Anda di halaman 1dari 3

RINGKASAN STUDI LITERATUR

5 March 2018

 Secara umum mekanisme kerja obat-obat tersebut dalam mengontrol kadar gula darah
dengan meningkatkan sekresi insulin dengan pemberian obat golongan sulfonilurea,
menurunkan resistensi insulin dengan obat golongan biguanid dan menurunkan absorpsi
glukosa postprandial dengan obat golongan inhibitor A-glucosidase.
 Mengukur tingkat stress  kuesioner HRS (Holmes Rating Scale), Psychometric
Properties of the Depression Anxiety Stress Scale 42, kuesioner DASS 42
 Tingkat stres yang tinggi dapat memicu kadar gula darah seseorang semakin meningkat,
sehingga semakin tinggi tingkat stres yang dialami oleh pasien diabetes, maka penyakit
diabetes melitus yang diderita akan semakin tambah buruk (Chritina & Mistra, 2008).
 Pada keadaan stress terjadi peningkatan ekskresi hormon katekolamin, glucagon,
glukokortikoid, endorphin, dan hormone pertumbuhan (Suherman, 2009).
 Situasi yang menimbulkan stress maka respon stress dapat berupa peningkatan hormone
adrenalin yang artinya dapat mengubah cadangan glikogen dalam hati menjadi glukosa.
 Secara teoritis, stress telah menghasilkan produksi Cortisol yang tinggi. Cortisol adalah
hormon yang melawan/ menangkal efek insulin, sehingga glukosa terhambat dan akan
mempengaruhi/ meningkatkan kadar gula, apabila orang memiliki tekanan darah tinggi,
ia akan menghasilkan gula darah yang tinggi juga.
 Sebagian gula yang ada dalam darah adalah hasil penyerapan dari usus dan sebagian lagi
dari hasil pemecahan simpanan energi dalam jaringan. Gula yang ada di usus bisa berasal
dari gula yang kita makan atau bisa juga hasil pemecahan zat tepung yang kita makan
dari nasi, ubi, jagung, kentang, roti, dan lain-lain
 Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress menstimulus organ
endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin mempunyai efek yang sangat kuat
dalam menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesis didalam hati, sehingga akan
melepaskan sejumlah besar glukosa ke dalam darah dalam beberapa menit.
 Stress kronis cenderung membuat seseorang senang dengan makanan yang manis untuk
meningkatkan kadar lemak serotonin otak, yang ini mempunyai efek penenang sementara untuk
meredakan stressnya.
 Keadaan ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya serta penyesuaian diri terhadap
kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan klien. Perubahan dalam
kehidupan, merupakan salah satu pemicu stres. Bahwa stres diawali adanya ketidakseimbangan
antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki individu. Semakin tinggi kesenjangan terjadi
semakin tinggi pula tingkat stres yang dialami individu
 Hipotesis hubungannya adalah adanya reaksi fisiologi terhadap stres yang dapat mempengaruhi
aksis hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem
simpatis dan sistem korteks adrenal. Mengaktivasi berbagai organ, sistem saraf simpatik
memberi respons terhadap impuls saraf dari hipotalamus. Sistem saraf simpatis juga memberi
sinyal ke medulla adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem
korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresi CRF (corticotropin releasing faktor) suatu
zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat dibawah hipotalamus. Kelenjar
hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH (adrenocorticotropic hormone), yang dibawa
melalui aliran darah ke korteks adrenal dan akan menstimulasi pelepasan hormon termasuk
glukagon yang merangsang hepar, otot, jaringan lemak untuk mengeluarkan energi yang
tersimpan disana (Dalami, Ermawati. 2010).
 Selain merangsang sekresi glukagon, epineprin ternyata memberikan dampak antagonis
terhadap fungsi insulin dan menghambat transpor glukosa yang dipicu insulin pada jaringan
perifer. Perubahan hormonal ini memicu glukoneogenesis maksimal dan menggangu glukosa di
perifer, menyebabkan hiperglikemia berat (Isselbacher, dkk. 2012).

DAFTAR JURNAL INTERNASIONAL


HUB. KEPATUHAN – KADAR GULA DARAH
 Dulmen, S. Van et al., 2007. Patient adherence to medical treatment : a review of reviews. BMC
health services research, 13, pp.1–13
 Dunham, P.J. & Karkula, J.M., 2012. Effects of a Pharmacy Care Program on Adherence and
Outcomes. The American Journal of Pharmacy Benefits, (February), pp.8–14. Available at:
www.ajpblive.com.
 Grant, R.W. et al., 2003. Polypharmacy and Medication Adherence in Patients With Type 2.
Diabetes Care, 26(February), pp.1408–1412.
 Kimberley Krapek et al., 2004. Medication adherence and associated hemoglobin A1c in type 2
diabetes. Annals of Pharmacotherapy, 38(9), pp.1357–62.
 Osterberg, L. & Terrence Blaschke, 2005. Adherence to Medication. The New England Journal of
Medicine, pp.487–497.
 American Diabetes Association, 2015, Standards Of Medical Care IN Diabetes-2015, Diabetes
Care., 38(1): S01-S94.
 American Diabetes Association, 2011, Illness And Treatment Perceptions Are Associated With
Adherence To Medications, Diet, And Exercise In Diabetic Patiens. Diabetes Care, 34:338

Anda mungkin juga menyukai