Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ILMU PENYAKIT BEDAH


KESEIMBANGAN CAIRAN ELEKTROLIT DAN ASAM BASA

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Bedah di RSD dr.Soebandi Jember

Oleh :
Fauqi Amalia
132011101090

Pembimbing:
dr. Samsul Huda, Sp. B

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
2.1 Keseimbangan Cairan Tubuh .............................................. 4
2.2 Keseimbangan Elektrolit Tubuh ......................................... 10
2.2.1 Natrium ........................................................................ 10
2.2.2 Kalium .......................................................................... 12
2.2.3 Kalsium ........................................................................ 13
2.2.4 Klorida ......................................................................... 13
2.2.5 Magnesium ................................................................... 15
2.3 Asam Basa Tubuh ................................................................. 15
2.3.1 Keseimbangan Asam-Basa........................................... 16
2.3.2 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa ......................... 20
BAB 3. KESIMPULAN .............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24

ii
2

BAB 1. PENDAHULUAN

Homeostasis dipertahankan oleh berbagai proses pengaturan yang


melibatkan semua sistem organ tubuh melalui pengaturan keseimbangan yang
bersifat dinamis. Homeostasis ini pada dasarnya adalah untuk menstabilkan cairan
di sekitar sel-sel. Oleh karena itu parameter CES yang harus dipertahankan
melalui homeostasis adalah,
1. Kadar nutrien
2. Kadar O2 dan CO2
3. Kadar sisa metabolisme’pH
4. Kadar air, garam, dan elektrolit lainnya
5. Suhu
6. Volume dan tekanan (Siagian MS, 2004)
Sel-sel pada organisme multisel kompleks mampu bertahan hidup dan
berfungsi hanya dalam kisaran komposisi cairan ekstrasel (CES), yaitu lingkungan
cairan internal yang membasahinya, yang sangat sempit. Jumlah setiap bahan di
CES dianggap sebagai cadangan internal yang selalu siap digunakan. Jumlah
bahan dalam cadangan tersebut dapat meningkat oleh pemindahan dari
lingkungan eksternal (terutama dari ingesti) atau dari produksi secara metabolis di
dalam tubuh. Bahan-bahan dapat dikeluarkan dari tubuh melalui ekskresi atau
digunakan dalam suatu reaksi metabolik. Jika jumlah suatu bahan di dalam tubuh
harus tetap maka pemasukannya melalui ingesti atau produksi metabolik harus
seimbang dengan pengeluarannya melalui ekskresi atau konsumsi metabolik.
Hubungan ini, yang dikenal sebagai konsep keseimbangan, sangat penting dalam
mempertahankan homeostasis. Tidak semua jalur pemasukan dan pengeluaran
dapat diterapkan untuk seriap konstituen cairan tubuh. Sebagai contoh, garam
tidak disintesis atau dikonsumsi oleh tubuh, sehingga stabilitas konsentrasi garam
dalam cairan tubuh seluruhnya bergantung pada keseimbangan antara ingesti
garam dan ekskresi garam.
Pemahaman tentang keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting
dalam menangani penderita yang akan menjalani pembedahan. Pembedahan
3

memicu gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit puasa sebelum


pembedahan, terjadi kehilangan banyak cairan melalui saluran cerna (muntah,
dilatasi lambung atau usus, diare), perdarahan, tau berpindahnya cairan ke rongga
ketiga (peritonitis, ileus obstruksi). Tujuan umum pemberian cairan dan elektrolit
adalah mengganti atau mempertahankan volume cairan intravaskular, interstisial,
dan intraselular; mempertahankan keseimbangan air, elektrolit, dan komponen
darah; atau mempertahankan kadar protein darah. Tujuan khusus dari pemberian
cairan dan elektrolit adalah mempertahankan beban pra-jantung (preload) serta
curah jantung (cardiac output) (Sjamsuhidajat & Jong, 2011)
Keseimbangan cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit menandakan cairan dan
elektrolit tubuh total yang normal, demikian juga distribusinya ke seluruh tubuh.
Cairan dan elektrolit menciptakan lingkungan intraseluler dan ekstraseluler bagi
semua sel dan jaringan tubuh, sehingga ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
dapat terjadi pada semua penyakit. (Price & Wilson, 2012)
4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH


Cairan tubuh dan zat-zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang
konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan yang berlangsung terus-
menerus, baik didalam tubuh secara keseluruhan maupun diantara berbagai bagian
untuk membawa zat-zat gizi, oksigen kepada sel, membuang sisa dan membentuk
zat tertentu dari sel. Cairan ditambahkan ke dalam tubuh melalui dua sumber
utama yaitu berasal dari air atau cairan dalam makanan dan berasal dari sintesis di
tubuh sebagai hasil oksidasi karbohidrat. (Guyton & Hall, 2012)
Beberapa pengeluaran cairan tidak dapat diatur secara tepat. Contohya, ada
kehilangan air yang berlangsung terus menerus melalui evaporasi dari traktus
respiratorius dan difusi melalui kulit. Hal inilah yang disebut sebagai insensible
water loss. Kehilangan air lainnya dari tubuh adalah lewat urin yang
diekskresikan oleh ginjal dan feses. (Guyton & Hall, 2012)

Gambar 2.1 Volume dan distribusi cairan tubuh (Price & Wilson, 2012)
5

Semua cairan tubuh didistribusikan terutama diantara dua kompartemen


yaiutu cairan intrasel dan cairan ekstrael. Cairan ekstrasel dibagi lagi menjadi
cairan interstisial dan plasma darah. Ada juga kompartemen cairan lainnya yangg
lebih kecil yaitu cairan transeluler yang meliputi cairan dalam rongga sinovial,
peritoneum, perikardium, intraokular, dan cairan serebrospinal.
Oksigen, zat gizi, cairan dan elektrolit diangkat ke paru-paru dan saluran
cerna, dimana mereka menjadi bagian cairan inravaskuler dan kemudian dibawa
ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua; cairan intravaskuler dan zat-zat
yang terlarut didalamnya secara cepat akan saling bertukar dengan cairan
interstisial dan zat-zat yang terlarut didalamnya saling bertukar denga cairan
intraseluler malalui membran yang permeabel selektif.
Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian
yang terus menerus, namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, dan
keadaan inti disebut dengan keseimbangan dinamis atau homeostasis. Sedangkan
perpindahan cairan tubuh melibatkan mekanisme transport aktif dan pasif, dimana
transport aktif memerlukan energi, sedangkan transport aktif tidak (difusi dan
osmosis).

Gambar 2.2 Kandungan elektrolit dari bagian-bagian cairan (Price & Wilson, 2012)
6

Pembatas utama dari perpindahan zat-zat terlarut adalah membran sel dan
yang dapat dengan mudah menembusnya adalah zat-zat yang larut dalam lemak.
Hampir semua zat terlarut berpindah dengan transportasi pasif. Difusi sederhana
merupakan perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau
gas. Beberapa faktor yang menentukan mudah tidaknya menembus membran
kapiler dan sel antara lain permeabilitas membran, konsentrasi, potensial listrik,
dan perbedaan tekanan.
Permeabilitas merupakan perbandingan ukuran dari partikel zat yang akan
lewat terhadap ukuran pori-pori membran. Dalam proses difusi, zat terlarut
berpindah dari daerah dengan konsentrasi lebih tinggi ke daerah dengan
konsentrasi yang lebih rendah hingga terjadi keseimbangan konsetrasi pada kedua
sisi membran. Selain itu, difusi dari partikel yang bermuatan negatif, begitupun
sebaliknya. Kedua proses difusi tersebut disebut sebagai potensial elektrokimiawi.
Keseimbangan air diperahankan dengan mengatur asupan air dan
pengeluaran air. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh pengaturan hormon
salah satunya yaitu hormon ADH. Dalam keadaan normal (osmolalitas plasma
270-300 mOsmol/kg), terjadi hambatan pengeluaran hormon ADH sehingga urin
dikeluarkan secara maksimal. Bila terjadi peningkatan osmolaritas disertai
tonisitas cairan ekstrasel atau penurunan cairan tubuh total sebanyak 1-2L maka
kelenjar pituitari akan terangsang mengeluarkan ADH dan berakibat pada
peningkatan resorbsi air di nefron bagian distal. Hormon ADH ini akan meningkat
pada keadaan hipovolemia atau hipotensi, dan sekresi ADH berlebihan bila tubuh
kehilangan >30% cairan intravaskular.
Natrium merupakan kation utama dan memegang peranan penting dalam
mempertahankan konsentrasi dan volume cairan ekstrasel atau sangat menentukan
osmolalitas CES. Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstrasel, jumlah
total natrium menentukan volume dari cairan ekstrasel (Luckey & Parsa, 2003).
Dalam keadaan normal, kita dapat dengan mudah memperkirakan osmolalitas
CES, yaitu sebesar dua kali kadar natrium plasma. Natrium juga berperanan
penting dalam penghantaran rangsang dan kepekaan jaringan saraf dan otot serta
7

mempertahankan keseimbangan asam basa. Normalnya kadar natrum plasma


adalah 135-145 mEq/L. (Price & Wilson, 2012)
Transport aktif membentuk energi dalam bentuk adenosin trifosfit (ATP)
dan yang umum terjadi adalah sistem ATPase diaktifikasi oleh Na-K (pompa
natrium-kalium) yang berlangsung pada membran sel. Molekul enzim tunggal ini
memompa 3 molekul ion Na+ dan K+, dan membentuk satu molekul ATP. Sistem
Na-K-ATPase berperan penting dalam mempertahankan konsetrasi yang benar
dari Na+ dan K+ didalam dan laur sel sehingga mempertahankan elektropontesial
membran. Konsetrasi Na+ pada cairan ekstraseluler tinggi (142 mEq/L) dan
rendah pada cairan intraseluler (10 mEq/L). keadaan ini merupakan kabalikan dari
K+, dimana jumlahnya rendah pada cairan ekstraseluler (4 mEq/L) dan tinggi
pada cairan intraseluler (155 mEq/L). selain itu, membran sel yang beristrahat
bersifat selektif permeabel bagi K+ menembus keluar membran sel, sedangkan
muatan negatif (terutama protein dan fosfor) terlalu besar untuk dapat ikut
menembus keluar. Na+ juga berdifusi ke dalam sel mengikuti perbedaan
konsentrasi, tetapi jauh lebih lambat dari pada keluarnya K+. Hasil difusi Na+ dan
K+ diseimbangakan oleh transportasi aktif kedua ion ini dengan arah yang
berlawanan dalam menembus membran sel. Secara klinis, keseimbangan kalium
sangat penting, karena kelebihan atau kekurangan ion ini bisa mengakibatkan
distrimia yang fatal.
Tidak seperti elektrolit dan zat terlarut lainnya, air dapat menembus semua
membran tubuh secara bebas. Perpindahan air berbeda dari zat terlarut dan
elektrolit, karena perpindahannnya dipengaruhi oleh tekanan osmotik dan tekanan
hidrostatik. Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel
– partikel zat terlarut didalamnya.
Konsentrasi osmotik dari sebuah larutah hanya tergantung pada jumlah
partikel-partikel tanpa melihat ukuran, muatan, atau massanya. Partikel zat terlarut
dapat berupa kristaloid (zat yang membentuk larutan sejati, seperti garam
natrium) atau koloid (zat yang tidak mudah terurai menjadi larutan sejati, seperti
molekul protein yang besar). Partikel yang bekerja sebagai osmol efektif harus
terdapat dalam jumlah besar dalam bagian tertentu. Na+ (dan anion-anionnya)
8

sangat menentukan osmolalitas dari cairan ekstraseluler dan membran selnya


relatif impermeabel baginya, sedangkan K+ mempunyai peran yang sama dalam
cairan intraseluler.
Proses perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut dengan
ultrafiltrasi, karena air, elektrolit, dan zat terlarut lainnya (kecuali protein plasma
dan sel darah) dengan mudah menembus membran kapiler. Berdasarkan hukum c
Starling bahwa kecepatan dan arah pertukaran cairan diantara kapiler dan cairan
interstisial ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid dari
kedua cairan. Pada ujung arteri dari kapiler, tekanan hidrostatik dari darah
(mendorong cairan keluar) melebihi tekanan osmotik koloid (menahan cairan
tetap didalam) sehingga mengakibatkan perpindahan dari bagian intravaskuler ke
interstisial. Pada ujung vena dari kapiler, cairan berpindah dari ruang interstisial
ke ruang intravaskuler karena tekanan osmotik koloid melebihi tekanan
hdrostatik. Proses ini melepaskan oksigen dan zat gizi kepada sel, mengangkut
karbondioksida dan produk-produk sisa. Bagian interstisial juga mempunyai
tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik, tapi biasanya sangat kecil. Pada kasus
inflamasi atau trauma yang mengakibatkan bocornya protein plasma ke dalam
ruang interstisial, maka tekanan osmotik koloid akan meningkat cukup tinggi.
Sistim limfatik secara normal akan mengembalikan kelebihan cairan
interstisial dan protein ke sirkulasi umum. Penimbunan cairan di ruang interstisial
disebut dengan edema, yang disebabkan oleh 4 faktor yaitu :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler (seperti pada gagal jantung
kongestif dengan retensi natrium dan air atau obstruksi vena).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma (seperti pada SN atau SH yang
mengakibatkan penurunan albumin).
3. Peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan peningkatan
tekanan osmotik koloid cairan interstisial (seperti pada kasus inflamasi
atau cedera).
4. Obstruksi limfe atau peningkatan tekanan onkotik interstisial.
Prinsip osmosis dapat diterapkan pada pemberian cairan intravena, yang
dapat berupa isotonik, hipotonik, atau hipertonik, tergantung pada keadaan
9

konsentrasi partikel, apakah sama, kurang atau melebihi cairan sel tubuh. Pada
dasarnya larutan isotonik secara fisiologis isoosmotik terhadap plasma dan cairan
sel. Osmolalitas plasma yang normal berkisar 287 mOsmol/kg.
Jika sel-sel darah merah ditempatkan pada larutan garam isotonik (0,9%),
maka tidak akan mengalami perubahan volume. Konsentrasi osmolalitas dari
larutan garam isotonik tepat sama dengan isi sel (isoosmotik), sehingga hasil akhir
difusi air kedalam dan keluar sama dengan nol. Jika sel darah merah ditempatkan
dalam larutan hipotonik, misalnya larutan garam 0,45%, maka sel-sel itu akan
membengkak. Sebaliknya, jika sel-sel darah merah ditempatkan dalam larutan
garam 3%, akan menyebabkan sel-sel mengkerut karena larutamtersebut
hiperosmotik terhadap sel.
Mekanisme pengaturan keseimbangan volume terutama tergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif, yang merupakan bagian dari CES pada ruang
vaskuler yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Sistem renin angiotensin
aldosteron merupakan mekanisme yang paling penting dalam mengatur CES dan
ekskresi natrium oleh ginjal. Aldosteron merupakan hormon yang disekresi di
daerah glomerulosa korteks adrenal, yang produksinya terutama dirangsang oleh
reflek yang terdapat pada arteriol aferen ginjal. Penurunan volume sirkulasi efektif
akan dideteksi oleh baroreseptor yang mengakibatkan sel-sel jukstaglomerular
ginjal memproduksi renin, yang bekerja sebagai enzim yang melepaskan
angiotensin I dari protein plasma angiotensinogen. Angiotensin I kemudian
dirubah menjadi angiotensin II pada paru-paru. Angiotensin II merangsang
korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron, yang bekerja pada duktus kolektivus
ginjal dan mengakibatkan retensi natrium (dan air). Selain itu, angiotensin II
menyebabkan vasokonstriksi pada otot polos arteriol. Kedua mekanisme ini
membantu memulihkan volume sirkulasi efektif
Pada dasarnya aldosteron merupakan komponen pengendali utama bagi
sekresi kalium pada nefron distal ginjal, dimana peningkatannya menyebabkan
reabsorbsi natrium (dan air) dan ekskresi kalium, sedangkan penurunannya
menyebabkan ekskresi natrium (dan air) dan penyimpanan kalium. Sekresi
aldosteron dirangsang oleh penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan
10

kalium serum. Hipervolemia, penurunan kalium serum, atau peningkatan natrium


serum akan menyebabkan penurunan aldosteron.

2.2 KESEIMBANGAN ELEKTROLIT TUBUH


Elektrolit adalah senyawa didalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bermuatan ( ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut
kation. Dan ion bemuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut
sebagai elektronetralitas.
Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak
gangguan. Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah penting bagi
kelangsungan hidup organisme. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi
beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit
mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3).

Gambar 2.3 Tabel kadar elektrolit dalam CES dan CIS


2.2.1 Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa
mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14
mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik didalam
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium klorida (NaCl) dan
11

natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan


ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh
keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan
ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transport aktif dari natrium keluar
sel yang bertukar dengan masuknya kalium kedalam sel (pompa Na+ K+).
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran natrium yang masuk
dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui
epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui
ginjal atau saluran cerna atau keringat dikulit. Pemasukan dan pengeluaran
natrium perhari mencapai 48-144 mEq.
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang
dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna
bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorbsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L.
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida.
Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah
pengeluaran keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar
pada lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam. Eksresi natrium terutama
dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan untuk mempertahankan
homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan volume
cairan tubuh. natrium difiltrasi bebas diglomelurus, direabsorbsi secara aktif 60-
65% ditubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorbsi
secara pasif, sisanya direabsorbsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%)
dan duktus koligentes (4%). Sekresi natrium diurine <1%. Aldosteron
menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorbsi natruim bersama air secara pasif
dan mensekresi kalium pada sistem rennin-angiotensin-aldosteron untuk
mempertahankan elektroneutralitas.
12

2.2.2 Kalium
Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam
tubuh dan terbanyak berada di intrasel. Kalium berfungsi dalam sintesis protein,
kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormon, transpot cairan, dan
perkembangan janin. Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam
cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi
kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang
dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq).
Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah
kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium
pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak. Perbedaan
kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial dipengaruhi oleh
keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel dengan
cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke
dalam sel bertukar dengan natrium).
Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang
masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi
60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi natrium). Kalium
difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70- 80%) direabsorpsi secara aktif
maupun pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan
klorida di lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus
gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%. dan cairan
interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan
kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor
aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium). Kadar kalium
plasma kurang dari 3,5 meq/L disebut sebagai hipokalemi dan kadar lebih dari 5
meq/L disebut hiperkalemi. Kedua kelainan ini dapat menyebabkan kelainan fatal
listrik jantung yaitu disebut aritmia.
13

2.2.3 Kalsium
Tubuh orang dewasa mengandung 1–2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat
di dalam tulang. Kalsium dalam tulang terikat dalam bentuk Kristal hidroksiapatit.
Selebihnya, terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler
terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50%),
bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat,
bikarbonat dan laktat (5%).
Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi intraseluler maupun
ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel,
antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan
pembelahan sel. Secara fisiologi, ion kalsium ekstraseluler berperan sebagai
kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan
protrombin, memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran
dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran
plasma terhadap ion natrium.
Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid
(PTH),kalsitonin dan hormon sterol (1,25 dihidroksikolekalsiferol/ vitamin D).
Kadar kalsium normal 4–5,6 mg/dL (1–1,4 mmol/L).
Keseimbangan kalsium merupakan hubungan timbal balik antara absorsi
usus, eksresi dalam urine dan faktor hormonal. Absorbsi kalsium terjadi diusus
halus terutama di duodenum dan jejunum proksimal.

2.2.4 Klorida
Klorida, anion utama dari cairan ekstraseluler, ditemukan lebih banyak
pada kompartemen interstitial dan cairan limfoid daripada dalam darah. Klorida
juga merupakan bagian dari cairan sekresi lambung dan pankreas, keringat,
kantung empedu, dan air liur. Natrium dan klorida merupakan komposisi elektrolit
terbesar dalam cairan ekstraseluler dan berperan dalam menentukan tekanan
osmotik. Klorida diproduksi dalam lambung, yang dikombinaksikan dengan
hidrogen untuk membentuk adam hidroklorida. Kontrol klorida tergantung dari
14

intake klorida, ekskresi, dan absorpsi ion tersebut dari ginjal. Klorida dalam
jumlah kecil dibuang dalam feses.
Kadar klorida dalam serum mencerminkan pengenceran atau pemekatan
yang terjadi di cairan ekstrseluler serta menunjukkan secara langsung proporsi
konsentrasi natrium. Osmolalitas serum paralel dengan kadar klorida. Sekresi
aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, yang juga meningkatkan reabsorpsi
klorida. Pleksus koroid, yang mensekresi cerebrospinal fluid di otak, bergantung
pada natrium dan klorida untuk menarik air dan membentuk proporsi dari
cerebrospinal fluid.
Bikarbonat memiliki hubungan dengan klorida. Saat klorida berpindah
dari plasma menuju sel darah merah (disebut dengan chloride shift), bikarbonat
berpindah kembali ke plasma. Ion hidrogen terbentuk, yang kemudian membantu
pelepasan oksigen dari hemoglobin.
Ketika kadar salah satu dari elektrolit ini terganggu (natrium, bikarbonat,
dan klorida), kedua elektrolit lainnya pun akan terpengaruh. Klorida berperan
dalam menjaga keseimbangan asam basa dan bekerja sebagai buffer dalam
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam sel darah merah. Klorida diperoleh
dari makanan seperti garam dapur. Kadar normal klorida dalam serum ialah 97–
107 mEq/L.6 Sedangkan kebutuhan asupan klorida ialah 1–2 mEq/kgBB/hari.

2.2.5 Magnesium
Magnesium merupakan kation intraseluler yang penting, berfungsi sebagai
kofaktor berbagai jalur enzim. Hanya 1–2% dari total magnesium tubuh yang
disimpan di cairan ekstraseluler, 67% terdapat di tulang, dan sisanya 31% ada di
intraseluler.
Kadar magnesium normal dalam serum adalah 1.7–2.1 mEq/L. Sedangkan
kebutuhan asupan magnesium ialah 0.2–0.5 mEq/kgBB/hari.

2.3 ASAM dan BASA TUBUH


Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepaskan ion hidrogen ke suatu
larutan atau ke senyawa biasa. Sedangkan basa adalah senyawa kimia yang
15

menerima ion hidrogen. Adapun beberapa definisi oleh para pakar dimana
menurut Bronsted-Lowry, Asam didefinisikan sebagai senyawa kima yang dapat
bertindak sebagai proton donor (H+), sedangkan basa adalah senyawa kimia yang
dapat bertindak sebagai akseptor proton. Dalam solusi fisiologis, mungkin lebih
baik menggunakan definisi dari Arrhenius, dimana dia mendefinisikan asam
sebagai senyawa yang mengandung hidrogen dan bereaksi dengan air untuk
membentuk ion hidrogen dan basa adalah senyawa yang menghasilkan ion
hiroksida dalam air.
Dalam keadaan normal tubuh manusia memproduksi asam dari hasil
metabolisme sel (protein, karbohidrat, lemak) dalam bentuk asam volatile (asam
karbonat) dan nonvolatile (metabolic acids, laktat, keton, sulfat, fosfat, dll). Untuk
mempertahankan keseimbangan asam basa (homeostasis), kelebihan asam
karbonat akan dikeluarkan melalui paru-paru dalam bentuk karbondioksida, dan
kelebihan asam nonvolatile akan dinetralisasikan oleh sistem dapar (buffer.
Sel tubuh dapat berfungsi secara optimal bila terjadi keseimbangan asam
dan basa. Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan
konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH
darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis,
dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari
aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan
ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu,
1. Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H
dan bikarbonat
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam
ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H+ dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi
normal sel, antara lain :
1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot. Pada asidosis terjadi depresi
susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hiperekstabilitas.
16

2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.


3. Mempengaruhi konsentrasi ion K+
Asam kuat merupakan asam yang berdosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, sedangkan asam lemah
memiliki sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya sehingga
kurang kuat melepaskan H+. Basa kuat merupakan basa yang bereaksi secara
cepat dan kuat dengan H+. dan dengan cepat menghilangkan H+ dari larutan.
Basa lemah yang khas adalah HCO3-, karena HCO3- berikatan dengan H+ secara
lebih lemah daripada OH-. Kebanyakan asam-asam dalam cairan ekstraseluler
yang berhubungan dengan pengaturan asam-basa normal adalah asam dan basa
lemah.
Asam-basa akan saling berinteraksi dalam tubuh melalui membrane sel
dan membrane kapiler, sebagaimana interaksi pada ketiga kompartemen tubuh.
Difusi CO2 melalui membrane sangat mudah dan cepat sehingga setiap perubahan
yang terjadi pada pCO2 akan cepat diatasi oleh perubahan ventilasi.
Konsekuansinya adalah:
1. Konsekuensi H+ di semua cairan kompartemen tubuh mudah berubah
atau diatur.
2. Perubahan pada pCO2 tidak akan menyebabkan terjadinya perbedaan
konsentrasi H+ dari masing-masing kompartemen.

2.3.1 Mekanisme Kompensasi


Ion hidrogen merupakan proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom
hidrogen. Molekul yang mengandung atom-atom hidrogen yang dapat melepaskan
ion-ion dalam larutan dikenal sebagai asam, sedangkan yang dapat menerima ion
hidrogen disebut dengan basa. Konsentrasi ion hidrogen dinyatakan dengan pH,
apabila rendah disebut asidosis dan bila tinggi disebut alkalosis. Mekanisme untuk
mencegah terjadinya asidosis ataupun alkalois dilakukan oleh suatu sistem
pengatur yang khusus, yaitu:
17

1. Sistem penyangga (buffer) asam-basa yang segera bergabung dengan


setiap asam ataupun basa yang kemudian mencegah terjadinya
perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan
2. Kemudian apabila konsentrasi ion hidrogen berubah, maka pusat
pernafasan akan terangsang untuk mengubah kecepatan ventilasi paru-
paru, yang berakibat pada perubahan kecepatan pengeluaran
karbondioksida dari cairan tubuh yang akan menyebabkan konsentrasi
ion hidrogen kembali normal.
3. Ginjal mengeksresikan urin yang bersifat asam atau basa, sehingga
membantu konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler tubuh kembali
normal (Kuntarti, 2005)
Sistem buffer dapat bekerja dapat bekerja dalam sepersekian detik untuk
mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sebaliknya,
sistem respirasi memerlukan waktu 1-3 menit untuk menyesuaikan kembali
konsentrasi ion hidrogen setelah terjadinya perubahan mendadak. Kemudian,
ginjal yang merupakan komponen pengatur asam-basa yang paling kuat,
memerlukan waktu beberapa jam hingga lebih dari 24 jam untuk menyesuaikan
kembali konsentrasi ion hidrogen tersebut.
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu,
a. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama
untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
b. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
c. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat.
d. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan
intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
sementera. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan,
maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara
cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada
kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai
18

ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi


ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
ammonia.
a. Ion Bikarbonat
Secara tradisional berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbalch
(H-H) di bawah ini,

Ion bikarbonat dapat dipakai sebagai penafsir asidosis/alkalosis


metabolik. Bila kadar ion bikarbonat menurun dari normal menandakan
asidosis dan bila kadar ion bikarbonat meningkat adalah alkalosis. Kadar
ion bikarbonat normal antara 22 – 26 mEq/L (sekitar 24 mEq/L).
Sebenarnya penggunaan ion bikarbonat (HCO3-) sebagai petanda
asidosis/alkalosis tidaklah begitu tepat karena ion bikarbonat tidak saja
dipengaruhi oleh asam metabolik tetapi juga oleh asam volatile (PaCO2,
respiratorik).
b. Kompensasi respiratorik
Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan kadar
karbondioksida darah antara 35-45mmHg (sekitar 40mmHg) dengan
mengatur ventilasi alveolar. Bila peningkatan atau penurunan ventilasi
alveolar tidak sebanding dengan produksi karbondioksida, maka akan
terjadi gangguan keseimbangan asam-basa respiratorik. Di dalam darah
karbondioksida akan bereaksi dengan molekul air membentuk H2CO3
yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat
(HCO3-) reaksi tersebut dikatalisasi oleh enzim karbonat anhidrase,
seperti terlihat pada persamaan di bawah ini:

Dari reaksi kimia tersebut diatas, peningkatan PaCO2 akan


menaikkan kadar ion hidrogen dengan demikian menurunkan pH
19

(asidosis). Sebaliknya bila terjadi penurunan PaCO2 akan menurunkan


ion hidrogen (pH naik, alkalosis).
Perubahan pada ventilasi alveolar berespon terhadap kompensasi
respiratorik dari PaCO2 pada brainstem. Respon reseptor ini untuk
mengubah pH dari cairan CSF. Disamping itu kemoreseptor pada arkus
aorta dan sinus carotid yang mengatur frekuensi dan dalamnya nafas juga
dipengaruhi oleh perubahan O2, pH dan CO2 dalam darah. Kompensasi
respiratori dalam mempertahankan keseimbangan asam basa adalah
dengan pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh paru. Dengan
menyesuaikan PCO2 meningkat atau menurun, paru secara efektif akan
mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler. Peningkatan
ventilasi akan mengurangi CO2 dan mengurangi konsentrasi ion hidrogen
demikian juga sebaliknya.
Pengaturan konsentrasi ion hidrogen dengan ventilasi paru ini
diatur oleh sistem sirkulasi darah. Bila terjadi kenaikan pCO2, CO2 akan
bereaksi dengan H2O dan menghasilkan ion H+. Ion H+ ini akan
merangsang kemoreseptor diarkus aorta dan sinus carotid, kemudian N.IX
dan X akan mengirimkan sinyal ke pusat pernapasan untuk meningkatkan
ventilasi. Akibatnya, kadar CO2 berkurang dan pH bertambah.
 Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolik
Penurunan ph darah arteri menstimulasi pusat pernapasan pada
brainsterm. Hasil peningkatan ventilasi alveolar menurunkan PaCO2 dan
cenderung untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal.
 Kompensasi respiratorik dalam alkalosis metabolik
Peningkatan pH arteri menekan pusat pernapasan. Hasil dari
hipoventilasi alveolar cenderung meningkatkan PaCO2 dan
mengembailkan pH arteri kenilai normal.
c. Kompensasi Ginjal
Regulasi ginjal untuk mengatur keseimbangan asam basa
dilakukan dengan mengeluarkan urine yang asam atau basa. Pengeluaran
urine asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler dan
20

meningkatkan pH. Sedangkan pengeluran urine basa akan menghilangkan


basa dari cairan ekstraseluler dan menurunkan pH.
Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler
melalui tiga mekanisme, yaitu sekresi ion hdrogen dan reabsorbsi ion
bikarbonat, asidifikasi buffer dan eksresi ammonia.
• Kompensasi Ginjal selama Asidosis
Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah, yaitu
- Peningkatan reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi
- Peningkatan eksresi titrable acids
- Peningkatan produksi ammonia
• Kompensasi ginjal selama alkalosis
Jumlah HCO3- yang banyak secara normal difiltrasi dan kadang-
kadang direabsorbsi karena ginjal butuh eksresi bikarbonat dalam
jumlah yang banyak jika dibutuhkan. Sebagai hasilnya, ginjal sangat
efektif dalam proteksi terhadap keadaan metabolic alkalosis yang
secara umum terjadi karena defisiensi sodium atau mineral kortikoid
berlebih. Deplesi dari sodium akan menurunkan volume cairan
ekstraseluler dan meningkatkan reabsorbsi Na+ dari tubulus proksimal
ginjal.

2.3.2 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa


Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena
perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ. Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu,
a. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Pembentukan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan
meningkatkan konsentrasi ion H.
b. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan
akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga
pembentukan ion H menurun.
21

c. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan


ventilasi paru. Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat,
dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan
kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
d. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena
defisiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat
meningkat. Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya
kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat
plasma meningkat.
22

BAB 3. KESIMPULAN

Cairan tubuh dan zat-zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang
konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan yang berlangsung terus-
menerus, baik didalam tubuh secara keseluruhan maupun diantara berbagai bagian
untuk membawa zat-zat gizi, oksigen kepada sel, membuang sisa dan membentuk
zat tertentu dari sel. (Yaswir & Ferawati, 2012)
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter
penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur
keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-
basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai
kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa
adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar
(buffer) kimia dalam cairan tubuh.
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hidrogen
dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Terdapat juga mekanisme penyangga
asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk
mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler
Elektrolit merupakan substansi berupa ion dalam larutan yang dapat
mengkonduksi muatan listrik di dalam tubuh. Keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sangat esensial untuk menjalankan fungsi normal dari sel dan organ tubuh.
Elektrolit serum meliputi natrium, elektrolit bermuatan positif yang membantu
keseimbangan cairan dalam tubuh dan berhubungan dengan fungsi
23

neuromuskular; kalium, komponen utama cairan intraseluler yang membantu


regulasi fungsi neuromuskular dan tekanan osmotik; kalsium, kation yang
mempengaruhi kerja neuromuskular dan membantu pertumbuhan tulang serta
koagulasi darah; magnesium, mempengaruhi kontraksi otot serta aktivitas
intraseluler; klorida, elektrolit bermuatan negatif yang membantu regulasi tekanan
darah.
24

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. F. 2001. REVIEW OF MEDICAL PHYSIOLOGY - 20th Ed.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of
Medical Physiology) Edisi 11. Jakarta: EGC.

Kuntarti. 2005. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam, dan Basa.

Luckey, A. E., & Parsa, C. J. 2003. Fluid and Electrolyte in Aged. Arch Surg Vol.
138 Oktober.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit edisi 6 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Siagian MS, d. M. 2004. Homeostasis: Keseimbangan yang Halus dan Dinamis.

Sirega, N. S. 2016. Pengaruh Rehidrasi Setelah Olahraga Dengan Air Kelapa.


Volume 15 Nomor 2:12 - 20.

Sjamsuhidajat, & Jong, d. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yaswir, R., & Ferawati, I. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,
Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas 1(2).

http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._KESEHATAN_&_REKREASI/
PRODI._KEPERAWATAN/197011022000121-
HAMIDIE_RONALD_DANIEL_RAY/Bahan_Kuliah/CAIRAN_TUBUH.pdf
diakses pada Senin, 18 September 2017 Pukul 19.48

Anda mungkin juga menyukai