Anda di halaman 1dari 37

Luka 2012

BAB I
LUKA DAN PERAWATANNYA

Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan kontinyuitas
kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan
derajat luka.
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

Page | 1
Luka 2012
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a) Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b) Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.

Mekanisme terjadinya luka :


I. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah
seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
II. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
III. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.

Page | 2
Luka 2012
IV. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
V. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
VI. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
VII. Luka Bakar (Combustio)

Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan
perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung
proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan
menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.

I. Prinsip Penyembuhan Luka


Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
a) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
b) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
c) Respon tubuh secara sistemik pada trauma
d) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
e) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme
f) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk
bakteri.

Page | 3
Luka 2012
II. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti
yang terjadi pada luka pembedahan.
a) Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama
terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan
bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang
menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab
(keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme. Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai
darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah
dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang
24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris
melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor
angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir
pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses
penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.

b) Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke

Page | 4
Luka 2012
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh
darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan
perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan
mudah pecah.

c) Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan
dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas
dan meninggalkan garis putih.

Faktor yang Mempengaruhi Luka


I. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari
faktor pembekuan darah.
II. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit
kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien
kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
III. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

Page | 5
Luka 2012
IV. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar
lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-
orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,
lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau
diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk
penyembuhan luka.
V. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar
hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
VI. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel
mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (“Pus”).
VII. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada
luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itu sendiri.
VIII. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-
kalori tubuh.
IX. Keadaan Luka

Page | 6
Luka 2012
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
X. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a) Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b) Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c) Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
I. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah
pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan.
Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri,
kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel
darah putih.
II. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.
III. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence
adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh

Page | 7
Luka 2012
melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple
trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,
mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 –
5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan
eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres
dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah
luka.

BAB II
LUKA BAKAR

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar
dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi
(radiation).

Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai
disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di
Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk
injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan
injuri yang berat. Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada
semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita,
terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th).

Etiologi
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
 Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya.

Page | 8
Luka 2012
 Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar
kimia.
 Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
 Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

Faktor Resiko
Data yang berhasil dikumpulkan oleh Natinal Burn Information Exchangemenyatakan 75 %
semua kasus injuri luka bakar, terjadi didalam lingkungan rumah. Klien dengan usia lebih dari 70
tahun beresiko tinggi untuk terjadinya luka bakar.

Efek Patofisiologi Luka Bakar


1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung
pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon
tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka
bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body
surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik
dan sesuai dengan luasnya injuri.

Page | 9
Luka 2012
2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin,
serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri.
Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung
mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel.
Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan
meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut
menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah
intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac
output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran
cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka
terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal
pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml.
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler
tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman
kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam
setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal
sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput kembali normal dan kemudian
meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah
luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi
intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang
kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena
kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh
kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.

Page | 10
Luka 2012
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR
(glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga
berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia
pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.

4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu
penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.

5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen
arteri dan “lung compliance”.
 Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api. Manifestasi
klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai
wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut
hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum,
dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan
berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.

 Keracunan Carbon Monoxide.


CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang

Page | 11
Luka 2012
dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya
CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan
hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan
dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran
oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar
serum darah.

Klasifikasi Beratnya Luka Bakar


A. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain kedalaman
luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia
Berikut ini akan dijelaskan sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:

i. Kedalaman luka bakar


Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang
didasarkan pada elemen kulit yang rusak.

a) Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:

 Hanya mengenai lapisan epidermis.


 Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
 Kulit memucat bila ditekan.
 Edema minimal.
 Tidak ada blister.
 Kulit hangat/kering.
 Nyeri / hyperethetic
 Nyeri berkurang dengan pendinginan.
 Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
 Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.

Page | 12
Luka 2012
b) Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:

 Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial


thickness dan deep partial thickness.
 Mengenai epidermis dan dermis.
 Luka tampak merah sampai pink
 Terbentuk blister
 Edema
 Nyeri
 Sensitif terhadap udara dingin
 Penyembuhan luka :

Ø Superficial partial thickness : 14 – 21 hari


Ø Deep partial thickness : 21 – 28 hari
(Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya
infeksi).

c) Full thickness (derajat III)

 Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai
permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah.
 Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
 Tanpa ada blister.
 Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
 Edema.
 Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
 Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
 Memerlukan skin graft.
 Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.

Page | 13
Luka 2012
d) Fourth degree (derajat IV)

 Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.

ii. Luas luka bakar


Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of
nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan
dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang
dalam menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar
dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana
setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %.
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian
tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang
luas luka bakar.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau
persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan
mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.

iii. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)


Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang
mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner.
Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar
yang mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan
occupasi dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan
atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai
daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar

Page | 14
Luka 2012
yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding
dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.

iv. Kesehatan umum


Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit
ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal,
harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri
dan penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 – 4 kali lebih
tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung.
Demikian pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka
kematiannya dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga
klien alkoholism yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di
rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama hari
rawatnya di rumah sakit.

v. Mekanisme injuri
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat
ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi
memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila
injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau
alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk
diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel,
kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat
terjadi.

Page | 15
Luka 2012
vi. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality
rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada
kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya
bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup
sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih
rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi
athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan
memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

B. Kategori berat luka bakar menurut ABA


Perkumpulan Luka Bakar America (American Burn Asociation/ABA) mempublikasikan
petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar. Perkumpulan itu mengklasifikasikan
beratnya luka bakar ke dalam 3 kategori, dengan petunjuknya seperti tampak dalam tabel
berikut :

Luka Bakar Berat

 25 % pada orang dewasa


 25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun
 20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun
 Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang
 mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.
 LB karena listrik voltage tinggi
 Semua LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.

Luka Bakar Sedang

 15-25 % mengenai orang dewasa


 10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun

Page | 16
Luka 2012
 10-20 % pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun

Luka Bakar Ringan

 Tidak ada resiko gangguan kosmetik atau fungsional atau disabiliti.

Penanganan
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut
perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana
perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan fisik dan
psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting. Secara klinis klien luka
bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase emergent dan resusitasi 2) Fase akut dan 3)
Fase Rehabilitasi

 Fase Emergent (Resusitasi)


Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara
fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah(a) perawatan
sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian emergensi dan(c) periode
resusitasi. Hal tersebut akan dibahas berikut ini :

a) Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)


Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka
bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care
dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan
atau menghilangkan sumber panas.
1. Jauhkan penderita dari sumber LB

 Padamkan pakaian yang terbakar


 Hilangkan zat kimia penyebab LB
 Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia

Page | 17
Luka 2012
 Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang
kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)

2. Kaji ABC (airway, breathing, circulation):

 Perhatikan jalan nafas (airway)


 Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
 Kaji sirkulasi

3. Kaji trauma yang lain


4. Pertahankan panas tubuh
5. Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6. ransportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)

b) Penanganan dibagian emergensi


Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah
diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan
tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan
luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah
lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan.

i. Penanganan Luka Bakar Ringan


Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan.
Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah
dengan memperhatiakn antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan
atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan
secara mandiri (self care), 2) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti
instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya
pemulihan maka klien dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen
nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.

Page | 18
Luka 2012
a. Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan
morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral
diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
b. Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB
baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah
mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat
diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan
tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid
yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
c. Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing)
yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat
kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba
topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab
memberikan pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi
klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan
lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM
(range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap
normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan
terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga
harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
d. Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan
komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang
dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan
perlu dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri.

Page | 19
Luka 2012
ii. Penanganan Luka Bakar Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi
akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan
trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang
hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT);
pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus;
pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap
penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
 Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang
mungkin terjadi. Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan,
dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk
memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada
tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah
tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan
segera diketahui dan ditangani.
 Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang). Bagi klien dewasa
dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena
umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui
kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang
terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup
luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena
perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena
central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral)
oleh dokter mungkin diperlukan. Luas atau persentasi luka bakar harus
ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Periode
resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila
integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan
cairan yang banyak mengalami penurunan. Resusitasi cairan dimulai
untuk meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan cairan. Tujuan
resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta
menghindari komlikasi terapi yang tidak adekuat atau berlebihan.

Page | 20
Luka 2012
Terdapat beberapa formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan
cairan seperti tampak dalam tabel diatas. Banyaknya/jumlah cairan yang
pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya injury luka bakar.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi
injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih
dalam. Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya
cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah
yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan Brooke,
cairan yang mengandung colloid tidak diberikan selama periode ini karena
perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan
kebocoran cairan yang banyak mengandung protein kedalam ruang
interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam
kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat
diberikan, dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada
hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon
fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada
orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya output
urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
 Pemasangan kateter urine. Pemasangan kateter harus dilakukan untuk
mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator
yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
 Pemasangan nasogastric tube (NGT). Pemasangan NGT bagi klien LB 20
% -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan
mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat
dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar.
Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada
waktu itu.
 Pemeriksaan vital signs dan laboratorium. Vital signs merupakan
informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat
tidaknya resuscitasi. Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi

Page | 21
Luka 2012
pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit
serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah),
COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-
tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui
adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika
dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada
semua klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena
listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat
iskemia jantung atau dysrhythmia.
 Management nyeri. Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian
obat narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui
intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan
lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan
perpindhan cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian
obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya
disfungsi gastrointestial.
 Propilaksis tetanus. Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik
pada luka bakar berat maupun luka bakar yang ringan.
 Pengumpulan data. Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang
sangat penting bagi team yang berada di ruang emergensi. Kepada klien
atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan LB
tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat
kesadaran pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di
ruang tertutup atau terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana
mekanisme injurinya. Jika klien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang
zat kimia apa yang menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya
terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika
klien menderita LB karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang
sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk
menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang
riwayat kesehatan klien masa lalu seperti kesehatan umum klien.

Page | 22
Luka 2012
Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit
jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua
mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu perlu pula
diketahui tentang riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun yang
lainnya.
 Perawatan luka. Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak
dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat
perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan
berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB
yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian
ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen;
walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena
pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal
sangatlah penting untuk dilakukan. Escharotomy merupakan tindakan
yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi karena LB yang melingkari
bagian tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar yang akan
mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan
ditempat tidur klien dan tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak
berdarah dan tidak nyeri. Namun jaringan yang masih hidup dibawah luka
dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat tidak berhasil, maka dapat
dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah menginsisi fascia, yang
dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi.. Demikian juga,
escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak untuk
memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka
perawat perlu melakukan monitoring terhadap perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan
sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien
dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi
kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan
bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu
menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres

Page | 23
Luka 2012
dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas
kesehatan.
 Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler
membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam
setelah injuri. Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut :
mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi
fisik.
a. Mengatasi infeksi. Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar
meliputi autocontaminasi dari:

 Oropharynx
 Fecal flora
 Kulit yg tidak terbakar dan
 Kontaminasi silang dari staf
 Kontaminasi silang dari pengunjung
 Kontaminasi silang dari udara

Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan
pada semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan meliputi
penggunaan sarung tangan, tutp kepala, masker, penutup kaki, dan pakaian
plastik. Membersihkan tangan yang baik harus ditekankan untuk menurunkan
insiden kontaminasi silang diantara klien. Staf dan pengunjung umumnya
dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik pada kulit,
gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.

b. Perawatan luka. Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan


luka. Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen,
dan pembalutan luka.
i. Hidroterapi. Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara
hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari merendam (immersion) dan

Page | 24
Luka 2012
dengan shower (spray). Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau
kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat
meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik)
melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi,
luka dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan
menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipochloride,
providon iodine dan chlorohexidine. Perawatan haruslah
mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan
untuk mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan.
Klien yang tidak dianjurkan untuk dilakukan hidroterapi umumnya
adalah mereka yang secara hemodinamik tidak stabil dan yang baru
dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat
dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan
dengan penggunaan zat antimikroba.

ii. Debridemen. Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar.


Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka
melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar.
Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik,
debridemen enzymatic, dan dengan tindakan pembedahan.

a) Debridemen mekanik. Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara


hati-hati dengan menggunakan gunting dan forcep untuk
memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan
merupakan cara lain yang juga efektif dari tindakan debridemen
mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan
balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering
kepada balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB
dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu
terlebih dahulu dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang
lebih efektif.

Page | 25
Luka 2012

b) Debridemen enzymatic. Debridemen enzymatik merupakan


debridemen dengan menggunakan preparat enzym topical
proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif
mencerna jaringan yang necrotik, dan mempermudah
pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan
yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara
langsung terhadap luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah
utama dengan penanganan ini dan harus dikaji secara terus-
menerus selama treatment dilakukan.

c) Debridemen pembedahan. Debridemen pembedahan luka meliputi


eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik yang dapat
digunakan : Tangential Excision dan Fascial Excision. Pada
tangential exccision adalah dengan mencukur atau menyayat
lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat jaringan yang
masih hidup. sedangkan fascial excision adlaah mengangkat
jaringan luka dan lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali
digunakan untuk LB yang sangat dalam.
iii. Balutan
a) Penggunaan penutup luka khusus. Luka bakar yang dalam atau full
thickness pada awalnya dilakukan dengan menggunakan zat/obat
antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 – 2 kali setelah
pembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat perlu
melakukan kajian terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau
adanya reepitelisasi dan adanya tanda-tanda infeksi. Umumnya
obat-obat antimikroba yang sering digunakan tampak pada tabel
dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum, oleh
karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada yang
memilih krim silfer sulfadiazine sebagai pengobatan topikal awal
untuk luka bakar.

Page | 26
Luka 2012
b) Metode terbuka dan tertutup. Luka pada LB dapat ditreatmen
dengan menggunakan metode/tehnik belutan baik terbuka maupun
tertutup. Untuk metode terbuka digunakan/dioleskan cream
antimikroba secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara
tanpa dibalut. Cream tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai
kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat
tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih
mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan
perawatan luka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan
kelemahan dari metode ini adalah meningkatnya kemungkinan
terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis pada klien karena
seringnya dilihat. Pada perawatan luka dengan metode tertutup,
memerlukan bermacam-macam tipe balutan yang digunakan.
Balutan disiapkan untuk digunakan sebagai penutup pada cream
yang digunakan. Dalam menggunakan balutan hendaknya hati-hati
dimulai dari bagian distal kearah proximal untuk menjamin agar
sirkulasi tidak terganggu. Keuntungan dari metode ini adalah
mengurangi evavorasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan
luka , balutan juga membantu dalam debridemen. Sedangkan
kerugiannya adalah membatasi mobilitas menurunkan
kemungkinan efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka juga
menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang
mengganti balutan saja.

c. Penutupan luka
i. Penutupan Luka Sementara. Penutupan luka sementara sering
digunakan sebagai pembalut luka. Pada tabel dibawah diperlihatkan
berbagai macam penutup luka baik yang biologis, biosintetis, dan
sintetis yang telah tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut
mempunyai indikasi khusus. Karakteristik luka (kedalamannya,
banyaknya eksudat, lokasi luka pada tubuh dan fase

Page | 27
Luka 2012
penyembuhan/pemulihan) serta tujuan tindakan/pengobatan perlu
dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka yang lebih tepat.
ii. Pencangkokan kulit. Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit
yang utuh dari penderita itu sendiri (autografting) adalah pembedahan
dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh dan kemudian
digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan
di ruang operasi dengan pemberian anaetesi.

d. Nutrisi. Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut


sangatlah penting untuk meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan
infeksi. BMR (basal metabolik rate) mungkin 40-100% lebih tinggi dari
keadaan normal, tergantung pada luasnya luka bakar. Respon ini diperkirakan
berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang menyebebkan peningkatan
produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah ditutup. Selain itu
metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar, mengakibatkan
hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase emergent menghambat
aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan
meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang semuanya mempunyai
implikasi terhadap terjadinya hiperglikemia pada klien luka bakar. Dukungan
nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah efek katabolisme
yang tidak diharapkan. Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan
energi, dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia,
luasnya luka bakar dan aktifitas atau injuri. Formulasinya adalah sebagai
berikut:

(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) = kcal/hari.

Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar
dengan 30 % atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple,
perlunya penggunaan ventilator mekanik, status mental dan status nutrisi yang

Page | 28
Luka 2012
buruk pada saat belum mengalami luka bakar. Adapun metode pemberian nutrisi
dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube feeding, periperal parenteral
nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.

e. Managemen nyeri. Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri


meliputi kedalaman injuri, luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk
tipe luka bakar partial thickness dan pada tempat donor akan terasa sangat
nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan halnya dengan luka
bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung
superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang terletak
pada bagian tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri adalah kecemasan,
ketakutan dan kemampuan klien untuk menggunakan kopingnya. Sedangkan
faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu tentang nyeri, kepribadian,
latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan keluarga dan rumah. Dan
perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan respon terhadap stimuli nyeri bersifat
individual oleh karena itu maka rencana penanganan perawatan dilakukan
secara individual juga. Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk
mengatasi rasa nyeri adalah dengan menggunakan zat-zat farmakologik.
Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik narkotik yang sering
digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan treatmennya.
Obat-obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik
inhalasi seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga
dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Sedangkan tindakan
Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang berkaitan
dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain, tehnik
relaksasi, distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan
kecemasan dan menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali
digunakan bersamaan dengan penggunaan obat-obat farmakologik.

Page | 29
Luka 2012
f. Terapi fisik. Mempertahankan fungsi fisik yang optimal pada klien dengan
injuri LB merupakan tantangan bagi team yang melakukan perawatan LB.
Perawat harus bekerja secara teliti dengan fisioterapist dan occupational
terapist untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan rehabilitasi klien LB.
Program-program exercise, ambulasi, aktifitas sehari-hari harus
diimplementasikan secara dini pada pemulihan fase acutsampai perbaikan
fungsi secara maksimal dan perbaikan kosmetik. Kontraktur luka dan
pembentukan scar (parut) merupakan dua masalah utama pada klien LB.
Kontraktur akibat luka dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang lebih
mudah terjadinya kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani
kontraktur meliputi terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada klien
dan keluarga.

 Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka
bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan
kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk
meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi
scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan
merupakan bagian dari proses rehabilitasi.

Kesimpulan
Perawatan LB merupakan hal yang komplek dan menantang. Trauma fisik dan psikologis yang
dialami setelah injuri dapat menimbulkan penderitaan baik bagi penderita sendiri maupn
keluarga dan orang lain yang dianggap penting. Anggota yang menjadi kunci dari tim perawatan
luka bakar adalah perawat yang bertanggung jawab untuk membuat perencanaan perawatan yang
bersifat individual yang merefleksikan kondisi klien secara keseluruhan.

Page | 30
Luka 2012
BAB III
LUKA AKIBAT GIGITAN SERANGGA

GIGITAN ULAR

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis.
Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah
pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan
terhadap gigitan ular berbisa.

Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat
dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada
bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke
dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus
juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi,
yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu
modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang
mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.

Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis
kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk
kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam
famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular

Page | 31
Luka 2012
yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular
tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).

Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam family
Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen.
Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling
(Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus
hannah).

Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi
dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae,
yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah
panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae
adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai
laut (Trimeresurus albolabris).

Bagaimana Gigitan Ular Dapat Terjadi

Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu,
dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki
atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat
terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular
lain, cicak, katak, atau tikus.

Bagaimana Mengenali Ular Berbisa

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak
berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali
melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam.
Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka
bekas gigitan terdapat bekas taring.

Page | 32
Luka 2012
Ciri-ciri ular tidak berbisa:

1. Bentuk kepala segiempat panjang


2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan

Ciri-ciri ular berbisa:

1. Bentuk kepala segitiga


2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Gambar : Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa
dengan bekas taring

Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular

Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadibisa hemotoksik,
yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa
yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja
pada lokasi gigitan.

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa padakorbannya. Orang
yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik,

Page | 33
Luka 2012
nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan
tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa
yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan
taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening,
radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili
Viperidae).

Gejala klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.

Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang
terperangkap di jaringan bawah kulit).

Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah
bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur

Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi
edem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat),
paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).

Penatalaksanaan

Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:

1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular

sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang
lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan.
Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.

Page | 34
Luka 2012
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi
(membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga
dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat
meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-
immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat
meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.

2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman
mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.

3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan
ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah),
insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang
digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti
manfaatnya.

4. Terapi yang dianjurkan meliputi:

a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Gambar: Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.

b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10
cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari

Page | 35
Luka 2012
ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti
membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak
terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan
pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.

c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas;
penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu
dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shockperdarahan,
kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan
perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi
nekrosis lokal.

d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan
satu dosis toksoid tetanus.

e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.

f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.

g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya
adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen,
yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan
bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.

SENGATAN LEBAH

Sebenarnya, racun dalam sungut lebah sama toksiknya dengan racun ular berbisa, tetapi karena
jumlah yang masuk ke tubuh sangat sedikit, dampaknya ringan. Reaksi yang lebih sering
terhadap sengatan lebah adalah reaksi alergi. Walaupun demikian, sengatan segerombolan lebah
yang mengamuk berakibat lebih berat. Gejala dan tandanya dapat berupa gatal, udem, eritema,
dan udem angioneurotik. Dalam keadaan lebih berat ditemukan gangguan menelan, kelemahan
otot mata, bradikardi dan syok.

Page | 36
Luka 2012
Tatalaksana

Sungut yang masih menempel dicari dan dicabut. Daerah sengatan dibersihkan dengan air dan
sabun. Untuk mengurangi nyeri dapat disuntikkan lidokain; kadang diperlukan sedative, infuse,
dan antibiotic. Bila terdapat tanda alergi, diberikan adrenalin dan antihistamin.

DAFTAR PUSTAKA

1) Sjamsuhidayat R, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Ibrahim A. Luka. Jakarta:EGC;


2005.p.60-88
2) Wound healing and repair. Edisi Agustus 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1298129-overview#showall, 24 Januari 2012
3) Douglas Mackay, Alan l. Miller. Nutritional support for wound healing. Alternative
medicine review. Volume 8. Number 4. 2003;359-77
4) Rayner R. Effects of cigarette smoking on cutaneous wound healing. Volume 14.
Number 3. 2006;100-4
5) Thermal burns. Edisi Maret 2010. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1278244-overview#showall, 24 Januari 2012
6) Insects bites. Edisi Februari 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/769067-overview#showall, 24 Januari 2012

Page | 37

Anda mungkin juga menyukai