Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

DI RUMAH SAKIT SAMBANG LIHUM

Pembimbing Klinik :

Pembimbing Akademik :

Oleh :

EKA PUTRI WULANDARI

P07120215047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Eka Putri Wulandari

Nim : P07120215047

Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan

Isolasi Sosial Di Rumah Sakit Sambang Lihum

Banjarmasin, April 2018

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

DI RUMAH SAKIT SAMBANG LIHUM

A. Masalah Utama
Isolasi Sosial

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang. 2007)
Isolasi sosial adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain. (Rawlins, 1993)
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. (Depkes RI,
2000)
Isolasi sosial adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan
dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
(Balitbang, 2007)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam. (Townsend, 1998)
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi
dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang
mengalami kerusakan interaksi sosial akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri. (Townsend,
1998)
Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,
tingkah maladaptif, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya.
(Stuard dan Sundeen, 1998)

2. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
a. Kurang spontan.
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
c. Ekspresi wajah kurang berseri.
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
f. Mengisolasi diri.
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan disekitarnya.
h. Asupan makanan dan minuman terganggu.
i. Retensi urine dan feses.
j. Aktivitas menurun.
k. Kurang energi (tenaga).
l. Rendah diri.
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).

`Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,


sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi
sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain bahkan lingkungan.
Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas
yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan
perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya,
sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif).
Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan
masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping keluarga
tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.

3. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri

Otonomi Depedensi Ketergantungan

Bekerja Sama Curiga Manipulasi

Interdependen Curiga

Gambar 3.1 Rentang Respon Isolasi Sosial

Sumber : Townsend (1998)

Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial :

a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain
individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.
Berikut ini adalah sikap yang termasuk respon adaptif :
1) Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi di lingkungan sosialnya.
2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain.
4) Interdependen, saling ketergantungan antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah suatu respon yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk
respon maladaptif :
1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

4. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

Tabel 4.1 Tugas Perkembangan Berhubungan Dengan Pertumbuhan Interpersonal

Tahap Perkembangan Tugas


Masa Bayi Menetapkan rasa percaya
Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa Pra Sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab,
dan hati nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa Pra Remaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis
kelamin
Masa Remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung pada orang tua
Masa Dewasa Muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai
anak
Masa Tengah Baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Masa Dewasa Tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterikatan dengan budaya
Sumber : Stuart dan Sundeen (1995) hal. 346

b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (Double
Bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.

c. Faktor Sosial Budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma – norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia
yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel –
sel dalam limbik dan daerah kortikal.

5. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
C. Pohon Masalah

Risti mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Defisit perawatan diri PPS : Halusinasi

Isolasi Sosial
Intoleransi Aktivitas

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

Gambar 3.2. Pohon Masalah Isolasi Sosial


D. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Isolasi sosial.
2. Harga diri rendah kronis.
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Koping keluarga tidak efektif.
6. Intoleransi aktivitas.
7. Defisit perawatan diri.
8. Risiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan.

E. Data Yang Perlu Dikaji


Masalah Data yang perlu dikaji
Keperawatan
Isolasi Sosial Subjektif :
1. Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
2. Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuk sendirian.
3. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
4. Tidak mau berkomunikasi.
5. Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau
teman dekat).

Objektif :

1. Kurang spontan.
2. Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
3. Ekspresi wajah kurang berseri.
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
6. Mengisolasi diri.
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
8. Asupan makanan dan minuman terganggu.
9. Retensi urine dan feses.
10. Aktivitas menurun.
11. Kurang berenergi atau bertenaga.
12. Rendah diri.
13. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya
pada posisi tidur).

F. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana tindakan keperawatan untuk klien.
Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.
b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
d. Mengajarkan kepada klien tentang cara berkenalan dengan satu orang.
e. Menganjurkan kepada klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian.

Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.


b. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan dengan
satu orang.
c. Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal harian klien.
b. Memberi kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih.
c. Menganjurkan kepada klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

2. Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga.


Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien isolasi sosial.

Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.

a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien isolasi social.


b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien isolasi sosial.

Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.

a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat.


b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai