Anda di halaman 1dari 47

BAB I

GEOLOGI MINYAK BUMI

1.1 PENDAHULUAN

Pengertian Minyak dan Gas Bumi Pada dasarnya memiliki arti tempat atau cara
terdapatnya minyak dan gas bumi didalam kerak bumi. Dapat pula diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari keadaan atau cara terdapatnya minyak dan gas bumi
didalam kerak bumi ataupun dalam bumi.(R.P Koesoemadinata).
Latar Belakang
Minyak dan gas bumi masih menjadi sumber energi utama dunia hingga saat
ini. Walaupun pemanfaatan sumber energi alternatif sekarang sudah mulai
dikembangkan namun secara umum pola pikir masyarakat global masih
menganggap bahan bakar fosil dan tidak terbarukan ini sebagai kebutuhan utama.
Hampir setiap negara terutama Indonesia belum bisa lepas dari kebutuhan minyak
dan gas bumi sekaligus permasalahannya yaitu produksi minyak dan gas bumi yang
tidak sebanding dengan permintaan yang semakin meningkat. Hal ini kemudian
menjadi tuntutan khususnya bagi industri perminyakan untuk mampu
meningkatkan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi, dimana pada kenyataannya
untuk memenuhi tuntutan itu tidaklah mudah. Pengembangan studi pun dilakukan,
yang salah satunya studi dalam bidang geologi dan geofisika baik untuk eksplorasi
dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Studi yang dilakukan dalam bidang geologi dan geofisika untuk kegiatan
eksplorasi minyak dan gas bumi salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi
formasi batuan. Evaluasi tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi baik
secara litologi maupun karakteristik petrofisika suatu formasi batuan yang diduga
sebagai reservoar minyak dan gas bumi. Analisa terhadap karakteristik petrofisika
meliputi kandungan serpih, porositas, permeabilitas, dan tingkat saturasi air dalam
suatu reservoar. Hasil analisa tersebut kemudian dikoreksi dan dikorelasikan
dengan data lain seperti data seismik untuk kemudian dilakukan
pemetaan/pembuatan profil pola persebarannya, hingga tahap terakhir yaitu
menghitung volume minyak dan gas bumi (hidrokarbon) yang terkandung dalam
reservoar tersebut.

1 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Hasil yang menjadi objek utama dari serangkaian kegiatan tersebut adalah
apakah hidrokarbon yang terindikasi pada suatu lapangan dapat bernilai ekonomis
dan mampu untuk diproduksi guna memenuhi kebutuhan sumber energi berupa
minyak dan gas bumi.

2 | M Raja Doli Siregar (410015102)


BAB II
OPERASI PEMBORAN

2.1 Dasar Teori Operasi Pemboran


Berdasarkan Tujuan Pengeboran
Jenis pengeboran ini didasarkan pada tujuan yang akan dicapai dalam
melakukan operasi pengeboran. Berdasarkan tujuannya pengeboran dibagi menjadi
beberapa yaitu :
- Pengeboran Eksplorasi
- Pengeboran Deliniasi
- Pengeboran Ekploitasi

1. Pengeboran Eksplorasi
Tujuan pengeboran eksplorasi ini adalah untuk membuktikan ada tidaknya
suatu cekungan mengandung minyak dan atau gas bumi. Pada permulaan
pengeboran ini, data-data pengeboran yang akurat belum tersedia sehingga
memerlukan perencanaan yang tepat dengan memperhitungkan kemungkinan-
kemungkinan masalah yang terjadi selama proses operasi pengeboran. Selain itu
diperlukan pengamatan yang teliti selama proses pengeboran dilakukan karena
kedalaman lapisan batuan yang memiliki sifat-sifat batuan berbeda yang ditembus
oleh mata bor belum diketahui, data-data sifat-sifat batuan yang diamati perlu
dicatat sesuai kedalamannya. Pada kenyataannya kedalaman akhir (target) yang
dituju dalam pengeboran masih berubah hal ini bias diamati pada data serbuk bor
serta data logging. Oleh karenanya konstruksi sumur yang meliputi desain casing,
penyemenan, lumpur, bit dan material lainnya menyebabkan biaya pengeboran
lebih mahal. Sumur eksplorasi sering disebut sebagai sumur “Wild Cat”, artinya
selama operasi pengeboran akan didapati banyak masalah pengeboran yang akan
ditemukan yang mengakibatkan waktu lebih lama dan biaya lebih mahal
dikarenakan tujuan pengeboran eksplorasi adalah untuk mendapatkan data seakurat
mungkin. Pada umumnya pengeboran eksplorasi dilakukan pertama kali, titik
lokasinya berada di atas puncak suatu perangkap reservoir yang berbentuk Antiklin.
Gambaran pengeboran eksplorasi yang pertama dapat dilihat pada gambar

3 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Gambar Pengeboran Eksplorasi
Pada gambar terlihat bahwa pada reservoir terdapat tiga lapisan fluida yang
tersusun dari atas ke bawah sesuai dengan densitasnya yaitu gas yang memiliki
densitas paling ringan berada di atas kemudihan di bawahnya minyak dan di bawah
minyak terdapat air. Pertama kali pengeboran menembus reservoir akan melalui
zona mengandung gas dan kemudian melalu zona minyak di bawahnya, dan akan
menembus zona air.. Secara umum dibawah lapisan minyak terdapat air sebagai
batas bawah suatu reservoir minyak. Batas-batas antara ketiga fluida reservoir
tersebut sering disebut dengan Gas Oil Contact(GOC) untuk batas antara gas
dengan minyak dan Water Oil Contact (WOC) untuk batas antara minyak dan air.
Bila pengeboran pada puncak perangkap tidak menemukan hidrokarbon, reservoir
tersebut kosong atau yang disebut dengan dry hole

2. Pengeboran Deliniasi
Jenis pengeboran ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran reservoir,
mencari batas-batas, serta ketebalan reservoir. Pada pengeboran ini sudah ada data
sumur dari hasil data-data pengeboran yang dilakukan pada pengeboran eksplorasi
sehingga biaya 20MODUL (ISI DENGAN PROGRAM DIKLAT)
pengeboran dan konstruksi sumur sudah dapat diperhitungkan secara relatif.

4 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Gambar Pengeboran Deliniasi
Untuk menentukan batas-batas suatu reservoir maka dilakukan beberapa
pengeboran dengan jarak-jarak tertentu dari sumur yang pertama. Pengeboran
sumur yang kedua diharapkan menembus zona minyak dengan ketebalan yang
sangat tipis, dan zona air yang tebal. Hal ini dapat dikatakan sebagai batas reservoir
minyak. Namun bila pengeboran menembus zona minyak yang tebal seperti
pengeboran pada sumur ketiga yang masih menembus minyak yang tebal dan
ketebalan air yang cukup berarti maka hal ini tidak dapat dijadikan sebagai batasan
reservoir. Untuk itu perlu dilakukan pengeboran yang keempat pada jarak tertentu
dari sumur yang kedua. Ternyata sumur ke empat tidak menemukan minyak, hanya
menemukan air yang sangat tebal. Sehingga batas minyak dan air adalah antara
sumur ketiga dan sumur keempat. Untuk menentukan batas-batas reservoir minyak
adalah berdasarkan ketebalan minyak dari setiap sumur yang dibor. Selanjutnya
berdasarkan ketebalan-ketebalan minyak dari setiap sumur dibuat peta isopach yang
digunakan untuk menghitung volume batuan yang mengandung minyak.

3. Pengeboran eksploitasi
Pengeboran ini bertujuan untuk meningkatkan pengurasan terhadap
reservoir produksi sekaligus meningkatkan produksi.Pengeboran sumur eksploitasi
memerlukan biaya jauh lebih murah karena data-data sumur sudah lengkap seperti
kedalam dan ketebalan reservoir, jenis dan sifat batuan yang ditembus mata bor dan
lain-lain. Sumur eksplorasi dapat diubah fungsinya menjadi sumur eksploitasi

5 | M Raja Doli Siregar (410015102)


dengan catatan sumur eksplorasi tersebut bernilai ekonomis untuk diproduksiakan.
Sumur-sumur yang memproduksikan minyak disebut juga dengan sumur produksi.
Jadi sumur eksploitasi yang berhasil, juga merupakan sumur produksi.

Gambar Pengeboran Eksploitasi.

Berdasarkan Lokasi Pengeboran


Jenis pengeboran ini didasarkan pada lokasi dimana pengeboran ini
dilakukan. Berdasarkan letak dari titik lokasi, pengeboran dibedakan menjadi :

 pengeboran darat (Onshore)


 pengeboran lepas pantai (Offshore)

Pengeboran darat adalah semua kegiatan pengeboran yang titik lokasinya


berada di daratan. Istilah lainnya adalah Onshore Drilling. Pengeboran lepas pantai
adalah kegiatan pengeboran yang titik lokasinya berada di laut lepas pantai samapai
perairan yang dalam. Akan tetapi dapat dimasukkan juga untuk pengeboran lepas
pantai bila titik lokasinya berada pada lingkungan yang berair, seperti pengeboran
di sungai, di rawa dan di danau namun dengan persyratan kedalam tertentu. Istilah
lain untuk pengeboran lepas pantai adalah Offshore Drilling. Gambaran dari
onshore dan offshore drilling dapat dilihat pada gambar

6 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Gambar Onshore dan Offshore drilling

Berdasarkan Bentuk Lubang


Jenis pengeboran ini didasarkan pada bentuk lubang yang dibuat atau
dibentuk pada operasi pengeboran yang dilakukan. Berdasarkan bentuk lubangnya,
pengeboran dibedakan menjadi :
 Pengeboran tegak (straight hole drilling/vertical drilling)
 Pengeboran berarah (directional dan horizontal drilling)

1. Pengeboran Lurus.
Pengeboran lurus disebut juga dengan pengeboran vertikal atau Straight
Hole Drilling. Artinya pengeboran yang dilakukan mulai dari titik lokasi di
permukaan, lubang dipertahankan lurus vertikal sampai ke titik target. Pengeboran
yang digolongan dalam pengeboran lurus atau straight hole drilling, adalah bila
memenuhi persyaratan seperti di bawah ini (dapat dilihat pada Gambar .) :
 Pengeboran masih dalam suatu kerucut dengan sudut 5o , untuk ketinggian
kerucut 10.000 ft. Kerucut ini dibentuk dari titik awal pengeboran di
permukaan sampai kedalaman mencapai 10.000 ft dengan kemiringan
kerucut sebesar 50. Selama lubang yang dibentuk pada operasi pengeboran
yang dilakukan masih berada di dalam lingkup kerucut tersebut maka
pengeboran ini termasuk pengeboran lurus/vertikal/straight hole
 Lubang boleh membelok, asal dog leg maksimum adalah 3o per 100 ft. Pada
kenyataanya lubang tidak mungkin bisa dipertahankan selurus mungkin, hal
ini dikarenakan kondisi lapisan batuan yang memiliki sifat-sifat yang
berbeda sehingga akan berpengaruh pada kondisi lubang pengeboran.

7 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Sehingga lubang pengeboran akan sedikit membelok atau sering dinamakan
dog leg. Hal ini diperbolehkan asalkan pembelokannya tidak melebihi 30
per 100 ft dan selama berada pada kerucut seperti penjelasan di atas.

Jika lubang sumur yang dibuat masuk ke dalam kerucut seperti gambar , maka
jenis pengeborannya termasuk kelompok straight hole drilling. Apabila dog legnya
lebih kecil dari 3o /100 ft, tapi lubang sumur keluar dari kerucut seperti Gambar,
maka jenis pengeborannya bukan lagi termasuk kelompok straight hole drilling.

Gambar Straight Hole Drilling

2. Pengeboran Berarah atau Horisontal.


Didalam melakukan pengeboran suatu formasi, selalu diharapkan
pengeboran dengan lubang yang lurus/vertikal, karena pengeboran dengan lubang
yang lurus/vertikal selain dalam operasinya lebih mudah, juga pada umumnya
biayanya menjadi lebih murah. Namun karena kondisi-kondisi tertentu, pengeboran
lurus/vertikal tidak bisa dilakukan oleh karenanya perlu dilakukan pengeboran yang
bisa diarahkan sesuai kondisi-kondisi tersebut. Pengeboran yang dilakukan dengan
cara mengarahkan lubang biasa disebut dengan pengeboran berarah atau
pengeboran horisontal (Directional and Horizontal Drilling). Beberapa faktor-
faktor penyebab dilakukannya pengeboran berarah atau horizontal (Directional and
Horizontal Drilling) adalah geografi, geologi dan pertimbangan ekonomi. Di bawah
ini beberapa contoh alasan dilakukannya pengeboran berarah atau horizontal
(Directional and Horizontal Drilling).

8 | M Raja Doli Siregar (410015102)


(a). Inaccesible Location Drilling
Beberapa reservoir dengan kondisi di permukaan yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan pengeboran lurus/vertical akan sangat cocok untuk
dilakukan pengeboran berarah atau horizontal (Directional and Horizontal
Drilling). Teknik ini adalah salah satu dari teknik pengeboran berarah yang paling
umum dilakukan untuk mencapai lapisan yang tidak dapat dicapai dengan cara yang
biasa, sebagai contoh reservoir yang terletak di bawah kota, di bawah lahan
pertanian/perkebunan, dll. Gambar memperlihatkan formasi yang berada di bawah
perkotaan sehingga dilakukan pengeboran berarah atau horizontal (Directional and
Horizontal Drilling).

Gambar 3.7. Formasi di Bawah Kota

(b). Multiple Well Drilling


Bila suatu lokasi pengeboran memiliki keterbatasan area pada permukaan
sehingga tidak mungkin dilakukan pengeboran banyak sumur dengan letak yang
berbeda. Hal ini bisa diatasi dengan melakukan pengeboran multiple well. Yakni
mengebor pada satu lokasi dengan banyak sumur yang dibuat, untuk itu
dilakukanlah pengeboran berarah atau horizontal (Directional and Horizontal
Drilling).Multiple well drilling ini sering dilakukan pada pengeboran lepas pantai

9 | M Raja Doli Siregar (410015102)


dari suatu platform tunggal atau dari suatu tempat yang terpencil. Gambar
memperlihatkan suatu platform yang melakukan Multiple well drilling.

Gambar Multiple Well Drilling

(c). Salt Dome Drilling


Pada daerah yang didapati kubah garam (salt dome) yang letaknya berada
di atas reservoir minyak, pengeboran lurus/vertical tidak mungkin dilakukan.
Karena bila pengeboran menembus kubah garam (salt dome) akan mengakibatkan
masalah yang serius terutama akan terjadinya blow out sehingga perlu dilakukan
pengeboran berarah atau horizontal (Directional and Horizontal Drilling) yangakan
mengarah langsung ke reservoir minyak. Gambar memperlihatkan reservoir yang
berada d bawah kubah garam (salt dome).

10 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Gambar Formasi dibawah Kubah Garam

(d). Side Tracking atau Straightening


Kadangkala dalam melakukan operasi pengeboran lurus/vertika terjadi
pembelokan yang sangat parah sehingga menjauh dari target, sehingga perlu untuk
meluruskan kembali lubang sumur tersebut. Untuk itu dilakukan side tracking
dengan melakukan pengeburan berarah. Atau pada kejadian dimana fish yang tidak
dapat diangkat dan terkubur dilubang bor, pengeboran harus menghindari fish
tersebut agar peralatan pengeboran tidak rusak maka dilakukan side tracking.

11 | M Raja Doli Siregar (410015102)


e. Relief Well Drilling
Pada kejadian sumur yang blow out, salah satu cara untuk
menanggulanginya adalah dengan mengebor atau membuat relief well. Relief well
merupakan sumur yang dibuat di dekat sumur yang blow out dengan tujuan
untukmengalirkan fluida yang mengakibatkan blow out sehingga dapat
dikendalikan. Biasanya relief well dilakukan dengan pengeboran berarah atau
horizontal (Directional and Horizontal Drilling).

Gambar relief well drilling

12 | M Raja Doli Siregar (410015102)


2.2 Interpretasi
 Total Lag = vol.inner + vol.annulus : pomp capacity * spm
=134 + 98 : 0,0911 * 60
=42, 4 menit
=42 menit 24 detik
 Jadi kecepatan lubang bor untuk sampai ke permukaan adalah 42 menit 24
detik

13 | M Raja Doli Siregar (410015102)


BAB III
GEOKIMIA HIDROKARBON

3.1 Dasar Teori


Geokimia Minyak & Gas Bumi
Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang
mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M.
Hunt, 1979). Petroleum biasanya jug diartikan minyak dan gas bumi yang memiliki
komposisi kimia berupa Carbon dan Hidrogen. Komposisi kimia ini dihasilkan dari
proses pembusukan (dekomposisi) serta kematangan termal material organik.
Material organik tersebut berasal dari tumbuh2an dan algae. Material organik ini
ketika mati segera diendapkan. Akibat adanya suhu, tekanan serta waktu yang
cukup, komponen2 tumbuhan dan algae teralterasi menjadi minyak, gas dan
kerogen. Kerogen dapat dianggap sebagai material padat sisa tumbuhan.
Shale dan Limestone yang mengandung material organik disebut sebagai
source rock karena batuan tersebut merupakan batuan sumber untuk menghasilkan
minyak & gas bumi.
Analisis Geokimia dalam dunia perminyakan tersebut bertujuan untuk :
a. Untuk mengidentifikasi source rock dan menentukan jumlah, tipe, dan tingkat
kematangan material organik
b. Mengevaluasi perkiraan kapan migrasi minyak & gas bumi dari source rock
c. Memprediksi jalur migrasi
d. Korelasi komposisi minyak & gas bumi yang berada di dalam reservoar,
rembesan (seeps) untuk mengetahui keberadaannya.

Kebanyakan analisis geokimia menggunakan isotop stabil ; analisis


hidrokarbon untuk material organik yaitu dengan Gas Chromatography (GC) dan
Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS) ; indikator kematangan
menggunakan Vitrinite Reflectance (%Ro) ; pirolisis dan analisis ; tipe kerogen.

14 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Rock Eval Pyrolisis
Rock Eval Pyrolisis digunakan untuk mengidentifikasi tipe dan kematangan
material organik serta untuk mendeteksi kandungan minyak/gas dalam batuan
sedimen. REP dilakukan dengan menggunakan Delsi-Nermag Rock Eval II Plus
TOC. Sampel yang dipilih untuk analisis REP yaitu sampel yang sebelumnya
dihancurkan kemudian dikeringkan. Metode REP terdiri dari pemanas temperatur
(oven) pada suhu atmosfer inert (helium) dan sampel 100 mg untuk menentukan :

a. Hidrokarbon bebas di dalam sampel


b. Senyawa hidrokarbon dan oksigen yang menguap sejak proses cracking material
organik di dalam sampel (keroge)
Program temperatur oven pada analisis Pyrolysis adalah sebagai berikut :

a. Selama 3 menit oven dipanasi pada suhu 300 degC, hidrokarbon bebas menguap
dan diukur sebagai puncak S1
b. Kemudian temperatur dinaikkan lagi dari 300 degC – 550 degC (pada 25
degC/min). Ini merupakan fase penguapan komponen hidrokarbon berat (> C40)
dan juga proses cracking material organik yang tidak menguap. Hidrokarbon yang
dikeluarkan tersebut diukur sebagai puncak S2.
c. Temperatur pada puncak S2 tersebut merupakan temperatur pematangan kerogen
yang disebut T maximum.
d. CO2 yang dikeluarkan dari kerogen terperangkap pada temperatur (300-390)
degC.
Perangkap tersebut dipanaskan dan CO2 dilepaskan dan dideteksi oleh TCD sejak
proses pendinginan oven pyrolysis (puncak S3)

S1 = total hidrokarbon bebas (gas & minyak) di dalam sampel (dalam


milligram hidrokarbon per gram batuan). Jika S1 > 1 mg/g, kemungkinan
mengindikasikan oil show. S1 secara normal meningkat paralel terhadap
kedalaman. Kontaminasi sampel dengan fluida drilling dan lumpur dapat
memberikan nilai yang tidak normal terhadap nilai S1.

15 | M Raja Doli Siregar (410015102)


S2 = total hidrokarbon yang dihasilkan melalui cracking termal material
organik yang tidak menguap. S2 merupakan indikasi kuantitas hidrokarbon batuan
yang memiliki potensial menghasilkan hidrokarbon melalui penguburan dan
pematangan. Parameter ini secara normal menurun dengan kedalaman penguburan
> 1 km.
S3 = total CO2 (dalam milligram CO2 per gram batuan) yang dihasilkan
selama pyrolysis kerogen. S3 merupakan indikasi total oksigen di dalam kerogen
dan digunakan untuk menghitung Oksigen Indeks. Kontaminasi sampel dideteksi
jika nilai S3 yang diperoleh tidak normal. Konsentrasi karbonat tinggi yang dirusak
pada suhu lebih rendah dari 390 degC juga akan menyebabkan nilai S3 yang lebih
tinggi dari yang diharapkan.
Tmax = temperatur maksimum untuk melepas hidrokarbon dari proses
cracking kerogen yang terjadi selama pyrolisis (puncak S2). Tmax merupakan
indikasi tahapan pematangan material organik.
Peralatan RE II juga dapat digunakan untuk menentukan TOC dari sampel
oleh proses oksidasi (pada suhu 600 degC) pada material sampel sisa setelah proses
pirolisis (carbon organik sisa). Tipe dan kematangan material organik dalam source
rock dapat diidentifikasi dari data REP.
HI = hidrogen indeks ( HI = {100 x S2}/TOC}. HI merupakan parameter
yang digunakan untuk
menjelaskan asal material organik. Organisme laut dan alga secara umum adalah
organik yang kaya lipid dan protein, dimana H/C lebih tinggi daripada
karbohidratnya tumbuhan darat. Nilai HI biasanya antara 100-600 pada satu
sampel.
OI = Oksigen Indeks ( OI = {100 x S3}/TOC}. OI adalah parameter yang
dikorelasikan dengan rasio O/C dimana nilainya tinggi pada tumbuhan darat dan
material organik inert sebagai penciri sedimen laut. Nilai OI berkisar antara 0-150.
PI = produksi indeks ( PI = S1/{S1+S2}). PI digunakan untuk menjelaskan
level perkembangan material organik.
PC = pyrolyzable carbon (PC = 0.083 x [S1 + S2]). PC corresponds to
carbon content of hydrocarbons volatilized and pyrolyzed during the analysis.
Kematangan material organik dapat dilihat dari :

16 | M Raja Doli Siregar (410015102)


a. Lokasi HI dan OI te
b. Kisaran Tmax. Tmax = (400-430) degC menunjukkan material organik belum
matang (immature) ; Tmax = (435-450) degC menunjukkan zona oil (matang) ;
Tmax > 450 degC menunjukkan zona overmature.

Source Rock, Tipe Kerogen, dan Potensial Hidrokarbon


Source Rock
Source rock HC merupakan sedimen berukuran butir halus (fine grain) yang
secara alami sudah menghasilkan, sedang menghasilkan, atau akan menghasilkan
cukup HC membentuk suatu akumulasi minyak dan gas bumi (Brooks et al. 1987).
Shale dan Coal memiliki kandungan organik yang tinggi dan menjadi hal
yang menarik secara ekonomi. Sebaliknya, source rock HC mengeluarkan hanya
sedikit minyak dan gas bumi per unit volume batuan yang terakumulasi dalam
batuan reservoar. Pengawetan material organik tersebut merupakan suatu fungsi
kandungan oksigen, tingkat sedimentasi, dan intensitas kehidupan bentonik.
Menurunnya tingkat oksigenasi dan aktifitas bentonik menyebabkan meningkatnya
tingkat fermentasi metana oleh bakteri. Akibatnya ada banyak atau sedikit material
organik yang tersimpan di dalam sedimen.

Tipe Kerogen
Ketika terkubur dan dengan bertambahnya temperatur, material organik
mengalami beberapa reaksi geokimia mulai dari biopolymer hingga geopolymer
(Fig.14.4)

17 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Komposisi kerogen pada beberapa source rock dikontrol oleh beberapa
proses berikut (Fig.14.1)

Tingkat sedimentasi yang rendah pada kondisi oksidasi lebih menghasilkan


inertinite, dan sebaliknya pada kondisi anoxic (reduksi) lebih menghasilkan liptinite
yang kaya H. Material organik pada source rock HC dibagi dalam 2 kelompok :
1. Bitumen : material organik larut yang hanya sedikit menunjukkan total TOC

18 | M Raja Doli Siregar (410015102)


2. Kerogen : material organik yang tidak larut yang lebih menjunjukkan total TOC
Beberapa tipe Kerogen :
a. Tipe Liptinite (tipe I Kerogen), berasal dari lipid alga setelah mengalami
degradasi oleh bakteri, alterasi oleh proses dekomposisi, kondensasi dan
polimerisasi. Endapan yang kaya liptinite dicirikan oleh warna gelap, laminasi, dan
kaya akan TOC. Liptinite ini terbentuk di danau dan lagoon, tetapi liptinite juga
banyak dalam lingkungan laut. Liptinite relatif kaya akan Hidrogen dan punya rasio
H/C yang tinggi ; memiliki kandungan oksigen yang rendah dan rasio O/C yang
rendah.
b. Tipe Exinite (tipe II Kerogen), berasal dari membran tumbuhan seperti spora,
pollen, kutikula daun, dsb. Tumbuhan tersebut bukan hanya bukan hanya hidup di
darat, swamp yang nantinya akan menghasilkan coal, akan tetapi bisa juga hidup di
danau maupun di laut (ex : dinoflagellata dan phytoplankton). Exinite memiliki
kandungan H atau H/C yang tinggi (lebih rendah dari Liptinite) dan kandungan O
atau O/C yang relatif menengah. Kebanyakan sedimen laut dan source rock
mengandung campuran liptinite, exinite dan vitrinite. Exinite berpotensial untuk
menghasilkan oil, condensate dan wet gas.

c. Tipe Vitrinite (tipe III Kerogen), berasal dari kayu tumbuhan (woody plant) yang
terdegradasi. Vitrinite memiliki kandungan H atau H/C yang rendah, akan tetapi
memiliki O/C yang tinggi. Kerogen ini merupakan komponen utama dari batubara
(coal). Vitrinite ini bisa juga terjadi di laut dan di danau. Vitrinite tersebut sangat
berpotensial untuk menghasilkan gas, akan tetapi bisa juga oil dan kondensat dalam
juga yang terbatas.
d. Tipe Inertinite (tipe IV Kerogen), berasal dari tumbuhan yang teralterasi kuat,
rombakan material organik. Karena proses oksidasi dan karbonisasi yang tinggi,
kandungan H atau H/C menjadi sangat rendah. Batuan yang mengandung Inertinite
ini kenyataannya tidak berpotensi untuk menghasilkan oil maupun gas.

19 | M Raja Doli Siregar (410015102)


van Krevelen Diagram
Diagram van Krevelen dibuat berdasarkan pada perbandingan beberapa tipe
komponen kerogen yaitu C, H, dan O. Diagram ini lebih berguna pada material
organik yang belum matang (immature). Kematangan meningkat dengan
meningkatnya temperatur dan burial depth. Tipe kerogen yang kaya akan C, dan
miskin akan H dan O dikarenakan adanya proses pelepasan H2O, CH4 dan
beberapa hidrokarbon lainnya.

Generation of Hydrocarbons (proses pembentukan hidrokarbon)


Proses evolusi material organik dari proses biopolymer menuju geopolymer
dengan pertambahan burial depth seperti terlihat dibawah ini :

20 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Proses evolusi dimulai dengan diagenesis, proses ini diakhiri dengan ekstrak asam
humic dengan segera. Pada proses katagenesis, kerogen dikonversikan menjadi
hidrokarbon. Proses ini merupakan zona oil dan wet gas generation (oil kitchen).
Proses evolusi batubara (coal) hingga bituminous coal akan melepaskan gas dan oil.
Pada proses selanjutnya yaitu metagenesis, source rock dan hard coal sebagian
besar melepaskan gas. Pada source rock yang mengandung oil, residu yang kaya
akan C disebarluaskan pada shale, sedangkan deposit karbon akan membentuk
Antracit dan kemudian akibat proses metamorfisme menbentuk grafit. Hubungan
antara kematangan kerogen dengan temperatur dan kedalaman serta pelepasan
material organik dan generasi hidrokarbon :

21 | M Raja Doli Siregar (410015102)


1. Pada shallow depth, material organik yang tidak matang melepaskan hanya
biogenic gas (gas methane) yang dihasilkan dari fermentasi bakteri serta sebagian
kecil hidrokarbon berat.
2. Kemudian pada tahap mid-mature (setengah matang-matang), sejumlah besar oil
dihasilkan dalam temperatur antara 60 degC to 80 degC dan 120 degC to 150 degC.

22 | M Raja Doli Siregar (410015102)


3.2 Interpretasi
Berdasar analisis yang sudah di lakukan , maka batuan induk di formasi A ,
B , C adalah potensial source rock (batuan induk yang belum matang , tetapi
mempunyai kemampuan membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon jika
kematangan nya bertambah tinggi atau terkena suhu yang tinggi) dan untuk di
formasi D batuan induk nya adalah Effective source rock (batuan induk yang telah
membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon) , menurut (Waples ,1985) .

23 | M Raja Doli Siregar (410015102)


BAB IV
Evaluasi Kualitatif
Menginterpretasi dengan metode quick look log pada analisis kualitatif :
a. Log Gamma Ray
Dalam analisa kualitatif, log Gamma Ray (GR Log) dapat digunakan untuk
identifikasi dan korelasi litologi serta estimasi tingkat kelempungan, karena prinsip
kerjanya yang mengukur tingkat radioaktivitas alami (sinar gamma) dari unsur-
unsur tertentu pada mineral mika, glaukonit, dan potasium feldspar, yang umum
ditemukan pada batu serpih (shale) dan lempung (clay). Secara umum
(konvensional), kegiatan eksplorasi dilakukan untuk mencari hidrokarbon pada
batuan reservoar yang memiliki porositas dan permeabilitas yang baik, yaitu
batupasir dan batugamping. Karena karakteristik batu serpih dan lempung yang
memiliki porositas dan permeabilitas yang kecil (kemudian dianggap sebagai
batuan non-reservoar), dan bersifat “menyerpih” dalam suatu tubuh batuan, maka
dengan analisa log Gamma Ray ini dapat dilakukan identifikasi litologi,
membedakan zona reservoar dengan zona non-reservoar.
b. Log Spontaneous Potential
Dari prinsip kerjanya, log SP ini dapat digunakan untuk identifikasi
batuan permeable, identifikasi lapisan serpih (non-reservoar) dan non-serpih
(reservoar), membantu korelasi litologi, dan menghitung nilai salinitas fluida
formasi (Rw). Pengukurannya berdasarkan adanya beda potensial karena perbedaan
salinitas antara lumpur pemboran (Rmf) dengan fluida formasi (Rw), dimana pada
dasarnya nilai salinitas berbanding terbalik dengan resistivitas.
c. Log Neutron
Log Neutron dapat digunakan untuk perhitungan porositas batuan, evaluasi litologi,
dan deteksi keberadaan gas. Prinsipnya adalah dengan mengukur persentase pori
batuan dari intensitas atom hidrogen di dalamnya, yang diasumsikan bahwa
hidrogen tersebut akan berupa hidrokarbon maupun air. Hasil pengukuran log
Neutron kemudian dinyatakan dalam Porosity Unit (PU).
d. Log Densitas
Log Densitas dapat digunakan untuk perhitungan densitas, perhitungan porositas,
dan identifikasi kandungan fluida. Dengan memanfaatkan pancaran sinar gamma

24 | M Raja Doli Siregar (410015102)


dan prinsip Hamburan Compton, prinsip kerjanya yaitu dengan mengukur
densitas bulk batuan, yang merupakan fungsi dari densitas elektron dalam batuan.
Secara teori, batuan berpori (umumnya berupa batupasir atau batugamping) akan
memiliki kandungan elektron yang lebih sedikit dibandingkan dengan batuan pejal
(tight). Untuk batupasir (densitas ρ = 2,65 gr/cc) dan batugamping (ρ = 2,71 gr/cc)
yang mengandung fluida gas akan memiliki densitas bulkyang tinggi. Sedangkan
serpih akan memiliki nilai densitas bulk yang sangat tinggi apabila memiliki
kandungan air terikat (clay-bound water).
e. Log Resistivitas
dapat digunakan untuk membedakan lapisan reservoar dan non reservoar,
identifikasi jenis fluida (air formasi dan hidrokarbon) dan batas kontak fluidanya,
menghitung nilai resistivitas air formasi dan salinitas air formasi.
f. Log Sonic
Pada zona porous travel time dari suara besar (lambat). Sedang pada zona kompak
travel time gelombang gelombang suara cepat. Sehingga travel time nya menjadi
sedikit/cepat.
Pada evaluasi kualitatif ini parameter-parameter yang di evaluasi antara lain:
1. Zona Batuan Reservoir
Batuan reservoir yang serang dibedakan dengan zona batuan zona kedap dengan
melihat bentuk-bentuk kurva log. Perbedaan antara batuan kedap dengan lapisan
batuan sarang pada log adalah:
o Zona batuan kedap dicirikan oleh:
 Harga kurva GR yang tinggi.
 Tidak terbentuk kerak lumpur pemboran, diameter lubang
kadang membesar (tidak selalu)
 Adanya cross over negatif dada microlog.
 Harga tahanan jenis pada zona terusir (Rxo) hampir sama dengan
harga tahanan jenis formasi (Rt)
 Harga porositas neutron lebih tinggi dari pada porositas densitas.
o Zona batuan reservoir yang porous dicirikan oleh:
 Harga kurva GR yang rendah
 Harga kurva SP menjauhi garis dasar serpih

25 | M Raja Doli Siregar (410015102)


 Terbentuknya kerak lumpur pemboran
 Adanya cross over positif pada microlog
 Mempunyai harga porosita menengah sampai tinggi.
2. Jenis Litologi
Jenis litologi zona reservoir dapat ditentukan berdasarkan kenampakan defleksi log
tanpa melakukan perhitungan. Adapun kenampakan beberapa jenis litologi batuan
reservoir adalah sebagai berikut:

o Batupasir pada log dicirikan:


 Defleksi GR rendah
 Terjadi cross over positif pada kurva tahanan jenis mikro
 Kadang-kadang diameter lubang bor yang relatif lebih kecil
karena cenderung membentuk kerak lumpur (mud cake) yang
tebal.
o Batugamping pada log dicirikan oleh:
 Defeksi GR rendah
 Harga Φ lebih tinggi dari batu pasir
 Terjadi cross over positif pada kurva tahanan jenis mikro apabila
batugamping tersebut porous, dan terjadi cross over negatif bila
tidak porous.
 Kurva log neutron berhimpit dengan kurva log densitas
 Kadang-kadang lubang bor membesar
o Batubara pada log dicirikan:
 Nilai GR nya yang memiliki harga yang paling rendah, karena
batubara sangat sedikit mengandung unsur kalium.
 Densitas batubara rendah
 Batubara pada log neutron biasanya akan memberikan respon
defleksi yang relatif lebih besar dengan batupasir, karena
batubara lebih kompak (densitas batuan besar) dari pada
batupasir.
 Umumnya memeiliki nilai resistivitas yang cukup besar.

26 | M Raja Doli Siregar (410015102)


 Penurunan kecepatan (peningkatan waktu transit interval) dapat
diartikan sebagai hasil dari peningkatan porositas, batubara
umumnya memiliki transit waktu yang lebih lama ( kecepatan
rendah).
4.1.1 Interpretasi
Untuk menginterpretasi data log dengan metode kualitatif kita harus melihat
data nya dari log Gamma Ray , log Spontaneous Potential , Log Densitas dan Log
Neutron , Log Resistivitas , Log Sonic . Di data log ini terdapat 2 satuan batuan
yaitu satuan batu pasir dan satuan batu lempung yg di cirikan batu pasir defleksi
GR nya rendah dan batu lempung defleksi GR nya tinggi , di sini juga terdapat 2
batuan reservoa yg mengandung hidrokarbon di satuan batu pasir , di kedalaman
antara 3950-4000 ada batuan reservoa yang mengandung gas dan di kedalaman
4000-4050 terdapat reservoa yang mengandung fluida minyak (ada nya cross over)

4.2. Evaluasi Kuantitatif

membutuhkan beberapa data log, yang utamanya berupa Log Gamma Ray,
Log Resistivitas, Log Densitas, Log Neutron, dan Log Sonik. Pada mulanya, analisa
secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung volume serpih (shale), yang
merupakan jumlah kandungan serpih pada batuan reservoar. Karena serpih
memiliki porositas non-efektif, maka akan mempengaruhi hasil pengukuran log
Porositas/Neutron, dan menyebabkan nilai porositasnya menjadi lebih tinggi. Oleh
karenanya, perhitungan volume serpih dilakukan sebagai koreksi pada porositas
total sehingga dapat diperoleh porositas efektif batuan reservoar.

Dalam melakukan evaluasi kuntitatif parameter-parameter yang harus


diidentifikasikan adalah:

1. Porositas (kesarangan)

Porositas adalah fraksi ruang pori dalam batuan, atau dapat dikatakan sebagai
kemampuan batuan reservoar untuk menyimpan fluida.

a. Dengan menggunakan log densitas

27 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Berdasarkan data log Densitas, porositas (Φd) pada batuan yang cleandapat
diperoleh dengan :

ΦD=ρma-ρb : ρma-ρf

b. Dengan menggunakan log neutron


Untuk formasi bersih lempung harga porositas dapat di baca dari log
kemudian di koreksi terhadap jenis litologi.untuk formasi lempungan harga
tersebut diatas harus dikoreksi dengan persamaan :

ΦNc = ΦN-(ΦN-Vsh)
c. Dengan menggunakan porositas efektif
Porositas efektif didapatkan dari nilai rata-rata porositas log densitas dan
porositas log neutron dengan rumus (Dewan , 1983)

(ΦDc+ΦNc)
Φe= 2

d. Tahanan Jenis Formasi (Rw)


Tahanan jenis air formasi merupakan tahanan jenis air yang terdapat dalam
formasi sebelum formasi tersebut di tembus oleh bit pemboran . air yang
terdapat di dalam formasi sebelum di tembus oleh bit pemboran ini sering
di sebut connate water . Tahanan jenis air formasi (Rw) dapat di tentukan
dengan berbagai cara :
𝑅𝑡 ∗ Φeᵐ
Rw = 𝑅𝑤𝛼(min )
𝛼

e. Kejenuhan air formasi (Sw)


Harga kejenuhan air formasi dapat di tentukan dengan menggunakan
persamaan dari Arcie (1942) , Indonesia (1971) , Simandoux (1972) dan
dari persamaan Modifikasi Simandoux (1986) . Rumus persamaan Arcie
(1942) biasa nya di gunakan pada cleanningsand formation :
𝑆𝑤 = √(α ∗ Rw)/(Φᵐ ∗ Rt)

4.2.1 Interpretasi

 W19 kedalaman 1904

28 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Vsh = 41,66%

ΦD = 0,27

ΦNc = 0,35

Φe = 0,31

Rw= 0,76

Sw= 0,97

So= 1-Sw = 1-0,97 = 0,03 = 3%

 W19 kedalaman 1790

Vsh= 32,8%

ΦD = 0,30

ΦNc = 0,34

Φe = 0,32

Rw= 0,21

Sw= 0,50

So= 1-0,50 = 50%

 W34 kedalaman 1810

Vsh= 67,24%

ΦD = 0,29

ΦNc = 0,26

Φe = 0,015

Rw= 0,00085

Sw= 0,43

So= 1-0,43 = 0,57 = 57%

29 | M Raja Doli Siregar (410015102)


BAB V

KORELASI STRUKTUR GEOLOGI

5.1 Dasar Teori

Korelasi ialah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan


satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu (Sandi
Stratigrafi Indonesia, 1996).

Menurut North American Stratigraphy Code (1983) ada tiga macam prinsip dari
korelasi, yaitu :

 Litokorelasi, yang menghubungkan unit yang sama pada litologi dan posisi
stratigrafinya.
 Biokorelasi, yang secara cepat menyamakan fosil dan posisi
biostratigrafinya.
 Kronokorelasi, yang secara cepat menyesuaikan umur dan posisi
kronostratigrafi.

Log adalah suatu terminologi yang secara original mengacu pada hubungan nilai
dengan kedalaman, yang diambil dari pengamatan kembali (mudlog). Sekarang itu
diambil sebagai suatu pernyataan untuk semua pengukuran kedalam lubang sumur
(Mastoadji, 2007)

Tahapan Korelasi Log Sumur (Well Log)

1. Penyamaan Datum (Flatten)

Tahap awal dalam melakukan korelasi suatu unit stratigrafi terlebih dahulu
kita harus menyamakan datum yang akan dipakai (Di-flatten pada satu datum),
datum yang dipakai harus sama antara satu sumur dengan sumur lainnya supaya
sumur dapat dikorelasikan. Datum merupakan suatu kesamaan data yang dimiliki
oleh semua sumur yang akan dikorelasikan, datum tersebut dapat berupa kedalaman
(depth) lapisan maupun kesamaan waktu geologi yang dikontrol oleh dinamika
muka air laut (principal of stratigraphic sequence) dalam hal ini yang biasa dipakai
adalah Maximum Flooding Surface (MFS), Unconformity (UC) / Sequence

30 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Boundary (SB). Maximum flooding surface dapat teridentifikasi oleh adanya
maximum

landward onlap dari lapisan marine pada batas basin dan kenaikan
maksimum secara relatif dari sea level (Armentout, 1991), MFS biasanya
ditunjukan oleh adanya akumulasi shale yang melimpah yang merupakan amplitude
dari log pada daerah shale (High gamma ray), akan tetapi pada kondisi litologi
berupa batugamping terumbu (Reef Carbonate) MFS biasanya ditandai oleh
pertumbuhan gamping yang optimal pada saat genang laut sehingga datum yang
dipakai yaitu pada zona reservoir (low gamma ray) yaitu kondisi dimana log gamma
ray menunjukan akumulasi batugamping yang sangat melimpah.

Unconformity merupakan suatu jeda pengendapan (hiatus) yang terjadi pada


kondisi diatas muka air laut (Sub aerial) yang biasanya ditunjukan oleh perubahan
drastis dari fining upward menjadi coarsening upward atau sebaliknya, sebagian
ahli menyamakan antara sequence boundary dengan unconformity, sedangkan
pengertian sequence boundary sendiri merupakan batas atas dan bawah satuan
sikuen stratigrafi yang berupa bidang ketidakselarasan atau bidang-bidang
keselarasan padanannya (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

31 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Gambar 1. Kandidat Sequence Boundary (SB) Dan Maximum Flooding
Surface (MSF) (Possamentier & Allen 1999)

Masing-masing flatten dalam korelasi stratigrafi memiliki fungsi yang


berbeda, untuk mengetahui deformasi struktur geologi yang telah terjadi sepanjang
waktu geologi kita dapat melakukan flatten pada kedalaman (depth) yang sama
pada masing-masing sumur dimana dalam

flatten ini kondisi stratigrafi yang diamati adalah kondisi pada saat ini
(setelah terdeformasi), korelasi ini dinamakan dengan korelasi struktur. Sedangkan
untuk melihat distribusi reservoir dan gejala sedimentasi dengan baik kita dapat
melakukan flatten pada salah satu datum sikuen stratigrafi umumnya pada Maximun
Flooding Surface (FS), korelasi ini dinamakan dengan korelasi stratigrafi.

Gambar 2. Flatten Pada Maximum Flooding Surface (MFS)

32 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Gambar 3. Flatten Pada Kedalaman (depth)

2. Korelasi Lapisan Reservoir

Prinsip dari korelasi stratigrafi adalah untuk menyamakan umur suatu lapisan
sejenis dalam satu sumur dengan sumur lainnya, karena dalam hal ini korelasi
digunakan untuk kepentingan eksplorasi minyak dan gas bumi maka korelasi perlu
dikombinasikan antara kronokorelasi (menggunakan prinsip sikuen stratigrafi) dan
litokorelasi. Biasanya lapisan yang dikorelasikan adalah lapisan reservoir baik itu
sandstone maupun limestone karena lapisan inilah yang memungkinkan untuk
menyimpan dan mengalirkan hidrokarbon dalam jumlah yang ekonomis.

Untuk mengetahui kesamaan lapisan tersebut kita dapat membaca pola dari log
sumur baik itu log gamma ray, resistivity, neutron, density maupun photoelectric
dan juga bila perlu dikalibrasi dengan data sampel cutting dan side wall core untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Lapisan dengan litologi sejenis dan memiliki
umur geologi yang sama diasumsikan akan menghasilkan pola kurva log yang sama
ketika dideteksi oleh logging tools sehingga kesamaan pada masing-masing sumur
tersebut dapat ditarik garis korelasi.

33 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Setelah menggantung log pada datum kedalaman (depth) maupun sikuen
stratigrafi (MFS, SB/UC) selanjutnya kita dapat dengan mudah melakukan korelasi
lapisan pada masing-masing sumur, korelasi dapat dilakukan dengan melihat
litologi penciri pada masing-masing sumur misalnya batubara (coal), dapat juga
dilakukan dengan membaca pola log gamma ray, log ini membaca kandungan
radioaktif pada batuan dimana semakin tinggi kandungan radioaktifnya maka log
gamma ray akan menunjukan nilai yang tinggi. Gamma ray dengan nilai yang
tinggi biasanya mencirikan litologi berbutir halus (shaly) sedangkan gamma ray
dengan harga yang rendah biasanya menunjukan litologi berupa reservoir baik itu
sandstone maupun limestone, akan tetapi dalam kondisi lapangan tertentu juga
ditemukan high gamma ray sand dimana lapisan sandstone banyak mengandung
mineral feldspar sehingga kurva log gamma ray akan menunjukan defleksi nilai
yang tinggi disebabkan oleh mineral feldspar yang bersifat radioaktif (Terutama
Potassium), untuk itu dalam penentuan zona reservoir kita juga harus membaca log
lain dan di kalibrasi dengan sampel cutting dan side wall core.

Ada beberapa pola pada log gamma ray yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk mempermudah dalam korelasi diantaranya pola bell shape, funnel,
symmetric, irregular dan blocky/boxcar seperti yang ditunjukan oleh gambar 4.
Pola-pola tersebut menunjukan gejala sedimentasi yang berbeda dimana faktor
yang mempengaruhi gejala sedimentasi tersebut dikontrol oleh suplai sedimen,
ruang akomodasi, perubahan muka air laut dan subsiden. Pola-pola log tersebut juga
dapat menunjukan perbedaan fasies dan lingkungan pengendapan yang dikenal
dengan istilah elektrofasies.

34 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Gambar 4. Pola Log Gamma Ray (Cant, 1992)

Setelah membaca kesamaan pola pada log gamma ray kita juga harus
membaca pada log resistivity, log ini membaca nilai resistivitas dari suatu fluida
pada lapisan batuan sehingga jika kandungan fluidanya sama maka log
resistivitasnya akan menunjukan harga yang sama, akan tetapi pada suatu reservoir
sering kali kandungan fluidanya berbeda dikarenakan adanya perbedaan
hydrocarbon to water contact yang biasanya dikontrol oleh sistem jebakan
hidrokarbon (Gambar 5), kasus ini sering terjadi pada lapisan antiklin dimana pada
lapisan puncak antiklin akan terbaca sebagai hidrokarbon yang menunjukan
resistivitas tinggi dan semakin rendah akan terbaca sebagai water yang memiliki
resistivitas rendah.

Pembacaan pada log neutron dan density juga tidak kalah pentingnya, log
neutron akan membaca Hydrogen Index yang terkandung dalam batuan dengan
menembakan neutron kedalam formasi, dimana semakin tinggi kandungan
hidrogennya maka neutron yang dipantulkan kembali kedalam logging tools akan
semakin sedikit (log neutron menunjukan nilai yang rendah) dan sebaliknya ketika
kandungan hidrogen pada formasi sedikit maka jumlah neutron yang dipantulkan
kembali kedalam logging tools akan semakin banyak (log neutron menunjukan nilai
yang tinggi).

35 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Log density merupakan log yang membaca fungsi dari densitas batuan,
prinsip dari log ini adalah dengan menembakan sinar gamma kedalam formasi,
sinar gamma tersebut akan menendang elektron keluar dan ditangkap oleh detektor
dalam logging tools, banyaknya jumlah elektron yang ditangkap oleh detektor
merupakan fungsi dari nilai densitas formasi (semakin banyak elektron yang
ditangkap maka semakin tinggi densitas formasi dan sebaliknya).

Ketika dikombinasikan dengan interval skala yang berlawanan maka log


neutron dan density dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan
hidrokarbon yang ditunjukan oleh adanya cross over (butterfly effect), akan tetapi
kita perlu berhati-hati dalam mengkorelasikan hidrokarbon karena belum tentu
lapisan yang sama akan menunjukan adanya kandungan hidrokarbon yang serupa
yang disebabkan oleh hydrocarbon to water contact (Gambar 5). Setelah
diidentifikasi kesamaan pada kurva log masing-masing sumur maka kita dapat
menarik garis korelasi pada top formasi untuk sedimen silisiklastik dan pada base
formasi untuk reef carbonate.

3. Kalibrasi Dengan Penampang Seismik (Well Seismic Tie)

Setelah diketahui lapisan-lapisan yang diasumsikan sejenis dan seumur, dalam


korelasi log kita juga perlu mengkalibrasi data tersebut dengan data seismik yang
telah di lakukan picking horizon. Hal yang perlu diingat adalah seimik merupakan
fungsi dari waktu (Time) dan well log adalah fungsi dari kedalaman (depth dalam
feet/meter) sehingga kita perlu mengkonversi terlebih dahulu fungsi dari kedalaman
terhadap waktu. Well Seismic berfungsi untuk melihat sebaran lapisan dan struktur
geologi yang mendeformasi lapisan tersebut sehingga dapat dikoreksi apakah
lapisan yang diasumsikan berada pada satu horizon yang sama pada penampang
seimsik atau tidak, apabila ternyata lapisan yang diasumsikan berbeda horizon atau
lapisan terputus maka kita harus mereview kembali hasil korelasi log kita sampai
hasil korelasi log kita match dengan horizon pada penampang seismik.

5.2 Interpretasi

Di line 1 dan line 2 terdapat sumur yang di temukan 2 elektrofasies yaitu


Starated dan Bell . untuk litologi di line 1 , menurut geologi regional nya berada di

36 | M Raja Doli Siregar (410015102)


formasi Manggala cekungan Sumatera berupa Batu Pasir konglomerat yang
berukuran pasir kasar-pasir halus , untuk elektrofasies nya ada fasies Starated yang
ada di sumur W22-W19-W34 (tidak menerus) dan fasies Bell yang ada di umur
W22-W19-W34-W11 dan W10 (menerus) . untuk lingkungan pengendapan nya di
Starated itu fluvial , shelf dan distal deep marine sloops dan untuk lingkungan
pengendapan di Bell itu fluvial point bar , tidal point bar , deep tidal channel dan
transgressive shelf . di line 2 terdapat 2 elektrofasies yang sama yaitu Starated dan
Bell , untuk litologi nya pun masih sama seperti di line 1 karena berada di formasi
yang sama , hanya saja semua sumur di line 2 elektrofasies nya menerus dan ada 4
sumur . untuk struktur geologi nya ada sesar turun dan daerah ini berada di zona
half graben .

37 | M Raja Doli Siregar (410015102)


BAB VI

PETA BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN

6.1 Dasar Teori

Peta Bawah Permukaan

Penggambaran garis kontur merupakan suatu operasi teknik mekanistik


yang harus dibimbing oleh pemikiran geologi dan apresiasi estetika. Dengan
demikian tidakada rumus-rumus untuk garis kontur, akan tetapi ada prinsip-prinsip
tertentu yang harus diikuti dalam menggambarkan garis kontur.

Garis Kontur

Sebagaimana telah diuraikan garis kontur adalah garis iso, atau persamaan
nilai dari suatu sifat/keadaan yang dinyatakan dalam angka numeris dan bersifat
kuantitatif.

Antara (Spacing)

Jarak antara dua garis kontur yang berdekatan secara horizontal/lateral


dinyatakan dalam ukuran skala.

Interval Kontur

Perbedaan antara dua garis kontur yang berdekatan. Interval selalu


merupakan angka konstan untuk seluruh peta.

Nilai Kontur

Nilai kontur harus selalu merupakan angka bulat atau angka yang
mudah/simple. Pemilihan nilai kontur dan interval kontur sangat erat hubungannya
dengan :

1. Ketelitian data dalam titik control, misalnya pembacaan kedalaman


tidak dapat lebih teliti dari 0,5 m maka interval kontur harus paling
sedikit 1m.

2. Kecepatan perubahan nilai secara lateral atau antara (spacing)

38 | M Raja Doli Siregar (410015102)


3. Jika perubahan terlalu cepat maka interval harus besar sehingga spacing
tidak terlalu rapat.

4. Dalam pemilihan nilai kontur harus dipergunakan angka-angka mudah,


puluhan, ratusan, tengahan, limapuluhan, angka-angka genap atau
fraksi.

Titik Kontrol

Titik control adalah setiap lokasi dalam dimana data didapatkan. Titik ini
dapat berupa sumur pemboran (kering ataupun yang menghasilkan minyak)
ataupun berupa sumur pemboran disebut control sumur (well-control).Peta-peta,
nama serta nomor biasanya dinyatakan pada titik tersebut.

Jika yang dipetakan adalah struktur geologi atau bentuk tektonik, maka
harus dapat kita bayangkan bentuk-bentuk lipatan, struktur, antiklin, sumbu-sumbu
lipatan, patahan dsb, yang akan membimbing kita dalam memberikan bentuk pada
garis kontur.

Jika yang dipetakan adalah fasies sedimen, maka harus dapat kita
bayangkan asal transport sedimen, garis pantai, batas energi gelombang, bentuk
cekungan, penebalan sediment dsb.

Pembuatan Peta

1. Peta Top Structure

Peta ini menunjukkan penyebaran suatu lapisan dibawah permukaan


berdasarkan dari top lapisan tersebut. Penyebaran puncak lapisan dapat berupa
sinklin, antiklin ataupun datar. Peta ini didapatkan dengan mencantumkan “meter
bawah permukaan laut” (mbpl) top lapisan pada setiap sumur. Nilai-nilai ini sebagai
acuan untuk membuat kontur struktur.

39 | M Raja Doli Siregar (410015102)


2. Peta Bottom Structure

Peta ini menunjukkan penyebaran suatu lapisan dibawah permukaan


berdasarkan dari bottom lapisan tersebut. Penyebaran puncak lapisan dapat berupa
sinklin, antiklin ataupun datar. Peta ini didapatkan dengan mencantumkan “meter
bawah permukaan laut” (mbpl) bottom lapisan pada setiap sumur. Nilai-nilai ini
sebagai acuan untuk membuat kontur struktur.

3. Peta Fluid Contact

Peta-peta ini menggambarkan garis-garis yang menghubungkan titik-titik


suatu formasi/lapisan dengan ketebalan yang sama. Dalam peta bawah permukaan,
peta ini merupakan peta batas OWC (Oil-Water Contact) yang diplotkan dan di-
overlay pada top dan bottom structure.

4. Peta Gross Sand

Mekanisme pembuatan peta gross sand sama dengan pembuatan peta top
structure, namun data yang digunakan dalam pembuatan peta ini adalah ketebalan
dari suatu lapisan. Dengan demikian peta gross sand tidak berhubungan dengan
ketinggian atau kedalaman tetapi peta ini menggambarkan penyebaran tebal
tipisnya lapisan.

5. Peta Net Sand

Peta ini menggambarkan akumulasi ketebalan batupasir, tidak termasuk


akumulasi pengotor seperti batulempung dan sebagainya yang ada dalam suatu
lapisan. Sama halnya dengan peta gross sand, peta ini tidak berhubungan dengan
ketinggian melainkan menggambarkan ketebalan.

6. Peta Net Pay

Peta ini menggambarkan ketebalan batupasir yang mengandung


hidrokarbon. Lain halnya dengan peta net sand yang menginformasikan ketebalan
batupasir secara keseluruhan. Informasi yang dapat dilihat pada peta ini adalah pola
penyebaran lapisan yang ditunjukkan dengan kontur, penyebaran ketebalan

40 | M Raja Doli Siregar (410015102)


batupasir yang ditunjukkan dengan kontur net sand dan fluid contact (OWC).
Dengan demikian peta net pay merupakan gabungan dari peta fluid contact dan net
sand.

Menghitung Cadangan

Metode perhitungan cadangan dalam dunia perminyakan adalah jumlah


kandungan hidrokarbon yang terdapat didalam reservoir. Berdasarkan nilainya,
cadangan digolongkan dalam :

1. Cadangan Minyak mula-mula di Reservoir (STOIIP)

Merupakan jumlah cadangan minyak pada reservoir secara keseluruhan


sebelum diproduksikan, biasa ditulis dengan STOIIP.

2. Cadangan Minyak Ekonomis (Recoverable Reserve)

Cadangan minyak ekonomis adalah jumlah cadangan minyak yang terdapat


pada reservoir yang biasa diproduksikan, biasa dinotasikan RR.

Perbandingan antara cadangan minyak ekonomis dengan cadangan minyak


mula mula disebut sebagai recovery factor, secara matematis adalah :

Metode Perhitungan Cadangan

Secara umum perhitungan cadangan dapat dilakukan dengan 4 metode,


yaitu :

1. Metode Volumetrik

2. Metode Material Balance

3. Metode Decline Curva (kurva penurunan produksi)

4. Metode Monte Carlo

1. Volume Bulk Reservoir

Dalam perhitungan volume reservoir dibutuhkan data berupa net pay area
dan alat planimeter, dimana alat planimeter akan dapat mengukur luas masing-
masing kontur ketebalan yang ada pada peta net pay area.Kemudian dari bentuk

41 | M Raja Doli Siregar (410015102)


kontur yang ada pada peta tersebut,dapat digambarkan bentuk reservoir.Untuk
menghitung volume reservoir,ditentukan dengan dua cara,yaitu cara pyramidal dan
cara trapezoidal.

a. Cara Pyramidal

Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang


berurutan kurang atau sama dengan 0,5 atau An+1/An<0,5 (Sylvan,J.Pirson,1985).

Dimana persamaan yang digunakan :

Vb = h/3 x (An + An+1 + √An x An+1)

b. Cara Trapezoidal

Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang


berurutan lebih dari 0,5 atau An+1/An>0,5 (Sylvan,J.Pirson,1985).

Dimana persamaan yang digunakan :

Vb = h/2 x (An + An+1)

Dimana :

Vb = Volume Bulk, (m³)

H = Interval garis-garis net pay area (m)

An = Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay terendah (m²)

An+1 = Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay diatasnya (m²)

2. Penentuan Cadangan Minyak dengan Metode Volumetris

Pada metode ini perhitungan didasarkan pada persamaan volume, data-data


yang menunjang dalam perhitungan cadangan ini adalah porositas dan saturasi
hidrokarbon, persamaan yang digunakan dalam metode volumetric adalah :

STOIIP = 77758 x Vb x Ф x Sh (STB)

Boi

42 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Atau

STOIIP = Vb x Ф x Sh (STM³)

BOI

Dimana :

STOIIP : Volume hidrokarbon mula-mula (a) STB atau (b) STM³

Vb : Volume reservoir, (a) acre feet atau (b) STM³

Ф : Porositas batuan

Sh : Hidrokarbon saturasi

Boi : Faktor volume formasi minyak mula-mula (a) BBL/STB


atau (b) m³/STM³.

7758 : Konstanta konversi, BBL/acre feet

Sedangkan cadangan minyak yang dapat terambil adalah :

RR = STOIIP x RF

Dimana

STOIIP : Volume hidrokarbon mula-mula,STB atau STM³

RR : Cadangan hidrokarbon yang dapat diambil,STB atau STM³

RF : Harga recovery factor.

a. Interpretasi

Berdasarkan dari data 3 log didapati tiga zona batupasir z1, z2, dan z3.
Setelah dilakukan analisis dari log densitas, log neutron, dan resistivity yang paling
prospek adalah z1.

Pada z1 memiliki nilai separasi positif dengan deflaksi kurva relaatif besar,
z1 berda pada kedalaman kurang lebih 1885 – 1890 di well log, kedalaman kurang

43 | M Raja Doli Siregar (410015102)


lebih 1970 – 1975 di w34, dan kedalaman kurang lebih 1990-1995 pada w33, dan
nilai resistivity defleksinya relative besar.

Analysis kuantitatif pada nilai vsh yang dihitung memiliki nilai kisaran
0.13- 0.19 nilai ϕ matrik kisaran 0.33-0.35 dan nilai Sw 0.14-0.15 untuk prospek
hidrokarbon, dan pada w34 memiliki nilai vsh kisaran nilai 0.19-0.27. Pada W33
memiliki nilai vhs kisaran 0.52-0.66, nilai ϕmat kisaran mulai 0.13-0.16 dan Sw
kisaran nilai o.24-0.25, dari nilai perhitungan ini diindikasikan fluida memiliki
kandungan minyak dengan cadangan hidrokarbon sebesar 7910149.06 BBI.

44 | M Raja Doli Siregar (410015102)


BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Jadi dapat kita simpulkan dalam pembuatan laporan ini yaitu kita
mengetahui Geologi minyak Bumi adalah salah satu cabang ilmu geologi untuk
mengetahui keberadaan minyak Bumi di bawah tanah, kemudian mengeksplorasi
dan memproduksinya. Secara umum ada dua jenis geologi minyak Bumi, yaitu
geologi eksplorasi minyak Bumi yang mencakup pencarian minyak Bumi dan
geologi produksi minyak Bumi. Produksi minyak Bumi dalam bidang perminyakan
bukan diartikan untuk membuat minyak Bumi, tetapi hanyalah membuat fasilitas
untuk mengalirkan minyak Bumi dari bawah tanah ke atas permukaan tanah,
dengan menggunakan pemboran dan pompa-pompa. Tidak cuman hanya itu kita
juga bisa belajar tentang perhitungan – perhitungan tentang prospek minyak bumi
yang akan berguna bagi dunia pekerjaan.

7.2 Saran

Terima kasih kepada asisten dosen Praktikum Geologi Minyak Bumi yang telah
memberikan Ilmu yang bermanfaan semoga ilmu ini bisa saya ambil dan terapkan
dan berguna

45 | M Raja Doli Siregar (410015102)


DAFTAR PUSTAKA

Asquith, G.B and Gibson, C.R. 1982. "Basic well Log Analysis for Geologisr.
AAPG. Tulsa
Asquith, G., Krygowski, D., 2004. Basic Well Log Analysis Second Edition. Tusla.
AAPG. 239h
Bacon. M. Simm, R., & Redsha. T. 2003, 3-D seismic lnterpretation. Cambridge
The Press Syndicate of The University of Cambridge.
Bassiouni, Z., and Rhea J J., 1994. Theory, Measurement, and Interpretation of
Well Log. Society of Petroleum Engineers, United States of America.
Brown, R. Alistair, 2004. Interpretation of Three-Dimensional Seismic Data. Tulsa
AAPG and SEG.
Darling, T. 1988. Well Logging and Formation Evaluation.
Dewan, John T. "Modern Open Hole Log Interpretation Tulsa.
Glover, Paul W.J., Petrophysic. Department of Geology and Petroleum Geology
University of Aberdeen UK.
Halliburton 1995. "Electrical Microimages Tool”
Halliburton. 2004. Presentasi Tentang Logging
Harsono, A, 1997. "Evaluas Formasi dan Aplikasi Log".
Hunt. 1995. Petroeum Geochemistry and Geology New york, wH Freeman
Company
Kosoemadinata. R.P. 1971. Teknik Evaluasi Geologi Bawah Permukaan. ITB,
Bandung
Koesoemadinata. R.P. 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1980. Sandi Stratigrafi lndonesia. IAGI. Jakarta
Petter and Cassa. 1994. Applied source rock geochemistry. USA. AAPG
Rider, M. 2002. The geologicas terpretation of Well Logs scottand, Rider-French
Consulting Ltd
Schlumberger. 1972. Log intepretation vol iPrinciple. Schlumberger utd New York
Schlumberger. 1986. Log intepretation charts. Schlumberger wel service. Jakarta
Schlumberger. "Dipmeter Interpretation Shlumberger Ltd. New York.
Selley, Richard c. "Eements of Petroleum Geology second edition. USA. Academic
Press,

46 | M Raja Doli Siregar (410015102)


Sukmono, S. 1999. Seismik Stratigrafi ITB. Bandung
Visher, Glenn S. 1984. "Exploration Stratigraphy Tulsa, Oklahoma. Penmwell
Publishing Compeny.
Tissot. 1984. Petroleum Formation and occurrence New York. Springer-verlag
Waples, Douglas W. 1945. "Geochemistry in Petroleum Exploration'. Holland.
D. Reider Publishing Company.
Western Atlas International. 1987. Fundamentals of Diplog Analysis Singapore.
Wilkins, Ronald W.T., N.J Russel, dan M.V. Ellacott, 1946b. Flourescence
Alteration and Thermal Maturity Modelling of Carnarvon Basin Wells, Proc.
Of the Petroleum Exploration Society of Australia Symposium, Perth, hh 415-
432.

47 | M Raja Doli Siregar (410015102)

Anda mungkin juga menyukai