Anda di halaman 1dari 8

SYAFRI BARLIAN WARIS

(G 701 15 070)

1. Apakah anak-anak dapat menderita stroke ? serta apakah ada perbedaan


penatalaksanaan terapi stroke pada anak-anak dengan orang dewasa ?
Jawab :
Stroke iskemik merupakan jenis stroke yang paling banyak terjadi yaitu sekitar
88 % dari semua jenis stroke dan prevalensi kejadiannya meningkat seiring
dengan bertambahnya usia pasien. Prevalensi kejadian stroke pada usia ≥ 75
tahun berkisar 43,1 %-67,0 %. Namun pada anak-anak, penyakit stroke juga
dapat terjadi walaupun prevalensi kejadiannya sangat rendah. Pada anak-anak
kejadian stroke dapat terjadi akibat pola hidup yang tidak baik yang
mengakibatkan obesitas dan juga dapat disebebkan karena kelainan genetik
seperti karena kelainan pembuluh darah yang mana pembuluh darah otak
tersebut mengalami penipisan atau melemah sehingga menyebabkan pembuluh
darah dapat pecah dan mengakibatkan stroke hemoragik. Selain itu stroke pada
anak juga dapat di picu oleh terjadinya hiperkolestrolemia familial.
Hiperkolestrolemia familial adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak dapat
membentuk reseptor LDL akibat kelainan genetik sehingga kadar LDL bebas
dalam darah menjadi meningkat dan dapat memicu terbentuknya plak pada
dinding pembuluh darah. Plak yang terbentuk tersebut dapat menyumbat aliran
darah atau biasa disebut dengan arteroskleosis. Arterosklerosis tersebut lama
kelamaan dapat terkelupas. Bagian yang terkelupas tersebut kemudian akan
mengikuti aliran darah dan akan tersumbat pada pembuluh darah yang
berukuran kecil yaitu di arteri kranial yang terdapat di otak. Penyumbatan
aliran darah di arteri kranial di otak menyebabkan oksigen yang masuk ke sel-
sel otak tidak mencukupi. Kondisi ini disebut sebagai stroke iskmik. Untuk
pengobatannya antara anak-anak dan orang dewasa mempunyai prinsip yang
hampir sama. Pada anak-anak yang stroke iskemiknya disebebkan oleh pola
hidup yang tidak sehat maka untuk penanganan stroke akutnya hampir sama
dengan penanganan yang diberikan pada orang dewasa yaitu diberikan tPA
(tissue plasminogen) atau alteplase dan dapat juga diberikan aspirin. Untuk
pencegahan sekundernya maka dapat diberikan aspirin, alteplase, clopridogrel
atau kombinasi dipromadol untuk stroke non kardioemboli pada anak
sedangkan untuk stroke kardioembolinya digunakan warfarin. Untuk
penggunaan antihipertensi dan antihiperlipidemia pada anak dan orang dewasa
penderita stroke yang bukan disebabkan karena genetik pada dasarnya juga
sama yaitu obat golongan ACEI atau ARB maupun diuretik dan obat golongan
statin untuk hiperlipidemia. Namun apabila anak tersebut mengalami stroke
yang disebabkan oleh kelainan genetik khususnya kelainaan berupa
hiperlipidemia familial maka pengangannya sedikit berbeda dimana anak
tersebut akan mengkonsumsi obat antihiperlipidemia berupa obat golongan
statin tersebut seumur hidupnya.

2. Bagaimana penatalaksanaan terapi yang cocok untuk stroke iskemik pada ibu
hamil ?
Jawab :
Penatalaksanaan terapi pada ibu hamil yang mengalami stroke iskemik maka
perlu dipilihkan obat-obat yang tidak membahayakan janin yang dikandung
dan memiliki efektivitas yang baik dalam mengatasi stroke iskemik yang di
alami oleh ibu hamil tersebut. Untuk terapinya yaitu untuk penanganan akut
maka dapat diberikan obat alteplase tetapi harus dengan pertimbangan bahwa
efek menguntungkan yang dimiliki oleh obat ini untuk pasien tersebut jauh
lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya. Obat alteplase ini termasuk
kategori C untuk ibu hamil. Aspirin juga dapat diberikan tetapi dengan
pertimbangan yang sama seperti altepalse dalam hal keuntungan dan
kerugiannya. Apirin masuk kategori C untuk ibu hamil pada trimester 1 dan
masuk kategori D untuk ibu hamil dengan trimesetr ke 2 dan 3. Untuk
pencegahan sekundernya maka terapi stroke non kardioemboli yang paling
disarankan adalah menggunakan clopidogrel sebab clopidogrel termasuk
kategori B pada ibu hamil. Sedangkan untuk penggunaan warfarin harus
dihindari karena sangat berbahaya bagi janin. Warfarin termasuk dalam
kategori X pada ibu hamil. Untuk antihipertensinya maka obat yang paling
disarankan adalah diuretik Thiazid sebab obat ini masuk dalam kategori B
untuk ibu hamil sedangkan untuk obat golongan ACEI dan ARB sebaiknya di
hindari karena beresiko menyebabkan janin mengalami gagal ginjal yang
sifatnya irreversible. ACEI dan ARB termasuk dalam obat ketegori C untuk
ibu hamil. Sedangkan untuk penggunaan obat antihiperlipidemia maka hindari
penggunaan golongan statin seperti simvastatin, atorvatatin dan lain-lain
karena obat gologan statin termasuk dalam kategori X untuk ibu hamil. Sebagai
gantinya maka kita masih daapt mempertimbangkan penggunaan fenofibrat
selama obat ini memiliki keuntungan yang lebih besar bagi ibu hamil tersebut
dibandingakan kerugiannya. Fenofibrat termasuk kategori C untuk ibu hamil.

3. Kenapa obat diprimadol harus dikombinasikan dengan obat antiplatelet lain


serta bagaimana penatalaksanaan terapi stroke hemoragik ?
Jawab :
Obat diprimidol biasanya di kombinasikan dengan obat antiplatelet lain. Hal
ini karena obat diprimadol mempunyai efek yang rendah jika di gunakan dalam
terapi tunggal akan tetapi obat diprimadol ini akan efektif dan menghasilkan
efek antiplatelet yang maksimal apabila digunakan dalam terapi kombinasi.
Biasanya obat diprimadol ini di kombinasikan dengan obat aspirin. Untuk
penatalaksanaan terapi stroke hemoragik terbagi atas 2 yaitu terapi
menggunakan obat dan terapi pembedahan. Untuk terapi menggunakan obat
biasanya obat yang digunakan adalah agen hemostatic seperti faktor VII dan
protrombin complex concentrate (PCC), vitamin K, dan Fresh frozen plasma.
Tujuan dari pemberian terapi tersebut adalah untuk mencegah hilangnya darah
secara signifikan dengan cara menstimulasi proses hemostatis pada pembuluh
darak otak yang pecah tersebut. Sedangkan untuk terapi pembedahannya
adalah dengan melakukan bedah kraniotomi. Bedah kraniotomi adalah
pembedahan yang dilakukan dengan membuka atau membuat lubang pada
tulang tengkorak untuk mengurangi tekanaan intrakranial yang terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah otak serta memperbaiki struktur otak yang
mengalami gangguan.

4. Bagaimana penggunaan obat pada ibu hamil yang mengalami stroke iskemik
dan apakah obat-obat tersebut aman atau tidak dan jika tidak aman kenapa ?
Jawab :
Tidak semua obat-obat yang digunakan dalam stroke iskemik aman untuk ibu
hamil. Untuk obat-obat yang digunakan dalan terapi akut seperi alteplase dan
aspirin maka sebaiknya obat ini digunakan hanya jika keuntungannya pada ibu
hamil tersebut lebih besar dari pada kerugiannya. Alteplase dan aspirin
termasuk dalam ketegori c pada ibu hamil. Pada studi di hewan uji alteplase
menunjukkan terjadinya kerusakan janin namun pada manusia belum ada studi
yang tersedia. Aspirin dengan dosis penuh pada trimester akhir kehamilan
dapat menyebabkan persalinan tertunda serta menyebabkan berbagai gangguan
jantung dan paru pada bayi baru lahir dan resiko perdarahan bayi dan ibu hamil
tersebut. Aspirin masuk dalam kategori c pada ibu hamil untuk trimester 1 dan
kategori d untuk trimester 2 dan 3. Obat yang aman untuk ibu hamil dalam
terapi stroke untuk pencegahan sekunder non kardioemboli yaitu klopidogrel.
Untuk terapi kardioemboli berupa warfarin maka obat ini harus di hindari
penggunaannya apabila pasien sedang hamil. Warfarin termasuk dalam
kategori X pada ibu hamil. Efek warfarin pada janin dikenal dengan istilah
warfarin embryopathy, yang ditandai dengan nasal hypoplasia dan stippled
epiphyses (berbintik-bintik). Ciri yang lebih jarang terjadi dapat berupa
kelainan pada SSP dan mata. Insiden warfarin embryopathy berkisar 3,9 % dari
1399 kehamilan yang mengunakan warfarin yang dilaporkan. Pada saat
persalinan, warfarin meningkatkan kejadian perdarahan pada ibu dan juga
perdarahan otak pada janin pada saat melewati jalan lahir. Jika tetap harus
menggunakan antikoagulan maka dapat di pertimbangkan penggunaan heparin.
Heparin masuk dalam ketegori C untuk ibu hamil. Untuk obat-obat
antihipertensi pada stroke berupa ACEI dan ARB maka sebisa mungkin untuk
dihindari karena efek paling fatal terhadapa janin dari penggunaan terapi ACEI
dan ARB adalah gagal ginjal pada janin yang irreversible. Sehingga untuk
terapi antihipertensinya maka dapat digunkan hidroklorotiazid.
Hidroklorotiazid masuk dalam ketegori B pada ibu hamil sehingga aman untuk
digunakan. Untuk obat antihiperlipidemia pada stroke iskemik maka hindari
penggunaan obat golongan statin. Obat-obat golongan statin seperti
simvastatin masuk dalam kategori X pada ibu hamil. Penggunaannya dapat
menyebabkan peningkatan kejadian anomali konginetal pada janin. Oleh
karena itu apabila terapi antihiperlipidemia sangat dibutuhkan maka kita dapat
mempertimbangkan penggunaan fenofibrat. Obat fenofibrat ini masuk dalam
kategori C pada ibu hamil sehingga penggunaannya juga harus dengan
pertimbangan yang matang terkait keuntungan dan kerugiannya pada ibu hamil
dan janinnya.

5. Bagaimana cara menangani efek samping dari obat-obat stroke iskemik ?


Jawab :
Berikut ini efek samping dari obat-obat stroke iskemik dan cara penangannya
a. Aspirin
Efek Samping : Nyeri saluran cerna, ulserasi, pendarahan saluran cerna
Penanganan : Konsumsi obat aspirin sesudah makan untuk meminimalkan
efeknya pada saluran cerna. Jika punya riwayat tukak lambung maka
sebaiknya sebelum mengkonsumsi aspirin maka kita dapat mengkonsumsi
obat-obat seperti ranitidin ataupun ompeprazol untuk mengurangi asam
lambung ataupun menggunakan sukralat untuk melapisi mukosa lambung
agar efek dari aspirin terhadap saluran pencernaan berkurang
b. Clopidogrel dan Diprimadole
Efek samping : Gangguan gastrointestinal, nyeri perut, dispepsia
Penanganan : Konsumsi setelah makan, jika perlu gunakan obat-obat
ranitidin, omeprazol maupun sukralfat apabila efek samping clopidgrel dan
dipromadol tersebut berupa nyeri perut ataupun gangguan gastrointestinal
sudah sangat terasa
c. Hidroklorotiazid
Efek samping : Hiponatremia, Hipokalemia
Penanganan : Apabila terjadi defisiensi natrium ataupun kalium yang sudah
parah maka dapat digunakan infus natrium maupun infus kalium untuk
memperbaiki defisiensi elektrolit tersebut.
d. Captopril (Golongan ACEI)
Efek Samping : Batuk kering yang menetap
Penanganan : Apabila batuk kering tersebut sudah sangat mengganggu
maka dapat digunakan antitusif

6. Jelaskan hubungan antara hiperlipidemia dengan stroke ?


Jawab :
Hiperlipidemia sangat berhubungan erat dengan stroke. Apabila kadar lemak
dalam darah seseorang meningkat khusunya fraksi lipoprotein berupa LDL
maka makrofag yang ada dalam tubuh akan merespon dengan melakukan
fagositosis pada LDL tersebut lalu kemudian makrofag tersebut akan
melakukan transformasi membentuk sel busa dan mengendap pada pembuluh
darah. Kondisi ini disebut dengan arterosklerosis. Lemak yang menempel pada
pembuluh darah ini akan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menyebabkan kekakuan pembuluh darah. Apabila arterosklerosis ini
terjadi di pembuluh darah dekat otak maka pembuluh darah ini akan mengalami
sumbatan dan dapat mengalami pemecahan akibat kehilangan elastisitas
pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah di otak ini di sebut dengan storke
hemoragik. Apabila plak arterosklerosis yang terdapat di pembuluh darah
mengalami kerusakan maka plak tersebut akan beregerak mengikuti aliran
darah. Plak tersebut akan menyumbat di pembuluh darah yang diameternya
kecil yaitu di pembuluh darah otak sehingga terjadi sumbatan pada pembuluh
darah di otak. Kondisi ini disebut dengan stroke iskemik

7. Berapa lama waktu serangan stroke terjadi dan apakah harus di terapi atau tidak
?
Jawab :
Serangan stroke biasanya terjadi dalam kurun waktu sekitar 24 jam untuk
stroke ringan dan bertahun-tahun untuk stroke berat. Serangan stroke ringan
biasanya berupa Salah satu sisi mulut dan wajah penderita terlihat turun,
Lengan atau kaki yang mengalami kelumpuhan atau menjadi lemah sehingga
tidak bisa diangkat yang kemudian diikuti kelumpuhan pada satu sisi tubuh,
Cara bicara yang kacau dan tidak jelas, Kesulitan memahami kata-kata orang
lain, Kehilangan keseimbangan atau koordinasi tubuh, Pusing, Linglung,
Kesulitan menelan, Pandangan yang kabur atau kebutaan Kunci utama dalam
penanganan stroke pertama adalah kecepatan. Waktu penanganan terbaik untuk
mencegah serangan yang lebih parah sejak serangan pertama adalah 3 jam
pertama setelah serangan stroke pertama tersebut. Untuk serangan akut adalah
dengan menggunakan altepalse 0,9 mg/kg secara intravena atau aspirin 160-
325 mg. Penanganan 3 jam setelah seranagan pertama stroke sangat penting
untuk mencegah kerusakan otak yang lebih parah akibat kurangnya aliran
darah yang masuk ke otak akibat sumbatan pada pembuluh darah di otak. Dan
untuk pencegahan sekunder maka dapat di lanjutkan penggunaan aspirin tetapi
dengan dosis 50-325 mg, ataupun menggunakan obat clopidogrel, atau
kombinasi aspirin dan diprimadol. Apabila diketahui bahwan sumbatannya
disebabkan kerena kardioemboli maka dapat digunakan warfarin. Untuk
antihipertensinya maka digunakan obat golongan ACEI atau ARB maupun
diuretik thiazid dan untuk antihiperlipidemia maka dapat digunakan obat
golongan statin

8. Jelaskan perbedaan dari stroke iskemik dan hemoragik beserta perbedaan


penatalaksanaan terapinya ?
Jawab : Stroke iskmik adalah stroke yang terjadi karena sumbatan pembuluh
darah di otak. Sumbatan ini dapat karena adanya plak arterosklerosis yang
terkelupas sehingga menyumbat aliran darah di otak khususnya di arteri
kranial. Stroke iskemik juga bisa disebabkan karena arterosklerosis yang
terjadi di pembuluh darah otak. Arterosklerosis yang terjadi di pembuluh darah
otak dapat menghilangkan elastisitas dari pembuluh darah sehingga lama
kelamaan pembuluh darah arteri di otak tersebut akan pecah. Kondisi seperti
ini disebut sebagai stroke hemoragik. Perbedaan penatalaksanaan terapi anrtara
stroke iskemik dan hemoragik yaitu untuk stroke iskemik terapi yang di berikan
berupa altepalse dan aspirin untuk serangan akut,clopidogrel, aspirin atau
aspirin dengan diprimadol untuk pencegahan sekunder non kardioemboli dan
warfarin untuk kardioemboli, sedangkan untuk terapi antihipertensinya
menggunakan obat golongan ACEI, ARB, dan diuretik. Serta untuk terapi
antihiperlipidemianya menggunakan obat golongan statin. Untuk terapi stroke
hemoragik terbagi atas 2 yaitu penggunaan obat dan terapi bedah. Untuk
penggunaan obat maka yang digunakan adalah agen hemostatic seperti faktor
VII dan protrombin complex concentrate (PCC), vitamin K, dan Fresh frozen
plasma. Tujuan dari pemberian terapi tersebut adalah untuk mencegah
hilangnya darah secara signifikan dengan cara menstimulasi proses hemostatis
pada pembuluh darak otak yang pecah tersebut. Sedangkan untuk terapi
pembedahannya adalah dengan melakukan bedah kraniotomi. Bedah
kraniotomi adalah pembedahan yang dilakukan dengan membuka atau
membuat lubang pada tulang tengkorak untuk mengurangi tekanaan
intrakranial yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak serta
memperbaiki struktur otak yang mengalami gangguan.

Anda mungkin juga menyukai