Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pabrik Gula
Dalam proses produksi agroindustry diperlukan berbagai bahan, air dan
energi untuk menghasilkan suatu produk. Namun demikian, dalam proses produksi tidak ada efisisensi yang sempurna, sehingga masih dihasilkan limbah baik padat, cair maupun gas. Limbah dapat didefinisikan sebagai sisa hasil proses produksi yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola lagi agar tidak menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Sedangkan air limbah didefinisikan sebagai sia hasil proses produksi yang berbentuk cair yang tidak dimanfaatkan lagi dan harus dikelola. Air limbah ini perlu dilakukan pengolahan agar tidak menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Dengan demikian, setiap limbah cair yang dihasilkan harus dikelola dengan baik berdasarkan karakteristiknya agar dapat menurunkan kualitas bahan pencemar yang terkandung didalamnya dan aman dibuang ke lingkungan. Indonesia adalah negara agraris dengan iklim subtropis. Di sinilah tumbuh dengan subur tanaman tebu dan bahkan Indonesia dikenal dengan cikal bakal tebu dunia. Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula (gula kristal putih, white sugar plantation) di pabrik gula. Dalam operasionalnya setiap musim giling (setahun), pabrik gula selalu mengeluarkan limbah yang berbentuk cairan, padatan dan gas. Limbah cair meliputi cairan bekas analisa di laboratorium dan luberan bahan olah yang tidak disengaja. Limbah padat meliputi ampas tebu, abu dan debu hasil pembakaran ampas di ketel, padatan bekas analisa laboratorium, blotong dan tetes. Limbah gas meliputi gas cerobong ketel dan gas SO2 dari cerobong reaktor pemurnian cara sulfitasi. 1. Limbah Padat Limbah padat adalah hasil buangan industry atau pabrik yang berupa padatan, lumpur, atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula, pulp, kertas, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan atau daging. Pabrik gula menghasilkan limbah padat antara lain : Ampas tebu (bagase) Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula, diproduksi dalam jumlah 32 % tebu, atau sekitar 10,5 juta ton per tahun atau per musim giling se Indonesia. Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk \pendamping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar ketel untuk memproduksi energi keperluan proses, yaitu sekitar 10,2 juta ton per tahun (97,4 % produksi ampas). Sisanya (sekitar 0,3 juta ton per tahun) terhampar di lahan pabrik sehingga dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar pabrik gula. Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan mengalami fermentasi yang menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan mencapai 94oC akan terjadi kebakaran spontan. Blotong Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, diproduksi sekitar 3,8 % tebu atau sekitar 1,3 juta ton. Limbah ini sebagian besar diambil petani untuk dipakai sebagai pupuk, sebagian yang lain dibuang di lahan tebuka, dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar lahan tersebut. Tetes (molasses) Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 % tebu atau sekitar 1,5 juta ton. Tetes tebu sebagai produk pendamping karena sebagian besar dipakai sebagai bahan baku industri lain seperti vetsin (sodium glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan untuk komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini dibutuhkan kandungan gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes tebu yang dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang mengalami kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya, tangki tidak cukup menampung karena tetes kurang laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan dalam penyimpanan di tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi. 2. Limbah Cair Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang kelingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Pabrik gula menghasilkan gula cair, antara lain : Vinasse Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam proses pembuatan 1 liter Ethanol akan dihasilkan limbah (vinasse) sebanyak 13 liter (1 : 13). Dari angka perbandingan di atas maka semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak tertangani dengan baik maka di kemudian hari, limbah ini akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi lingkungan. Cairan bekas analisa (Pb) Dalam analisa kontrol kualitas bahan alur proses di laboratorium dihasilkan limbah bekas analisa yang berbentuk cairan dan padatan yang mengandung logam berat (Pb). Logam tersebut berasal dari bahan penjernih Pb- asetat basa yang digunakan untuk analisa gula dalam pengawasan pabrikasi. Bahan penjernih tersebut telah digunakan sudah cukup lama. Diperkirakan untuk pabrik gula yang berkapasitas 4000 ton tebu per hari diperlukan tidak kurang dari 100 kg Pb per musim giling. 3. Limbah Gas Limbah gas adalah limbah yang berasal dari bahan alami ataupun sebagai hasil aktivitas manusia yang berbentuk molekul-molekul gas. Pada umumnya limbah gas yang berasal dari pabrik biasanya bersifat mencemari udara. Pabrik gula menghasilkan limbah cair berupa asap dan debu.
Penanganan Limbah Pabrik Gula
1. Limbah Padat Ampas Tebu (bagasse) Sisa ampas atau ampas lebih (bagasse) biasanya dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku energi listrik, media kompos dan lain-lain. Namun, penanganan awal yang bijak untuk sisa ampas (produksi ampas – ampas yang telah digunakan sebagai pembangkit energi untuk proses) adalah dikempa terlebih dahulu menjadi bal (kubus). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan berat jenis ampas, kemudian diikat agar ampas tidak mudah lepas berterbangan. Selanjutnya ampas bal siap untuk digudangkan. Blotong Penanganan awal untuk sisa blotong (produksi blotong – blotong yang telah dimanfaatkan petani) perlu ditangani dengan cara menanam ke dalam lubang pembuangan awal sebelum dimanfaatkan kembali sebagai pupuk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pandangan dan bau yang tidak sedap. Tetes (molasses) Limbah tetes (molasses) dapat ditangani dengan cara melakukan penyimpanan tetes tebu dalam tangki. Hal ini diatasi dengan cara mengantisipasi suhu tetes, yaitu sebelum dikirim ke tangki tetes suhu tetes harus berkisar antara 35 – 40oC. Misalnya dengan cara melewatkan tetes tersebut melalui pendingin sehingga tetes yang keluar dari pendingin tersebut berkisar 35 – 40oC. 2. Limbah Cair Cairan bekas analisa (Pb) Limbah cair bekas analisa gula di laboratorium ditangani dengan cara mengumpulkan cairan (filtrat) tersebut untuk di-elektrolisis agar logam berat menempel pada elektroda. Logam berat diambil dari elektroda sebagai limbah padat. Bersama-sama dengan limbah padat bekas analisa gula di laboratorium dan limbah padat lainnya ditanam bersama ke dalam tempat pembuangan akhir. Selanjutnya limbah cair yang telah ditritmen dinetralkan, kemudian bersama-sama dengan cairan lainnya (pendingin alat mesin pabrik, luberan bahan olah yang tidak disengaja, air kebutuhan karyawan pabrik) dikeluarkan dari pabrik dan dikirim ke tempat pengolahan limbah dengan teknologi sistem Biotray. Sistem ini dapat mengolah air limbah untuk dipakai kembali sehingga dapat mengurangi suplesi air segar sampai 0,6 – 1 M3 per ton tebu dan beban polutan dapat diturunkan sampai nihil. 3. Limbah Gas Debu dan abu hasil pembakaran ampas Penanganan debu hasil pembakaran ampas dilakukan dengan cara menangkap debu tersebut dengan menggunakan dust collector yaitu wet atau dry scrubber sebelum keluar melalui cerobong ketel. Debu dan abu hasil pembakaran ampas ditanam bersama dalam tempat pembuangan akhir kemudian disiram air. Hal ini dilakukan agar debu dan abu tersebut aman terhadap lingkungan, menghindari kebakaran karena dikhawatirkan abu masih mengandung bara api yang latent. Pencegahan Limbah