bahan kimia bersifat asam : asam penghancuran jaringan kolagen kornea.
sulfat, air accu, asam sulfit, asam • Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH,
hidrklorida, zat pemutih, asam amoniak, Freon/bahan pendingin lemari
asetat, asam nitrat, asam kromat, es, sabun, shampo, kapur gamping,
asam hidroflorida semen, tiner, lem, cairan pembersih
dalam rumah tangga, soda kuat.
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
TRAUMA KIMIA MATA - TATALAKSANA

Tatalaksana Emergensi : Tatalaksana Medikamentosa :


 Irigasi : utk meminimalkan  Steroid : mengurangi
durasi kontak mata dengan inflamasi dan infiltrasi
bahan kimia dan neutrofil
menormalkan pH mata; dgn  Siklopegik : mengistirahatkan
larutan normal saline (atau iris, mencegah iritis (atropine
setara) atau scopolamin) → dilatasi
 Double eversi kelopak mata : pupil
utk memindahkan material  Antibiotik : mencegah infeksi
 Debridemen : pada epitel oleh kuman oportunis
kornea yang nekrotik

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf; Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas


TRAUMA KIMIA MATA -
TATALAKSANA

• Removing the offending agent


– Immediate copious irrigation
• With a sterile balanced buffered solution
normal saline solution or ringer's lactate
solution
• Until the ph (acidity) of the eye returns to
normal
– Pain relief → Topical anesthetic
• Promoting ocular surface(epithelial)healing
– artificial tears
– Ascorbate → collagen remodeling
– Placement of a therapeutic bandage contact
lens until the epithelium has regenerated
• Controlling inflammation
– Inflammatory inhibits reepithelialization
and increases the risk of corneal ulceration
and perforation
– Topical steroids
– Ascorbate (500 mg PO qid)
• Preventing infection
– Prophylactic topical antibiotics
• Controlling IOP
– In initial therapy and during the later
recovery phase, if IOP is high (>30 mm Hg)
• Control pain
– Cycloplegic agents → ciliary spasm
– Oral pain medication
62. Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
– The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
• Koreksi→ lensa positif untuk menambah
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia the test. A result of
• Kekuatan lensa yang biasa digunakan: 14/20 means that the
+ 1.0 D → usia 40 tahun person can read at 14
+ 1.5 D → usia 45 tahun inches what someone
+ 2.0 D → usia 50 tahun with normal vision can
+ 2.5 D → usia 55 tahun read at 20 inches.
+ 3.0 D → usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
63. Episcleritis
Simple episcleritis
• This common condition is a • Clinical features
– Sudden onset of mild discomfort, tearing ±
benign, recurrent photophobia; may be recurrent.
inflammation of the episclera – Sectoral (occasionally diffuse) redness that
blanches with topical vasoconstrictor (e.g.,
• it is most common in young phenylephrine 10%); globe nontender;
spontaneous resolution 1–2 weeks.
women. • Treatment
– Supportive: reassurance ± cold
• Episcleritis is usually self- compresses.
limiting and may require little – Artificial tears
– Topical: consider lubricants ± NSAID (e.g.,
or no treatment. ketorolac 0.3% 3x/day; uncertain benefit).

• It is not usually associated Although disease improves with topical
steroids, there may be rebound
with any systemic disease, –
inflammation on withdrawal.
Systemic: if severe or recurrent disease,
although around 10% may consider oral NSAID (e.g., flurbiprofen 100
mg 3x/day for acute disease).
have a connective tissue
disease.
• Nodular episcleritis • Treatment
• Clinical features – Treat as for simple episcleritis, but
– Sudden onset of FB sensation, there is a greater role for ocular
discomfort, tearing ± photophobia. lubricants.
It may be recurrent. – Patients with severe or prolonged
– Red nodule arising from the episodes may require artificial
episclera tears and/or topical
corticosteroids.
– can be moved separately from the
sclera (cf. nodular scleritis) and – Nodular episcleritis is more
conjunctiva indolent and may require local
corticosteroid drops or anti-
– blanches with topical inflammatory agents.
vasoconstrictor (e.g.,
phenylephrine 10%) – Topical ophthalmic 0.5%
prednisolone, 0.1%
– does not stain with fluorescein; dexamethasone, or 0.1%
– globe nontender betamethasone daily may be used.
– Spontaneous resolution occurs in
5–6 weeks.
Applied anatomy of vascular coats
Normal Episcleritis Scleritis

• Radial superficial episcleral • Maximal congestion • Maximal congestion of


vessels of episcleral vessels deep vascular plexus
• Deep vascular plexus • Slight congestion of
adjacent to sclera episcleral vessels
64. Trauma Mekanik Bola Mata
• Cedera langsung berupa ruda • Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan  Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
• Beratnya kerusakan jaringan  TIO : dgn tonometer
bergantung dari jenis trauma aplanasi/schiotz/palpasi
serta jaringan yang terkena  Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
• Gejala : penurunan tajam  USG : utk melihat segmen
penglihatan; tanda-tanda posterior (jika memungkinkan)
trauma pada bola mata  Ro orbita : jika curiga fraktur
• Komplikasi : dinding orbita/benda asing
 Endoftalmitis • Tatalaksana :
 Uveitis  Bergantung pada berat trauma,
 Perdarahan vitreous mulai dari hanya pemberian
 Hifema antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
 Retinal detachment operasi repair
 Glaukoma
 Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012


HIFEMA
• Definisi:
– Perdarahan pada bilik mata • Tujuan terapi:
depan – Mencegah rebleeding
– Tampak seperti warna (biasanya dalam 5 hari
merah atau genangan pertama)
darah pada dasar iris atau – Mencegah noda darah
pada kornea pada kornea
• Halangan pandang parsial – Mencegah atrofi saraf
/ komplet optik
• Etiologi: pembedahan • Komplikasi:
intraokular, trauma – Perdarahan ulang
tumpul, trauma laserasi – Sinekiae anterior perifer
– Atrofi saraf optik
– Glaukoma
• Tatalaksana:
– Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi
– bed rest & Elevasi kepala malam hari
– Eye patch & eye shield
– Mengendalikan peningkatan TIO
– Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
– Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
– Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone

acetate 1% 4x/hari)
– Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi
masih kontroversial). 

65. OKLUSI ARTERI RETINA
• Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina
sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak.
• Predisposisi
– Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit
katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi,
– Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin
(keracunan alkohol, tembakau, timah hitam
– Trauma(frakturorbita)
– Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi)
– Neuritis optik, arteritis, SLE

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Gejala Klinis :
• Visus hilang mendadak tanda nyeri
• Amaurosis Fugax (transient visual loss)
• Lebih sering laki-laki diatas 60thn
• Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus
normal.
• Setelah 30 menit retina polusposterior pucat
kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid
dapat terlihat  Cherry Red Spot
• Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali
kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Penatalaksanaan :
• Tx berkaitan dengan • Gradient perfusion
penyakit sistemik pressure :
• Untuk memperbaiki visus – Parasentesis sumbatan di
harus waspada sebab 90 bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc
menit setelah sumbatan – Masase bola mata (dilatasi
kerusakan retina arteri retina)
ireversible. – ß blocker
– acetazolamide
• Prinsip “gradient – Streptokinase (fibrinolisis)
perfusion pressure”
(menurunkan TIO secara – Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS (CENTRAL
RETINA VEIN OCCLUSION)
• Kelainan retina akibat • Predisposisi :
sumbatan akut vena – Usia diatas 50 thn
retina sentral yang – Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan – DM 7% -Kolestrolemia
penglihatan hilang – TIO meningkat
mendadak. – Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
– Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Gejala Klinis
1. Tipe Noniskemik : 2. Tipe Iskemik :
• FFA (Fundus Fluorescein • FFA area nonperfusi diatas
Angiography) area nonperfusi 10 disc
kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.
• Vena dilatasi ringan dan • Vena dilatasi lebih nyata
sedikit berkelok • Perdarahan masif pada ke 4
• Perdarahan dot dan flame kuadran
shaped • Cotton wool spot
• dapat disertai dengan atau • Rubeosis iridis
tanpa edama papil • Marcus Gunn +
• Perdarahan vitreous
• Edama retina dan edama
makula
• Pemeriksaan : • Penatalaksanaan :
– FFA (Fundus Fluorescein • Memperbaiki
Angiography) underlying disease
– ERG
(Electroretinogram)
• Fotokoagulasi laser
– Tonometri • Vitrektomi
• Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
• Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya

Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


Fugax biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
66. KATARAK TRAUMATIK

Typical stellate/rosette/flower-shaped cortical


lens opacity
KATARAK TRAUMATIK
• Most common complication of non-perforating and
perforating injuries to the globe.
• Intraocular trauma by surgical instruments, lodged foreign
body or intraocular filtration tube is also a possible cause.
• Cataracts caused by blunt trauma classically form stellate- or
rosette-shaped posterior axial opacities that may be stable or
progressive,
• Penetrating trauma with disruption of the lens capsule forms
cortical changes that may remain focal if small or may
progress rapidly to total cortical opacification.
Clinical features:
• Cataract formation after non-perforating injuries such as contusion
or concussion may occur without any damage to the lens capsule
• The cataract formation may be slowly progressive or mature
suddenly
• It is not always easy to observe initial changes of the lens
• Vossius' ring can be seen as circular iris pigment imprinted on the
surface of the lens anterior capsule
• Opacification can occur in a variety of lens structures resulting in
discrete, punctate subepithelial changes, or deep in the cortex with
the typical rosette (flower-shaped) opacity
• Trauma may also produce anterior or posterior subcapsular
opacities.
67. Gangguan Lapang Pandang:
Hemianopia
• Hemianopia, also known as Hemianopsia is
loss of vision in either the right or left sides
of both eyes
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/hemianopia
68. TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)
Kondisi Akibat trauma mata
Iridodialisis known as a coredialysis, is a localized may be asymptomatic and require no treatment, but
separation or tearing away of the iris those with larger dialyses may have corectopia
from its attachment to the ciliary body; (displacement of the pupil from its normal, central
usually caused by blunt trauma to the position) or polycoria (a pathological condition of the
eye eye characterized by more than one pupillary opening
in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or
photophobia

Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eyea reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola


Edema Kornea Terjadi akibat disfungsi endotel kornea lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
local atau difus. Biasanya terkait dengan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif
pelipatan pada membran Descemet dan
penebalan stroma. Rupturnya membran
Descemet biasanya terjadi vertikal dan
paling sering terjadi akibat trauma
kelahiran.
Ruptur Koroid Trauma keras yang mengakibatkan Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila
ruptur koroid  perdarahan subretina, darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan
biasanya terletak di posterior bola mata tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)
• Dislokasi Lensa :
putusnya zonula Zinn → kedudukan lensa terganggu
• Subluksasi Lensa :
putusnya sebagian zonula Zinn → lensa berpindah tempat.
• Luksasi lensa anterior :
seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus → lensa masuk
ke dalam bilik mata depan
• Luksasi lensa posterior :
putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa →
lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran
bawah polus posterior fundus okuli
TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)
• Dapat karena trauma atau spontan (pada
penderita sindrom Marphan → zonula Zinn
rapuh)
• Gejala : visus menurun, iridodenesis, lensa
menjadi lbh cembung → miopik.
• Penyulit : Glaukoma, uveitis
• Tatalaksana : kacamata koreksi yang sesuai,
bila timbul penyulit → operasi (pengeluaran
lensa)

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


http://www.patient.co.uk/doctor/Eye-Trauma.htm
http://www.patient.co.uk/doctor/Eye-Trauma.htm
http://www.patient.co.uk/doctor/Eye-Trauma.htm
69. Kelainan Kongenital

Penyebab Temuan klinis

Rubella IUGR, kelainan kardiovaskular (biasanya PDA/


pulmonary artery stenosis), katarak, tuli.
retinopati, mikroftalmia, hearing loss, mental
retardation, speech defect, trombositopenia,
Varicella IUGR, kelainan kulit sesuai distribusi
dermatomal: sikatriks kulit, kulit tampak merah,
berindurasi, dan meradang, kelainan
tulang:hipoplasia ekstrimitas dan jari tangan
kaki, kelainan mata, dan kelainan neurologis
Toxoplasma IUGR, chorioretinitis, Cerebral calcification,
hydrocephalus,
Abnormal cerebrospinal fluid (xanthochromia and
pleocytosis), Jaundice, Hepatosplenomegaly, Neurologic
signs are severe and always present. (Microcephaly or
macrocephaly, Bulging fontanelle, Nystagmus
Abnormal muscle tone, Seizures, Delay of development)

Citomegalovirus Retinitis, Jaundice, Hepatosplenomegali, BBLR, Mineral


deposits in the brain, Petechiae, Seizures, Small head size
(microcephaly)
Herpes Trias:
1. Kulit (scarring, active lesions, hypo- and
hyperpigmentation, aplasia cutis, and/or an
erythematous macular exanthem)
2. Mata (microopthalmia, retinal dysplasia, optic atrophy,
and/or chorioretinitis)
3. Neurologis (microcephaly, encephalomalacia,
hydranencephaly, and/or intracranial calcification)
http://cmr.asm.org/content/17/1/1.full
70. Keratitis Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.

Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal


Organisme Rute obat Pilihan pertama Pilihan kedua Alternatif
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Nystatin
mirip ragi = Subkonjungtiva Natamycin Miconazole -
Candida sp Sistemik Flycytosine Ketoconazole -
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Miconazole
mirip hifa = Subkonjungtiva Amphotericin B Miconazole -
ulkus fungi Sistemik Fluconazole Ketoconazole -

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Keratitis Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Keratitis Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


NEUROLOGI
71. Myasthenia Gravis
A disorder of neuromuscular Clinical Presentation :
transmission, characterised by :
• Weakness and fatigue of some or • Facial muscle weakness is almost always present
– Ptosis and bilateral facial muscle weakness
all muscle groups – Sclera below limbus may be exposed due to weak lower
lids
• Weakness worsening on • Bulbar muscle weakness
– Palatal muscles
sustained or repeated exertion, • “Nasal voice”, nasal regurgitation
• Chewing and swallowing may become difficult  choking
or towards the end of the day, –
• Severe jaw weakness may cause jaw to hang open
Neck muscles :Neck flexors affected more than extensors
releived by rest • Limb muscle weakness
– Upper limbs more common than lower limbs
Etiology : autoimmune destruction • Respiratory muscle weakness
of nicotinic postsynaptic receptors – Weakness of the intercostal muscles and the diaghram  CO2
retention due to hypoventilation
for acetylcholine. The antibodies –
• May cause a neuromuscular emergency
Weakness of pharyngeal muscles may collapse the upper airway
referred to as acetylcholine receptor • Occular muscle weakness
– Asymmetric
antibodies (AChR antibodies) • Usually affects more than one extraocular muscle and is
not limited to muscles innervated by one cranial nerve
• Weakness of lateral and medial recti may produce a
pseudointernuclear opthalmoplegia
– Limited adduction of one eye with nystagmus of
the abducting eye on attempted lateral gaze
– Ptosis caused by eyelid weakness
– Diplopia is very common
Myasthenia Gravis
Work Up : Treatment :
• Anti-acetylcholine receptor • AChE inhibitors
– Pyridostigmine bromide (Mestinon)
antibody → (+) in 74% • Starts working in 30-60 minutes and
• Anti-striated muscle antibody → lasts 3-6 hours
• Individualize dose
(+) in 84% pts with thymoma • Adult dose:
– 60-960mg/d PO
• Chest X-ray – 2mg IV/IM q2-3h
• Caution
• Chest CT Scan → to identify – Check for cholinergic crisis
thymoma • Others: Neostigmine Bromide
• Immunomodulating therapies :
Prednisone
• Plasmapheresis
• Thymectomy
– Important in treatment, especially if
thymoma is present

Neurology and Neurosurgery Illustrated


Neuropati
Polineuritis Sindroma klinik akibat gangguan fungsi saraf tepi yang luas yang terjadi
(Polineurodegene secara bersamaan. Gejala Klinik : Didahului ISPA, Kelumpuhan LMN
rasi) (Distal lebih berat dari proksimal), Gangguan sensorik berupa pola
sarung tangan dan kaus kaki (stocking and gloves), Reflek tendon
berkurang, Kadang-kadang melibatkan saraf kranial.
Periodic paralysis Episodic weakness
• Related to potassium: Hypokalemia or Hyperkalemia
• Unrelated to potassium
Myasthenia an autoimmune neuromuscular disease leading to fluctuating muscle
Gravis weakness and fatigability. Characterised by: weakness of some or all
muscle groups, weakness worsening towards the end of the day,
relieved by rest

Guillaine Barre Acute immune-immediated polyneuropathies, characterised by post-


Syndrome infection, symmetrical muscle weakness starts from proximal leg
Distrofi Muskular a group of muscle diseases that weaken the musculoskeletal system
and hamper locomotion. characterized by progressive skeletal muscle
weakness, defects in muscle proteins, and the death of muscle cells
and tissue, progressive muscular wasting, joint contractures
72. EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
 Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Normal vs. Abnormal Head CT Scan

user.shikoku.ne.jp/tobrains/exam/CT/CT-e.html
Epidural Hematom

Tipe
Epidural Subdural
hematom
Antara kranium dan Antara duramater dan
Lokasi
duramater subarakhnoid
• arteri meningea
media
(temporoparietal)
•Arteri anterior
Pembuluh etmoidalis (lokus
darah yang frontalis) Bridging veins
terkait •Sinus transversus dan
sigmoideus (lokus
oksipitalis)
• Sinus sagitalis superior
– lokus vertux
Nyeri kepala yang
makin memberat dan
Symptoms Terdapat interval lusid
penurunan kesadaran
yang makin berat
CT
biconvex Seperti bulan sabit
appearance
73. Meningitis Bakterialis
74. Guillane Barre Syndrome
75. Afasia
• Kelainan yang terjadi karena kerusakan dari
bagian otak yang mengurus bahasa.
• yaitu kehilangan kemampuan untuk
membentuk kata-kata atau kehilangan
kemampuan untuk menangkap arti kata-kata
sehingga pembicaraan tidak dapat
berlangsung dengan baik.
• Afasia menimbulkan problem dalam bahasa
lisan (bicara dan pengertian) dan bahasa
tulisan (membaca dan menulis). Biasanya
membaca dan menulis lebih terganggu dari
pada bicara dan pengertian.
• Afasia bisa ringan atau berat. Beratnya
gangguan tergantung besar dan lokasi
kerusakan di otak.
Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global
Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 – 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
• Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata
76. Cedera Pleksus Brachialis
• Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang
menimbulkan kerusakan saraf yang
membentuk pleksus brakhialis, mulai dari
“radiks” saraf hingga saraf terminal.
• Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi motorik, sensorik atau autonomic
pada ekstremitas atas. Istilah lain yang sering
digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis
atau pleksopati brakhialis

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


Etiologi
1. Trauma
– Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa
maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka,
cedera iatrogenic.
2. Tumor
– Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma,
malignant peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ;
jinak (desmoid, lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru)
3. Radiation-induced
– Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan
sebanyak 1,8 – 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae
dan paru.
4. Entrapment
– Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet
syndrome. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik
dinding dada ke depan (anterior dan inferior).
5. Idiopatik
– Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab
yang jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi
klasik adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 – 2 minggu
dan kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan
dan pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.
Sindroma Erb-Duchenne
• Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior
dan biasanya terjadi akibat trauma. Pada bayi biasanya
akibat distokia bahu, orang dewasa terjadi karena jatuh
pada bahu dengan kepala terlampau menekuk kesamping.
• Presentasi klinis pasien berupa waiter’s tip position dimana
lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot
deltoid dan supraspinatus), rotasi internal pada bahu
(kelemahan otot teres minor dan infraspinatus), pronasi
(kelemahan otot supinator dan brachioradialis) dan
pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi
radialis longus dan brevis).
• Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps
brakhialis, brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis,
rhomboid, levator scapula dan teres mayor.
• Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi
terjadi pada bagian luar (lateral) dari lengan atas dan
tangan.
Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.
Sindroma Klumpke’s Paralysis
• Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior
dimana penyebab pada bayi baru dilahirkan adalah karena
penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala, sedangkan
pada orang dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian
tangannya memegang sesuatu kemudian bahu tertarik.
• Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan
otot lumbrikalis) sedangkan fungsi otot gelang bahu baik.
Selain itu juga terdapat kelumpuhan pada otot fleksor carpi
ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar
sehingga tangan terlihat atrofi. Disabilitas motorik sama
dengan kombinasi lesi n. Medianus dan ulnaris.
• Kelainan sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi
ulnar dari lengan dan tangan.

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


“claw
hand”
Netter 1997

2006 Moore & Dalley COA

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


Lesi Pan-supraklavikular
(radiks C5-T1 / semua trunkus)
• Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot
ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas
pada seluruh ekstremitas atas dan mungkin
terdapat nyeri.
• Otot rhomboid, seratus anterior dan otot-otot
spinal mungkin tidak lemah tergantung dari
letak lesi proksimal (radiks) atau lebih ke distal
(trunkus).

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


77. Bell’s Palsy
78. Cluster Type Headache
79. Koma
• Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
• Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
• Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Penyebab dapat disingkat “SEMENITE”
• S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
• E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
• M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
• E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
• N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi – keracunan.
• T ; Trauma – kecelakaan.
• E ; Epilepsi.
Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi
80. Diagnosis Meningitis
PSKIATRI
81-83. Skizofrenia
Kriteria umum diagnosis skizofrenia:
• Harus ada minimal 1 gejala berikut:
– Thought echoisi pikirannya berulang dikepalanya
– Thought insertion or withdrawalisi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya
– Thought broadcastingisi pikirannya keluar sehingga orang lain/ umum mengetahuinya
– Delusion of controlwaham tentang dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya
– Delusion of influencewaham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar
– Delusion of passivitywaham tentang dirinya tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar
– Delusion of perceptionpengalaman inderawi yang tidak wajar
– Halusinasi auditorik

• Atau minimal 2 gejala berikut:


– Halusinasi dari panca-indera apa saja
– Arus pikiran yang terputus
– Perilaku katatonik
– Gejala negatif: apatis, bicara jarang, respons emosi menumpul

• Gejala-gejala tersebut telah berlangsung minimal 1 bulan.

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal
1 bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik,
pikiran obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).

PPDGJ
Psikofarmaka
• Antipsikotik:
– 1st gen: klorpromazin, haloperidol.
– 2nd gen: klozapin, risperidone, olanzapine
• Depresi:
– Selective serotonin reuptake inhibitor: Fluoxetine,
sertraline, paroxetine.
– Tricyclic: amitriptiline, doxepine, imipramine
• Manik: lithium, carbamazepine, asam valproat
• Anxiolitik: benzodiazepine, buspirone,
Faktor Presipitasi Schizophrenia
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :

• Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang


menerima dan memproses informasi di thalamus dan
frontal otak.

• Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.

• Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan,


lingkunga, sikap da perilaku.
Gejala-gejala pencetus respon biologis
Kesehatan : Lingkungan :
• nutrisi kurang, • lingkungan yang memusuhi,
• kurang tidur, • masalah rumah tangga,
• ketidakseimbangan irama • kehilangan kebebasan hidup,
sirkadian, • perubahan kebiasaan hidup,
• kelelahan, • pola aktivitas sehari-hari,
• infeksi, • kesukaran berhubungan
• obat-obatan sistem saraf dengan orang lain,
pusat, • kemiskinan,
• kurangnya latihan dan • Putus sekolah
hambatan untuk menjangkau
layanan kesehatan.
Faktor Predisposisi/risiko
Faktor Genetis Psikologis
• Diduga letak gen
skizofrenia pada • anak yang diperlakukan
kromosom no. 6 dengan oleh ibu pencemas,
kontribusi genetik terlalu melindungi, dingin
tambahan no. 4, 8, 15 dan dan tidak berperasaan,
22 • ayah yang mengambil
• kembar identik memilki jarak dengan anaknya
kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50%
• Kedua orang tua
skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%
84. Cognitive Disorder
• Mild Cognitive Impairment (MCI)
– Suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh berkurangnya fungsi
kognitif yang signifikan, tanpa adanya dementia
– Terutama mempengaruhi memori, tapi dapat mempengaruhi fungsi
sehari-hari secara perlahan (subtle ways)
• MCI berbeda dengan Alzheimer’s disease atau dementia yang
laintidak mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas sehari-hari atau menyebabkan general confusion
• Sebagian besar pasien dengan MCI dapat hidup mandiritidak
memiliki kesulitan dalam berpikir, berpartisipasi dalam percakapan
sehari-hari atau aktivitas sosial, dan menyetir
• Pasien cenderung mudah lupa dan melakukan tugas tidak secara
berurutan
Cognitive Disorder
If MCI progresses, memory problems become more
noticeable. Family and friends may begin to notice
signs such as:
– repeating the same question over and over again.
– retelling the same stories or providing the same
information repeatedly.
– lack of initiative in beginning or completing activities.
– trouble managing number-related tasks such as bill
paying.
– lack of focus during conversations and activities.
– inability to follow multi-step directions.
Psychiatric Examination
Mental Status Examination
• The mental status
examination is the part of
the clinical assessment
that describes the sum
total of the examiner's
observations and
impressions of the
psychiatric patient at the
time of the interview.
• The patient's mental status
can change from day to
day or hour to hour.
Gangguan Mental Organik
• Demensia:
– Sindrom akibat penyakit/gangguan otak
– Bersifat kronik progresif
– Gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel:
• Daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap, berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai
– Pedoman diagnostik:
• Penurunan kemampuan daya ingat & daya pikir yang sampai
mengganggu kegiatan harian
• Tidak ada gangguan kesadaran
• Gejala & disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

85. Sexual Disorder (Parafilia)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the
person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
86. Sign & Symptom
Symptoms Description
Illusion Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Delusion False belief, based on incorrect inference about external reality,


that is firmly held despite objective and obvious contradictory
proof or evidence and despite the fact that other members of
the culture do not share the belief.
Incoherence Communication that is disconnected, disorganized, or
incomprehensible.
Depersonalization Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or
one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.

Derealization Sensation of changed reality or that one's surroundings have


altered.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.


Symptoms Description
Hallucination False sensory perception occurring in the absence of any relevant
external stimulation of the sensory modality involved.
Idea of Reference Misinterpretation of incidents and events in the outside world as
having direct personal reference to oneself; occasionally observed
in normal persons, but frequently seen in paranoid patients.
Dereism Mental activity that follows a totally subjective and idiosyncratic
system of logic and fails to take the facts of reality or experience
into consideration. Characteristic of schizophrenia.
Loosening of a disorder in the logical progression of thoughts, manifested as a
associations failure to communicate verbally adequately; unrelated and
unconnected ideas shift from one subject to another
Idea of reference Misinterpretation of incidents and events in the outside world as
having direct personal reference to oneself. If present with
sufficient frequency or intensity or if organized and systematized,
they constitute delusions of reference.
Circumstantiality Disturbance in the associative thought and speech processes in
which a patient digresses into unnecessary details and
inappropriate thoughts before communicating the central idea.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
87. TILIKAN ( INSIGHT )
• Tilikan wawasan diri
– pemahaman seseorang terhadap kondisi dan
situasi dirinya dalam konteks realitas
sekitarnya
– pemahaman pasien terhadap penyakitnya
• Tilikan terganggu
– hilangnya kemampuan untuk memahami
kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi
dirinya
Darmono S. In
http://xa.yimg.com/kq/groups/20899393/913752678/name/11.
+Gambaran+dan+Gejala+Klinis+Gangguan+Jiwa.ppt. FKUI/RSCM
DERAJAT GANGGUAN TILIKAN
1. Penyangkalan total terhadap penyakitnya
2. Ambivalensi terhadap penyakitnya
3. Menyalahkan faktor lain sebagai penyebab
penyakitnya
4. Menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan
namun tidak memahami penyebab sakitnya
5. Menyadari penyakitnya dan faktor faktor yang
berhubungan dengan penyakitnya namun tidak
menerapkan dalam perilaku praktisnya
6. Tilikan yang sehat, yakni sadar sepenuhnya
tentang situasi dirinya disertai motifasi untuk
mencapai perbaikan
88. ADHD
Childhood Psychiatry
• Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
– a pattern of diminished sustained attention and
higher levels of impulsivity in a child or adolescent

• The diagnosis of ADHD is based on the consensus


of experts that three observable subtypes:
– inattentive,
– hyperactive/impulsive, or
– combined are all manifestations of the same disorder.
Jenis-jenis ADHD
http://www.brainbalancecenters.com/blog/2013/08/an-inside-look-at-adhd/
89. Drugs-Induced Movement Disorder
http://en.wikipedia.rg/wiki

(Extrapyramidal syndrome)
Definitions
Akathisia Suatu sindrom yang dikarekteristikkan sebagai sensasi kegelisahan yang
tidak menyenangkan, dan bermanifes menjadi tidak dapat berdiam
diri(inability to sit still or remain motionless). Anxiety, Patients typically
pace for hours
Dystonia Kelainan nerulogis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus
sehingga mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang
abnormal.
Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan
konvergen, menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi
posterolateral dari leher dan dengan mulut terbuka atau rahang terkunci.
Frequently a result of antiemetics such as the neuroleptics (e.g.,
prochlorperazine) or metoclopramide. And Chlorpromazine
Dyskinesia Kelainan pergerakan yang terdiri dari hilangnya gerakan volunter dan
munculnya gerakan involunter. Tremor ringan pada tangan, gerakan yang
tidak dapat dikontrol pada ekstremitas atas atau bawah
Tardive dyskinesia Muncul setelah terapi dengan antipsikotik seperti haloperidol (Haldol) or
amoxapine (Asendin). Tremors and writhing movements of the body and
limbs and abnormal movements in the face, mouth, and tongue, including
involuntary lip smacking, repetitive pouting of the lips, and tongue
protrusions.
http://www.uspharm
acist.com/content/c/
10205/?t=alzheimer%
27s_and_dementia,n
eurology
90. Gangguan Afektif
Mania
• Mood harus meningkat, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal
untuk individu yang bersangkutan. Perubahan mood minimal
berlangsung 1 minggu.
• Gejala:
– 1) peningkatan aktivitas,
– 2) banyak bicara,
– 3) flight of idea,
– 4) hilangnya inhibisi dari norma sosial,
– 5) berkurangnya kebutuhan tidur,
– 6) harga diri atau ide-ide kebesaran yang berlebihan,
– 7) distraktibillitas atau perubahan aktivitas atau rencana yang konstan,
– 8) perilaku berisiko atau ceroboh tanpa menyadari akibatnya,
– 9) peningkatan energi seksual.

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Gangguan Afektif
• Pada gangguan afektif dengan ciri psikotik, waham
bersifat mood-congruent (konsisten dengan
depresi/manik)
• Depresi: waham tentang dosa, kemiskinan,
malapetaka, & pasien merasa bertanggung jawab.
• Manik: waham tentang kekuasaan, uang, utusan
Tuhan.
Diagnosis Gejala Psikotik Gangguan Afektif
Skizofrenia Ada Durasi singkat
Skizoafektif Ada, dengan atau tanpa Hanya ada bila gejala
gangguan afektif psikotik (+)
Gangguan afektif dengan Hanya ada selama Ada, walau tanpa gejala
ciri psikotik gangguan afektif (+) psikotik
Tujuan Tatalaksana Mania
Tatalaksana Mania Akut
91. Depresi
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. hilang minat & 2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
kegembiraan,
3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

• Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
Gangguan Afektif
• Pada gangguan afektif dengan ciri psikotik, waham
bersifat mood-congruent (konsisten dengan
depresi/manik)
• Depresi: waham tentang dosa, kemiskinan,
malapetaka, & pasien merasa bertanggung jawab.
• Manik: waham tentang kekuasaan, uang, utusan
Tuhan.
Diagnosis Gejala Psikotik Gangguan Afektif
Skizofrenia Ada Durasi singkat
Skizoafektif Ada, dengan atau tanpa Hanya ada bila gejala
gangguan afektif psikotik (+)
Gangguan afektif dengan Hanya ada selama Ada, walau tanpa gejala
ciri psikotik gangguan afektif (+) psikotik
Terapi Depresi
• Kombinasi psikoterapi & farmakoterapi adalah terapi paling
efektif.

• The different antidepressant class adverse effect profiles


make the SSRIs more tolerable than the TCAs  SSRI is
commonly used as first line drug for major depression.
Antidepressan
• A review of the use of antidepressants (Anderson, ‘01):
– There is little difference in efficacy among most new (post-
1980) and older TCAs & monoamine oxidase inhibitor
(MAOI) antidepressants;
– The serotonin (5-HT) and norepinephrine (NE) reuptake
inhibitors (SNRIs), including venlafaxine, and the TCAs are
superior in efficacy to the selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs);
– Fluoxetine has a slower onset of therapeutic action than
the other SSRIs;
– The different antidepressant class adverse effect profiles
make the SSRIs more tolerable than the TCAs. (Case files:
SSRI is commonly used as first line drug for major
depression)
Antidepressan
Cardiac Toxicity:
1. Tricyclic antidepressants may slow cardiac
conduction, resulting in intraventricular
conduction delay, prolongation of the QT interval,
and AV block. Therefore, TCAs should not be used
in patients with conduction defects, arrhythmias,
or a history of a recent MI.
2. SSRIs, venlafaxine, bupropion, mirtazapine, and
nefazodone have no effects on cardiac
conduction.
Antidepresan Dosis anjuran/hari
Amitriptiliin 75 – 150 mg
Imipramin 75 – 150 mg
Maprotilin 75 – 150 mg
Sertralin 50 – 10 mg
Fluoxetin 20 – 40 mg
Citalopram 20 – 60 mg
Venlafaxin 75 – 150 mg
Moclobemid 300 – 600 mg

Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


92. Sleep Disorder
DSM-IV-TR divides primary sleep • Parasomnias: abnormal behaviors
disorders into: during sleep or the transition
• Dyssomnias: disorders of quantity or between sleep and wakefulness.
timing of sleep – Nightmare
– Insomnia • Repeated awakenings from bad dreams
• primary insomnias: insomnia is • When awakened client becomes oriented
independent of any known physical or and alert
mental condition. – Night terror
– Hypersomnia • Abrupt awakening from sleep, usually
• sleeping too much, as well as being drowsy at beginning with a panicky scream or cry.
times when client should be alert • Intense fear and signs of autonomic arousal
• Excessive sleepiness • Unresponsive to efforts from other to calm
– Narcolepsy client
• Sleeping at the wrong time • No detailed dream recalled
• Sleep intrudes into wakefulness, causing clients • Amnesia for episode
to fall asleep almost instantly – Sleep walking/somnabulisme
• Sleep is brief but refreshing • Rising from bed during sleep and
• May also have sleep paralysis, sudden loss of walking about.
strength, and hallucinations as fall asleep or • Usually occurs early in the night.
awaken. • On awakening, the person has amnesia
– Circadian rhythm sleep disturbances for episode
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry
93. Gangguan Disosiatif
Diagnosis Karakteristik
Amnesia Hilang daya ingat mengenai kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)
Fugue Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi
tidak mengingat perjalanan tersebut.
Stupor Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons
normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)
Trans Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri &
kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.
Motorik Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.
Konvulsi Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan
kesadaran, mengompol, atau jatuh.
Anestesi & Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom.
kehilangan Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang
sensorik pandang sama, tidak tergantung jarak).
PPDGJ
94. Gangguan Ansietas
• Ansietas
– suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi
• Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti:
– kecemasan (khawatir akan nasib buruk),
– Sulit konsentrasi
– ketegangan motorik,
– gelisah, gemetar, renjatan
– rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala
– ketegangan otot, mudah lelah
– berkeringat, tangan terasa dingin
– Insomnia
Gejala Umum
Gejala Psikologis Gejala Fisik
95. Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif
bebas dari gejala di antara serangan panik.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku
penyesuaian dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak
berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik
menyeluruh (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
Gangguan Fobik
Diagnosis Karakteristik
Fobia Khas Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera,
dan kematian.
Fobia sosial Rasa takut yang berlebihan akan dipermalukan atau melakukan
hal yang memalukan pada berbagai situasi sosial, seperti bicara
di depan umum, berkemih di toilet umum, atau makan di
tempat umum.
Agorafobia Kecemasan timbul di tempat atau situasi di mana menyelamatkan
diri sulit dilakukan atau tidak tersedia pertolongan pada saat
terjadi serangan panik. Situasi tersebut mencakup berada di luar
rumah seorang diri, di keramaian, atau bepergian dengan bus,
kereta, atau mobil.

PPDGJ
ILMU KULIT DAN KELAMIN
96. Clostridium sp.
• Batang, gram positif, memiliki endospora,
anaerob
• Organisme yang bersifat patogen:
– Clostridium tetani
– Clostridium difficile
– Clostridium perfringens
– Clostridium botulinum
Clostridium Tetani

• Ditemukan pada tanah, dan saluran pencernaan binatang


• Memiliki neurotoksin poten (tetanus toxin, tetanospasmin)
• Patogenesis
– Kuman masuk ke luka  spora menjadi sel vegetatif 
memproduksi toksin  bermigrasi sepanjang saraf 
ke SSP  kejang & spasme otot
• Terapi
– Antibiotik dan ATS
Clostridium Botulinum

• Ditemukan di tanah, saluran pencernaan binatang


• Relatif resisten terhadap panas, bertahan pada makanan kaleng
• Patogenesis
– Toksin tertelan  diserap di duodenum & jejenum  masuk pemb. Darah 
mencapai sinaps neuromuskular  memblok pelepasan asetilkolin
– 3 bentuk: botulisme makanan, luka, dan botulisme bayi
• Gejala
– Menyerupai infeksi bacillus cereus atau staphylococcal
– Gejala mulai 18-36 jam post menelan toksin
– Rasa lemah, pusing, mulut kering, mual, muntah, gejala neurologis (sulit berbicara,
paralisis otot pernapasan)
• Terapi
– Antitoksin, gastric lavage
Clostridium Difficile

• Hidup di kolon
• Antibiotic-associated diarrhea (AAD), colitis, pseudomembranous colitis
• Patogenesis
– Penggunaan antibiotik jangka panjang  flora normal di kolon mati
 pertumbuhan c. difficile
• Gejala
– Diare ringan sampai enterokolitis.
– Pada kolitis tanpa pseudomembran pasien menderita lemah, nyeri
abdominal, mual, diare, demam tinggi dan leukositosis bermakna.
• Terapi
– Metronidazole, vancomycin
Clostridium Perfringens
• Eksotoksin: gas gangrene pada luka operasi
– Demam tinggi, pus coklat, gelebung gas bawah
kulit, perubahan warna kulit, bau busuk
• Endotoksin: keracunan makanan (t.u makanan
kaleng  endospora)
– Kram perut, diare
• Terapi: antibiotik
97. Herpes genitalis
• Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan adalnya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di
daerah dekat mukokutan
• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di
daerah pinggang ke bawah terutama genital
• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab da eritematosa,
berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan
kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai
gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan
tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang
sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis
• Pemeriksaan: ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear)
• Pengobatan: idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir
• Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu
herpes genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
98
Histopatologi Skrofuloderma

Cuboid cell
lining
99.
100. Posio Ointment Skin

Ointment Specific Indication/advantage


Gel/Jelly More liquid than salve and transparent, good use for mucosa,
can easily washed by water.
Cream/Cremores Good for topical use in mucosa/skin , easily cleaned, medium
penetration to skin
Salve/Zalf/unguent Deep potency in skin penetration, good for likenifikasi lesion,
a not easily cleaned, not recommended for interginosa skin
Powder For dry skin lesion, effective to reduce pruritus
Injection For systemic disease, Fast onset, 100% bioavailability, can be
given to patient in decrease conciousness
101. Nevus Pigmentosus
• Etiologi :
– Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk
sarang-sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona
taut dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan
membentuk sarang- sarang pada dermis.
• Diagnosis Banding :
– Melanoma maligma, nevus biru, nevus sel epiteloid dan atau nevus
spindel, KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis seboroik berpigmen.
• Pengobatan :
– Pada umumnya tidak diperlukan pengobatan. Namun bila
menimbulkan masalah sesara kosmetik, atau sering terjadi iritasi
karena gesekan pakaian, dapat dilakukan bedah eksisi. Bila ada
kecurigaan ke arah keganasan dapat dilakukan eksisi dengan
pemeriksaan histopatologi
102. Kandidosis Vagina
• terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian antibiotik,
pil KB, dan obat lain  perubahan pH vagina  pertumbuhan
candida
• Sering ditemukan pada wanita hamil, menstruasi, DM
• Gejala
– Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina.
– Bercak putih, kekuningan, heperemia, leukore seperti
susu pecah, dan gatal hebat.
– Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.
Terapi
• Nistatin : berupa cream, salep, emulsi.
• Grup azol : mikonazol 2% berupa cream atau bedak,
klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan cream, tiokonazol,
bufonazol, isokonazol, siklopiroksolamin 1% larutan, cream,
antimikotin yang laen yang berspektrum luas.
• Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan kontrimazol
500mg pervaginam dosis tunggal, sistemik diberikan
ketokonazol 2x200mg selama 5 hari atau dengan intrakonazol
2x200mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150mg dosis
tunggal.
• Intrakonazol : bila dipakai untuk kandidiasis vulvovaginalis
dosis orang dewasa 2x100mg sehari, selama 3 hari.
103.
104.
105.
106.
107.
108. Infeksi Oportunistik Pada HIV
Tuberkulosis pada HIV
• Penyebab demam paling sering pada ODHA di negara berpenghasilan
rendah

• CD4 rendah  lebih sering TB milier & Ekstra paru

• CD4 < 200  jarang kavitas


– Rontgen: limfadenopati, efusi, infiltrat di lapangan tengah dan bawah, TB
milier

• 10% Rontgen: normal

• 5 -20 % yang mendapat OAT + ARV  Sindrom Imunorekonstitusi:


perburukan klinis dan radiologis yang ditandai dengan demam,
batuk,limfadenopati, infiltrat paru, efusi dan abses pada CNS

• Terapi = TB non HIV


– Lama pengobatan: 1 tahun
– Hindari Nevirapin  interaksi obat dan hepatotoksik
Mycobacterium Avian Complex (MAC)

• Terutama pada negara maju


• Jarang pada CD4 > 100sel/mm3, biasanya pada CD4 <
50 sel/mm3
• Gejala: Demam, keringat malam, BB menurun, nyeri
abdomen, diare
• Diare dapat berat & kronis: malabsorpsi & wasting
• Diagnosis: Kultur darah
• Terapi:
– Rifabutin 300 mg/ Azitromisin 500-600 mg/ klaritromisin
2x500 mg/h + Etambutol 15 mg/kgBB selama 12 bulan
Cryptococcus
Neofarmans

• Jamur seperti ragi (yeast-like fungus) yang ada dimana-mana


di seluruh dunia
• Penyebab utama meningitis jamur dan penyebab terbanyak
morbiditas & mortalitas pasien dengan gangguan imunitas
• Ditemukan pada kotoran burung (terutama merpati), tanah,
binatang juga pada kelompok manusia (colonized human).
• Diagnosis:
– Sistemik: ditemukan antigen kriptokokus serum
– Meningitis: antigen kriptokokus pada CSF
• Terapi:
– Sistemik: Flukonazol 200-400 mg/h (10 minggu)
– Meningitis: Amphotericin B 0.7 – 1 mg/Kg BB (2 minggu)
Pneumocystis Jiroveci
Pneumonia (PCP)
• Terjadi pada penderita dengan CD4 < 200

• Subakut  beberapa minggu – bulan: gejala demam, batuk kering, sesak


napas yang memburuk, BB turun

• Rontgen: tidak khas, berupa infiltrat bilateral intersisial yang difus

• Sering di negara industri

• Diagnosis: Gejala, radiologis, isolasi kuman dari sputum/ BAL, LDH


meningkat

• Terapi: Kotrimoksazol IV atau oral (forte) 3x/hari


Cryptosporodium

• Protozoa parasit dalam divisi Apicomplexa


• Menyebabkan cryptosporodiasis.
• Mempengaruhi usus mamalia dan biasanya berupa
infeksi pencernaan akut jangka pendek.
• Menyebar melalui rute fecal-oral (kotoran-mulut),
sering juga dari air yang terkontaminasi.
• Terapi:
– Tidak ada pengobatan yang efektif
– ARV meningkatkan daya tahan tubuh
109. Infeksi Cestoda: Taenia Sp.
• Berasal dari hospes perantara sapi dan babi
• Sebaran: Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia,
Amerika Utara, Amerika Latin, Rusia, Indonesia
• Morfologi
– T. saginata: Panjang sekitar 3-5 m, terdiri dari 2000
proglotida. Scolexnya mempunyai 4 batil isap
– T. Solium: 1,8-3 m, memiliki duri yang menancap,
dapat menimbulkan sistiserkosis bila telur tertelan
• Terapi: Niklosamide
Kista Hidatid
• Etiologi: Echinococcus granulosus

• Hospes definitif: Anjing dan carnivora


lainnya.

• Manusia terinfeksi oleh stadium larva 


hidatidosis (tipe unilokular)

• Penyebaran : Australia, Afrika,Amerika,


Eropa, RRC, Jepang, Filipina dan Arab.
Morfologi dan Siklus Hidup
• Panjang 3 – 6 mm (cacing pita terkecil dari kelompok
Cestoda)

• Terdiri atas skoleks , leher dan 3 buah proglotid(1 imatur, 1


matur dan 1 gravid)

• Proglotid gravidnya paling besar dan paling panjang.

• Cacing dewasa hidup melekat pd vilus usus halus anjing,


karnivora dan Hospes definitif lainnya.

• Telur dikeluarkan bersama tinja anjing

• Hospes Perantara: kambing, domba, babi, unta,&


manusia.
Morfologi dan Siklus Hidup

• Bila telur tertelan oleh hospes perantara, maka telur


menetas di rongga duodenum dan embrio yang keluar
menembus dinding usus aliran limfe dan peredaran darah
 alat-alat dalam spt. hati, paru, otak, ginjal, limpa, otot,
tulang dll.

• Dalam organ terbentuk kista hidatid (tipe unilokular).


• Ukuran dapat sebesar buah kelapa dalam 10-20 thn.
Echinococcus granulosus

LARVA :
HIDATID
BENTUK
GELEMBUNG

TELUR
Daur hidup E. garanulosus
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala dan Tanda
•Tergantung kepada tempat dan ukuran kista hidatid.
•Pada stadium awal >>> asimtomatik.
•Apabila ukuran kista membesar :
1. Desakan kista hidatid,
2. Cairan kista yang dapat menimbulkan reaksi
alergi,
3. Bila kista pecah, cairan kista masuk peredaran
darah anaphylactic shock- †
Diagnosis Klinis

1. Diagnosis klinik berdasarkan pertumbuhan


kista/tumor yg lambat (khususnya di hepar)

2. DD >>>> keganasan, abses amouba, dan kista


kongenital

3. Pemeriksaan Rontgen bermanfaat untuk kista


pulmonal & kista yang mengalami kalsifikasi

4. USG hepar bermanfaat untuk mendeteksi kista


hidatid
Diagnosis Laboratorium

1. Menemukan protoskoleks
2. Menemukan brood capsule
3. Menemukan kista baru pada pasca operasi
4. Menemukan fragmen hidatid dari pecahan kista di
dalam sputum dan urin.
5. Menemukan skoleks dari cairan kista.
6. Reaksi Casoni (skin tes, hasil tes memperlihatkan
positif palsu 14 %)
7. Tes serologi (ELISA, IHA, IFA, & IEF)
Pengobatan, Prognosis, Epidemiologi

• Terapi Definitif: Operasi

• Prognosis
• Bila kista unilokuler dapat dioperasi dan diangkat

• Epidemiologi
– Daerah peternakan domba dan berhubungan
erat dengan anjing
Pencegahan penyakit hidatidosis oleh E. granulosus
1. Menghindari/mencegah anjing memakan sisa
daging/bangkai hewan ternak.
2. Mengurangi populasi anjing.
3. Pengobatan massal thdp anjing utk membunuh cacing
dewasanya.

Proteksi perorang :
1. Hindari hubungan yg erat dg anjing, kucing & hewan
karnivora lainnya.
2. Hindari makanan sayuran mentah/yg terkontaminasi
tinja anjing.
3. Pemeriksaan secara periodik trhdp orang-orang di
daerah endemik/erat hubungannya dgn anjing, utk tes
serologis tentang zat anti Echinoccocus.
110. Pioderma
Penyakit Keterangan
Erisipelas -Infeksi akut oleh Streptococcus
-Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya meninggi, tanda
inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
-Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis
Selulitis -Infeksi akut oleh Streptococcus
-Infiltrat difus (batas tidak tegas) di subkutan, tanda inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
Impetigo -Impetigo kontagiosa=impetigo vulgaris=impetigo Tillbury Fox
krustosa -Etio : Streptococcus B hemolyticus
-Predileksi: muka, lubang hidung dan mulut
-Krusta tebal berwarna kuning seperti madu
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61
111. Keganasan Kulit
Perbedaan BCC dan SCC dari pemeriksaan dermatologis:

Karsinoma Sel Basal Karsinoma Sel Skuamosa


- Waxy, translucent, or pearly appearance - Bersisik, lebih tebal dari keratosis aktinik
- Ulserasi sentral - Dasar meninggi eritematosa
- Tepi pucat dan meninggi - Kdang membentuk keratin horn
- Telangiektasia - Dapat berbentuk plak, nodul, kadang
- Rapuh, penyembuhan buruk, perdarahan dengan bagian tengah berulkus
- Tepi iregular dan mudah berdarah
- Tepi lesi berwarna cerah, tidak jernih
seperti karsinoma sel basal

Sumber: Stulberg DL,et al. Diagnosis and treatment of basal cell and squamous cell carcinoma.
American Family Physician. 2004;70(8):1481-1488.
Keganasan pada kulit
• Karsinoma sel basal • Karsinoma sel skuamosa
– Berasal dari sel epidermal – Berasal dari sel epidermis.
pluripoten. Faktor predisposisi: Etiologi: sinar matahari,
lingkungan (radiasi, arsen, genetik, herediter, arsen,
paparan sinar matahari, radiasi, hidrokarbon, ulkus
trauma, ulkus sikatriks), genetik sikatrik
– Usia di atas 40 tahun – Usia tersering 40-50 tahun
– Biasanya di daerah berambut, – Dapat bentuk intraepidermal
invasif, jarang metastasis – Dapat bentuk invasif: mula-
– Bentuk paling sering adalah mula berbentuk nodus keras,
nodulus: menyerupai kutil, licin, kemudian berkembang
tidak berambut, berwarna menjadi verukosa/papiloma.
coklat/hitam, berkilat (pearly), Fase lanjut tumor menjadi
bila melebar pinggirannya keras, bertambah besar, invasif,
meninggi di tengah menjadi dapat terjadi ulserasi.
ulkus (ulcus rodent) kadang Metastasis biasanya melalui
disertai talangiektasis, teraba KGB.
keras

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
SCC

• Melanoma maligna
– Etiologi belum pasti. Mungkin
faktor herediter atau iritasi
berulang pada tahi lalat
– Usia 30-60 tahun
– Bentuk:
• Superfisial: Bercak dengan BCC
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
• Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
• Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
– Prognosis buruk
MM
112. Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis
dan sekitarnya
• Menyerang dewasa (tergolong
PMS), dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak,
seperti di alis/bulu mata dan
pada tepi batas rambut kepala
• Gejala: Gatal di daerah pubis
dan sekitarnya, dapat meluas
ke abdomen/dada, makula
serulae (sky blue spot), black
dot pada celana dalam
• Pengobatan: gameksan 1%,
benzil benzoat 25%
113. Pitiriasis versikolor
• Penyakit jamur superfisial yang kronik disebabkan
Malassezia furfur
• Gejala:
– Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat
hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas,
leher, muka, kulit kepala yang berambut
– Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi
• Pemeriksaan: lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20%
(hifa pendek, spora bulat: meatball & spaghetti
appearance)
• Obat: selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
– Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan
ketokonazol 1x200mg selama 10 hari

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
ILMU KESEHATAN ANAK
114. Cerebral Palsy
• Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the
development of movement and posture, causing activity limitation,
that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in
the developing fetal or infant brain.
• The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by
disturbances of sensation, perception, cognition, communication,
and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal
problems. ”Rosenbaum et al, 2007
• Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations
change over time
• CP is caused by a broad group of developmental, genetic,
metabolic, ischemic, infectious, and other acquired etiologies that
produce a common group of neurologic phenotypes
Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed
Cerebral Palsy Risk factor
Clinical Manifestation
• CP is generally divided into several major motor syndromes
that differ according to the pattern of neurologic involvement,
neuropathology, and etiology
Clinical Manifestation
• Spastic hemiplegia: decreased spontaneous movements on the affected
side, the arm is often more involved than the leg. Spasticity is apparent in
the affected extremities, particularly the ankle, causing an equinovarus
deformity of the foot
• Spastic diplegia is bilateral spasticity of the legs greater than in the arms.
Examination: spasticity in the legs with brisk reflexes, ankle clonus, and a
bilateral Babinski sign. When the child is suspended by the axillae, a
scissoring posture of the lower extremities is maintained
• Spastic quadriplegia is the most severe form of CP because of marked
motor impairment of all extremities and the high association with mental
retardation and seizures
• Athetoid CP, also called choreoathetoid or extrapyramidal CP, is less
common than spastic cerebral palsy. Affected infants are characteristically
hypotonic with poor head control and marked head lag
Tujuan Terapi Cerebral Palsy
• Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas
serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita
sesedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain dan
diharapkan penderita bisa mandiri dalam melakukan aktivitas
kehidupannya di kemudian hari.
• Diperlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat masalah
yang dihadapi sangat kompleks, dan merupakan suatu tim antara
dokter anak, dokter saraf, dokter jiwa, dokter mata, dokter THT,
dokter ortopedi, psikolog, rehabilitasi medik, pekerja sosial, guru
sekolah luar biasa dan orang tua penderita.
• Jenis rehabilitasi medik yang diperlukan pada CP: fisioterapi, terapi
wicara, okupasional (termasuk rekreasional di dalamnya), dan
ortotik protese
115. Patogenesis KAD
Diagnostic Criteria and Typical Total Body Deficits of
Water and Electrolytes in Diabetic Ketoacidosis
• Diagnostic criteria* • Typical deficits
– Blood glucose: > 250 mg per dL – Water: 6 L, or 100 mL per kg
(13.9 mmol per L) body weight
– pH: <7.3 – Sodium: 7 to 10 mEq per kg body
– Serum bicarbonate: < 15 mEq/L weight
– Urinary ketone: ≥3+ – Potassium: 3 to 5 mEq per kg
body weight
– Serum ketone: positive at 1:2
dilutions† – Phosphate: ~1.0 mmol per kg
body weight
– Serum osmolality: variable

*Not all patients will meet all diagnostic criteria,


depending on hydration status, previous
administration of diabetes treatment and other
factors.
Adapted with permission from Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA. Diabetic
ketoacidosis. In: Porte D Jr, Sherwin RS, eds. Ellenberg and Rifkin's Diabetes
mellitus. 5th ed. Stamford, Conn.: Appleton & Lange, 1997;827–44.

CLASSIC TRIAD OF DKA


Goals of Treatment KAD
• Restore perfusion, which will increase glucose
uptake in the periphery, increase glomerular
filtration, and reverse the progressive acidosis.
• Arrest ketogenesis with insulin administration,
which reverses proteolysis and lipolysis while
stimulating glucose uptake and processing,
thereby normalizing blood glucose concentration.
• Replace electrolyte losses.
• Intervene rapidly when complications,
• especially CE, occur.
IV Fluid Key Points
Start IV fluids: 10-20 ml/kg of 0.9%NS over the first hour
In a severely dehydrated patient, this may need to be repeated
Fluids should not exceed 50 ml/kg over first 4 hours of therapy

Clinical assessment of dehydration to determine fluid volume


Children with DKA have a fluid deficit in the range of 5-10%
Mild DKA 3-4% dehydration
Moderate DKA 5-7% dehydration
Severe DKA 10% dehydration
Shock is rare in pediatric DKA

Replace fluid deficit evenly over 48 hours

ALL PATIENTS WITH DKA REQUIRE SUPPLEMENTAL FLUIDS


50
until SQ insulin the ph >7.30 and/or the HCO3 >15 mEq/L an

Insulin Administration initiated serum ketones have cleared


Adapted from:
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, et al; American Diabetes Association. Hyperglycemic crises in
Insulin
diabetes.treatment is begun
Diabetes Care. 2004;27(Suppl. after the initial fluid resuscitation
1):S94-S102

Insulin therapy
INSULIN
Turns off the production of ketones
Decreases blood glucose

IV insulin infusion
regular insulin Low-dose insulin infusion
0.1 units/kg/hr Decreases risk of hypoglycemia or
hypokalemia
Goal is to decrease blood glucose by
100mg/dL/hour
Continue until acidosis

Insulin Key Points


clears
(pH >7.30, HC03 >15 mEq/L)
Do not reduce or discontinue the insulin infusion
based solely upon the blood glucose
Prior to insulin administration, reassess vital signs, blood glucose
Decrease to Thestatus
insulin infusion should be continued until
and neurological
0.05 units/kg/hr
until SQ insulin the ph >7.30 and/or the HCO3 >15 mEq/L and the
initiated serum ketones have cleared
Adapted from: Insulin is administered as a continuous intravenous infusion of
regular insulin at a rate of 0.1 units/kg per hour (prepared by
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, et al; American Diabetes Association. Hyperglycemic crises in
diabetes. Diabetes Care. 2004;27(Suppl. 1):S94-S102 51
pharmacy)
Do not give insulin as a bolus
Insulin Key Points
• The dose of insulin should remain at 0.1
units/kg/hour until the acidosis resolves (pH
7.3 and/or bicarbonate >15 mEq/L)
• Do not decrease rate or stop the insulin
administration based solely on glucose values
• Once blood glucose reaches 250 mg/dL,
maintain insulin and begin dextrose infusion
Potassium Administration
initial serum potassium is <2.5 mmol/L (hypokalemia)
• Administer 0.5-1 mEq/kg of potassium chloride in IV
• Start potassium replacement early, even before starting insulin therapy

Initial serum potassium is 2.5 - 3.5 mmol/L


• Administer potassium 40 mEq/L in
IV solution until serum potassium > 3.5 mmol/L
• Monitor serum potassium hourly
• Administer potassium 30 – 40 mEq/L in IV solution to maintain serum potassium
at 3.5 – 5.0 mmol/L

initial serum potassium is 3.5 - 5.0 mmol/L


• Administer potassium 30 – 40 mEq/L in IV solution to maintain serum potassium
at 3.5 – 5.0 mmol/L
• Monitor serum potassium hourly
Dextrose Administration
Dextrose

Maintain glucose between


Add to IV fluids when the blood glucose 150 to 250 mg/dL to
concentration reaches 250 mg/dL prevent hypoglycemia

Check glucose hourly until


Change to 5% dextrose with 0.45 NaCl at a
rate to complete rehydration in 48 hr stable

Check electrolytes every 2-


Check glucose hourly and electrolytes every 4 hrs until stable
2-4 hr until stable

After resolution of DKA, initiate SQ insulin


0.5 – 1.0 units/kg/day (or according to insulin Adapted from:
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, et al; American
dosing guidelines per institution or physician Diabetes Association. Hyperglycemic crises in diabetes.
policy) Diabetes Care. 2004;27(Suppl. 1):S94-S102
61
Bicarbonate
• Bicarbonate therapy is generally
contraindicated in Pediatric DKA due to
increased risk of cerebral edema.
• Bicarbonate therapy should only be
considered in cases of:
– Severe acidemia
– Life-threatening hyperkalemia

Pediatric Hyperglycemia and Diabetic Ketoacidosis (DKA). EMSC Illinois


Komplikasi KAD pada Anak
• Cerebral oedema
This is unpredictable, occurs more frequently in younger children and
newly diagnosed diabetes and has a mortality of around 25%. The
causes are not known.
• Hypokalaemia
This is preventable with careful monitoring and management
• Aspiration pneumonia

Use a naso-gastric tube in semi-conscious or unconscious children.


http://dtc.ucsf.edu/types-of-diabetes/type2/treatment-of-type-2-
diabetes/medications-and-therapies/type-2-insulin-rx/types-of-insulin/
Onset of Duration of
Category Generic type Examples action (mins) action (hours)

Rapid Aspart, lispro 10-20 2-5


Rapid- Novomix®, 10-20 8-16+
intermediate Humalog
Short Regular* Actrapid®, Humulin S®, 15-60 4-8
Insuman Rapid®
Short- Regular- Mixtard®, 15-60 8-16+
intermediate isophane
Humulin M2/3/5®,
(NPH) mixture
Insuman Comb®
'Biphasic'
Intermediate Isophane (NPH) Insulatard®, 60-120 8-16+
Humulin I®,
Insuman Basal®
Long Crystalline zinc Ultratard®, 120-240 16-30
suspensions Humulin Zn®
'Lente'
Very long Glargine 60-120 24+

http://www.medscape.com/viewarticle/462554_4
116. Trauma Lahir Ekstrakranial
Kaput Suksedaneum Perdarahan Subgaleal
• Paling sering ditemui • Darah di bawah galea
• Tekanan serviks pada kulit aponeurosis
kepala • Pembengkakan kulit kepala,
• Akumulasi darah/serum ekimoses
subkutan, ekstraperiosteal • Mungkin meluas ke daerah
• TIDAK diperlukan terapi, periorbital dan leher
menghilang dalam • Seringkali berkaitan dengan
beberapa hari. trauma kepala (40%).
Trauma Lahir Ekstrakranial
Sefalhematoma
• Perdarahan sub periosteal akibat • Ukurannya bertambah sejalan
ruptur pembuluh darah antara dengan bertambahnya waktu
tengkorak dan periosteum • 5-18% berhubungan dengan fraktur
• Etiologi: partus lama/obstruksi, tengkorak g foto kepala
persalinan dengan ekstraksi vakum, • Umumnya menghilang dalam waktu
Benturan kepala janin dengan pelvis 2 – 8 minggu
• Paling umum terlihat di parietal • Komplikasi: ikterus, anemia
tetapi kadang-kadang terjadi pada • Kalsifikasi mungkin bertahan selama
tulang oksipital > 1 tahun.
• Tanda dan gejala: massa yang teraba • Catatan: Jangan mengaspirasi
agak keras dan berfluktuasi; pada sefalohematoma meskipun teraba
palpasi ditemukan kesan suatu kawah berfluktuasi
dangkal didalam tulang di bawah
massa; pembengkakan tidak meluas
melewati batas sutura yang terlibat
 Memantau  hematokrit
 Memantau  hiperbilirubinemia
 Mungkin  diperlukan  pemeriksaan  koagulopati  

Tabel 7 : Diagnosis banding trauma lahir ekstrakranial

L es i Pem ben gkakan ↑ s etelah M elin tas i ↑ ↑ ↑ kehilan gan


eksternal lahir garis sutura darah akut
Kaput
       lunak,  lekukan   tidak   ya   tidak
suksedaneum
Sefal  hematoma   padat,  tegang   ya   tidak   tidak
Hematoma     padat,  berair     ya   ya   ya
subgaleal

Trauma Intrakranial
Perdarahan Subdural
117. Manfaat fluor dlm mengjambat
karies
• Fluor terkonsentrasi pada plak dan saliva menghambat
demineralisasi enamel yang sehat dan merangsang
remineralisasi dari enamel yang rusak
– Ktk bakteri kariogenik memetabolisme karbohidrat  fluor
dibebaskan dari dental plaque akibat penurunan pH
– Fluor yg terlepas dr plak dan fluor dari saliva kemudian
diambil, bersama dengan kalsium dan fosfat membentuk
lapisan enamel baru.
– Lapisan enamel yang baru lebih tahan asam dan lebih
banyak mengandung fluor dan lebih sedikit mengandung
karbonat
Manfaat fluor dlm mengjambat karies

• Fluor juga menghambat karies dentis dengan


mempengaruhi aktivitas bakteri kariogenik
– Ketika fluoride terkonsentrasi pada dental plaque,
fluor menghambat metabolisme karbohidrat oleh
bakteri kariogenik dan mempengaruhi produksi
adhesive polysaccharides.
Fluoride
• Saliva merupakan sumber utama • Fluoride's predominant
fluor topikal, tetapi kadar fluor effect is posteruptive and
pada duktus saliva yang
disekresikan sebenarnya rendah topical and that the effect
dan tidak menghambat aktivitas depends on fluoride being
bakteri kariogenik in the right amount in the
• Akan tetapi, dgn minum air yg right place at the right
terfluorisasi, mentikat gigi dgn
pasta mengandung fluor, dapat time.
meningkatkan konsentrasi fluor di • Fluoride works primarily
saliva hingga 100 s.d 100 kali lipat after teeth have erupted,
• Konsentrasi Fluor tersebut kembali especially when small
normal dalam 1-2 jam, tetapi
selama jangka waktu ini, saliva amounts are maintained
menjadi sumber fluor untuk dental constantly in the mouth,
plaque dan remineralisasi specifically in dental plaque
and saliva.
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5014a1.htm
Efek samping fluor:
Fluorosis Gigi
• Penggunaan fluor dalam waktu yang lama
selama pembentukan enamel mengakibatkan
perubahan-perubahan klinik yang dimana dari
timbulnya garis putih yang kecil pada enamel
sampai dengan yang parah yaitu enamel
menjadi putih seperti kapur dan opak dan
mungkin sebagian patah, segera sesudah gigi
erupsi.
• Risiko pada anak <6 tahun.
Fluorosis Gigi
• The proper amount of
fluoride helps prevent and
control dental caries.
• Severe forms of this
condition can occur only
when young children ingest
excess fluoride, from any
source, during critical
periods of tooth
development.
• The severity of the
condition depends on the
dose, duration, and timing
of fluoride intake.
118. KONTRAINDIKASI IMUNISASI
• Berlaku umum untuk semua vaksin
Indikasi Kontra BUKAN Indikasi Kontra
• Reaksi anafilaksis terhadap • Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,
vaksin (indikasi kontra kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
pemberian vaksin tersebut vaksin
berikutnya) • Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi
• Reaksi anafilaksis terhadap sebelumnya
konstituen vaksin • Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam
• Sakit sedang atau berat, dengan ringan
atau tanpa demam • Sedang mendapat terapi antibiotik
• Masa konvalesen suatu penyakit
• Prematuritas
• Terpajan terhadap suatu penyakit menular
• Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga
• Kehamilan Ibu
• Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi – IDAI. 2008
Kontraindikasi Imunisasi Spesifik
Imunisasi Indikasi Kontra
DTP • Ensefalopati dalam 7 hari pasca DTP sebelumnya
Perhatian khusus :
• Demam >40.5⁰C dan episode hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam pasca
DTP sebelumnya
• Kejang dalam 3 hari pasca DTP sebelumnya
• Sindrom Guillain Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi
Polio Oral • Infeksi HIV atau kontak HIV serumah
• Imunodefisiensi pada pasen atau pada penghuni serumah
Polio Inactivated • Reaksi anafilaksis terhadap neomisin, streptomisin, atau polimiksin-B
MMR • Reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin
• Kehamilan
• Imunodefisiensi dengan imunosupresi berat
Hepatitis B • Reaksi anafilaksis terhadap ragi
Varisela • Reaksi anafilaksis terhadap neomisin dan gelatin
• Kehamilan
• Infeksi HIV
• Imunodefisiensi
Pertimbangan Tambahan
• Anak dengan batuk-pilek ringan dengan atau
tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila
bayi sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1-2
minggu
• Tidak dibenarkan memberikan imunisasi
dengan pengurangan dosis atau dengan dosis
terbagi
• Anak yang sedang minum antibiotik tetap
diperbolehkan imunisasi
119. Newborn Baby
• Neonatus Kurang Bulan (Pre-term infant) : Usia gestasi < 37
minggu
• Neonatus Lebih Bulan (Post-term infant) : Usia gestasi > 42
minggu
• Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : Usia gestasi 37 s/d 42
• Small for Gestational Age (SGA, Kecil Masa Kehamilan) : Berat
lahir dibawah 2SD / persentil 10th dari populasi usia gestasi yang
sama
• Large for Gestational Age (LGA, Besar Masa Kehamilan) : Berat
lahir diatas persentil 90 untuk populasi usia gestasi yang sama
• Appropriate for Gestational Age (Sesuai Masa Kehamilan) :
Diantaranya
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson Textbook of
Pediatrics 17th ed
Lubchenco Intrauterine Growth Curve

Week of Gestation (26 to 42 weeks)


Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O. Lubchenco et al,Pediatrics, 1963;32:793–8007:403
120. Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis
pada neonatus
Penyakit Keterangan
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama
Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti
tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis
Inkompatibilitas ABO
• Terjadi pada ibu dengan • Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
• Tidak terjadi pada ibu gol A • Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih parah.
O yang memiliki titer • Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa tidak separah Inkompatibilitas
Rh?
• Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
• Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
• Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit 
hemolisis yang parah jarang ditemukan.
• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
• Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
• Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh
Inkompatibilitas ABO jarang Gejala biasanya lebih parah jika
sekali menimbulkan hidrops dibandingkan dengan
fetalis dan biasanya tidak inkompatibilotas ABO, bahkan
separah inkompatibilitas Rh hingga hidrops fetalis
Risiko dan derajat keparahan Risiko dan derajat keparahan
tidak meningkat di anak meningkat seiring dengan
selanjutnya kehamilan janin Rh (+) berikutnya,
kehamilan kedua menghasilkan bayi
dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya
bisa meninggal in utero
apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak
gambaran banyak spherocyte ditemukan eritoblas dan sedikit
dan sedikit erythroblasts spherocyte
121. Infeksi Saluran Kemih
• UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
• Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
• Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
– Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
– Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
– Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat
Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview
American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).
ISK
• 3 bentuk gejala UTI:
– Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
– Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
– Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
• Pemeriksaan Penunjang :
– Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
– Biakan urin dan uji sensitivitas
– Kreatinin dan Ureum
– Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
• Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI


Interpretasi Hasil Biakan Urin
Risk Factor
• In girls, UTIs often occur at the onset of
toilet training. The child is trying to retain
urine to stay dry, yet the bladder may
have uninhibited contractions forcing
urine out. The result may be high-
pressure, turbulent urine flow or
incomplete bladder emptying, both of
which increase the likelihood of
bacteriuria.
• Constipation can increase the risk of UTI
because it may cause voiding dysfunction
• Babies who soil to diaper can also
sometimes get small particles of stool
into their urethra
• Among infants wearing disposable
diapers, there is an increased risk of UTI
as the frequency of changing diapers
decreases.
T Sugimura, et al. Association between the frequency of
disposable diaper changing and urinary tract infection in infants.
Clin Pediatr (Phila). 2009 Jan;48(1):18-20.
Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK
Tatalaksana UTI
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
– Masukan cairan yang cukup
– Edukasi untuk tidak menahan berkemih
– Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
– Hindari konstipasi
• Khusus
– Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
– Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
– Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
– Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
– Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
Dosis Obat Pada UTI Anak
ANTIBIOTIC DOSING COMMON ADVERSE EFFECTS
Amoxicillin/clavul 25 to 45 mg per kg per day, Diarrhea, nausea/vomiting, rash
anate divided every 12 hours
Cefixime 8 mg per kg every 24 hours or Abdominal pain, diarrhea,
divided every 12 hours flatulence, rash
Cefpodoxime 10 mg per kg per day, divided Abdominal pain, diarrhea,
every 12 hours nausea, rash
Cefprozil 30 mg per kg per day, divided Abdominal pain, diarrhea,
every 12 hours elevated results on liver function
tests, nausea
Cephalexin 25 to 50 mg per kg per day, Diarrhea, headache,
divided every 6 to 12 hours nausea/vomiting, rash
Trimethoprim/sul 8 to 10 mg per kg per day, Diarrhea, nausea/vomiting,
famethoxazole divided every 12 hours photosensitivity, rash
122. Hipoglikemia pada Neonatus
• Hipoglikemia adalah kondisi bayi • Insulin dalam aliran darah fetus
dengan kadar glukosa darah <45 tidak bergantung dari insulin ibu,
mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala tetapi dihasilkan sendiri oleh
atau tidak
pankreas bayi
• Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat
menyebabkan palsi serebral,
• Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
retardasi mental, dan lain-lain dalam peredaran darah
• Etiologi uteroplasental bayi
– Peningkatan pemakaian glukosa mengatasinya melalui hiperplasia
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM, sel B langerhans yang
Besar masa kehamilan, eritroblastosis
fetalis
menghasilkan insulin  insulin
– Penurunan produksi/simpanan glukosa: tinggi
Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat
• Begitu lahir, aliran glukosa yang
– Peningkatan pemakaian glukosa: stres
perinatal (sepsis, syok, asfiksia, menyebabkan hiperglikemia tidak
hipotermia), defek metabolisme ada, sedangkan insulin bayi tetap
karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb
tinggi  hipoglikemia
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Hipoglikemia
• Diagnosis
– Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
– PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
– Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah
• Penatalaksanaan
– Bolus 200 mg/kg dengan dextrosa 10% IV selama 5 menit
– Hitung Glucose Infusion Rate (GIR), 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai GD
maksimal. Dapat dinaikkan sampai maksimal 12mg/kgBB/menit
– Cek GD per 6 jam
– Bila hasil GD 36-47 mg/dl 2 kali berturut-turut + Infus dextrosa 10%
– Bila GD >47 mg/dl setelah 24 jam terapi, infus diturunkan bertahap
2mg/kgBB/menit setiap jam
– Tingkatkan asupan oral
Pemantauan dan Skrining
Hipoglikemia
PPM IDAI jilid 1
123. GENETIC DISORDER
Patau Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, a
Syndrome cleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands
Trisomi 13 (with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Single
noninherited palmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia

Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.

Sindrom cryptorchidism, hypospadias, or micropenis, small testes, delayed or incomplete


Klinefelter puberty, gynecomastia, reduced facial and body hair, and an inability to have biological
47,XXY children (infertility).
noninherited Older children and adults tend to be taller. Increased risk of developing breast cancer
and SLE.
May have learning disabilities and delayed speech; tend to be quiet, sensitive, and
unassertive.

Sindrom Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
Edward rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
Trisomi 18 delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
Noninherited hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability

It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.
Sindrom Down mikrosefal; hypotonus, Excess skin at the nape of the neck, Flattened nose, Separated
Trisomi 21 sutures, Single palm crease, Small ears, small mouth, Upward slanting eyes, Wide, short
noninherited hands with short fingers, White spots on the colored part of the eye (Brushfield spots),
heart defects (ASD, VSD)

Physical development is often slower than normal (Most never reach their average adult
height), delayed mental and social development (Impulsive behavior, Poor judgment, Short
attention span, Slow learning)

Sindrom turner The most common feature is short stature, which becomes evident by about age 5.
45 + XO Ovarian hypofunction. Many affected girls do not undergo puberty and infertile.
noninherited About 30 % have webbed neck, a low hairline at the back of the neck, limfedema
ekstrimitas, skeletal abnormalities, or kidney problem, 1/3 have heart defect, such as
coarctation of the aorta.

Most of them have normal intelligence. Developmental delays, nonverbal learning


disabilities, and behavioral problems are possible
Marfan Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).
syndrome A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and flexible joints, skoliosis, pektus
3 dari 4 kasus karinatum/ ekskavatum, Teeth that are too crowded, Flat feet.
bersifat
diturunkan
Fragile X Fragile X syndrome is a genetic condition that causes a range of developmental problems
syndrome including learning disabilities and cognitive impairment.
Diturunkan
secara X-linked Usually, males are more severely affected by this disorder than females.
dominan
124. Defisiensi Vitamin C/ asam
askorbat
• Menyebabkan penyakit scurvy • Vitamin C diabsorbsi lewat
• Gejala + Tanda pencernaan  defisiensi
– Memar pada kulit disebabkan kurangnya asupan
– muscle fatigue vit C dalam makanan/
meningkatnya kebutuhan
– Gusi bengkak dan mudah
berdarah (traumya/ adanya stressor
– Luka sulit sembuh
yang berat)
– Purpura • Dosis treatment:
– Osteopenia – 100-300mg/hari PO/IM/IV/SC
dibagi dua dosis
– Anemia
– Malaise
– Letargi
– Neuropati
– Perifollicular hyperkeratotic
papules
Defisiensi Vitamin Lainnya
Defisiensi Vitamin B
Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,
Vitamin B1 (Thiamine) body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated
Causes distinctive bright pink tongues, although other
Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies
125. Cyanide Intoxication
• Depending on its form, cyanide may cause toxicity through parenteral
administration, inhalation, ingestion, or dermal absorption
• Source:
– the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are found in pits, seeds, bark, and leaves of
apricots, plums, peaches, cherries, almonds, and apples (containing amygdalin, a cyanide-
producing glycoside, is hydrolyzed to hydrocyanic acid by chewing. ); cassava (Manihot
esculenta)
• Mechanism of toxicity:
– Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the aerobic utilization
of oxygen.
• Symptoms arise within 15 – 30 minutes:
– Disruption of cellular respiration: Respiratory depression, coma, death.
– Bitter almond smell to breath.
– Toxic effects respond to Cyanide Antidote Kit.
– headache, nausea, dyspnea, & confusion.
– Syncope, seizures, coma, agonal respirations, & cardiovascular collapse ensue rapidly after
heavy exposure.

Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control System third edition
Cyanide Intoxication
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide
exposures as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patient’s vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
C. Prehospital.
Immediately administer activated charcoal if available. Do not
induce vomiting unless victim is more than 20 minutes from a
medical facility and charcoal is not available.
Cyanide Poisoning
• Sign and Symptom
– General weakness, malaise, and collapse
– Neurologic symptoms (reflecting progressive hypoxia) - Headache, vertigo, dizziness,
giddiness, inebriation, confusion, generalized seizures, coma
– Gastrointestinal symptoms - Abdominal pain, nausea, vomiting
– Cardiopulmonary symptoms - Shortness of breath, possibly associated with chest pain,
tachypnea, apnea
– High, falsely reassuring pulse oximetry
– Cherry-red skin color
• Treatment
– Provide oxygen
– Hydroxocobalamin: Combines with cyanide to form cyanocobalamin (vitamin B-12),
which is renally cleared
– Sodium nitrites: Induce cyanide-scavenging methemoglobinemia in red blood cells,
(combines with cyanide, thus releasing cytochrome oxidase enzyme)
– Sodium thiosulfate: Enhances the conversion of cyanide to thiocyanate , which is renally
excreted
– Administer sodium bicarbonate in severe poisoning because of marked lactic acidosis
Lilly Cyanide Antidote Kit (instructions are in the kit):

Amyl nitrite by inhalation for 30 seconds every minute during


preparation of injectable Na+ nitrite.

Inject Na+ nitrite 3%, followed by Na+ thiosulfate over 10


minutes (see below).

Initial recommended dose Na+ nitrite is based on


hemoglobin levels

ICU Anak 2001 (A Latief) 523


2. Leukemia126. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets.
This makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grow slowly may Grow quickly feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is their doctor.
found during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature Lymphoblast Myeloblast
lymphocyte granulocyte >20% >20%
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away

CDC.gov
Leukemia
• Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada
anak-anak adalah Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML)
• ALL merupakan keganasan yg paling sering
ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus
keganasan pediatrik)
• Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun
Clinical Manifestation
• More common in AML
– Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded
microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA, dyspnea,
hypoxia
– DIC (promyelocitic subtype)
– Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)
– Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.
• More common in ALL
– Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also seen in
– monocytic AML)
– CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting,
headache, anterior mediastinal mass (T-cell ALL)
– Tumor lysis syndrome
Leukemia Limfoblastik Akut
• Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada
masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada
anak.
• Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun
• Manifestasi klinis
– Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),
neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)
– Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri
tulang, dan pembesaran hati serta limpa
– Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum
• Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi
sumsum tulang untuk memastikan diagnosis
• Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif
ALL AML
epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling 15% dari leukemia pada pediatri, juga
sering ditemui pada anak-anak (1/4 ditemukan pada dewasa
total kasus keganasan pediatrik)
Puncak insidens usia 2-5 tahun
etiologi Penyebab tidak diketahui Cause unknown. Risk factors: benzene
exposure, radiation exposure, prior
treatment with alkylating agents
Gejala dan Gejala dan tanda sesuai dengan Pucat, mudah lelah, memar, peteki,
tanda infiltrasi sumsum tulang dan/atau epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,
gejala ekstrameduler: konjungtiva chloroma, hepatosplenomegali
pucat, petekie dan memar akibat
trombositopenia; limfadenopati,
hepatosplenomegali.Terkadang ada
keterlibatan SSP (papil edem, canial
nerve palsy); unilateral painless
testicular enlargement.
Lab Anemia, Trombositopenia, Trombositopenia,
Leukopeni/Hiperleukositosis/normal, leukopenia/leukositosis, primitif
Dominasi Limfosit, Sel Blas (+) granulocyte/monocyte, auer rods (hin,
needle-shaped, eosinophilic cytoplasmic
inclusions)
Terapi kemoterapi kemoterapi
127. Bronkiolitis
• Infection (inflammation) at
bronchioli
• Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
• Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
• Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
• Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
Bronchiolitis:
Management

Mild disease
• Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
• Life Support Treatment : O2, IVFD
• Etiological Treatment
– Anti viral therapy (rare)
– Antibiotic (if etiology bacteria)
• Symptomatic Therapy
– Bronchodilator: controversial
– Corticosteroid: controversial (not effective)
Tatalaksana Bronkiolitis
• Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
– Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
– Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
– Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
– Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.
128. Maintenance: Holiday-Segar
Method (Berlaku utk usia>4 minggu)
• Kebutuhan selama 24 jam:
10 kg pertama x 100 mL + 10 kg kedua + x 50
mL + sisanya x 20 mL
• ATAU kebutuhan per jam:
10 kg pertama x 4 mL + 10 kg kedua x 2 mL +
sisanya x 1 mL
Hitung cairan
Calculate Deficit/terapi pengganti
• Mild Dehydration: 4% deficit (50 ml/kg deficit, 30 ml/kg if
>10 kg)
• Moderate Dehydration: 8% deficit (100 ml/kg deficit, 60
ml/kg if >10 kg)
• Severe Dehydration: 12% deficit (120 ml/kg deficit)

On Going Loss/ Concomitant water loss  setiap muntah/


diare
• Can be measured directly (eg, NGT, catheter, stool
measurements) or estimated (eg: 10cc/kgBB/diare; 5
cc/kgbb/muntah)
129. Hemofilia
• Hemophilia is the most common inherited
bleeding disorder.
• There are:
• Hemophilia A : deficiency of factor VIII
• Hemophilia B : deficiency of factor IX
• Both hemophilia A and B are inherited as
X-linked recessive disorders
• Symptoms could occur since the patient
begin to crawl
Epidemiology

• Incidence:
hemophilia A (± 85%)  1 : 5,000 – 10,000 males
(or 1 : 10,000 of male life birth)
hemophilia B (± 15%)  1 : 23,000 – 30,000 males
(or 1 : 50,000 of male life birth)
• Approximately 70% had family history of bleeding
problems
• Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


Genetic
• Inherited as sex (X)-linked recessive
• Genes of factor VIII/IX are located on the
distal part of the long arm (q) of X
chromosome
• Female (women) are carriers

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-pattern.html
Clinical manifestation

• Bleeding:
• usually deep (hematoma, hemarthrosis)
• spontaneous or following mild trauma
• Type:
 hemarthrosis
 hematoma
 intracranial hemorrhage
 hematuria
 epistaxis
 bleeding of the frenulum (baby)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Diagnosis
n history of abnormal bleeding in a boy
n normal platelet count

n bleeding time usually normal

n clotting time: prolonged

n prothrombin time usually normal

n partial thromboplastin time prolonged

n decreased antihemophilic factor

Antenatal diagnosis
 antihemophilic factor level
 F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Blood component replacement therapy

factor-VIII factor-IX
(unit/ml) (ml)
fresh-frozen plasma ~ 0,5 ~ 0,6 200
cryoprecipitate ~ 4,0 - 20
factor-VIII concentrate 25 - 100 - 10
factor-IX concentrate - 25 - 35 20

source of F-VIII: - monoclonal antibody purified;


- intermediate- and high-purity;
- recombinant

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


130. Meningitis & ensefalitis
• Meningitis
– Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan
pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae,
N. meningitidis (anak lebih besar)
– Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun.
Penyebab tersering: enterovirus
– Meningitis fungal: pada imunokompromais
– Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang
meningeal (+). Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah,
fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang
• Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak
– Penyebab tersering: ensefalitis viral
– Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan
kesadaran, gejala fokal, kejang)
Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview
Meningitis bakterial: Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer lengkap dan kultur darah
• Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
• Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
– Pada kasus berat sebaiknya ditunda
– Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
– Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
– Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun 
sangat dianjurkan; 12-18 bln  dianjurkan; > 18 bln  tidak rutin
dilakukan
• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
• EEG jika ditemukan perlambatan umum
CSF interpretation
Normal CSF Values in Children
White cell count Biochemistry
Neutrophils Lymphocytes Protein Glucose
(x 106 /L) (x 106/L) (g/L) (CSF:blood ratio)

Normal 0 ≤5 < 0.4 ≥ 0.6 (or ≥ 2.5


(>1 month of mmol/L)
age)
Normal 0 < 20 <1.0 ≥ 0.6 (or ≥ 2.5
neonate mmol/L)
(<1 month of
age)

http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/CSF_Interpretation/
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Klinis/Lab. Ensefalitis Meningitis Mening.TBC Mening.viru Ensefalopati
bakterial s
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)

Kejang Umum/fo Umum Umum Umum Umum


kal
Penurunan Somnolen Apatis Variasi, apatis CM - Apatis Apatis -
kesadaran - sopor - sopor Somnolen
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaikan Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat
kesadaran
Etiologi Tidak dpt ++/- TBC/riw. - Ekstra SSP
diidentifik kontak
asi
Terapi Simpt/ant Antibiotik Tuberkulostatik Simpt. Atasi penyakit
iviral primer
Cairan serebrospinal pada infeksi SSP
Bact.men Viral men TBC men Encephali Encephal
tis opathy
Tekanan  Normal/   

Makros. Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Lekosit > 1000 10-1000 500-1000 10-500 < 10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein  Normal/  Normal Normal

Glukosa  Normal  Normal Normal

Gram Positif Negatif Negatif Negatif Negatif


/Rapid T.
HAEMOPHILUS MENINGITIS
Haemophilus influenzae is a nonmotile, • History: From 60-80% of children
Gram-negative, rod-shaped bacterium who develop Hib meningitis have
(coccobacilli; (0.5-1.5 micrometres). had otitis media or an upper
respiratory illness immediately
before the onset of meningitis
• Symptoms
– Altered cry
– Lethargy
– Nausea or vomiting
– Fever
– Headache
– Photophobia
– Meningismus
– Irritability
– Anorexia
– Seizures
Haemophilus Meningitis
• Treatment: • Cefotaxime and ceftriaxone
– Antimicrobial therapy
are the initial drugs of choice
for suspected Hib meningitis.
– Dexamethasone may help
decrease the inflammatory
• Do not use ampicillin
empirically, since as many as
response & prevent hearing
50% of the isolates are
loss.
resistant, usually because of
– Increased intracranial plasmid-mediated beta-
pressure (ICP) can be treated lactamase production.
with mannitol.
• Meropenem is considered an
– Anticonvulsant alternative to cephalosporins;
as an option in patients who
are intolerant of
cephalosporins.

http://emedicine.medscape.com/article/218271-treatment
http://emedicine.medscape.com/article/1164916-medication#2
MENINGOCOCCAL MENINGITIS

• caused by the gram- • Medication:


negative diplococcus – Penicillin is the drug of choice
for the treatment
Neisseria meningitidis – Chemoprophylactic
• Symptoms antimicrobials most commonly
used to eradicate meningococci
– acute onset include rifampin, quinolones
– Intense headache (eg, ciprofloxacin), ceftriaxone.
– Fever
– Nausea
– Vomiting
– Photophobia
– Stiff neck
– Lethargy or drowsiness

http://emedicine.medscape.com/article/1165557-overview
http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008/bingen_sama/
131. Malnutrisi Energi Protein
• Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
• Dibagi menjadi 3:
– Overnutrition (overweight, obesitas)
– Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
– Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP):
– MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
– MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
– Marasmus
– Kwashiorkor
– Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and


adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus

 wajah seperti orang tua


 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

 edema
 rambut kemerahan, mudah
dicabut
 kurang aktif, rewel/cengeng
 pengurusan otot
 Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
• Z-score → menggunakan • BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- → menggunakan kurva CDC
height • ≥80-90%  mild
• <-2 – moderate wasted malnutrition
• <-3 – severe wasted  gizi • ≥70-80%  moderate
buruk malnutrition
• ≤70%  severe
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition  Gizi Buruk
cm
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Tindaklanjut H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg
3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


Emergency Signs in Severe
Malnutrition
• Dibutuhkan tindakan resusitasi
• Tanda gangguan airway and breathing :
– Tanda obstruksi
– Sianosis
– Distress pernapasan
• Tanda dehidrasi berat → rehidrasi secara ORAL.
Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat.
Terdapat risiko overhidrasi
• Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran
– Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
HIPOGLIKEMIA
• Semua anak dengan gizi • Jika anak tidak sadar, beri
buruk berisiko hipoglikemia larutan glukosa 10% IV
(< 54 mg/dl) bolus 5 ml/kg BB, atau
• Jika tidak memungkinkan larutan glukosa/larutan gula
periksa GDS, maka semua pasir 50 ml dengan NGT.
anak gizi buruk dianggap • Lanjutkan pemberian F-75
hipoglikemia setiap 2–3 jam, siang dan
• Segera beri F-75 pertama, malam selama minimal dua
bila tidak dapat disediakan hari.
dengan cepat, berikan 50 ml
glukosa/ gula 10% (1 sendok
teh munjung gula dalam 50
ml air) oral/NGT.
Ketentuan Pemberian Makan Awal
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah
osmolaritas serta rendah laktosa
• Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian
parenteral
• Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan
sesuai jadwal makan yang dibuat untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi
• Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan
bahwa jumlah F-75 yang dibutuhkan harus dipenuhi
• Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan
minimal, berikan sisanya melalui NGT
• Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F-
100
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Pemberian Makanan
• Fase stabilisasi (Inisiasi)
– Energi: 80-100 kal/kg/hari
– Protein: 1-1,5 gram/kg/hari
– Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)
• Fase transisi
– Energi: 100-150 kal/kg/hari
– Protein: 2-3 gram/kg/hari
• Fase rehabilitasi
– Energi: 150-220 kal/kg/hari
– Protein: 3-4 gram/kg/hari
HIPOTERMIA (Suhu aksilar < 35.5° C)
• Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk
kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan
letakkan pemanas/ lampu di dekatnya, atau
lakukan metode kanguru.
• Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam s.d suhu
menjadi 36.5° C/lbh.
• Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap
setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu
mencapai 36.5° C
DEHIDRASI
• Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali
pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
• Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT
– beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam
pertama
– setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10
ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10
jam.
Atasi Infeksi
• Anggap semua anak dengan • Jika ada komplikasi (hipoglikemia,
gizi buruk mengalami infeksi hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat),
saat mereka datang dan atau jelas ada infeksi 
segera diberi antibiotik. Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV/6
jam selama 2 hari), dilanjutkan
Amoksisilin PO (15 mg/kgBB/8 jam
PILIHAN ANTIBIOTIK
selama 5 hari) ATAU Ampisilin PO
SPEKTRUM LUAS (50 mg/kgBB/6 jam selama 5 hari)
• Jika tidak ada komplikasi sehingga total selama 7 hari,
atau tidak ada infeksi nyata DITAMBAH Gentamisin (7.5
mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari
 Kotrimoksazol PO (25 mg
selama 7 hari.
SMZ + 5 mg TMP/kgBB/12
jam selama 5 hari.
• Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam,
tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV
setiap 8 jam) selama 5 hari.
• Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal
untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama
10 hari.
Mikronutrien
• Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
• Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
• Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
• Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
• Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan:

• Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2,
dan 15.
132. Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB.
Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan
fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-
23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar
lengan bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter
transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
Uji Tuberkulin
• Hasil Positif • Pembacaan:
– Infeksi TB alamiah – Positif jika ≥ 10 mm, atau
– Imunisasi BCG ≥ 5 mm pada kondisi
– Infeksi mikobaterium imunosupresi
atipik

• Hasil Negatif
– Tidak ada infeksi TB
– Dalam masa inkubasi
infeksi TB
– Anergi
Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
• Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang
dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang
selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
• Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis
tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat
seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier.
• Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus
disimpan pada suhu 2-8° C, tidak boleh beku.
• Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan
dalam waktu 8 jam.
Vaksin BCG
• Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada
anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
• Efek proteksi timbul 8–12 minggu setelah penyuntikan.
• Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk
anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir.
• VaksinBCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran WHO,
tidak di tempat lain (bokong, paha).
• Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada
umur lebih dari 3 bulan.
• Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan
bakteri tahan asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH
profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi
dapat diberi BCG.
KIPI BCG
• Penyuntikan BCG secara • Limfadenitis
intradermal akan – Limfadenitis supuratif di aksila
menimbulkan ulkus lokal yang atau di leher kadang-kadang
superfisial 3 (2-6) minggu dijumpai setelah penyuntikan
setelah penyuntikan. BCG.
– Limfadenitis akan sembuh
• Ulkus tertutup krusta, akan sendiri, jadi tidak perlu diobati.
sembuh dalam 2-3 bulan, dan – Apabila limfadenitis melekat
meninggalkan parut bulat pada kulit atau timbul fistula
dengan diameter 4-8 mm. maka lakukan drainase dan
• Apabila dosis terlalu tinggi diberikan OAT
maka ulkus yang timbul lebih • BCG-itis diseminasi
besar, namun apabila (Disseminated BCG Disease)
penyuntikan terlalu dalam – berhubungan dengan
maka parut yang terjadi imunodefisiensi berat.
tertarik ke dalam (retracted). – diobati dengan kombinasi obat
anti tuberkulosis.
Kontraindikasi BCG
• Reaksi uji tuberkulin >5 mm,
• Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
• imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat
imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem
limfe,
• Menderita gizi buruk,
• Menderita demam tinggi,
• Menderita infeksi kulit yang luas,
• Pernah sakit tuberkulosis,
• Kehamilan.
133. EKSANTEMA AKUT
Morbili/Rubeola/Campak
• Pre-eruptive Stage
– Demam
– Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis
– Respiratory Symptoms – cough
• Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
– Exanthem sign
• Maculopapular Rashes – Muncul 2-7
hari setelah onset
• Demam tinggi yang menetap
• Anoreksia dan iritabilitas
• Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
• Stage of Convalescence
– Rash – menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
→ membekas kecoklatan
– Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar

• Tindakan Pencegahan :
– Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
– Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
• Paramyxovirus • Prodromal
• Kel yg rentan: – Hari 7-11 setelah
– Anak usia prasekolah yg eksposure
blm divaksinasi – Demam, batuk,
– Anak usia sekolah yang konjungtivitis,sekret
gagal imunisasi hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis  3C)
• Musin: akhir musim • Enanthem  ruam
dingin/ musim semi kemerahan
• Inkubasi: 8-12 hari • Koplik’s spots muncul 2
• Masa infeksius: 1-2 hari hari sebelum ruam dan
sblm prodromal s.d. 4 bertahan selama 2 hari.
hari setelah muncul ruam
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
• Otitis Media • Diagnosis:
• Bronchopneumonia – manifestasi klinis, tanda
patognomonik bercak Koplik
• Encephalitis
– isolasi virus dari darah, urin,
• Pericarditis atau sekret nasofaring
• Subacute sclerosing – pemeriksaan serologis: titer
panencephalitis – late antibodi 2 minggu setelah
timbulnya penyakit
sequellae due to persistent
infection of the CNS
Penatalaksanaan
• Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
• Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
• Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
• Suplementasi vitamin A diberikan pada:
– Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
– Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
Konseling & Edukasi
• Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
• Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
• Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
• Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
• Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
• Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Rubella
• Togavirus • Asymptomatik hingga
• Yg rentan: orang dewasa 50%
yang belum divaksinasi • Prodromal
• Musim: akhir musim – Anak-anak: tidak bergejala
dingin/ awal musim semi. s.d. gejala ringan
– Dewasa: demam, malaside,
• Inkubasi 14-21 hari nyeri tenggorokan, mual,
• Masa infeksius: 5-7 hari anoreksia, limfadenitis
sblm ruam s.d. 3-5 hari oksipital yg nyeri.
setelah ruam muncul • Enanthem
– Forschheimer’s spots
petekie pada hard
palate
Rubella - komplikasi
• Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
• Peripheral neuritis
• encephalitis
• thrombocytopenic purpura
(jarang)
• Congenital rubella
syndrome
– Infeksi pada trimester
pertama
– IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.
Roseola Infantum ≈ Exanthem Subitum
• Human Herpes Virus 6 • Demam tinggi 3-4 hari
(and 7) • Demam turun mendadak
• Yg rentan: 6-36 bulan dan mulai timbul ruam
(puncak 6-7 bulan) kulit.
• Musim: sporadik • Kejang yang mungkin
• Inkubasi: 9 hari timbul berkaitan dengan
• Masa infeksius: berada infeksi pada meningens
dalam saliva secara oleh virus.
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.
Scarlet Fever
• Sindrom yang memiliki • Rash : Timbul 12-48 jam
karakteristik: faringitis setelah onset demam. Dimulai
eksudatif, demam, dan rash. dari leher kemudian menyebar
• Disebabkan oleh group Abeta- ke badan dan ekstremitas.
hemolyticstreptococci • Pemeriksaan : Throat culture
(GABHS) positive for group A strep
• Masa inkubasi 1-4 hari. • Tatalaksana : Antibiotik
• Manifestasi pada kulit diawali antistreptokokal minimal 10
oleh infeksi streptokokus hari (Eritromisin atau Penicillin
(umumnya pada G)
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.
Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview
134. Disentri
• Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian
besar kasus disebabkan oleh Shigella dan hampir
semuanya membutuhkan pengobatan antibiotik
• Pemeriksaan penunjang: Feses rutin untuk
mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia.
Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per lapang
pandang mendukung etiologi bakteri invasif
• Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda dan
gejala: Feses dominan lendir dan darah, kesakitan dan
gelisah, muntah, massa intra-abdomen (+)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


(shigellosis)
• Bakteri (Disentri basiler)
– Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan
tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta
hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
– Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
– Salmonella
– Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
• Amoeba (Disentri amoeba),
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering
pada anak usia > 5 tahun
Gejala klinis
Disentri basiler Disentri amoeba
• Diare mendadak yang disertai darah
dan lendir dalam tinja. Pada disentri • Diare disertai darah dan lendir
shigellosis, pada permulaan sakit, dalam tinja.
bisa terdapat diare encer tanpa darah
dalam 6-24 jam pertama, dan setelah • Frekuensi BAB umumnya lebih
12-72 jam sesudah permulaan sakit, sedikit daripada disentri
didapatkan darah dan lendir dalam basiler (≤10x/hari)
tinja.
• Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan • Sakit perut hebat (kolik)
toksik. • Gejala konstitusional biasanya
• Muntah-muntah. tidak ada (panas hanya
• Anoreksia.
• Sakit kram di perut dan sakit di anus
ditemukan pada 1/3 kasus).
saat BAB.
• Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku
kuduk, halusinasi).
PENGOBATAN
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)
dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Alternatif yang dapat diberikan : Ampisilin 100mg/kgBB/hari/4 dosis,
Cefixime 8mg/kgBB/hari/2 dosis, Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, Asam
nalidiksat 55mg/kgBB/hari/4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit
dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
– Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica tinja.
– Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri
basiler.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
PENGOBATAN
• Terapi antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan
akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
– Jika negatif amuba, berikan antibiotik oral lain (lini ke-2) yang sensitif
shigella : sefiksim dan asam nalidiksat.
– Pada anak < 2 bulan, evaluasi penyebab lain (Cth. Invaginasi)
– Penanganan lain sama dengan penanganan diare akut (cairan, zinc)
– Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala
simptomatis seperti nyeri atau untuk mengurangi frekuensi BAB
135. Sepsis Neonatorum
• Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi
yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan.
Mortalitas mencapai 13-25%
• Jenis :
– Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik
– Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1
minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis
• Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak
spesifik → diperlukan skrining dan pengelolaan
faktor risiko

Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
SEPSIS
• Early onset sepsis: • Late-onset sepsis
– Timbul dalam 72 jam pertama – Muncul hari ke 4-90; organisme didapat
kehidupan dari lingkungan sekitar.
– Mikroorganisme berasal dari infeksi – Mikroorganisme penyebab:
transplasental atau ascending • Coagulase-negative Staphylococcus
infection dari serviks (kolonisasi (susceptible to first-generation
bakteri di traktus genitourinari) cephalosporin)  leading cause of late-
onset infections
– Mikroorganisme yg mjd penyebab: • Staphylococcus aureus
• Group B Streptococcus (GBS) • E coli
• Escherichia coli • Klebsiella
• Pseudomonas
• Coagulase-negative • Enterobacter
Staphylococcus
• Haemophilus influenzae • Fokus infeksi: kulit, sal. napas,
• Listeria monocytogenes
konjungtiva, (GI) tract, dan umbilikus.
– Pneumonia is more common in early- • Alat/ vektor : kateter urin, IV kateter
onset sepsis (jarum infus), kontak dgn caregivers
yg terkontaminasi kolonisasi bakteri.
• Meningitis and bacteremia are more
common in late-onset sepsis
Stages of sepsis based on American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
Consensus Panel guidelines
http://emedicine.medscape.com/article/169640-overview
SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN  Terdapat disfungsi multi organ meskipun
telah mendapatkan pengobatan optimal
Kriteria SIRS
Tatalaksana early onset sepsis
• Pada bayi dengan Sepsis Awitan • Third-generation cephalosporins
represent a reasonable
Dini, terapi empirik harus meliputi alternative to an aminoglycoside.
SGB, E. coli, dan Listeria • However, several studies have
monocytogenes. reported rapid development of
resistance to cefotaxime
• Kombinasi penisilin atau ampisilin
• extensive/prolonged use of third-
ditambah aminoglikosida generation cephalosporins is a
mempunyai aktivitas antimikroba risk factor for invasive candidiasis.
lebih luas dan umumnya efektif • Ceftriaxone is contraindicated in
terhadap semua organisme neonates because it is highly
protein bound and may displace
penyebab SAD. bilirubin, leading to a risk of
• Kombinasi ini sangat dianjurkan kernicterus.
karena akan meningkatkan
aktivitas antibakteri (efek sinergis)
Skrining
• Kecurigaan besar sepsis bila :
– Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
• Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
• Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B
– Bayi usia lebih dari 3 hari
• Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B
Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis
Kategori A Kategori B
Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi Tremor
dinding dada, grunting, sianosis sentral,
apnea)
Kejang Letargi atau lunglai, malas minum padahal
sebelumnya minum dengan baik
Tidak sadar Mengantuk atau aktivitas berkurang
Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan Iritabel, muntah, perut kembung
tidak memberi respons terhadap terapi)
atau suhu tidak stabil sesudah
pengukuran suhu selama tiga kali atau
lebih
Persalinan di lingkungan yang kurang Tanda-tanda mulai muncul setelah hari
higienis ke-empat
Kondisi memburuk secara cepat dan Air ketuban bercampur mekonium
dramatis
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan kuman
– Kultur darah  gold standard
– Pewarnaan gram
• Pemeriksaan hematologi
– Darah perifer lengkap
– Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).
– Pemeriksaan kadar D-dimer
• Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
• Procalcitonin (PCT)
• Pemeriksaaan kemokin, sitokin dan molekul adhesi
• Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)
• Pencitraan
– radiografi toraks: Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome); Pneumonia
– Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses
Tatalaksana early onset sepsis
• Pada bayi dengan Sepsis Awitan • Third-generation cephalosporins
represent a reasonable
Dini, terapi empirik harus meliputi alternative to an aminoglycoside.
SGB, E. coli, dan Listeria • However, several studies have
monocytogenes. reported rapid development of
resistance to cefotaxime
• Kombinasi penisilin atau ampisilin
• extensive/prolonged use of third-
ditambah aminoglikosida generation cephalosporins is a
mempunyai aktivitas antimikroba risk factor for invasive candidiasis.
lebih luas dan umumnya efektif • Ceftriaxone is contraindicated in
terhadap semua organisme neonates because it is highly
protein bound and may displace
penyebab SAD. bilirubin, leading to a risk of
• Kombinasi ini sangat dianjurkan kernicterus.
karena akan meningkatkan
aktivitas antibakteri (efek sinergis)
136. Akses Intraoseus
• Akses intraoseus disarankan untuk
anak <6 thn.
• Beberapa studi mengatakan jika
akses IO juga aman utk anak yg lbh
besar dan org dewasa
• Menurut Emergency Cardiovascular
Care Guidelines (2000), akses IO
direkomendasikan pada semua
pasien anak yang gagal
mendapatkan akses IV setelah
mencoba 2x atau pada kasus syok/
circulatory collapse. • Site of injection:
• Pada tahun 2005, the American – Proximal tibia
Heart Association – sternum
merekomendasikan akses IO jika
akses vena tidak bisa didapatkan
dengan cepat.
• Spesimen darang yg didapatkan melalui intraosesus
bisa digunakan untuk pemeriksaan lab, seperti
kadar pH, kadar PCO2, dan gol darah, tetapi
mungkin agak berbeda dengan standar hasil darah
vena.
• Semua obat-obatan dan produk darah bisa
dimasukkan melalui akses IO
• Jika jarum Intraosseous dibiarkan > 72 jam, akan
berisiko infeksi lokal, sehingga akses IO sebaiknya
diangkat segera setelah akses vena didapatkan
secara permanen
Indikasi Kontraindikasi
• Sulit mendapatkan akses IV • Infection at entry site
– Burns • Burn at entry site
– Obesity
– Edema • Ipsilateral fracture of the extremity
– Seizures • Osteogenesis imperfecta
• Memerlukan infus dengan kapasitas • Osteopenia
volume yang tinggi dan cepat
– Hypovolemic shock • Osteopetrosis
– Burns • Previous attempt at the same site
• Sebagai akses ke sirkulasi vena sistemik • Previous attempt in different
– Cardiopulmonary arrest location on same bone
– Burns
– Blood draws • Previous sternotomy (sternum
– Local anesthesia insertion)
– Medication infusion • Sternum fracture or vascular injury
near sternum (sternum insertion)
• Unable to locate landmarks
137. Neonatal Brachial Plexus Palsy
• The basic types of BPPs include the following:
– Erb's palsy affects nerves arising from C5 and C6.
– Klumpke palsy results in deficits at levels C8 and T1
– Total BPP affects nerves at all levels (C5-T1).
• The damage in neonates usually results from slow traction injuries
• Risk factors:
– Large birth weight (average vertex BPP, 3.8-5.0 kg; average breech BPP,
1.8-3.7 kg; average unaffected, 2.8-4.5 kg)
– Breech presentation
– Maternal diabetes
– Multiparity
– Second stage of labor that lasts more than 60 minutes
– Assisted delivery (eg, use of mid/low forceps, vacuum extraction)
Paralisis Bahu
• Paralisis Bahu
– Paralisis Erb
• Erb-duchenne palsy
• Paralisis saraf perifer C5 dan C6 (bagian dari plexus brachialis
bagian atas (trunkus Superior)/ brachial monoparesis)
• Manifestasi: adducted and internally rotated, with the elbow
extended, the forearm pronated, the wrist flexed, and the hand
in a fist. (waiter’s tip)
• In the first hours of life, the hand also may appear flaccid, but
strength soon returns.
– Paralisis Klumpke
• Paralisis parsial dari pleksus brachialis bagian bawah C8-T1
(trunkus Superior)
• Manifestasi: paralisis lengan bawah dan tangan
• The infant with a nerve injury to the lower plexus (C8-T1) holds
the arm supinated, with the elbow bent and the wrist extended
because of the unopposed wrist extensors Erb’s Palsy
• hyperextension of MCP due to loss of hand intrinsics http://orthoinfo.aaos.org/figures/A00077F
01.jpg
• flexion of IP joints due to loss of hand intrinsics
• The infant with complete brachial plexus palsy (BPP; C5-T1)
typically lies in the nursery with the arm held limply at his/her side.
Leads to a flaccid arm, Involves both motor and sensory, Deep
tendon reflexes (DTRs) are absent, and the Moro response is
asymmetrical, with no active abduction of the ipsilateral arm.
Anatomi Pleksus Brakialis
• Pleksus brakialis dibentuk dari anyaman C5-T1
• Pleksus brakialis terdiri dari 5 akar saraf yang berasal dari rami ventralis
nervus spinalis, 3 trunkus, 2 divisi, 3 fasciculus dan cabang saraf perifer.
• Tiga trunkus terdiri dari:
– Saraf C5 dan C6 membentuk trunkus superior
– Saraf C7 membentuk trunkus medius,
– Saraf C8 sampai T1 membentuk trunkus inferior.
• Masing-masing dari trunkus memiliki 2 percabangan atau divisi ke arah
ventral dan dorsal.
– Cabang ventral dari trunkus superior dan trunkus medius akan membentuk
fasciculus lateralis.
– Cabang ventral trunkus inferior membentuk fasciculus medialis,
– Cabang dorsalis dari seluruh trunkus akan membentuk fasciculus dorsalis.
• Tiga fasikulus mempersarafi:
– Fasciculus lateralis mempersarafi N.muskulokutaneus, N.medianus bagian
lateral, N.pectoralis lateralis terutama ke M.pectoralis mayor.
– Fasciculus medialis bercabang menjadi N.kutaneus brachii medialis,
N.kutaneus antebrachii medialis, N.medianus bagian medial, dan N.ulnaris.
– Fasciculus dorsalis bercabang menjadi N.axillaris, N.radialis, N.thoracodorsalis.
138. Epiglotitis
• Acute bacterial epiglottitis • Classical triad is: drooling, dysphagia
– Life-threatening, medical emergency and distress (respiratory)
due to infection with edema of • Abrupt onset of respiratory distress
epiglottis and aryepiglottic folds
with inspiratory stridor
• Organism
• Sore throat
– Haemophilus influenzae type B: most
common (bacil gram -, needs factor X • Severe dysphagia
and V for growth) • Older child may have neck extended
– Also caused by and appear to be sniffing due to air
• Pneumococcus, Streptococcus group A, hunger
Viral infection – herpes simplex 1 and
parainfluenza • Resembles croup clinically, but think
• Age of epiglottitis if:
– Typically between 3-7 years – Child can not breathe unless sitting up
– Peak incidence has become older over – “Croup” appears to be worsening
last decade and is now closer to 6-7 – Child can not swallow saliva and drools
years (80%)
• Location • Cough is unusual
– Purely supraglottic lesion
• Associated subglottic edema in 25%
– Associated swelling of aryepiglottic
folds causes stridor
Epiglotitis
• Diff Diagnosis: Croup
Imaging – Dilatation of the hypopharynx
• Imaging studies are not always – Dilation of the laryngeal
necessary for the diagnosis and may be ventricle
falsely negative in early stages
• Lateral radiograph should be taken in – Narrowing of the subglottic
the erect position only, as trachea
– Supine position may close off airway
• Enlargement of epiglottis
– Epiglottis is normal
– “Larger than your thumb”  thumb sign • Tx:
• Thickening of aryepiglottic folds
– True cause of stridor – Secure airway
• Circumferential narrowing of subglottic – May require intubation or
portion of trachea during inspiration emergency tracheostomy
• Ballooning of hypopharynx and
pyriform sinuses – Some use IV steroids
• Reversal of the normal lordotic curve of – Empiric antibiotic therapy
the cervical spine
Thumb Sign pada epiglotitis Gambaran epiglotis normal
Tekanan di dalam Jantung

139. Congenital Heart


Disease

Congenital HD

Acyanotic Cyanotic

With ↑ volume With ↓ With ↑


load: With ↑ pressure pulmonary blood pulmonary blood
load: flow: flow:
- ASD
- Valve stenosis - ToF - Transposition of
- VSD - Coarctation of - Atresia the great vessels
- PDA aorta pulmonal - Truncus
- Valve - Atresia tricuspid arteriosus
regurgitation

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.
Penyakit jantung kongenital
• Asianotik: L-R shunt
– ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
– VSD: murmur pansistolik
– PDA: continuous murmur
• Sianotik: R-L shunt
– TOF: AS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
– TGA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology

With ↑ volume load Clinical Findings


The most common: left to right e.g. ASD, VSD, PDA
shunting

Blood back into the lungs ↓ compliance & ↑ work of breathing

Fluid leaks into the interstitial space & Pulmonary edema, tachypnea, chest
alveoly retraction, wheezing

↑ Heart rate & stroke volume


High level of ventricular output -> ↑Oxygen consumption -> sweating,
↑sympathetic nervous system irritability, FTT
Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, ↑ volume load will Eventually leads to Eisenmenger


increase pulmonary vascular resistance Syndrome

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology
With ↑ pressure load Clinical Findings

Obstruction to normal blood Murmur PS & PS: systolic


flow: pulmonic stenosis, aortic
stenosis, coarctation of aorta. murmur;

Hypertrophy & dilatation of


Dilatation happened in the later
ventricular wall
stage

Severe pulmonic stenosis in


Defect location determine newborn  right-sided HF
the symptoms (hepatomegaly, peripheral
edema)

Severe aortic stenosis  left-


sided (pumonary edema, poor
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed. perfusion) & right-sided HF
Ventricular Septal Defect
VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Pansystolic murmur & thrill
Flow across VSD
over left lower sternum.

If defect is large  3rd heart sound


Over flow across mitral valve
& mid diastolic rumble at the apex.

ECG: Left ventricular hypertrophy or


biventricular hypertrophy,
LA, LV, RV volume overload peaked/notched P wave
Ro: gross cardiomegaly

Dyspnea, feeding difficulties, poor


High systolic pressure & high growth, profuse perspiration,
pneumonia, heart failure.
flow to the lungs 
pulmonary hypertension Duskiness during crying or infection
Ph/: increased of 2nd heart sound

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
• cardiomegaly with
prominence of
– both ventricles,
– the left atrium, &
– the pulmonary artery.
•  pulmonary vascular
marking

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


Atrial Septal Defect
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
The degree of L-to-R shunting is dependent on:
- the size of the defect,
- the relative compliance of the R and L ventricles, &
- the relative vascular resistance in the pulmonary & systemic circulations

Infant has thick & less compliant RV  minimal symptoms


As children grow older: subtle failure to thrive, fatigue, dyspneu on effort,
recurrent respiratory tract infection

Enlargement of the RA & RV


Overflow in the right side of Dilatation of the pulmonary artery
heart The LA may be enlarged

Pulmonary vascular resistance may begin to increase in adulthood 


reversal of the shunt & cyanosis
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Ro:
Increased flow into right side of - enlargement of RV, RA, &
the heart & lungs pulmonary artery
- increased vasvular marking

Constant increased of Wide, fixed 2nd heart sound


ventricular diastolic volume splitting

Increased flow across tricuspid Mid-diastolic murmur at the lower


valve left sternal border

Increased flow across Thrill & systolic ejection murmur, best


heard at left middle & upper sternal
pulmonary valve border

Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings

•  size of the main


pulmonary artery
•  size of the right atrium
•  size of the right ventricle
(seen best on the lateral
view as soft tissue filling in
the lower & middle
retrosternal space).
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
2. Essentials of Radiology. 2nd ed.
Patent Ductus Arteriosus
Coarctasio of Aorta
Single Ventricle
Hypoplastic Left Heart Double Inlet Left
Syndrome Ventricle
Hypoplastic Left Heart Syndrome
Syndrome Double Inlet Left Ventricle
Single
ouble Outlet Right Ventricle
entricle Tricuspid Atresia
Double Outlet Right Ventricle Tricuspid Atresia
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
140. KEGANASAN DALAM KEHAMILAN
o Risiko kelainan kongenital memiliki risiko paling besar apabila
terpapar kemoterapi pada trimester pertama kehamilan

Hal ini karena pada trimester pertama organ-organ banyak


terbentuk dan sel-sel tumbuh dengan cepat

Paparan terhadap kemoterapi pada trimester pertama juga


meningkatkan risiko keguguran
141. Anatomi Panggul

Tulang yang menyusun


panggul
• Os coccae (tulang pangkal
paha) yang terdiri dari 3
buah tulang yang
berhubungan yaitu
– Os illium (tulang usus)
– Os ischium (tulang duduk)
– Os pubis (tulang kemaluan)
• Os sacrum (tulang
kelangkang), dan
• Os coxigys (tulang
tungging).
142. Prolaps Uteri
• Prolaps uteri adalah penurunan uterus dari
posisi anatomis yang seharusnya.
• Insidens prolaps uteri meningkat dengan
bertambahnya usia.
• Manifestasi klinis yang sering didapatkan
adalah keluarnya massa dari vagina dan
adanya gangguan buang air kecil hingga
disertai hidronefrosis
143. Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir.
• Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
• Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Terapi
• Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan.
Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan
plasenta tersebut.
• Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan kateterisasi kandung kemih.
• Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM.
• Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
• Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah
untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

144. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE


• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
Pelvic Inflammatory Disease

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia


2) Perform pregnancy testing See Vaginal Discharge algorithm,
3) Perform vaginal microscopy if available consider other organic causes
4) Offer HIV testing

Empiric treatment for PID* if no other organic


cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR


Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR
Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR
Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR
Pregnant?

YES NO

Inpatient PID treatment: Outpatient PID treatment:


Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS
Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT
Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****) OR
Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS
Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****)

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment Response to treatment


2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course 72 hours later?

NO YES

See Inpatient treatment Continue treatment for 14 days


http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
PID - Pengobatan

• Harus berspektrum luas


• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C. trachomatis
karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi
saluran reproduksi atas
• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:
 Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
 Pasien hamil
 Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
 Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
 Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
 Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
145 – 146 .
147. TORCH
• Infeksi TORCH • Bayi yang dicurigai
– T=toxoplasmosis terinfeksi TORCH
– O=other (syphilis) – Bayi dengan IUGR
– R=rubella – Trombositopenia
– C=cytomegalovirus – Ruam abnormal
(CMV) – Riwayat ibu sakit saat
hamil
– H=herpes simplex (HSV)
– Adanya gejala klasik
infeksi
Infeksi Rubella Kongenital
• Karakteristik • Tes Serologik
• Bayi
– Single-stranded RNA virus
– Dapat dicegah oleh vaksin • IgM = Infeksi baru atau
– Ringan, self-limiting kongenital
– Infeksi pada trimester pertama • Peningkatan titer IgG
memiliki kemungkinan mengenai bulanan mengarah pada
janin yang tinggi
kongenital
• Diagnosis • Diagnosis setelah anak berusia
– IgG maternal  bisa akibat 1 tahun  sulit
imunisasi atau infeksi lampau 
tidak dapat dipegang
– Virus dapat diisolasi dari sekret
nasal

•Terapi
• Pencegahan: Imunisasi
• Perawatan: suportif dengan
mengedukasi orangtua
Manifestasi Klinis
• Tuli sensorineural (50-75%)
• Katarak dan glaukoma (20-50%)
• Kelainan jantung (20-50%)
• Neurologis (10-20%)
• Lainnya termasuk pertumbuhan terhambat,
gangguan tulang, trombositopenia, lesi
“blueberry muffin”
Toksoplasma
• Etiologi: Toxoplasma gondi

• Gejala dan Tanda:


– Tanpa gejala spesifik  hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai
gejala ringan, mirip influenza
– Wanita hamil terinfeksi Toxoplasma abortus spontan atau keguguran (4%), lahir
mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada Toxoplasmosis
bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan
telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.

• Diagnosis
– Gejala: tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.
– Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi
Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif perlu
diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertama, selanjutnya tiap
trimester), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-


pencegahannya
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
• Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini
temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga
herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh
dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya
bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.

• Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai


risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran
hati, kuning, pengkapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-
lain.

• Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui


infeksi akut atau infeksi berulang, dimana infeksi akut mempunyai
risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan
meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-


pencegahannya
HERPES SIMPLEKS TIPE II
• Etiologi
• Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem
syaraf otonom.

• Gejala dan Tanda


• Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul
sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir
dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus)

• Laboratorium
• Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi
oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi
terjadi pada saat kehamilan.
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-
pencegahannya
148.
Sperma Abnormal

• Azoospermia: tidak terdapat sperma hidup dalam cairan


sperma dalam cairan ejakulat ejakulat
• Oligospermia: jumlah sperma • Astenozoospermia: motilitas <
kurang dari 20 juta per ml normal
cairan ejakulat • Teratozoospermia: morfologi
abnormal
• Necrozoospermia: tidak ada
149. Spermatogenesis

• Astenozoospermia:
biasanya akibat
kerusakan testis  FSH
tidak terpakai 
penumpukan FSH di
sirkulasi
150. PCOS
• Etiologi
– hiperandrogenisme dan resistensi terhadap insulin
• Tiga kriteria diagnosa yaitu:
– Oligoamenorrhoea atau anovulasi
– Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
– Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG
• Gejala PCOS
– Gangguan siklus haid yaitu siklus haid jarang dan tidak teratur
– Gangguan kesuburan dimana yang bersangkutan menjadi sulit hamil
(subfertile)
– Tumbuh bulu yang berlebihan dimuka, dada, perut, anggota badan
dan rambut mudah rontok (hirsutisme)
– Banyak jerawat
– kegemukan (obesitas)
– Pada USG ditemukan banyak kista di ovarium
PCOS: Terapi
• Sasaran pengelolaan
– Mengatur siklus haid agar kembali teratur
– Memperbaiki kesuburan
– Menghilangkan gejala hirsutism dan jerawat
– Mengendalikan obesitas
– Menurunkan kadar insulin darah
– Mencegah komplikasi jangka panjang
• tatalaksana
– Pola hidup sehat dengan diet, olahraga teratur untuk kendalikan
berat badan (obesitas) dan tidak merokok
– Obat2an/medikamentosa
• Untuk melancarkan haid : dengan pil KB. PIl KB juga dapat mengurangi
resiko perdarahan abnormal dan kanker rahim
• Untuk memicu ovulasi : dengan Clomiphene citrate dan FSH
• Untuk menghilangkan hirsutism dan jerawat : dengan pil KB
(Cyproterone acetate), Spironolactone dan flutamide
• Untuk menurunkan insulin darah : dengan Metformin
151. PERDARAHAN ANTEPARTUM
Perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu
Gejala dan Tanda Utama Faktor Predisposisi Penyulit Lainnya Diagnosis
• Perdarahan tanpa nyeri. Nullipara atau multiparitas • Tidak ada nyeri. Plasenta Previa
• Darah segar atau kehitaman. • Bagian terendah fetus tidak
• Terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas masuk pintu atas panggul.
fisik, kontraksi braxton hicks, trauma atau • Gawat janin
koitus.
• Perdarahan dengan nyeri intermitten atau • Hipertensi • Syok yang tidak sesuai jumlah Solusio Plasenta
menetap. • Versi luar darah yang keluar
• Darah kehitaman dan cair atau mungkin • Trauma abdomen • Anemia berat
terdapat bekuan • Polihidramnion • Melemah/hilangnya gerak
• Bila jenis terbuka, warna darah merah segar. • Gemelli fetus
• Defisiensi nutritif • Gawat janin atau hilangnya
DJJ
• Uterus tegang dan nyeri
• Kelelahan dan dehidrasi • Pernah SC • Syok/takikardia Ruptura Uteri
• Konstriksi bandl • Partus lama • Hilangnya gerak dan DJJ
• Nyeri perut bawah hebat • CPD • Bentuk uterus
• Gejala tidak khas pada bekas seksio sesaria • Kelainan abnormal/kontur tidak jelas
letak/presentasi • Nyeri raba/tekan dinding
• Persalinan traumatik perut
• Bagian anak mudah dipalpasi
• Perdarahan merah segar • Solusio plasenta • Perdarahan gusi Gangguan
• Uji pembekuan darah tidak menunjukan adanya • Janin mati dalam rahim • Gambaran memar bawah kulit pembekuan darah
bekuan darah setelah 7 menit • Eklampsia • Perdarahan dari tempat
• Rendahnya faktor pembekuan darah • Emboli air ketuban suntikan/infus
• Perdarahan saat amniotomi atau saat selaput • Kehamilan multipara • Sulit dikenali saat pembukaan Vasa Previa
ketuban pecah spontan • Genetik masih kecil
• Pulsasi di sepanjang alur pembuluh yang teraba
Plasenta Previa
• Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat sampai
syok,umumnya perdarahan awal terjadi pada 33 minggu. Pada
perdarahan <32 minggu waspada infeksi traktus uri &
vaginitis, servisitis
• Klasifikasi:
• Plasenta letak rendah : plasenta pada segmen bawahuterus
dengan tepi tidak mencapai ostium internum.
• Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendahmencapai
ostium internum tetapi tidak menutupi ostiuminternum
• Plasenta previa partialis: plasenta menutupi sebagianostium
internum
• Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupiseluruh
ostium internum
Posisi Plasenta Pada Kehamilan
• A. Placenta Normal
• B. Placenta Previa
• C. Placenta Akreta
• D. Solusio Plasenta
Macam-macam:
- PP totalis
- PP lateralis
- PP marginal
- PP letak rendah
152. Sectio Caesarea

Isthmus:
Bagian uterus antar korpus dan serviks uteri,
yang diliputi oleh peritoneum viserale  akan
melebar selama kehamilan dan disebut segmen
bawah rahim.
Sectio Caesarea: Indikasi
• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
Seksio sesaria dilakukan pada ibu dengan janin letak
lintang yang memilki panggul yang sempit
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut
1. Pasien menolak.
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minimal
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia.

Kontra Indikasi Relatif


1. Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremia)
2. Infeksi sekitar suntikan
3. Kelainan neurologist
4. Kelainan psikis.
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan.
8. Nyeri punggung kronis
Insisi Transversal VS Insisi Klasik
153. Kehamilan: Hartman’s Sign
• Pada saat terjadi implantasi beberapa wanita mengalami
perdarahan ringan /fleks (biasanya pada 7 hari sebelum
mens berikutnya atau hari ke 21 pada siklus 28 hari).

• Perdarahan implantasi juga dinamakan tanda Hartman


(Hartman Sign). Perdarahan bisa berlangsung 1-2 hari.
Biasanya lebih sedikit dibanding darah haid.

• Perdarahan implantasi terjadi karena bagian dari trofoblas


embrio (sinsitiotrofoblas) mulai “menyerang” pembuluh
darah di desidua dan “mengambil alih” fungsi pembuluh
darah yang nantinya akan berguna bagi tumbuh kembang
janin.
154. Kondiloma Akuminatum
• PMS akibat HPV, kelainan berupa
fibroepitelioma pada kulit dan mukosa
• Gambaran klinis: vegetasi bertangkai dengan
permukaan berjonjot dan bergabung
membentuk seperti kembang kol
• Pemeriksaan: bubuhi asam asetat  berubah
putih
• Terapi: tingtura podofilin 25%,
kauterisasi
155. Persalinan dengan Vakum
INDIKASI KONTRA INDIKASI
• Kelelahan ibu • Ibu: dengan resiko tinggi rupture
uteri
• Partus tak maju • Kondisi ibu tidak boleh mengejan
• Gawat janin yang ringan • Panggul sempit (disproporsi
• Toksemia gravidarum kepala panggul)
• Janin: letak lintang, presentasi
• Rupture uteri iminens muka, presentasi bokong,
• Ibu: memperpendek persalinan preterm, kepala janin menyusul
kala II, penyakit jantung
kompensasi, penyakit fibrotik.
• Janin: adanya gawat janin
• Waktu: kala persalinan lama
Syarat Persalinan Dengan Vakum
• Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
• Presentasi kepala
• Cukup bulan (tidak premature)
• Tidak ada kesempitan panggul
• Anak hidup dan tidak gawat janin
• Penurunan hodge II/III
• Kontraksi baik
• Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

• Komplikasi: perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,


aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi perineum,
laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu
156. Kehamilan Gemelli

• Kehamilan dengan dua janin atau lebih.


• Faktor yang mempengaruhi adalah faktor
obat-obat konduksi ovulasi, faktor
keturunan, faktor yang lain belum diketahui.
Diagnosis Kehamilan Kembar.
Pada anamnesa
• Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit
dari seharusnya umur kehamilan
• Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu
hamil
• Uterus terasa lebih cepat membesar
• Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat
keturunan.
Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi

• Kesan uterus lebih besar dan cepat


tumbuhnya dari biasa
• Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
• Banyak bagian-bagian kecil teraba
• Teraba 3 bagian besar janin
• Teraba 2 balotemen
Pada pemeriksaan Auskultasi
• Terdengar dua denyut jantung janin pada 2
tempat yang agak berjauhan dengan
perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut
per menit.
Ultrasonografi : kelihatan 2 janin pada triwulan
II, 2 jantung yang berdenyut telah dapat
ditentukan pada triwulan I.
Komplikasi Kehamilan Kembar

Maternal Fetal
• Malpresensi
• Anemia
• Plasenta previa
• Hydramnion
• Solusio Plasenta
• Preeklampsia
• KPD
• Kelahiran prematur
• Prematuritas
• Perdarahan postpartum
• Prolaps plasenta
• SC
• IUGR
• Malformasi kongenital
157. Dysmenorrhea
• Dysmenorrhea – severe, painful cramping sensation
in the lower abdomen often accompanied by other
symptoms – sweating, tachycardia, headaches,
nausea/vomitting, diarrhea, tremulousness, all
occurring just before or during menses
- Primary: no obvious pathologic condition, onset <
20 years old
- Secondary: associated with pelvic conditions or
pathology
Endometriosis

Pengertian : adanya jaringan endometrium (kelenjar


atau stroma) di luar uterus.:

Etiologi: Penyakit estrogen dependen


1. Teori transplantasi ektopik jaringan endometrium
2. Teori meteplasia jaringan selomik
3. Teori induksi

676
Faktor Risiko

• Faktor genetik:
Risiko 7x lbh besar pada riwayat ibu penderita
endometriosis

• Faktor imunologi
Tidak semua wanita dengan mesntruasi retrograd
akan menderita endometriosis, mungkin ada
kekurangan imun yang mempengaruhi
677
Gejala Klinik
• Dismenore
– Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif

• Subfertilitas/infertilitas

• Abortus spontan
– Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

• Keluhan lain
– Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
– Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
678
Pemeriksaan Klinis
• Umumnya tidak menunjukan kelainan
• Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina
dan kavum douglas
• Nyeri pada septum rektovagina dan
pembesaran ovarium unilateral (kistik)
• Kasus berat : uterus retroversi fiksata,
pergerakan ovarium dan tuba terbatas
Pemeriksaan Penunjang
• Laparoskopi : untuk biopsi lesi
• USG, CT scan, MRI
158. Asma pada Kehamilan
• Diagnosis: sama seperti pasien tidak hamil (Sesak/ sulit bernapas, wheezing,
batuk berdahak, ronkhi)

• Tatalaksana pada kehamilan


– O2 dan pasang kanul IV.
– Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
– Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
– Terbutalin subkutan dengan dosis 0,25 mg per 15 menit dalam 3 dosis atau oral 2,5
mg tiap 4-6 jam.
– Metilprednisolon IV 40-60 mg/ 6 jam, ATAU hidrokortison IV 2 mg/kgBB/ 4 jam atau
setelah loading dose 2 mg/kgBB dilanjutkan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
– Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
– Rujuk ke fasilitas yang memadai. Di rumah sakit rujukan, pertimbangkan foto
thoraks, laboratorium, alat monitor fungsi vital, dan rawat intensif bilamana perlu.
– Konsultasi dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam dan dokter spesialis
obstetri dan ginekologi.

• Bila harus dilakukan persalinan: Jangan beri prostaglandin. Untuk mencegah


perdarahan pascasalin, beri oksitosin 10 unitIM atau ergometrin 0,2 mg IM.
159. Meigs Syndrome
• Trias dari tumor jinak ovarium, efusi pleura, dan asites
yang akan mereda setelah tumor diangkat.
• Penyebab paling sering adalah fibroma ovarium, tumor
Brenner (neoplasma epitelial dan stroma jinak), dan
tumor sel granulosa
• Gejala klinis yang sering didapatkan adalah kelelahan,
sesak napas, adanya massa abdomen-pelvis,
perubahan berat badan, batuk tidak produktif,
kembung, amenore pada usia premenopause, dan
menstruasi tidak teratur.
• Pemeriksaan fisis didapatkan adanya massa pelvis
disertai tanda efusi pleura dan asites
Pemeriksaan Penunjang Meigs
Syndrome

• Laboratorium: darah lengkap, serum


elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi
koagulasi, Ca125.
• Imejing: CT-scan abdomen dan thorax, foto
rontgen thorax, parasentensis cairan asites
• Terapi: Bedah, suportif

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/255450
160. Hiperplasia Endometrium
Klasifikasi
Menurut WHO dibagi menjadi dua grup:
• Pola glandular/stromal architectural, dibagi lagi menjadi tipe
sederhana atau kompleks
• Berdasarkan ada/tidaknya inti atipik  Risiko Ca
endometrium >>
Etiologi
• Paparan estrogen endogen atau eksogen terus-menerus
– Endo estrogen: pada penderita PCOS
– Ekso estrogen: pada sulih hormon (terapi hormone)
Hiperplasia Endometrium
Patogenesis
Paparan Estrogen terus menerus memiliki efek  Menstimulasi
the transcription of genes for cyclin D, protooncogenes,
growth factors, dan growth factor receptors.
Klinis
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat dicurigai pada:
1. Wanita pasca menoupose (50-60 thn) dengan perdarahan
uterus yang banyak, lama, dan sering (< 21 hari) atau
2. Perdarahan uterus yang tidak teratur pada wanita
menopouse, atau menjelang menepouse.
* Setelah disingkirkan adanya keganasan
Perdarahan Uterus Disfungsional
• Dysfunctional uterine bleeding (DUB) atau
perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan
uterus yang abnormal tanpa adanya kelainan
organik, genital, atau ekstragenital.

• Penegakan Diagnosis
• Pasien datang dengan perdarahan uterus yang
abnormal
• Timbul paling sering sesaat setelah menarche dan
pada akhir masa reproduktif
• 20% of cases are adolescents
• 50% of cases in 40-50 year olds
Menstrual Cycle
Source Undetermined
Definitions
• Menorrhagia (hypermenorrhea): prolonged (>7 days)
and/or excessive (>80cc) uterine bleeding occurring at
REGULAR intervals.
• Metorrhagia: uterine bleeding occurring at completely
irregular but frequent intervals, the amount being
variable.
• Menometorrhagia: uterine bleeding that is prolonged
AND occurs at completely irregular intervals.
• Polymenorrhea: uterine bleeding at regular intervals of
less than 21 days.
• Intermenstrual bleeding: bleeding of variable amounts
occurring between regular menstrual periods.
Definitions
• Oligomenorrhea: uterine bleeding at regular intervals from
35 days to 6 months.
• Amenorrhea: absence of uterine bleeding for > 6 months.
• Postmenopausal bleeding: uterine bleeding that occurs more
than 1 year after the last menses in a woman with ovarian
failure.
Pathophysiology
• Two types: anovulatory and ovulatory

• Most women with DUB do not ovulate.


– In theses women, there is continuous E2 production
without corpus luteum formation and progesterone
production.

• Ovulatory DUB occurs most commonly after the


adolescent years and before the perimenopausal years.
– Incidence in these patients may be as high as 10%
Causes of DUB
• The main cause of DUB is anovulation resulting from
altered neuroendocrine and/or ovarian hormonal events.
– In premenarchal girls, FSH > LH and hormonal patterns are
anovulatory.
Causes of DUB
– The pathophysiology of DUB may also represent
exaggerated FSH release in response to normal levels
of GnRH.
Causes of DUB
– After menarche,
normal adult FSH
and LH patterns
eventually develop
with mid-cycle
surges and E2
peaks.
Causes of DUB
– In perimenopausal women, the mean length of the
cycle is shorter compared to younger women.
• Shortened follicular phase

• Diminished capacity of follicles to secrete Estradiol

– Other disorders commonly causing DUB


• Alterations in the life span of the corpus luteum.
– Prolonged (Halbans syndrome)
– Variable function or premature senescence in patients
WITH ovulatory cycles
• Luteal phase insufficiency
Differential Diagnosis of
Abnormal Uterine Bleeding
• Organic
– Reproductive tract disease
– Systemic Disease
– Iatrogenic causes
• Non-organic
– DUB
“You must exclude all organic causes first!”
Reproductive Tract Disease

• Complications of pregnancy
• Abortion
• Ectopic gestation
• Retained products
• Placental polyp
• Trophoblastic disease
Reproductive Tract Disease

• Benign pelvic lesions


– Leiomyomata
– Endometrial or endocervical polyps
– Adenomyosis and endometriosis
– Pelvic infections
– Trauma
– Foreign bodies (IUD, sanitary products)
Reproductive Tract Disease

• Malignant pelvic lesions


– Endometrial hyperplasia
– Endometrial cancer
– Cervical cancer
– Less frequently:
• vaginal,vulvar, fallopian tube cancers
• estrogen secreting ovarian tumors
– granulosa-theca cell tumors
Systemic Disease
• Coagulation disorders
– platelet deficiency
– platelet function defect
– prothrombin deficiency

• Hypothyroidism

• Liver disease
– Cirrhosis
Iatrogenic Causes

• Medications
– Steroids
– Anticoagulants
– Tranquilizers
– Antidepressants
– Digitalis
– Dilantin
• Intrauterine Devices
161. IUD PADA KEHAMILAN
Intrauterine Pregnancy
 If pregnancy does occur, potentially severe
complications can result. Medical attention is
always needed
 Spontaneous abortion is the most frequent
complication of pregnancy with an IUD in
place
 Visible string IUD : the IUD should be
removed as soon as pregnancy is confirmed
 Without visible stings : Some practitiones
use USG to assist IUD removal
707
 An IUD left in place during pregnancy
also increases the risk of premature
delivery. It does not increase the risk
of other complications-birth defects,
genetic abnormalities, or molar
pregnancy

prgilbert/vw-99 708
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
DAN FORENSIK
162. SKDN
SKDN adalah data untuk memantau pertumbuhan balita
SKDN sendiri mempunyai singkatan yaitu sebagai berikut:
S= adalah jumlah balita yang ada diwilayah posyandu,
K =jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS,
D= jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini,
N= jumlah balita yang naik berat badanya.
Pencatatan dan pelaporan data SKDN untuk melihat:
1. Cakupan kegiatan penimbangan (K/S),
2. Kesinambungan kegiatan penimbangan posyandu (D/K),
3. Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan (D/S),
4. Kecenderungan status gizi (N/D),
5. Efektifitas kegiatan (N/S).

Suhardjo.1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.


163. ANOVA
Adakah perbedaan bermakna antara keempat metode diet dengan
penurunan berat badan (kg)?
• Pemilihan uji hipotesis yang tepat dilakukan dalam 7 langkah:
1. Variabel yang dihubungkan: metode diet (kategorik) dan penurunan
BB (numerik)
2. Jenis hipotesis: komparatif (kata “membandingkan” mengacu pada
hipotesis komparatif
3. Skala variabel: numeric
4. Berpasangan/tidak berpasangan: tidak berpasangan
5. Jumlah kelompok: 4 kelompok
6. Parametrik test: tidak ada keterangan anggap distribusi normal
7. Tabel BxK: 3 x 4

Maka uji hipotesis yang tepat adalah ANOVA


164. Konseling Medik
• Model yang dibuat oleh Egan tersebut
menunjukkan konseling sebagai satu proses
yang terdiri atas 4 tahap yakni: attending,
exploring, understanding dan action.

Basuki E. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. 2009. MJI: 59; 2.
• Attending: konselor harus menunjukkan keterlibatan
mereka kepada pasien dan siap untuk menyediakan waktu
untuk konsultasi, diantaranya attentive listening
(mendengar aktif).
• Exploring (menggali informasi), konselor harus berusaha
untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman yang
lengkap mengenai keadaan pasien. Konselor perlu memiliki
keterampilan: questioning, reflecting dan summarizing.
• Understanding konselor harus memahami semua perasaan,
masalah, dan pendapat pasien yang dikemukakan pada
tahap sebelumnya. Keterampilan yang penting di sini
adalah empati.
• Action. Pada tahap ini pasien diberi kesempatan untuk
memahami masalahnya untuk selanjutnya dapat membuat
keputusan dibantu oleh konselor sebagai fasilitator.
Peranan konselor adalah menyediakan dukungan dan
dorongan. Di akhir tahap ini terjadi pengakhiran proses
konseling.
Basuki E. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. 2009. MJI: 59; 2.
165. Tujuan Konseling
Menurut Hopson, tujuan utama konseling adalah menolong
pasien agar mereka dapat:
1. Mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga
mereka merasa dimengerti untuk selanjutnya dapat
secara jujur dan terbuka mendiskusikan persoalannya,
2. Mendapatkan pengertian yang mendalam akan masalah
yang mereka hadapi,
3. Mendikusikan alternatif pemecahan masalah dan
menentukan keputusan,
4. Merencanakan dan melaksanakan tindakan yang spesifik
5. Merasakan perasaan yang berbeda yang membuatmereka
lebih tenang dan bahagia

Basuki E. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. 2009. MJI: 59; 2.
166. p-value
• Nilai p (p value) adalah probabilitas untuk menarik
kesimpulan SALAH bahwa terdapat beda/ hubungan/
pengaruh sebesar atau lebih besar daripada yang teramati,
ketika Ho benar (tidak ada beda/ hubungan/ pengaruh)
• Nilai p menunjukkan besarnya peran peluang (kebetulan.
Makin kecil nilai p, makin kecil beda/ hubungan/ pengaruh
yang teramati terjadi karena kebetulan
• Jika nilai p≥α, maka beda itu secara statistik tidak signfikan,
peran peluang besar
• Jika nilai p<α, maka beda itu secara statistik signfikan,
peran peluang kecil

Tjokronegoro, 2004, Metologi Penelitian Bidang kedokteran, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
• Nilai p menunjukkan signifikansi statistik.
• Signifikansi statistik mengandung makna konsistensi
temuan ketika temuan itu diulangi berkali-kali.
• Contoh: Probiotik bisa memperpendek lama diare sebesar
3 hari dengan p=0.002. Artinya, jika penelitian ini diulangi
1000 kali, maka anda akan menemukan 998 kali di
antaranya memberikan kesimpulan yang sama dengan
kesimpulan anda. Temuan itu baik karena menunjukkan
konsistensi.
• Penting
– Jangan sekali kali mengebiri p=0.002 menjadi p<0.05 yang
artinya secara statistik signifikan pada α=0.05. Laporkan p apa
adanya, 3 angka di belakang koma, misalnya p=0.002. Ingat
p=0.02 dan p=0.002 sama-sama p<0.05, tetapi, p=0.002 lebih
konsisten daripada p=0.02, informasi itu hilang jika anda tuliskan
p<0.05
– Nilai p tidak menunjukkan validitas (kebenaran) hasil
penelitian!
Tjokronegoro, 2004, Metologi Penelitian Bidang kedokteran, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
167. Relative Risk
• Resiko Relatif dipergunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh faktor resiko terhadap kejadian suatu penyakit.
• Relative Risk = IR terpapar / IR tidak terpapar.

Interpretasi
• RR = 1 , faktor risiko bersifat netral; risiko kelompok
terpajan sama dengan kelompok tidak terpajan.
• RR > 1 ; Confident Interval (CI) > 1 , faktor risiko
menyebabkan sakit
• RR < 1 ; Confdient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah
sakit

Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC


Odds Ratio

Interpretasi
• OR = 1 , faktor risiko bersifat netral
• OR > 1 ; Confident Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit
• OR < 1 ; Confdient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit
168-169.LEVEL OF PREVENTION
• Pencegahan Primer :
promosi kesehatan (health promotion)
proteksi spesifik (spesific protection)
• Pencegahan Sekunder
deteksi dini dan penatalaksanaan segera (early
diagnosis and prompt treatment)
Pembatasan disabilitas (disability limitation)
• Pencegahan Tersier
Pembatasan disabilitas (disability limitation)
Rehabilitasi (Rehabilitation)
PELAYANAN KEDOKTERAN STRATA PERTAMA/PELAYANAN DOKTER KELUARGA
MODEL KOMPREHENSIF PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT
MASYARAKAT

Stage of PENYAKIT PENYAKIT


Disease SEHAT BERESIKO
continum AKUT KRONIS
PENCEGAHAN
Tahap PENCEGAHAN & MANAJEMEN PENCEGAHAN
PRIMER
Pencegahan SEKUNDER PENYAKIT TERSIER
•Skrining •Pelayanan dan
Pengobatan •Continuity care
•Promosi perilaku •Penemuan kasus
•Penanganan •Pemeliharaan
Bentuk dan lingkungan •Pemeriksaan kesehatan
Komplikasi Kesehatan
sehat berkala
•Penanggulangan •Rehabilitasi
Intervensi
•Proteksi khusus •Intervensi Dini
•Kontrol faktor risiko, Gawat darurat •Self
(imunisasi, APD) Management
gaya hidup dan -BLS
•Self Improvement •Paliatif Care
pengobatan -ALS
•Rujukan •Home Care
•Perubahan Perilaku
UKP Strata II/III UKP Strata I
Sektor2 yang •UKM UKP Strata I
Bertanggung •UKP Strata I UKM UKP Str. I UKBM/UKM
Jawab •Sektor2 terkait
Cegah Pergeseran ke Cegah Berkembangnya Cegah Komplikasi, gangguan
TUJUAN kelompok beresiko Penyakit dan hospitalisasi fungsi, dan cegah readmisi
722 RS
170. Efficacy
• Efficacy: adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi
tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk
dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu
kerja seluler
• Efektivitas: untuk menilai efektivitas perlu diperhatikan seberapa
baik intervensi tersebut, kemampuannya untuk menyaring dan
mendiagnosis penyakit secara akurat, intervensi tersebut memberi
keuntungan bagi masyarakat
• Efisiensi: suatu ukuran yang menunjukkan hubungan antara hasil-
hasil yang dicapai oleh suatu intervensi atau program terhadap
sumber-sumber yang dikeluarkan
• Reliabilitas: dapat diandalkan, dalam proses pengukuran berarti
hasil pengukuran akan sama atau hampir sama apabila dilakukan
berulang kali.

Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta
171. KLB
Tergolong Kejadian luar biasa, jika ada unsur :
• Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada atau tidak dikenal.
• Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3
kurun waktu berturut-turut menurut penyakitnya (jam,
hari, minggu).
• Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau
lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
(jam,hari,minggu,bulan, tahun).
• Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan
kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
172. Case Fatality Rate
• Case fatality rate (CFR) adalah persentase angka
kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk
menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

• CFR:

Jumlah kematian penyakit x


------------------------------------ x 100%
Jumlah kasus penyakit x

• CFR desa 4= 2/10 x 100% = 20%


173. Relative Risk

• RR kasus= (20/50) : (5/50) = 4


174. Chi Square
Adakah hubungan antara pemakaian zat kimia dengan kejadian PPOK?

Pemilihan uji hipotesis yang tepat dilakukan dalam 7 langkah:


1. Variabel yang dihubungkan: Pemakaian zat (kategorik) dan Kejadian
PPOK (kategorik)
2. Jenis hipotesis: komparatif (kata “membandingkan” mengacu pada
hipotesis komparatif
3. Skala variabel: kategorik
4. Berpasangan/tidak berpasangan: tidak berpasangan
5. Jumlah kelompok: 2 kelompok
6. non parametrik test
7. Tabel BxK: 2 x 2

Maka uji hipotesis yang tepat adalah chi square


175. PENDEKATAN PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA

• Holistik
• Komprehensif
• Terpadu
• Berkesinambungan
PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
HOLISTIK
• Mencakup seluruh tubuh jasmani dan
rohani pasien (whole body system),
nutrisi
• Tidak hanya organ oriented
• Patient and Family oriented
• Memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial pada ekosistemnya.
PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
KOMPREHENSIF
• Tidak hanya kuratif saja, tapi pencegahan
dan pemulihan
• Health promotion
• Spesific protection
• Early diagnosis and Prompt treatment
• Disability limitation
• Rehabilitation
PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
• BERKESINAMBUNGAN
Tidak sesaat, ada follow upnya dan perencanaan
manajemen pasien

• TERPADU / TERINTEGRASI
Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah di
dapat
Bekerja sama dengan pasien, keluarga, dokter
spesialis atau tenaga kesehatan lain
176. Teknik pengumpulan data
Teknik Keterangan
Wawancara proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara
tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian

Teknik Keterangan
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
partisipasi penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat
dalam keseharian informan
observasi yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara tidak melibatkan dirinya dalam
nonpartisipan interaksi dengan objek penelitian. Sehingga, peneliti tidak memposisikan
dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti
Observasi tidak ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi,
terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan
Observasi ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap
kelompok sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian

Teknik Keterangan
Focus Group yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang yang
Discussion dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda lewat diskusi untuk
menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti
Hariwijaya, M, Metodologi dan teknik penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007
177. Hukum dalam Gawat Darurat
• Di Amerika dikenal penerapan Good Samaritan
• Terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi
pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat.
• Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya.

Dua syarat utama Good Samaritan yang harus dipenuhi:


1. Kesukarelaan pihak penolong.
– Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak
penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak
penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut
tidak berlaku
2. tikad baik pihak penolong.
– Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong. Hal
yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang
tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal
pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan
karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau
pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya
kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate
cause).
Mancini MR, Gale AT. Emergency care and the law. Maryland: Aspen Publication; 1981.
Informed Consent
• Setiap tindakan medis harus mendapatkan
persetujuan dari pasien (informed consent).
• Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU
No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2
dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis.
• Dalam keadaan gawat darurat di mana harus
segera dilakukan tindakan medis pada pasien
yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,
tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989).

Guwandi, J. 2008. Informed consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.


• Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008
pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa “Dalam
keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”.
• Pasal 4 ayat (3) “ Dalam hal dilakukannya
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib
memberikan penjelasan sesegera mungkin
kepada pasien setelah pasien sadar atau
kepada keluarga terdekat”.

Guwandi, J. 2008. Informed consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.


178. Surat Keterangan Kematian
• Definisi: surat yang menerangkan bahwa
seseorang telah meninggal dunia.
• Berisi identitas, saat kematian, dan sebab
kematian.
• Kewenangan penerbitan surat keterangan
kematian ini adalah dokter yang telah diambil
sumpahnya dan memenuhi syarat
administratif untuk menjalankan praktik
kedokteran.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997
Dasar hukum surat keterangan kematian
• Bab I pasal 7 KODEKI “Setiap dokter hanya
memberikan keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya”
• Bab II pasal 12 KODEKI, “Setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien
meninggal dunia”
• Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat
keterangan palsu
• Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli
demi pengadilan, keterangan yang akan diberikan
didahului dengan sumpah jabatan atau janji

KODEKI & KUHP


Peran dokter
• Menentukan seseorang telah meninggal dunia
(berhenti secara permanen: sirkulasi, respirasi
dan neurologi)
• Melengkapi surat keterangan kematian bagian
medis (menuliskan sebab kematian, jika
diperlukanotopsi
• Identifikasi jenazah tidak dikenal
179. Visum et Repertum
• Berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang
belum dilihat) dan repertum (melaporkan).
• Menurut istilah: adalah pelaporan tertulis yang
dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan
diperiksa berdasarkan keilmuannya.
• Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
– Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
– Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
– Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli laiinya
untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru.
Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara
KUHAP Pasal 133 ayat 1 yang berhak membuat
visum yaitu:
• Ahli kedokteran kehakiman
• Dokter atau ahli lainnya

Pasal 133 KUHAP: “Dalam hal penyidik untuk


kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka,keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.”

Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara


Adapun Pejabat yang Berhak mengajukan Permintaan Visum Et
Repertum:
1. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu
yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi
(P.P.R.I. No.27 Th 1983)
2. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan
Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu
Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik pembantu
Penyidik Pembantu adalah:
3. Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu sekurang-
kurangnya berpangkatSersan Dua Polisi5.
4. Dalam perkara perdata, hakim perdata dapat minta sediri6.
5. Dalam perkara agama, hakim agama dapat minta sendiri (undang-
undang No.1 Th 1970 pasal 10)
6. Dalam hal orang yang luka atau mayat itu seorang anggota ABRI
maka untuk memintaVisum Et Repertum hendaknya
menghubungi polisi militer setempat dari kesatuan si korban
(instruksi Kapolri No.Pol:Ins/P/20/IX/74)
Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara
Tata cara permintaan visum et repertum:
• diminta oleh penyidik,
• permintaan tertulis,
• dijelaskan pemeriksaan untuk apa,
• diantar langsung oleh penyidik,
• mayat dibuat label,
• tidak dibenarkan visum et repertum diminta
tanggal yang lalu.

Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara


180. Odontologi
• Penggunaan gigi sebagai identifikasi memberikan
keuntungan dikarenakan sifat gigi yang keras dan
tahan terhadap cuaca, kimia, maupun trauma.
• Selain itu gigi manusia mempunyai sifat
diphypodensi dimana setiap gigi mempunyai
konfigurasi dan relief yang berbeda dan
perubahan yang terjadi karena umur atau proses
patologis/intervensi pada gigi dapat menjadi
informasi lain.
Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New York.
Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi
menjadi dua, yaitu :
• Gigi susu
– Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada
umur 6 -9 bulan dan lengkap pada umur 2 – 2,5 tahun. Gigi
susu terdiri dari 5 gigi pada setiap daerah rahang masing –
masing adalah : 2 gigi seri (incicivus),1 gigi taring
• Gigi permanen
– Gigi permanen berjumlah 28 – 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1
gigi taring, 2 gigi premolar, dan 3 gigi molar pada setiap
daerah rahang. Gigi permanen menggantikan gigi susu.
Antara umur 6 – 14 tahun 20 gigi susu diganti gigi
permanen. Gigi molar 1 dan 2 mulai erupsi pada umur 6 –
12 tahun sedangkan gigi molar 3 mulai erupsi pada umur
17 – 21 tahun.

Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New York.
• Metode yang digunakan dalam penentuan
usia berdasarkan identifikasi gigi antara lain :
– Tabel Schour dan Massler (dapat digunakan dari
lahir-usia 21 tahun)
– Tabel Gustaffson dan Koch (sejak dalam
kandungan-16tahun)
– Metode Gustaffson
– Neonatal dan Von Ebner Lines
– Metode Asam Aspartat
Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New York.
181. Sebab, Mekanisme, dan Cara dari Kematian
• Penyebab kematian adalah adanya perlukaan
atau penyakit yang menimbulkan kekacauan
fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian
pada seseorang.
• Berikut ini adalah penyebab kematian: luka
tembak pada kepala, luka tusuk pada dada,
adenokarsinoma pada paru-paru, dan
aterosklerosis koronaria.

Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997
• Mekanisme kematian adalah kekacauan fisik yang
dihasilkan oleh penyebab kematian yang menghasilkan
kematian.
• Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa
perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung, asifiksia
• Ada yang dipikirkan adalah bahwa suatu keterangan
tentang mekanime kematian dapat diperoleh dari beberapa
penyebab kematian dan sebaliknya.
• Jadi, jika seseorang meninggal karena perdarahan masif, itu
dapat dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk, tumor ganas
dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya.
• Kebalikannya adalah bahwa penyebab kematian, sebagai
contoh, luka tembak pada abdomen, dapat menghasilkan
banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi,
contohnya perdarahan atau peritonitis.

Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997
• Cara kematian menjelaskan bagaimana penyebab
kematian itu datang.
• Cara kematian secara umum dapat dikategorikan
sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,
dan yang tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme
kematian yang dapat memiliki banyak penyebab dan
penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab
kematian dapat memiliki banyak cara). S
• eseorang dapat meninggal karena perdarahan masif
(mekanisme kematian) dikarenakan luka tembak pada
jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian
secara pembunuhan (seseorang menembaknya),
bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan
(senjata jatuh), atau tidak dapat dijelaskan (tidak dapat
diketahui apa yang terjadi).

Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997
182. Hanging
• Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan
seluruh atau sebagian.
• Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat
badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi
pada leher.
• Penggantungan adalah penyebab kematian akibat
asfiksia yang paling sering ditemukan.

Idries AM. Penggantungan. In: Idries AM, editor. Pedoman ilmu kedokteran
forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p202-207.
TIPE-TIPE PENGGANTUNGAN
Berdasarkan cara kematian:
a. Suicidal Hanging (Gantung Diri)
– Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus.
b. Accidental Hanging
– Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan pada
anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun. Meskipun tidak
menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa yaitu ketika
melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (Autoerotic Hanging).
c. Homicidal Hanging (Pembunuhan)
– Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban.
Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat,
alcohol, atau korban sedang tidur. Kejadian diatur sedemikian rupa hingga
menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak alasan yang
menyebabkan pembunuhan terjadi mulai dari masalah sosial, masalah
ekonomi, hingga masalah hubungan sosial.
Berdasarkan posisi korban:
a. Penggantungan lengkap (complete hanging)
– Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh korban tergantung
di atas lantai, kedua kaki tidak menyentuh lantai.
b. Penggantungan parsial (Partial Hanging)
– Yaitu apabila sebagian dari tubuh masih menyentuh lantai. Sisa berat
badan 10 - 15 kg pada orang dewasa sudah dapat menyebabkan
tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat badan 5 kg
untuk menyumbat arteri karotis. Partial hanging ini hampir
selamanya karena bunuh diri.

Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas :


a. Typical hanging
– Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan
tekanan pada arteri karotis paling besar.
b. Atypical hanging
– Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga leher sangat
miring (fleksi lateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri
karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera
tidak sadar.
Patomekanisme
• Asfiksiaobstruksi jalan napas, fraktur v.
cervicalis.
• Iskemi otak obstruksi a. karotis, vena
jugularis
• Refleks vagus  penekanan carotid body,
menyebabkan bradikardia, aritmia hingga
pada akhirnya cardiac arrest.
• Kerusakan medulla oblongata fraktur v.
cervicalis I-II (Hangman- fracture)
Pemeriksaan luar
Kepala:
• Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
• Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
– Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika
menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat mempunyai permukaan yang luas, yang berarti
tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh balik, maka
muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau
air liur dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat kecil,
yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik
maupun pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
– Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau berbentuk V) pada bagian depan
leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan
miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak
jelas pada bagian belakang.
– Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat tekanan alat jerat yang
berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada
perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda parchmentisasi, dan
sering ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat
membentuk cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
– Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah telinga, tampak
daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
– Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.
– Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih bekas
penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2 kali.
• Tanda-tanda asfiksia.
– Mata menonjol keluar; oleh karena pecahnya oleh bendungan
kepala, dimana vena-vena terhambat sedang arteri tidak.
– Perdarahan berupa peteki tampak pada wajah dan
subkonjungtiva; pecahnya vena oleh bendungan dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah akibat asfiksia.
– Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di
kartilago tiroid lidah akan terjulur sedang jika di atasnya lidah
tidak akan terjulur.
• Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan
dengan simpul tali. Keadaan ini menunjukkan tanda pasti
penggantungan ante-mortem.
• Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya
tubuh tergantung.
• Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin
panjang.
• Anggota gerak
– Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama
pada bagian akral dari ekstremitas, sangat tergantung
dari lamanya korban dalam posisi tergantung.
– Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
• Dubur dan kelamin
– Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses
akibat kontraksi otot polos pada saat stadium konvulsi
pada puncak asfiksia.
Pemeriksaan Dalam
• Kepala
– Tanda bendungan pembuluh darah otak
• Leher
– Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada
jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
– Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindak
kekerasan.
– Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.
– Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang
korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid mengalami
benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa
penggantungannya ante-mortem.
– Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang ini darap
terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada
penggantungan.
– Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban
hukuman gantung
• Dada dan perut
– Perdarahan pada pleura, pericard atau peritoneum
– Organ-organ dapat mengalami kongesti atau bendungan
• Darah
– Darah dalam jantung gelap dan lebih cair.
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
1 Usia. Gantung diri lebih sering terjadi Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
pada remaja dan orang dewasa. Anak- pembunuhan dilakukan oleh musuh atau
anak di bawah usia 10 tahun atau orang lawan dari korban dan tidak bergantung pada
dewasa di atas usia 50 tahun jarang usia
melakukan gantung diri

2 Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak
berupa lingkaran terputus (non- terputus, mendatar, dan letaknya di bagian
continuous) dan terletak pada bagian tengah leher, karena usaha pelaku
atas leher pembunuhan untuk membuat simpul tali
3 Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
simpul yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul tali tersebut
samping leher terikat kuat
4 Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat
mempunyai riwayat untuk mencoba untuk bunuh diri
bunuh diri dengan cara lain

5 Cedera. Luka-luka pada tubuh korban Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
yang bisa menyebabkan kematian biasanya mengarah kepada pembunuhan
mendadak tidak ditemukan pada kasus
bunuh diri
6 Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat
lambung korban, misalnya arsen, sublimat atau kalium sianida tidak sesuai pada kasus
korosif dan lain-lain tidak bertentangan pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu dan
dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
disebabkan racun tersebut mungkin maka kasus penggantungan tersebut adalah karena
mendorong korban untuk melakukan bunuh diri
gantung diri

7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan
sulit untuk gantung diri dalam keadaan dugaan pada kasus pembunuhan
tangan terikat
8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, mayat Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan
biasanya ditemukan tergantung pada tempat tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh
yang mudah dicapai oleh korban atau di korban dan alat yang digunakan untuk mencapai
sekitarnya ditemukan alat yang digunakan tempat tersebut tidak ditemukan
untuk mencapai tempat tersebut

9 Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan
di dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan
ditemukan dalam keadaan tertutup dan adalah kasus pembunuhan
terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri
10 Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali
pada kasus gantung diri jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih
anak-anak.
183. Klasifikasi Luka Tembak
1. Luka tembak tempel (contact wounds)
• Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan
ditembakkan
• Bila tekanan pada tubuh erat disebut “hard contact”, sedangkan
yang tidak erat disebut “soft contact”
• Umumnya luka berbentuk bundar yang dikelilingi kelim lecet yang
sama
lebarnya pada setiap bagian.
• Di sekeliling luka tampak daerah yang bewarna merah atau merah
coklat, yang menggambarkan bentuk dari moncong senjata, ini
disebut jejas laras.
• Rambut dan kulit di sekitar luka dapat hangus terbakar.
• Saluran luka akan bewarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir
mesiu, jelaga dan minyak pelumas.
• Tepi luka dapat bewarna merah, oleh karena terbentuknya COHb.
• Bentuk luka tembak tempel sangat dipengaruhi oleh keadaan /
densitas
Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997; p.131-168
2. Luka tembak jarak dekat (close range wounds)
• Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban
masih
dalam jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat), atau
jangkauan jelaga dan api (luka tembak jarak sangat dekat).
• Luka berbentuk bundar atau oval tergantung sudut masuknya
peluru,
dengan di sekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelim tato) dan
atau
jelaga (kelim jelaga).
• Di sekitar luka dapat ditemukan daerah yang bewarna merah atau
hangus terbakar.
• Bila terdapat kelim tato, berarti jarak antara moncong senjata
dengan
korban sekitar 60 cm (50-60 cm), yaitu untuk senjata genggam.
• Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm (25-30 cm).
• Bila terdapat juga kelim api, maka jarak antara moncong senjata
dengan korban sekitar 15 cm

Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997; p.131-168
3. Luka tembak jarak jauh (long range wound)
• Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan
tubuh korban di luar jangkauan atau jarak
tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar
atau terbakar sebagian.
• Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai
adanya kelim lecet.
• Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka
pada kelim lecet dapat dilihat pengotoran
bewarna hitam berminyak, jadi ada kelim kesat
atau kelim lemak

Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997; p.131-168
184. Informed consent
• Persetujuan tindakan medis (Informed
Consent) adalah pernyataan persetujuan
(consent) atau izin dari pasien yang diberikan
dengan bebas, rasional, tanpa paksaan
(voluntary) tentang tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud.

Guwandi J. Informed Consent. Jakarta: 2004


Dasar Hukum
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
290/MENKES/PER/III/2008.
• Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004
tentang praktik kedokteran, pada Pasal 45 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi.
• Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang Informed
Consent dalam lampiran SKB IDI No. 319 /P/BA/88 butir 33
berbunyi
– ”Setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar
mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani
oleh pasien, setelah sebelumnya pasien itu memperoleh
informasi yang cukup kuat tentang perlunya tindakan medis
yang bersangkutan serta resiko yang bersangkutan dengannya”
(Departemen Kesehatan RI, 1997)
Menurut SK Dirjen Pelayanan Medik No.HK.00.06.6.5.1866 Kebijakan dan Prosedur
tentang Informed Consent adalah sebagai berikut:

1. Pengaturan persetujuan atau penolakan tindakan medis harus dalam bentuk


kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
2. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya
memberikan informasi dan penjelasan adalah hak dokter.
3. Formulir Informed Consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (voluntary).
c. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh seorang (pasien) yang sehat
mental dan yang memang berhak memberikannya.
d. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan setelah diberikan cukup informasi dan
penjelasan yang diberikan.
4. Isi informasi dan penjelasan yang diberikan
Informasi dan penjelasan dianggap cukup jika paling sedikit enam hal pokok
dibawah ini disampaikan dalam memberikan informasi dan penjelasan.
a. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang
akan dilakukan.
b. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.
c. Informasi dan penjelasan tentang resiko dan komplikasi yang mungkin akan terjadi.
d. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan lain yang tersedia dan serta resikonya
dari masing-masing tindakan tersebut.
e. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan tersebut dilakukan.
f. Diagnosis.
5. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan.
Dokter yang akan melakukan tindakan medis
mempunyai tanggung jawab utama memberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila
berhalangan, informasi dan penjelasan yang diberikan
dapat diwakili pada dokter lain dengan
sepengetahuan dokter yang bersangkutan.
6. Cara menyampaikan informasi.
Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan.
Informasi secara tertulis hanya dilakukan sebagai
pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara
lisan.
7. Pihak yang menyatakan persetujuan.
a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau sudah menikah.
b. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (Informed Consent) atau penolakan
tindakan medis diberikan oleh mereka, menurut urutan hak sebagai berikut :
1) Ayah/Ibu adopsi
2) Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun atau tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir. Persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis
diberikan oleh mereka, menurut hak sebagai berikut:
1) Ayah/Ibu adopsi
2) Saudara-saudara kandung
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed Consent) atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
1) Ayah/Ibu kandung
2) Wali yang sah
3) Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle) persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan menurut urutan hak tersebut :
1) Wali
2) Curator
f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah /orang tua, persetujuan atau penolakan tindakan
medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak tersebut:
1) Suami/isteri
2) Ayah/ibu kandung
3) Anak-anak kandung
4) Saudara-saudara kandung.
8. Cara menyatakan persetujuan.
Cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara tertulis (expressed)
maupun lisan. Persetujuan secara tertulis mutlak diperlakukan pada
tindakan medis yang mengandung resiko tinggi, sedangkan persetujuan
secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung
resiko tinggi.
9. Semua jenis tindakan medis yang mengandung resiko harus disertai
Informed Consent. Jenis tindakan medis memerlukan Informed Consent
disusun oleh komite medik dan kemudian ditetapkan oleh pimpinan
Rumah Sakit. Bagi rumah sakit yang belum mempunyai komite medik
atau keberadaan komite medik belum lengkap, maka dapat mengacu
pada jenis tindakan medis yang sudah ditetapkan oleh rumah sakit lain
yang fungsi dan kelasnya sama.
10. Perluasan tindakan medis yang telah disetujui tidak dibenarkan
dilakukan dengan alasan apapun juga, kecuali apabila perluasan tindakan
medis tersebut terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
11. Pelaksanaan Informed Consent untuk tindakan medis tertentu, misalnya
Tubektomi/Vasectomi dan Caesarean Section yang berkaitan dengan program
keluarga berencana, harus merujuk pada ketentuan lain melalui konsultasi
dengan perhimpunan profesi yang terkait.
12. Demi kepentingan pasien, Informed Consent tidak diperlukan bagi pasien gawat
darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga pasien
yang berhak memberikan persetujuan/penolakan tindakan medis.
13. Format isian persetujuan tindakan medis (Informed Consent) atau penolakan
tindakan medis, digunakan seperti pada contoh formulir terlampir, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai
salah satu saksi.
b. Formulir asli dalam berkas rekam medis pasien.
c. Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis
dilakukan.
d. Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti bahwa telah
diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
e. Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan.
185. Patient Safety
• Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu
obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya).
• Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien

Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.


186. Dilema Etik
• Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi
oleh seseorang dimana ia harus membuat
keputusan mengenai perilaku yang patut.
• Penyelesaian masalah dilema etik dalam kasus
kedokteran menggunakan prima facie yang
berdasarkan kaidah dasar bioetik:
beneficence, maleficence, autonomy, dan
justice.
Guwandi,J. 1991. Etika dan Hukum Kedokteran.. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.
187. Etika Kedokteran
• Kelalaian tenaga kesehatan dan dokter dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat/pasien tidak dapat dipidana.
• Paket ketiga UU yang dimaksud yaitu UU No 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, dan UU No 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
• Di bagian akhir dari ketiga undang-undang itu
mengatur berbagai jenis perbuatan dan sanksi pidana
bagi siapa saja khususnya tenaga kesehatan dan dokter
yang dengan sengaja melakukan tindak pidana di
bidang kesehatan.
Guwandi,J. 1991. Etika dan Hukum Kedokteran.. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.
Pelanggaran Etika Kedokteran
188. Maplraktek, Kelalaian, dan Kecelakaan
Medis
• Malpraktek
Perbuatan dokter yang secara sengaja melanggar undang-undang,
misalanya pengguguran kandungan, eutanasia (memenuhi permintaan
bunuh diri), dan memberikan surat keterangan palsu atau isinya tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dilakukan secara sadar. Pelaku tidak
peduli pada akibat walau diketahui tindakannya melanggar undang-
undang.
• Kelalaian
Perbuatannya tidak sengaja, seperti tertukarnya rekam medis, keliru
membedah, dan lupa memberikan informasi kepada pasien. Dari
motifnya, dokter tidak menduga timbul akibat dari tindakannya.
• Kecelakaan Medis
Peristiwa tak terduga, tindakan tidak disengaja, dokter sudah sungguh-
sungguh bekerja sesuai standar profesi medis dan etika profesi, dan
berkonsultasi dengan dokter ahli lain, jika ditemukan yang bukan
keahliannya. Namun terjadi juga akibat seperti lumpuh, cacat, bahkan
kematian.

Atmadja, Djaja Surya. 2004. “Malpraktek Medis, Pembuktian dan Pencegahannya” (dalam Trilogi
Rahasia Kedokteran, Malpraktek & Peran Asuransi). Jakarta
189. Derajat Luka
• Hukum pidana Indonesia mengenal delik
penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan
dengan hukuman yang berbeda yaitu
– penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan
penjara),
– penganiayaan (pidana maksimum 2 tahun 8
bulan),
– dan penganiayaan yang menimbulkan luka berat
(pidanamaksimum 5 tahun).
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.
Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan
sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1) KUHP
menyatakan bahwa:
“penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”.

Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat


sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau
komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam
kategori tersebut.

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.


Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.
Selanjutnya rumusan hukum tentang
penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur
dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan
apapun tentang penyakit.
Sehingga bila kita memeriksa seorang korban
dan didapati “penyakit” akibat kekerasan
tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam
kategori tersebut.

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.


Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.
Rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur
dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa
“Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif.
Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu luka
sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut
dimasukkan dalam kategori tersebut. Luka berat menurut pasal 90 KUHP
adalah :
• Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
• tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
• kehilangan salah satu panca indera;
• mendapat cacat berat;
• menderita sakit lumpuh;
• terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
• gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.
Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.
190. Pelepasan informasi rekam
medis
Hal pembukaan rahasia kedokteran dipertegas kembali dalam
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:

Ayat(2)
“informasi tentang identitas, diagnose, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :
– untuk kepentingan kesehatan pasien
– memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan.
– Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
– Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
– Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang
tidak menyebutkan identits pasien".

PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008
THT – KL
191. Otitis Externa
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

• Otitis externa sirkumskripta (furuncle)


– Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
– Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg terobstruksi
– Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada jaringan
penyambung di bawah kulit  sangat nyeri
– Th/: AB topikal. Jika menonjol & lunak: insisi & drainase

• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)


– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+),
eksudasi
– Jika edema berat  pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
191. Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
– Elderly diabetics or immunocompromised.

– OE  cellulitis, chondritis, osteitis, osteomyelitis 


cranial neuropathies.

– The canal may be swollen & tender, red granulation


tissue is seen posteroinferiorly at the junction of
cartilage with bone, one-third inward.

– Itch rapidly followed by pain, secrete, & swelling of


canal ear.

– Th/: topical & systemic antibiotics & aggressive


debridement
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
192. Perforasi Membran Timpani
• Perforasi akibat trauma:
– Sebagian besar sembuh spontan
– Tatalaksana awal yang diperlukan: menghindari air & observasi
– Antibiotik tetes diberikan bila terdapat sekret dan infeksi.
– Operasi dilakukan bila tidak ada tanda penutupan dalam
beberapa bulan.

• Perforasi akibat infeksi akut:


– Penyebab tersering perforasi
– Membran timpani tampak merah & basah.
– Sembuh dalam beberapa hari jika diberikan antibiotik, kecuali
pada kasus acute necrotizing otitis media.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
193. Keganasan
History Physical Exam. Diagnosis Treatment
Male in 5th decade, unilateral obstruction & Ca Surgery
exposed with nickel, rhinorrea. Diplopia, sinonasal
chrom, formalin, proptosis . Bulging of
terpentin. palatum, cheek protrusion,
anesthesia if involving n.V
Elderly with history of Posterior rhinoscopy: mass KNF Radiotherapy,
smoking, preservative at fossa Rosenmuller, chemoradiation,
food. Tinnitus, otalgia cranial nerves abnormality, surgery.
epistaxis, diplopia, enlargement of jugular
neuralgia trigeminal. lymph nodes.
painful ulceration, Painful ulceration with Ca tonsil Surgery
otalgia & slight induration of the tonsil.
bleeding. Lymph node enlargement.
Male, young adult, with Anterior rhinoscopy: red Juvenile Surgery
recurrent epistaxis. shiny/bluish mass. No angiofibro
lymph nodes enlargement. ma
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
193. Keganasan
• Angiofibroma juvenil berasal dari kavum nasi
posterior & dapat meluas ke nasofaring, fossa
pterygopalatina, dan fossa infratemporal.
• Tatalaksana utama adalah dengan pembedahan
sesuai dengan stadium tumor.
• Pemeriksaan CT scan diperlukan untuk melihat
ekstensi tumor.
• Tatalaksana:
– Reseksi dan kadang radiasi untuk penyakit persisten.
– Reseksi meliputi rinotomi lateral dan maksilektomi
medial.

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.


194. Penyakit Meniere
• Meniere disease symptoms and signs:
– a unilateral, fluctuating sensorineural hearing loss (often
involving low frequencies)
– vertigo that lasts minutes to hours
– a constant or intermittent tinnitus typically increasing in
intensity before or during the vertiginous attack
– aural fullness.
– The acute attack is also associated with nausea and
vomiting

• Sensorineural hearing loss  Rinne test (+), Schwabach


is shortened, Weber lateralizes to normal ear.

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.


194. Penyakit Meniere

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.


194. Penyakit Meniere
• Rekomendasi terapi untuk penyakit Meniere:
1. Diet rendah garam < 1.500 mg/hari
2. Diuretik
3. Meclizine atau antihistamin lain untuk gejala vertigo akut
4. Steroid untuk penyebab autoimun atau alergi
5. Anti-ansietas, Xanax atau Valium, untuk supresi labirin &
pusat vestibular sentral
6. Vasodilator seperti niasin, empirik untuk memperbaiki
aliran darah & pertukaran cairan.

• Tiga poin pertama adalah yang paling sering


direkomendasikan.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


195. Rinitis Alergi
196. Noise induced hearing loss
• In all cases of occupational hearing loss, a complete pure-tone audiogram
with speech reception thresholds (SRT) & word recognition scores (WRS)
must be included.
• The typical "4000 Hz notch“:
196. Noise induced hearing loss
• Sensory hearing loss results from deterioration of the structures within
the cochlea, usually owing to the loss of hair cells from the organ of Corti.

• Among the many common causes of sensory hearing loss is the prolonged
exposure to noise > 85 dB.

• Clinical findings:
– Generally bilateral but not infrequently is an asymmetric, high-frequency
sensory hearing loss.
– Patients frequently complain of a gradual, insidious deterioration in hearing.
– Difficulty in comprehending speech, especially in the presence of competing
background noise. Background noise, which is usually low frequency in bias,
masks the better-preserved portion of the hearing spectrum and further
exacerbates problems with speech comprehension.
– Frequently accompanied by tinnitus. Most often patients describe a high-
frequency tonal sound (eg, ringing), but the sound is sometimes lower in tone
(eg, buzzing, blowing, or hissing) or even nontonal (eg, popping or clicking).

Current diagnosis & treatment in otorhinolaryngology.


197. Otitis Media
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
 Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi  sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
197. Otitis Media
Otitis Media Akut
• Th:
– Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl) Hyperaemic stage
– Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
– Supurasi: AB, miringotomi.
– Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
– Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
198. Epistaksis
• Epistaksis anterior:
– Sumber: pleksus kisselbach atau a. ethmoidalis anterior
– Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
– Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan
menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
– Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan
AgNO3, jika tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24
jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


198. Epistaksis
• Epistaksis Posterior
– Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
– Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
– Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
198. Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
– Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahin adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


– Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
199. Otitis
• Etiology of acute otitis media:
– Streptococcus pneumoniae 35%,
– Haemophilus influenzae 25%,
– Moraxella catarrhalis 15%.
– Less frequently identified pathogens: group A streptococci, S. aureus,
& Pseudomonas aeruginosa
• Etiology of chronic suppurative otitis media:
– P. aeruginosa,
– S. aureus,
– Proteus species.
– Enterobacter
• Pada soal tidak ada keterangan sudah berapa lama gejala berlangsung
(berulang atau tidak dari masa lalu), saat ini anggap akut.
Current diagnosis & treatment in otorhynolaryngology
Menner – a pocket guide to the ear
200. Epistaksis
• Epistaksis Posterior
– Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
– Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
– Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Anda mungkin juga menyukai