Anda di halaman 1dari 28

ADVANCE NURSING PRAKTICE 1

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA

DOSEN PEMBIMBING

SURATMI, S.Kep, Ns. M.Kes

Disusun oleh :

6A KEPERAWATANv

kelompok 3

1. Liza Nadia Islami (1502011906)


2. Lucky Firma Hidayati (1502011907)
3. M Jundi Choirul M (1502011908)
4. Milhatut Taqwiyah (1502011910)
5. Muhammad Arif Rinduan (1502011911)
6. Munawaroh (1502011912)
7. Nar Setya Aji Cintya D (1502011914)
8. Nia Avinda Deviana S (1502011915)
9. Nia Qiro’atul Masniah (1502011916)
10. Nufriyanti (1502011917)
11. Nurul Hidayati ( 1502011920)

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

LAMONGAN
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.


Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa karena atas Rahmat
dan Karunia-Nyalah, kami selaku penulis makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Trauma Kepala” yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas Advance Nursing Praktice
1 , Alhamdulillah dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Maka dengan terselesainya makalah ini, kami selaku penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada:
1. Drs H.Budi Utomo,Amd.Kep.M.Kes, selaku ketua stikes Muhammadiyah Lamongan.
2. Arifal Aris S.Kep,Ns M.Kes, selaku ketua prodi S1 Keperawatan stikes Muhammadiyah
Lamongan.
3. Suratmi,S.Kep.Ns.M.Kes selaku dosen Mata Kuliah Advance Nursing Praktice 1.
4. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga dapat
digunakan untuk membantu perbaikan mendatang dan atas perhatian dan kerjasamanya kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Lamongan, 23 April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................. ii


Daftar isi........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian ......................................................................................
2.2 Etiologi ...........................................................................................
2.3 Klasifikasi ......................................................................................
2.4 Manifestasi klinis ...........................................................................
2.5 Patofisiologi ...................................................................................
2.6 Pathway ..........................................................................................
2.7 Penatalaksanaan .............................................................................
2.8 Pemeriksaan diagnostik .................................................................
2.9 Komplikasi .....................................................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 pengkajian ......................................................................................
3.2 Analisa data ....................................................................................
3.3 Diagnosa.........................................................................................
3.4 Intervensi .......................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................
4.2 Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Cedera kepala atau trauma kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada
kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Wijaya & Putri, 2013). Cedera kepala
sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh negara dan lebih dari dua
per tiga dialami oleh negara berkembang (Riyadina dan Suhardi, 2009). Indonesia
merupakan Negara berkembang yang masih memiiki angka kejadian kecelakaan yang
tinggi (Krisandi, 2013).

Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih
dari 700.000 mengalai cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Pada kelompok ini, antara 50.000 sampai 90.000 orang setiap tahun mengalami
penurunan intelektual atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka menuju
kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah
laki-laki lebih banyak dari wanita (Smeltzer & Bare, 2002). Tujuan utama pengelolaan
cedera kepala adalah mengoptimalkan pemulihan dari cedera kepala primer dan
mencegah cedera kepala sekunder.

Oleh karena itu, meski angka kejadian di indonesia makin meningkat.dengan harapan
pasien dengan cidera kepala tidak terus meningkat angka kejadian kematiannya. Dengan
cara pertolongan pertama di rumah sakit dengan cara dengan pemberian saturasi oksigen
menggunakan alat pulse oxymetri. Diharapkan dapat melihat perubahan saturasi oksigen
pasien cedera kepala selama 30 menit setelah diberikan oksigen. Pada pemeriksaan
saturasi oksigen untuk melihat berapa persen jumlah saturasi oksigen pasien.

2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana definisi Trauma Kepala ?
1.2.2 Bagaimana etiologi Trauma Kepala?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi Trauma Kepala?
1.2.4 Bagaimana Manifestasi Trauma Kepala?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi Trauma Kepala?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan Trauma Kepala ?
1.2.7 Bagaimana pemeriksaan diagnostik Trauma Kepala?
1.2.8 Bagaimana komplikasi Trauma Kepala ?
1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Trauma Kepala?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep penyakit dan asuhan keperawatan Trauma Kepala
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Trauma Kepala
2. Mengetahui etiologi Trauma Kepala
3. Mengetahui klasifikasi Trauma Kepala
4. Mengetahui manifestasi Trauma Kepala
5. Mengetahui patofisiologi Trauma Kepala
6. Mengetahui penatalaksanaan Trauma Kepala
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Trauma Kepala
8. Mengetahui komplikasi Trauma Kepala
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Trauma Kepala

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

2.2 Etiologi

Trauma kepala dapat disebabkan oleh :

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.


2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
2.3 klasifikasi

Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan
(pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow Coma Scale (GCS):

1. Ringan
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
1. Sedang
a. GCS 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
2. Berat
a. GCS 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
2.4 Manifestasi klinis

Menurut Wong (2009) orang yang mengalami cedera kepala memiliki beberapa tanda dan
gejala, antara lain:

1. Cedera ringan

Tanda dan gejalanya:

a. Dapat menimbulkan hilang kesadaran


b. Periode konfusi (kebingungan) transien
c. Somnolen
d. Gelisah
e. Iritabilitas
f. Pucat
g. Muntah (satu kali atau lebih)

Tanda-tanda progresitivitas

a. Perubahan status mental (misalnya anak sulit dibangunkan)


b. Agitasi memuncak
c. Timbul tanda-tanda neurologik lateral fokal dan perubahan tanda-tanda vital yang
tampak jelas

2. Cedera berat

Tanda dan gejalanya:

a. Tanda-tanda peningkatan TIK


b. Perdarahan retina
c. Paralisis ekstraokular (terutama saraf kranial VI)
d. Hemiparesis
e. Kuadriplegia
f. Peningkatan suhu tubuh
g. Cara berjalan yang goyah
h. Papiledema (anak yang lebih besar) dan perdarahan retina

2.5 Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti
badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi
badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan
posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral
dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.
2.6 Pathway

Trauma kepala

Kecelakaan/trauma tumpul Trauma langsung

(misal luka tusuk,luka tombak)


Energi /kekuatan diteruskan
ke otak

Energi mampu diserap Kecelakaan/trauma


oleh lapisan tumpul
pelindung.(rambut,kulit
kepala,tengkorak) Sisa energi diteruskan
ke otak

“Coup” Contracoup

(kerusakan otak terjadi pada sisi otak (kerusakan otak terjadi pada sisi yang
yang mengalami benturan) berlawanan dari benturan)

Menyebabkan cidera jaringan


setempat maupun menyeluruh

Ekstracranial intracranial

Scalp injury Skull injury Brain injury

Perdarahan Kontak luka Segmen-segmen Rusaknya blood Vasodilatasi dan


hebat karena dengan tulang merusak brain barier edema otak
kulit kepala lingkungan jaringan otak
yang sangat luar/benda Peningkatan TIK
vaskuler asing

Penurunan aliran darah Nyeri kepala


Resiko terjadi Patogen masuk
otak hebat
perdarahan

Resiko infeksi Iskemia jaringan otak Nyeri akut


Resiko Syock
hipovolemi
hip Ketidak efektifan Hipoksia jaringan
perfusi jaringan
2.7 Penatalaksanaan
serebral
Terdapat bebeapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam trauma kepala, yaitu: (Grace
& Borley 2007; Muttaqin 2012)

1. Mempertahan fungsi ABC (airway, breathing, circulation)


2. Menilai status neurologis (disabilitas dan pajanan)
3. Penurunan resiko iskemi serebri, dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa
meskipun pada otak yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen dan glukosa
yang lebih rendah
4. Mengontrol kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang
diakibatkan edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi
usaha untuk menurunkan TIK dapat dilakukan dengan menurunkan PaCO2 melalui
hiperventilasi yang menurunkan asidosis intraserebral dan meningkatkan metabolisme
intraserebral

Tatalaksana sesuai derajat trauma kepala:

1. TraumaKepalaRingan (GCS = 13–15)

Obat anti nyeri non narkotik


Toksoidpadalukaterbuka
Penderitadapatdiobservasiselama 12–24 jam di RumahSakit

2.Trauma Kepala Sedang (GCS = 9-12)

a. Anamnese singkat
b. Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan neulorogis
c. Pemeriksaan CTscan
d. Penderita harus dirawat untuk diobservasi
e. Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat apabila:

1. Status neulologis membaik


2. Hasil CT scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi masa yang memerlukan
pembedahan
3. Apabila pasien jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama dengan pasien trauma
kepala berat.

f. Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya

3.Trauma Kepala Berat (GCS ≤ 8)


Diagnosa dan terapi sangat pentingdan perlu dengan segara penanganan Tindakan stabilisasi
kardiopulmoner pada penderita Trauma Kepala Berat harus dilakukan secepatnya.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik dan penunjang pada trauma kepala, yaitu: (Baughman & Hackley
2000; Grace & Borley 2007; Muttaqin 2012)

1. Rontgen tengkorak: AP, lateral, dan posisi Towne


2. CT scan/ MRI: menunjukkan kontusio, hematoma, hidrosefalus, dan edema serabral
3. Cerebral Angiography: menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma
4. Serial EEG: melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
6. BAER: mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET: mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF danlumbal punksi: dapat dilakukan jika dicurigai terjadi perdarahan subarachnoid.

2.9 Komplikasi
Komplikasi akibat dari trauma kepala, antara lain: (Engram 1998; Ginsberg 2008)

1. Meningkatnya tekanan intrakranial (TIK)


2. Hematoma subdural kronik yang dapat terjadi pada trauma kepala ringan, dan epilepsi
pasca trauma terjadi terutama pada pasien yang mengalami kejang awal (dalam minggu
pertama setelah cidera), amnesia pascatrauma yang lama (lebih dari 24 jam), fraktur
depresi kranium, atau hematoma intrakranial
3. Pasien dengan fraktur basis cranii beresiko mengalami kebocoran CSF dari hidung
(rinorea) atau telinga (otorea) yang dapat memberikan kemungkinan terjadinya meningitis.
Selain terapi infeksi, komplikasi ini membutuhkan reparasi bedah untuk robekan dura.
Bedah eksplorasi juga diperlukan apabila terjadi kebocoran CSF persisten
4. Sindrom pascakonkusi yaitu sindrom dengan beberapa gejala: nyeri kepala, vertigo,
depresi, dan gangguan konsentrasi dapat menetap bahkan setelah trauma kepala ringan.
Vertigo dapat terjadi akibat terdapat trauma pada vestibular.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA

3.1 Pengkajian
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital (Marilyn, E Doengoes.
2000)

3.1.1 Identitas
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Biasanya pasien dibawah keUGD dengan keluhan luka pada kepala, entah itu berupa
benjolan skuama atau sejenisnya, Pasien biasanya akan menahan sakit , kadang tidak
bergerak (koma), ada juga yang mengeluh nyeri dengan melihat respon ekspresi pasien.
dan pasien ada yang sampai koma.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kembali lagi ke katagori trauma kepalanya, pasien bisa saja koma, atau sekedar
benjolan saja, bisa mengalami kesulitan nafas akibat keparahan yang dialamai ketika
terkena benturan, ajah lemas dan kadang tidak bergerak, Wajah menyeringai, respon
menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Menanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami benturan hebat pada kepala
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit ini bukan penyakit turunan , jadi data keluarga tentang ada tidaknya yang
pernah mengalami truma kepala tidak seberapa ada sangkutpautnya dengan keadaan
pasien saat ini.
3.1.3 Pemeriksaan Primer
1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:
a. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada pasien
tidak sadar).
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada pasien
tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis.
d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal).
e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
a. Kaji pemberian O2.
b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding dada
(simetris)/posisi trakea.
c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
3. Circulation/sirkulasi:
a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi
jantung/bukti hilangnya darah.
b. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat,
akral dingin, kapilari refill>2 detik.

3.1.4 Pemeriksaan Sekunder


1. Penampilan atau keadaan umum
Pasien biasanya akan menahan sakit , kadang tidak bergerak ,Wajah lemah, lemas.
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
3. Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : Biasanya meningkat (Normalnya 36,5-37,5°C)
Tekanan Darah :Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah (Normalnya 60-100 x/menit)
RR : Biasanya meningkat (Normalnya 16-22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
a. Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan karena
edema pupil.
c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah dahi.
e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah.
f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
5. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada deformitas,
ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala) Palpasi (ada nyeri
tekan, ada robekan)
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih,ada lesi, ada skuama,ada
kemerahan)
Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan simetris,
tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada uban)
Palpasi (rambut mudah rontok)
Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil
anisokor,reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap rangsangan
cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi (bola mata
normal,tidak ada nyeri tekan)
Hidung : Inspeksi(keadaan kotor,ada rhinorhoe (cairan serebrospinal keluar dari
hidung),ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum) Palpasi sinus
(ada nyeri tekan)
Telinga : Inpeksi(Simetris,kotor, fungsi pendengaran tidak baik,ada otorrhoe (cairan
serebrospinal keluar dari telinga),battle sign (warna biru atau ekhimosis
dibelakang telinga di atas os mastoid), dan memotipanum (perdarahan di daerah
membrane timpani telinga)) Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
Mulut: Inspeksi(keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran mukosa kering
pucat, bibir kering,lidahsimetris, lidah bersih, gigi tidak bersih, gigi atas dan
bawah tanggal 3/2,tidak goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil ukuran
normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada
massa)
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, tidak ada
pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak ditemukankaku kuduk)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
 Paru-paru :
Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada cepat
dan dangkal,sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
 Jantung :
Inspeksi:Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut nadi
Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas
kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas tidak
teratur, tekanan darah menurun
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada Titik
Mc. Burney.
Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi :Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot, adanya
sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien memperlihatkan
tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal, kejang).
d. Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
f. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
g. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.
h. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
i. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
j. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
l. Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran
3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan trauma kepala
menurut Marilyn, E Doengoes. 2000 antara lain :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral, hipoksia
serebral
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik : peningkatan TIK
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual muntah
4.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan dan kekuatan otot 7
5.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak

3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnose Rencana keperawatan


No
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan Tujuan : Menejemen Sirkulasi
berhubungan 1. Status Sirkulasi
1. Pantau nadi perifer
dengan edema 2. Status Perfusi jaringan
serebral, hipoksia serebral 2. Catat warna kulit dan
Status Sirkulasi
serebral temperatur
 Tekanan darah 3. Cek capilery refill
dalam batas normal
4. Monitor status cairan,
,Kekuatan nadi
dalam batas masukan dan keluaran yang
 normal sesuai Monitor lab Hb dan Hmt
 Tekanan vena
sentral dalam 5. Monitor perdarahan
 batas normal 6. Monitor status
 Tidak ada hipotensi
ortostatik hemodinamik, neurologis dan
 Tidak ada bunyi tanda
jantung
vital
 Tambahan
 AGD dalam batas Monitor Status Neurologi
normal 7. Monitor ukuran, bentuk,
 Tidak ada suara nafas
tambaha kesmetrisan dan reaksi
pupil
Perfusi Jaringan Serebral
8. Monitor tingkat kesadaran
Pengisisan capilary refil 9. Monitor tingkat orientasi
 Kekuatan pulsasi
perifer distal 10. Monitor GCS
 Kekuatan pulsasi 11. Monitor tanda vital
perifer
12. Monitor respon pasien
 proksimal
 Kesimetrisan terhadap pengobatan
pulsasi perifer
 proksimal
 Tingkat sensasi
normal
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan
intervensi selama
3 x 24 jam
menunjukkan status
sirkulasi, yang dibuktikan
dengan :
 Tekanan darah sis-tolik
dan
 diastolik dalam rentang
yang
 diharapkan
 Tidak ada ortostatik
hipotensi
 Tidak ada tanda- tanda
 Peningkatan TIK
 Klien mampu
berkomunikasi
 dengan jelas

2 Ketidakefektifan Tujuan: Airway Management


bersihan jalan 1. Respiratory status : 1. Monitor respirasi dan status
nafas berhubungan Airway O2
dengan obstruksi patency 2. Auskultasi suara nafas,
jalan nafas,  Mengeluarkan secret catat adanya suara
peningkatan secara tambahan
jumlah sekret.  efektif [5] 3. Identifikasi pasien perlunya
 Mempunyai irama pemasangan alat jalan
dan nafas buatan
 frekuensi dalam 4. Buka jalan nafas, guanakan
rentang teknik chin lift atau jaw

 normal [5] thrust bila perlu

 Pada pemeriksaan 5. Posisikan pasien untuk

Asukultasi memaksimalkan ventilasi

 suara napas jernih [5] 6. Keluarkan sekret dengan

 Menunjukkan jalan batuk atau suction


7. Lakukan suction pada
nafas yang
mayor
 paten (klien tidak
8. Lakukan fisioterapi dada
merasa
jika perlu
 tercekik) [5]
9. Berikan bronkodilator bila
 Keterangan: [1 :
perlu
Gangguan ekstrim, 2
Airway suction :
: berat, 3 : Sedang, 4 :
10. Pastikan kebutuhan oral /
ringan, 5 :
tracheal suctioning
Tidak ada gangguan]
11. Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
suctioning.
12. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
suctioning
13. Minta klien nafas dalam
sebelum suction
dilakukan.
14. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion
nasotrakeal
15. Gunakan alat yang steril
sitiap melakukan tindakan
3 Nyeri Tujuan : Pain Management
akut berhubungan 1. Pain Level 1. Observasi reaksi nonverbal
dengan agen injury
2. Pain control dari ketidaknyamanan
fisik : peningkatan
TIK Kriteria Hasil : 2. Lakukan pengkajian nyeri
Setelah dilakukan tindakan secara komprehensif
keperawatan selama 3 x 24 termasuk lokasi, karakteristik,
jam, pasien durasi, frekuensi,
di harapkan mampu skala, kualitas dan faktor
memperlihatkan presipitasi(otot yang
nyeri skala 4 atau 5, yang sudah lama tidak digerakkan)
dibuktikan 3. Monitor penerimaan
dengan : pasien tentang manajemen
 Mampu mengontrol Nyeri
nyeri (tahu) 4. Kontrol lingkungan yang
 Penyebab nyeri, dapat mempengaruhi
mampu nyeri seperti suhu ruangan,
 menggunakan tehnik pencahayaan dan
non kebisingan

 farmakologi untuk 5. Pilih dan lakukan

mengurangi, penanganan nyeri

 nyeri, mencari (farmakologi,


bantuan) non farmakologi dan inter

 Melaporkan bahwa personal)


nyeri berkurang 6. Lakukan tindakan
kenyamanan untuk
 dengan
meningkatkan relaksasi, mis.
menggunakan
Pemijatan, mengatur
manajemen
posisi, teknik relaksasi.
 nyeri [5]
7. Gunakan teknik panas dan
 Mampu mengenali
dingin sesuai anjuran
nyeri
untuk meminimalkan nyeri.
 (skala,intensitas,
frekuensi dan 8. Kolaborasikan dengan
 tanda nyeri) dokter jika ada keluhan dan
 Menyatakan rasa tindakan nyeri tidak berhasil
nyaman setelah 9. Evaluasi keefektifan
 nyeri berkurang kontrol nyeri Berikan

 Tanda vitaldalam analgetik untuk mengurangi


rentang normal nyeri.

Keterangan : Analgesic Administration


Skala : 12. Tentukan lokasi,

1. Berat, 2. Agak Berat karakteristik, kualitas, dan

3. Sedang, 4. Sedikit derajat

5. Tidak Ada nyeri sebelum pemberian obat


13. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
14. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri, Tentukan rute
pemberian, dan dosis
optimal (Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur)
15. Kolaborasi; Berikan
analgesic (mis. Ketorolac
3x30 mg) tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
16. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping).
Health education :
18. Anjurkan pasien untuk
istirahat
20. Anjurkan pasien untuk
melakukan distraksi berupa
teknik sentuhan berulang,
pada area nyeri
(punggung)
4 . Perubahan nutrisi Tujuan: Monitor Nutrisi
kurang dari 1. Status nutrisi 1. Monitor BB jika
kebutuhan
2. Status gizi memungkinkan.
berhubungan
dengan anoreksia, Kriteria Hasil: 2. Monitor adanya gangguan
mual muntah Setelah dilakukan tindakan dalam input makanan
keperawatan 3x24 jam misalnya adanya mual
diharapkan muntah, perdarahan,bengkak
pasien mampu: dsb.
 Memperlihatkan 3. Monitor respon klien
status nutrisi terhadap situasi yang
 pasien normal, yang mengharuskan klien makan.
dibuktikan 4. Monitor intake nutrisi dan
 dengan : kalori.

 Intake nutrien normal 5. Monitor kadar energi,

[5] kelemahan dan kelelahan.

 Intake makanan dan 6. Jadwalkan pengobatan dan


cairan tindakan tidak

 normal [5] bersamaan dengan waktu klien

 Berat badan normal makan.


7. Kolaborasi untuk pemberian
[5]
terapi sesuai order
 Massa tubuh normal
Manajemen Nutrisi
[5]
8. Kaji adanya alergi makanan.
 Pengukuran biokimia
9. Kaji makanan yang disukai
normal
oleh klien.
 [5]
10. Yakinkan diet yang
Keterangan: [1 : sangat
dikonsumsi mengandung
bermasalah, 2 : bermasalah,
3 : masalah sedang, 4 : cukup
masalah ringan, 5 : tidak serat untuk mencegah
bermasalah] konstipasi.
11. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
12. Sajikan makanan dengan
tampilan yang menarik.
13. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisi
TKTP dan banyak
mengandung vitamin C
14. Kolaborasi team gizi
untuk penyediaan nutrisi
TKTP
15. Kolaborasi pemberian obat
anti-emetik
5 Resiko tinggi Tujuan : Kontrol Infeksi
infeksi 1. Meningkatkan status 1. Bersihkan lingkungan
berhubungan
kekebalan setelah dipakai pasien
dengan jaringan
trauma, kulit rusak Pasien lain
2. Mengontrol infeksi 2. Pertahankan tehnik isolasi
Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila
Setelah dilakukan tindakan perlu
keperawatan selama 3 x 24 4. Instruksikan pengunjung
jam, untuk mencuci tangan
diharapkan : saat berkunjung dan setelah
Status kekebalan pasien berkunjung
meningkat, 5. Gunakan sabun anti
yang dibuktikan dengan mikroba untuk cuci tangan
kriteria 6. Cuci tangan sebelum dan
hasil : sesudah tindakan
tidak didapatkan infeksi keperawatan
berulang 7. Gunakan universal
tidak didapatkan tumor precaution dan gunakan
status rspirasi sesuai yang sarung tangan selma kontak
diharapkan dengan kulit yang
temperatur badan sesuai tidak utuh
yang 8. Tingkatkan intake nutrisi
diharapkan dan cairan
integritas kulit 9. Berikan terapi antibiotik
integritas mukosa bila perlu
tidak didapatkan fatigue 10. Observasi dan laporkan
kronis tanda dan gejal infeksi
reaksi skintes sesuai seperti kemerahan, panas,
paparan nyeri, tumor
Mengontrol infeksi 11. Kaji temperatur tiap 4 jam
dengan kriteria 12. Catat dan laporkan hasil
hasil : laboratorium, WBC
Mendeskripsikan proses 13. Gunakan strategi untuk
penularan penyakit mencegah infeksi
Mendeskripsikan faktor nosokomial
yang 14. Istirahat yang adekuat
mempengaruhi terhadap 15. Kaji warna kulit, turgor
proses dan tekstur, cuci kulit
penularan penyakit dengan hati-hati
Mendeskripsikan
tindakan
yang dapat dialkukan untuk
pencegahan proses
penularan
penyakit
Mendeskripsikan tanda
dan
gejala infeksi
Mendeskripsikan
penatalaksanaan yang tepat
untuk infeksi
6
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Cedera kepala sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh negara dan
lebih dari dua per tiga dialami oleh negara berkembang (Riyadina dan Suhardi, 2009). Cedera
kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran (Wijaya & Putri, 2013). Etiologi cedera kepala yaitu trauma benda
tajam, tumpul dan tergantung. Faktor resikonya jenis kelamin, umur, dan alkohol dan di
dalam cereda kepala ada komlikasi yaitu kejang, amnesia dan afasia. Banyak hal yang dapat
membuat cedera kepala menjadi lebih berat. Angka kejadian yang terus bertambah
diIndonesia membuktikan harus adanya penangan yang tepat dan pencegahan yang benar
agar tidak terus bertambah yang secara signifikan

4.2 Saran
Diharapkan negara indonesia perduli dan waspada akan bahayanya jika terjadinya cedera
kepala, dan diseluruh rumah sakit memiliki alat yang lengkap untuk penanangan cedera
kepala. Agar apa yang terjadi dapat segera ditangani supaya tidak menjadi alasan untuk
bertambahnya banyak korban jiwa
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta:Salemba Medika
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga
Doengoes, Marilyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai