Disusun Oleh :
Kelompok 2 Tim 2
i
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui
Mengetahui,
Kepala Ruang
Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP.14608/P
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat dan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Seminar Keperawatan pada stase medikal bedah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN OKSIGEN HIPERBARIK KE 17PADA Ny. J DENGAN
DIAGNOSA MEDIS BUERGER DISEASE DI LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI
S., Phys. SURABAYA”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis berpedoman pada materi perkuliahan,
pengalaman, dan bimbingan praktek, bantuan serta dorongan moril dan materil dari
berbagai pihak, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
iii
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap kritik dan saran yang dapat
membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih
baik. Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara
pribadi dan bagi pembaca.
Penulis
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
ras dan jenis kelamin (International Classification of Diseases, Tenth Revision,
1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungkan dengan
Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah
2:1 dan etnis putih dan hitam adalah 8:1.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan medikal
bedah yang professional pada Klien yang mengalami Buerger
Diseasemelalui pendekatan proses keperawatan dengan terapi
hiperbarik Di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S., Phys. Surabaya.
2
3. Mahasiswa mampumelaksanakan implementasi keperawatan yang
sesuai dengan kondisi Klien Ny. J dengan Buerger Disease
4. Mahasiswa mampumelakukan dokumentasi asuhan keperawatan
yang sesuai dengan kondisi Klien Ny. J dengan Buerger Disease
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
kadang pada usia sekolah . Penghentian kebiasaan merokok memberikan
perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat
dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak
dari tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit
tersebut. Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans
dapat memiliki sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara
langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu
endarteritis yang dimediasi sistem imun.
2.1.3 Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa
penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang
mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien
dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal
ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada
kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel ,
dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.
Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada
pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi
perubahan patologis : (a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis, (b) tulang
mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang
yang berkembang menjadi osteomielitis, (c) terjadi kontraktur dan atrofi, (d)
kulit menjadi atrofi, (e) fibrosis perineural dan perivaskular, (f) ulserasi dan
gangren yang dimulai dari ujung jari.
2.1.4 Hispatologi
Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri dari tiga
fase yaitu fase akut, sub akut dan kronik.
5
1. Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofil polimorfonuklear (PMN),
mikroabses,dan multinucleated giant cells. Meskipun inflamasi terjadi pada
semua lapisan pembuluh darah akan tetapi arsitektur normal pembuluh darah
tetap dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan antara penyakit Buerger
dengan aterosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain.
2. Fase subakut merupakan fase oklusi trombi yang makin progresif.
3. Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada fase
ini terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia pembuluh
darah, dan fibrosis perivaskuler. Pada fase kronik ini histologi sangat sulit
dibedakan dari penyakit pembuluh darah kronik lain.
6
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada
tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari,
tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren
pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada
daerah yang terkena.
Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang
nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung
jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran
pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan
penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit
sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan
tanda fisik yang penting.
Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun
sebelum tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan
kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras
sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini
sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama
beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda ini
tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir patognomonik untuk
tromboangitis obliterans.
Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan
gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan
7
dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada
ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder
mulai dari kemerahan sampai ke tanda selulitis.
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit
berkembang secara intermitten, tahap demi tahap, bertambah falang demi falang, jari
demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang bakal terserang tidak dapat
diramalkan. Morbus buerger ini mungkin mengenai satu kaki atau tangan, mungkin
keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya terganggu
oleh nyeri iskemia.
2.1.6 Diagnosis
a. Kriteria Shionoya
Yang termasuk kriteria ini yaitu riwayat merokok, usia belum 50 tahun,
memiliki penyakit oklusi arteri infrapopliteal, flebitis migrans pada salah
satu ekstremitas atas dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis selain
merokok. Seluruh kriteria ini harus terpenuhi untuk menegakkan diagnosis
b. Kriteria Ollin
Yang termasuk kriteria ini sebagai berikut:
Berumur antara 20-40 tahun.
Merokok atau memiliki riwayat merokok
Ditemukan iskemi ekstremitas distal yang ditandai oleh klaudikasio, nyeri
saat stirahat, ulkus iskemik atau gangren dan didokumentasikan oleh tes
pembuluh darah non-invasif.
Telah menyingkirkan penyakit autoimun lain, kondisi hiperkoagulasi, dan
diabetes mellitus dengan pemeriksaan laboratorium.
Telah menyingkirkan emboli berasal dari bagian proksimal yang diketahui
dari echokardiografi atau arteriografi.
Penemuan arteriografi yang konsisten dengan kondisi klinik pada ekstremitas
yang terlibat dan yang tidak terlibat.
c. Kriteria Mills dan Pote
8
Kriteria eksklusi:
1. Sumber emboli proksimal
2. Trauma dan lesi lokal
3. Penyakit autoimun
4. Keadaan hiperkoagubilitas
5. Aterosklerosis: Diabetes, Hiperlipidemia, Hipertensi, Gagal Ginjal.
Kriteria mayor:
1. Onsetgejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun
2. Pecandu rokok
3. Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal brakial
4. Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti: Doppler arteri
segmentaldan pletismografi 4 tungkai, arteriografi , histopatologi.
Kriteria minor:
1. Phlebitissuperfi sial migrant Episode berulang trombosis lokal vena superfi
sial pada ekstremitas dan badan
2. Sindrom Raynaud atau Fenomena Raynaud.
Sindrom Raynaud adalah penurunan aliran darah sebagai akibat spasme
arteriola perifer sebagai respons terhadap kondisi stres atau dingin. Sindrom ini
paling sering dilihat di tangan atau juga dapat di hidung, telinga dan lidah
dalam bentuk respons trifasik yaitu:
a. Pucat karena vasokonstriksi arteriol prekapiler
b. Sianosis karena vena terisi penuh oleh darah yang terdeoksigenasi
c. Eritema karena reaksi hiperemi
- Melibatkan ekstremitas atas
- Klaudikasio saat berjalan
2.1.7Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
9
Saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendiagnosis
penyakit Buerger. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis
adalah sebagai berikut:
a. Darah lengkap, hitung platelet
b. Tes fungsi hati
c. Tes fungsi ginjal dan urinalisis
d. Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus
e. Profi l lipid
f. Tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
g. Penapisan autoimun:
- Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren). Pada penyakit Buerger biasanya
normal.
- Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit Buerger biasanya normal.
- Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit Buerger normal
- Antibodi antisentromer merupakan petanda serologis untuk sindrom CREST
dan Scl 70 (penanda serologis untuk scleroderma).
h. Penapisan keadaan hiperkoagulasi:
- Kadar protein C, protein S, dan antitrombin III
- Antibodi antifosfolipid
- Faktor V Leiden
- Prothrombin
- Homosisteinemi
B. Pemeriksaan Radiologi
USG Doppler, echokardiografi , Computed Tomograghy (CT) scan
danMagneticresonance imaging(MRI) dilakukan untuk menyingkirkan sumber
emboli proksimal. USG Doppler dan pletismografi diperlukan untuk mengetahui
adanya oklusi distal. Pada pemeriksaan angiografi dapat ditemukan gambaran lesi
oklusi segmental pembuluh darah kecil dan sedang (medium) diselingi
gambaran segmen normal, tanda Martorell atau gambaran kolateral pembuluh
10
darah seperti “corkscrew,” “spider legs,” or “tree roots”meskipun gambaran ini dapat
juga dijumpai pada skleroderma, sindrom CREST (Calcinosis, Raynaud’s
phenomenon, esophageal dysmotility, sclerodactyly and telangiectasia), di arteri
proksimal tidak dijumpai aterosklerosis, aneurisma dan sumber emboli lain.
C. Pemeriksaan Fisik
Secara umum, penegakan diagnosis suatu penyakit dapat dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada
Buerger’s disease kan ditemukan riwayat merokok serta rasanyeri, klaudikasio
pada kaki atau juga tangansaat beraktivitas dan istirahat.Sebagian besar individu
yang terkena Buerger’s disease merupakan perokok. Buerger’s disease juga dapat
terjadi pada individu yang mengkonsumsi bentuk lain dari tembakau,seperti
11
tembakau yang dikunyah atau chewingtobacco. Perokok yang setiap harinya
mengkonsumsi satu setengah bungkus rokok atau lebih per harinya sangat
mungkin berkembang menjadi Buerger’s disease.Perokok berat didefinisikan
sebagai individu yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokoksetiap harinya.Rasa
nyeri pada bagian tubuh yang terkena dapat menyebar ke daerah sentral tubuh.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya Raynaud’s phenomenon, yaitu
perubahan warna kulit menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang
dingin. Fenomena Raynaud terjadi pada sekitar 40% pasien Buerger’s disease.
Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan vaskularisasi di
tangan. Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan
pemeriksa akan menekan pergelangan tangan pasien yang bertujuan untuk
mengobstruksi aliran darah ke tangan. Setelah itu, pasien diminta untuk membuka
kepalan tangan, dan pemeriksa akan melepaskan tekanan pada pergelangan tangan
pasien. Normalnya, telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam 5 sampai 15
detik. Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s disease biasanya negatif atau
abnormal, dimana terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini
membuktikan adanya gangguan pada aliran darah pada tangan pasien.
Hasil abnormal pada tes Allen pada perokok muda ditambah dengan adanya
ulserasi dapat menjadi indikasi yang jelas menunjukkan adanya Buerger’s
disease. Namun hasil yang abnormal ini juga dapat terlihat pada tipe penyakit
oklusif arteri kecil pada tangan seperti skleroderma, calcinosis syndrome,
Raynaud's syndrome, oesophagea dysmotility, sclerodactyly, dan telangiectasia
(CREST); trauma berulang; emboli; hipperkoagulabilitas; dan vaskulitis. Tak
jarang, pasien datang ketika telah terjadi kematian jaringan yang menimbulkan
luka dan nyeri pada ekstremitas yang terkena (gangren) atau ulkus kronik di jari
tangan atau kaki.
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas hidup. Cara yang dapat
dilakukan adalah menghindari dan menghentikan faktor yang memperburuk penyakit,
12
memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau ekstremitas, mengurangi rasa
sakit akibat iskemi, mengobati trombofl ebitis, memperbaiki penyembuhan luka
atau ulkus.
A. Terapi non bedah
1. Berhenti merokok merupakan salah satu cara mengatasi progresivitas penyakit
2. Analog prostasiklin seperti iloprost; merupakan vasodilator dan mampu
menghambat agregasi platelet.
3. Calcium channel blocker untuk mengurangi efek vasokonstriksi penyakit ini.
4. Bosentan. Obat ini merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1 sehingga
memiliki kemampuan vasodilatasi. Pada peneltian de Haro dkk. (2012)
menghasilkan perbaikan kondisi klinis penyembuhan ulkus dan gambaran
angiografi .Bosentan selama 28 hari lebih efektif dibandingkan aspirin untuk
mengatasi nyeri saat istirahat dan penyembuhan ulkus (Flesinger dkk. 1990.
5. Siklofosfamid dilaporkan bermanfaat pada beberapa pasien berdasarkan
tiopatologi penyakit ini yang dipengaruhi oleh faktor autoimun. Saha dkk. (2001)
menunju kan bahwa obat ini dapat meningkatkan 20 kali lipat jarak klaudikasio
dan menghilangkan nyeri pada saat istirahat.
6. Obat analgesik seperti analgetik narkotik atau obat anti infl amasi non steroid
mungkin membantu mengatasi nyeri pada beberapa pasien.
7. Terapi stem cell yaitu terapi autolog whole bone marrow stem cell(WBMSC)
menunjukkan perbaikan seperti penyembuhan ulkus, menghilangkan nyeri
iskemik, rekanalisasi arteri dan menurunkan risiko amputasi tungkai.
8. Spinal Cord Stimulation hasilnya baik untuk menghilangkan nyeri dan
penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat transmisi sinyal penghantar
nyeri pada serabut saraf simpatis. Selain itu juga pada saat bersamaan terjadi
peningkatan perfusi mikrosirkulasi akibat inhibisi serabut saraf simpatis.
B. Terapi Bedah
1. Simpatektomi; bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi akibat saraf
Simpatis.
13
2. Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien, dapat
merangsang angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan meredakan nyeri
saat istirahat..
14
2.2 KONSEP TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN
2.2.1 Pengertian
Hiperbarik berasal dari kata “Hyper” berarti tinggi dan “Bar” berarti tekanan,
dengan demikian hiperbarik terapi dengan menggunakan tekanan yang tinggi.
Lakesla 2009, dalam T Nuh Huda, 2010 menjelaskan terapi hiperbarik oksigen
(HBO) adalah suatu cara terapi dimana penderita berada dalam suatu ruangan
bertekanan lebih dari 1 ATA (atmospher absolute) dan bernafas dengan
menggunakan oksigen 100%.
2.2.2 Dasar Fisiologi Oksigen Hiperbarik
Efek dari terapi oksigen hiperbarik adalah berdasarkan hukum – hukum gas
dan efek-efek fisiologis dan biokimia dari hiperoksia. Hukum-hukum fisika
tentang gas tersebut antara lain:
1. Hukum Boyle, menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik
dengan tekanan bila temperatur dipertahankan konstan. Volume gas
menurun dengan naiknya tekanan dan volume naik dengan turunnya
tekanan. Hukum ini merupakan dasar untuk banyak aspek dari terapi
oksigen hiperbarik, seperti suatu fenomena yang dikenal sebagai ‘squeeze'
yang terjadi selama proses terapi karena peningkatan temperatur ruangan
(chamber). Ketika tuba eustachii tersumbat menyebabkan terganggunya
proses keseimbangan tekanan gas yang mengakibatkan rasa nyeri yang
menekan di middle ear (telinga bagian tengah).
2. Hukum Dalton, menyatakan bahwa tekanan campuran (total pressure)
duagas atau lebih yang berada dalam suatu ruangan sama dengan jumlah
tekanan gas (partial pressure) masing-masing yang ada dalam ruangan
tersebut.
3. Hukum Henry, menyatakan bahwa banyaknya gas yang larut dalam
cairan atau jaringan berbanding lurus dengan tekanan gas dan koefisien
kelarutan gas tersebut. Hukum ini merupakan basis dari peningkatan
tekanan oksigen di jaringan dengan penggunaan terapi oksigen hiperbarik
(Bell et al, 2004).
15
Sebagian besar oksigen dibawa dalam darah dalam bentuk terikat
dengan haemoglobin, yang mana 97% nya jenuh pada tekanan atmosfer.
Sebagian oksigen dibawa dalam larutan dan bagian ini meningkat jika
tekanannya juga meningkat sesuai dengan hukum Henry, yang
memaksimalkan oksigenasi jaringan. Ketika menghirup udara dengen
tekanan normal (normobaric), tekanan oksigen arteri berkisar antara
100mmHg dan tekanan oksigen di jaringan 55 mmHg. Dengan
pemberian oksigen 100% pada tekanan 3 ATA dapat meningkatkan
tekanan oksigen arterial menjadi 2000 mHg dan tekanan oksigen
jaringan 500 mmHg, dengan jumlah 60 ml oksigen per liter darah
(bandingkan dengan tekanan atmofer yang hanya dapat mengangkut
oksigen 3ml per liter darah). Kondisi tersebut dapat memberi support
pada jaringan (resting tissue) tanpa dibutuhkan hemoglobin. Karena
oksigen berada di dalam cairan tubuh, oksigen ini dapat mencapai
area yang terobstruksi dimana sel darah merah tidak dapat
melewatinya dan keuntungan lainnya oksigen ini dapat
memberikan oksigenasi jaringan bahkan dalam keadaan
pengangkutan hemoglobin-oksigen yang terganggu, contoh pada
kasus keracunan karbon monoksida dan anemia yang parah (Bell et
al, 2004).
Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan pembentukan radikal
bebas oksigen, yang mengoksidasi protein dan membrane lemak,
merusak DNA dan menghambat fungsi metabolik dari bakteri.
Oksigen hiperbarik efektif terutama melawan bakteri anaerob dan
memfasilitasi oxygen dependent peroxidase system leukosit dalam
membunuh bakteri. Terapi oksigen hiperbarik juga meningkatan
oxygen-dependent transport dari beberapa jenis antibiotik sehingga
dapat menembus dinding sel bakteri (Bell et al, 2004).
16
Oksigen hiperbarik membantu proses penyembuhan luka dengan
menguatkan gradien oksigen sepanjang daerah luka yang iskemik dan
merangsang formasi matriks kolagen yang bersifat oxygen
dependent yang dibutuhkan untuk proses angiogenesis (Bell et al,
2004).
Selama reperfusi, leukosit melekat pada jaringan yang iskemi,
melepaskan protease dan radikal bebas yang mengarah ke
vasokonstriksi patologis dan kerusakan jaringan. Zamboni,
mendemonstrasikan adanya pengurangan perlekatan leukosit dan
vasokonstriksi post iskemi pada jaringan tikus iskemi yang
mendapat terapi oksigen hiperbarik (Zamboni, 1993) dan lebih baru
lagi, Thom mendemonstrasikan pengurangan peroksidasi lipid pada
tikus dengan keracunan karbon monoksida yang mendapat oksigen
hiperbarik (Bell et al, 2004).
Hiperoksia pada jaringan normal yang mendapat oksigen hiperbarik
menyebabkan vasokonstriksi yang cepat dan signifikan. Tetapi ini
dikompensasi dengan peningkatan oksigen plasma dan aliran darah
mikorvaskuler ke jaringan iskemi yang secara jelas ditingkatkan oleh
oksigen hiperbarik. Vasokonstriksi dapat mengurangi oedem pada
jaringan post traumatic yang berkontribusi pada terapi crush injuries,
compartment syndromes dan luka bakar (Bell et al, 2004).
Selain itu, oksigen hiperbarik membatasi reduksi produksi ATP
oleh jaringan post iskemi dan menurunkan akumulasi laktat pada
jaringan iskemi. Kesimpulannya, oksigen hiperbarik mempunyai efek
yang kompleks pada system imun, transport oksigen dan haemodinamik.
Efek terapeutik yang positif berupa pengurangan hipoksia dan oedema
dan membantu respon host normal terhadap infeksi dan iskemia (Bell et
al, 2004).
17
2.2.3 Administrasi oksigen Hiperbarik
Pemberian oksigen hiperbarik efektif jika dihirup pada atmosfer atau melalui
tuba endotrakeal dalam monoplace chamber atau melalui masker dalam multi-
occupant chamber. Durasi pengobatan tunggal sangat bervariasi dari 45 menit,
untuk kasus korban keracunan karbon monoksida (CO), hingga hampir 5 jam, pada
kelainan dekompresi yang parah. Pemberian oksigen hiperbarik rata–rata 90 menit
untuk pengobatan luka yang tidak peka terhadap antibiotik dan debridement setiap
20-30 perawatan. Pemantauan kritis dan pengobatan, termasuk ventilasi mekanik,
harus siap tersedia (Nugroho,2010).
Proses HBOT diawali dengan konsultasi dokter dan pemeriksaan fisik untuk
menentukan ada tidaknya kontraindikasi absolut seperti pneumotoraks dan
kontraindikasi relatif seperti asma, klaustrofobia (takut ruangan sempit), penyakit
paru obstruktif kronik, disfungsi tuba eustachius, demam tinggi, kehamilan, dan
infeksi saluran napas atas (LAKESLA,2009).
Klien akan dibawa masuk dalam suatu ruangan hiperbarik setelah dipastikan
tidak memiliki kontraindikasi HBOT. Ada 2 jenis ruangan yaitu ruangan multipel
yang dapat digunakan bersamaan dengan Klien lain dan ruangan single yang hanya
dapat digunakan oleh 1 Klien saja. Tidak perlu penggunaan masker maupun sarung
tangan dalam ruangan, kecuali pada kasus keracunan karbonmonoksida. Di dalam
ruangan Klien dapat melakukan aktivitas seperti membaca dan mendengarkan
musik. Dosis dan lamanya HBOT disesuaikan dengan kondisi jaringan dan
indikasi dilakukannya HBOT. Sebagai contoh, HBOT untuk perawatan luka
dilakukan sebanyak 10 sesi perawatan, setiap sesi memakan waktu 90 hingga 120
menit (LAKESLA, 2009).
Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2 – 3 ATA
(Atmosphere Absolute) dengan pemberian O2 intermitten akan mencegah
keracunan O2 dan memberikan efek samping seminimal mungkin. Efek samping
18
yang ditimbulkan biasanya berupa mual, kedutan pada otot wajah dan perifer,
maupun kejang (LAKESLA, 2009).
Gambar 6. Tabel kindwall HBOT atas indikasi penyakit klinis dan kebugaran
19
Traumatic ischemia Emboli udara
Tromboangitis Obliterans Insufisiensi atreri perifer akut
Neurologi (stroke, migraine, Ujung amputasi yang tidak
demensia) sembuh
3) Terdapat pula pengobatan pilihan, yaitu:
Pelayanan kesehatan dan kebugaran
2.2.5 Kontraindikasi
1) Kontraindikasi absolut
Keganasan yang belum diobati atau keganasan metastatik akan menjadi lebih
bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam suasana oksigen
(LAKESLA, 2009).
20
Kehamilan juga merupakan kontraindikasi absolut karena tekanan parsial
2) .Kontraindikasi relative
2.2.6 Komplikasi
Oksigen hiperbarik relatif aman walaupun ada beberapa resiko yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan dan hiperoksia. Efek yang paling sering adalah myopia
yang progresif dan reversible yang disebabkan karena deformasi fisik lensa.
Toksisitas pada CNS berupa kejang mungkin terjadi dan telah dibuktikan oleh Paul
Bert pada tahun 1878. Barotrauma sinus dan middle ear dapat dicegah dengan
ekualisasi tekanan atau menggunakan tympanostomy tubes dan otitis media dapat
21
ruptur pada timpani dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang
terjadi, terutama disebabkan sebelumnya ada riwayat penyakit paru. Selain itu efek
dari organisme aerob gram negatif. Oksigen bersifat sitotoksik terhadap bakteri
efektivitas dari obat-obat ini yang mungkin dapat dihambaT secara in vivo oleh
keadaan hipoksia yang banyak terjadi pada pasien dengan luka yang parah (Falabella,
2005)
injury yang dimediasi oleh leukosit dengan cara mencegah perlekatan leukosit
pada dinding venul sehingga membatasi produksi radikal bebas oksigen yang
22
diketahui dapat meningkatkan deposisi kolagen di jaringan hipoksia sebaik
23
arterosklerosis. Diagnosis pasti hanya ditentukan dengan biopsi eksisi dan
pemeriksaan histopatologi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Saito et al, 2007, banyak pasien yang
menderita penyakit tungkai iskemik parah yang harus mengalami amputasi, meskipun
juga harus dilakukan terapi intensif. Simpatektomi dan terapi oksigen hiperbarik
adalah terapi untuk pasien dengan gangguan sirkulasi perifer. Baru-baru ini, beberapa
studi klinis telah menetapkan bahwa implantasi sel sumsum tulang - mononuklear ke
tungkai iskemik meningkatkan pembentukan pembuluh darah kolateral. Dalam
penelitian ini, implantasi autologous tulang sel sumsum - mononuklear diresepkan
untuk pasien dengan 7 anggota badan iskemik karena penyakit arteri perifer.
Meskipun sejauh perbaikan itu tidak konsisten antara 7 kasus, semua pasien
mengalami beberapa perbaikan dalam gejala mereka. Tekanan parsial oksigen
transkutan diukur dalam ruang hiperbarik meningkat pada 5 pasien. Tidak ada efek
samping yang diamati. Kesimpulannya, penggunaan kombinasi autologous
transplantasi sumsum tulang dan terapi oksigen hiperbarik mungkin aman dan efektif
untuk pencapaian angiogenesis terapeutik.
Dalam penelitian lain yang dilakukan Yazinski N tahun 2010, Buerger disease
yang dikategorikan sebagai penyakit pembuluh darah arteri dapat diterapi dengan
terapi oksigen hiperbarik. Dalam penelitiannya, menunjukkan adanya perbaikan
terhadap penyakit meskipun tidak terlalu signifikan. Selain itu, terapi hiperbarik juga
dikombinasikan dengan perawatan yang benar untuk mencegah infeksi sekunder dan
menimbulkan komplikasi seperti sepsis.
Tahun 2016 Hemsinli et al. menambahkan terapi oksigen hiperbarik pada
tatalaksana standar pasien penyakit buaerger grade IV dengan angka kesembuhan
penuh sebanyak 52,7% dari kasus. Sebalum dilakukan terapi, pasien cenderung
berjalan dengan menahan rasa sakit. Namun setelah diterapi rasa sakit menjadi
berkurang secara signifikan jika dibandingkan dengan keadaan sebelum diterapi.
Berdasarkan Hadibroto (2010), mengatakan bahwa hiperbarik oksigen akan
menghentikan penyebaran racun dan meningkatkan pembasmian bakteri. Hal
24
ini penting dalam usaha penanganan gangren, gas, dan nekrotisasi infeksi
jaringan.
Oklusi arteri
25
Tekanan > 1
Kerusakan integritas jaringan ATA
Ganggangguan citra tubuh Gangguan
citra tubuh
Gagal valsava
Risiko barotrauma
Risiko cidera
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Terapi OksigenPasien
Hiperbarik
masuk RUBT
2.5.1 Pengkajian
1. Identitas klien:
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, no. RM, dan diagnosa medis
2. Keluhan utama
Keluhan yang muncul merupakan keluhan klinis DM Gangren, alasan
menggunakan terapi hiperbarik.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit secara detail mulai dari kapan terjadinya DM,
ada gangren, hingga dilakukan terapi hiperbarik oksigen, serta berapa kali ke
hiperbarik dan apakah melakukan kunjungan hiperbarik secara rutin dan
berkala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji penyakit yang pernah dialami klien yang mungkin menjadi
kontraindikasi terapi HBO.
5. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan umum
Tanda-tanda vital
b. ROS (Review of System)
B1 (Breath)
B2 (Blood)
B3 (Brain)
26
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
6. Pengkajian pra HBO
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Auskultasi paru-paru
c. Kaji adanya tanda-tanda flu
d. Tes pada pasien keracunan CO/ Oksigen.
e. Lakukan uji gula darah pada pasien dengan IDDM.
f. Kaji status nutrisi pada pasien dengan DM dengan pengobatan atau
insulin
g. Uji ketajaman penglihatan.
h. Observasi cedera tulang umum dalam luka trauma.
i. Kaji tingkat nyeri
7. Pengkajian intra HBO
a. Pantau adanya tanda-tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan
komplikasi/efek samping yang biasa ditemui dalam HBOT.
b. Mendorong pasien untuk menggunakan teknik valsava maneuver yang
paling nyaman.
c. Mengingatkan pasien bahwa valsava maneuver hanya digunakan pada
saat proses dekompresi, setelahnya pasien hanya perlu bernapas normal
(tidak menahan napas).
d. Jika pasien mengalami nyeri ringan sampai sedang, hentikan dekompresi
hingga nyeri reda. Jika nyeri ringan sampai sedang tidak mereda, pasien
harus dikeluarkan dari ruang dan diperiksa oleh dokter THT.
e. Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas secara normal
(jangan menelan udara).
f. Pantau adanya claustrophobia.
g. Segera periksa gula darah jika terdapat tanda-tanda hypoglycemia
8. Pengkajian post HBO
27
a. Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, lakukan uji ontologis.
b. Tes gula darah pada pasien IDDM.
c. Lakukan penilaian status neurovaskular dan luka pada pasien
d. Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas selama terapi dilarang
mengemudikan alat transportasi atau menghidupkan mesin.
e. Dokumentasikan tindakan dan kondisi pasien pasca HBOT
2.5.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli
serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
2. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan
atmosfir meningkat.
3. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan
peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
2.5.3 Intervensi Keperawatan
1. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli
serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
Tujuan & Kriteria
Intervensi
Hasil
Tujuan: 1. Sebelum terapi dimulai ajarkan pada pasien
Setelah dilakukan tentang teknik valsava maneuver dengan cara
tindakan keperawatan, menelan ludah, mengunyah, minum, atau
pasien tidak mengalami menutup hidung lalu hembuskan.
barotrauma telinga, sinus 2. Kaji kemampuan pasien melakukan teknik
gigi, dan paru-paru, atau valsava maneuver.
gas emboli serebral 3. Ingatkan pasien untuk bernapas dengan
Kriteria hasil: normal selama perubahan tekanan,
1. Pasien tidak 4. Anjurkan pasien untuk melapor jika
mengeluh nyeri pada merasakan sakit di telinga
telinga, sinus gigi dan 5. Beritahukan operator ruang multiplace jika
28
Tujuan & Kriteria
Intervensi
Hasil
paru-paru ada pasien yang tidak dapat menyesuaikan
2. Tidak ada tanda- persamaan tekanan.
tanda barotrauma 6. Monitor tanda-tanda dan gejala barotrauma
hingga terapi selesai
7. Dokumentasikan hasil pengkajian
3. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan
peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: 1. Bantu pasien masuk dan keluar dari
Setelah dilakukan tindakan ruang dengan tepat
keperawatan , pasien 2. Jelaskan prosedur pencegahan
terhindar dari cidera kebakaran sesuai kebijakan yang
29
Kriteria hasil: ditentukan dan prosedur
1. Tidak terjadi kebakaran 3. Beritahukan kepada pasien terkait
2. Pasien keluar chamber barang-barang yang tidak boleh dibawa
dengan kondisi aman ke dalam chamber
3. Tidak ditemukan cidera 4. Amankan peralatan di dalam ruang
pada tubuh pasien sesuai dengan kebijakan dan prosedur
5. Pantau peralatan untuk perubahan
tekanan dan volume
6. Monitor adanya udara di IV linedan
tekanan tubing line invasif. udara
semua harus dikeluarkan dari tabung,
jika ada.
7. Dokumentasikan bahwa semua lini
invasif terbebas dari udara terutama
saat chamber diberikan tekanan dan
setelah diberikan tekanan
30
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBARIK OKSIGEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS BUERGER DISEASE DI LAKESLA Drs.Med. R. RIJADI,Phys
SURABAYA
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Ny. J
Usia : 40 Th
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jombang
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
KELUHAN UTAMA:
Pasien mengeluh nyeri luka pada kedua kaki.
31
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluarga pasien mengatakan:
Awalnya sebelum terjadi luka pasien mengalami gejala berupa ujung-ujung jari
kaki dan tangan sering membiru dan kebas jika terkena dingin, kebiruan pada
ujung-ujung jari hilang timbul, hal ini dialami + 1 tahun yang lalu dan diabaikan
karena dirasa tidak mengganggu.
Sekitar 5 bulan yang lalu muncul kebiruan yang menetap disertai kebas dan nyeri
pada ujung jari tangan kiri, pasien kemudian berobat ke dokter praktek di
jombang dan diberi obat antibiotik, namun tidak ada perubahan dan mulai timbul
kebiruan disertai kebas dan nyeri pada ujung jari kaki kiri. Pasien kemudian
dibawa berobat ke RSUD Jombang dan dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya
+ 4 bulan yang lalu pasien menjalani perawatan rawat jalan di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya 2 minggu sekali dan direncanakan akan dioperasi. Selama
perawatan rawat jalan warna kebiruan pada ujung jari tangan dan kaki kiri
berangsur-angsur berubah menghitam, serta timbul gejala yang sama pada tangan
dan kaki kanan, dimana ujung-ujung jadi membiru dan berangsur-angsur
menghitam disertai nyeri dan kebas. Pasien mendapat obat anti pembekuan darah
(keluarga lupa nama obat) selama perawatan rawat jalan.
Setelah dilakukan pemeriksaan pra operasi (pemeriksaan darah, jantung dan paru-
paru) dan pasien dinyatakan dapat dioperasi, pasien masih menunggu acara
operasi + 3 minggu, dalam waktu 3 minggu sebelum operasi, ujung-ujung jari
tangan kiri yang menghitam menjadi keras serta mengering sedangkan pada
kedua kaki timbul bengkak pada punggung kaki dan ujung-ujung jari semakin
menghitam dan nyeri serta timbul luka pada kedua kaki.
Pasien dioperasi untuk pelebaran pembuluh darah di RSUD Dr Soetomo Surabaya
pada bulan Februari 2018, dan oleh dokter pasien disarankan untuk menjalani
terapi hiperbarik.
Keluarga membawa pasien ke Lakesla 1 minggu setelah operasi di RSUD Dr
Soetomo Surabaya, dengan keluhan ujung jari kedua kaki menghitam dan ada
luka dijari-jari kedua kaki. Ujung jari tangan kiri hitam, keras dan kering, ujung
32
jari tangan kanan warna biru kehitaman. Nyeri pada jari tangan dan kaki, nyeri
dirasakan terus menerus dan sangat mengganggu, pasien tidak dapat tidur karena
nyeri. Pasien mulai menjalani terapi HBO sesi 1 dan perawatan luka pada tanggal
22 Februari 2018. Pasien mendapatkan obat Pletaal 50 mg/ 24 jam dari dokter di
Lakesla.
Saat pengkajian keluarga mengatakan pasien sudah menjalani terapi HBO
sebanyak 17 kali sejak tanggal 22 Maret 2018. Sebelum terapi pasien tidak dapat
istirahat karena nyeri dirasakan sangat mengganggu namun sejak menjalani terapi
HBO pasien tidak mengalami kesulitan tidur lagi karena nyeri dirasakan
berkurang. Dalam 3 hari pasien kembali merasa nyeri sedikit bertambah namun
tidak mengganggu istirahat/tidur. Luka di kaki semakin membaik, terutama kaki
kiri, ujung jari tangan kanan yang awalnya berwarna biru kehitaman (jari 1,2,3,4)
sudah normal kembali, hanya sedikit ujung jari kelingking tangan kanan yang
hitam, keras dan kering, ujung jari tangan kiri (jari 2,3,4,5) hitam, keras dan
kering > 1 ruas pada masing-masing jari, namun tidak ada luka. Pengkajian nyeri
diperoleh, P: nyeri karena luka dikaki, Q: dirasakan seperti terbakar, R: pada
kedua kaki, S: nyeri dirasakan dari skala ringan sampai sedang, T: nyeri hilang
timbul. Ekspresi wajah meringis saat perawatan luka, skala nyeri 5.
33
TTV: TD: mmHg, N: x/menit, RR: x/menit
B1 (breathing)
RR: x/menit, regular, airway bebas, nafas spontan, tidak tampak kesulitan
bernafas, tidak ada nafas cuping hidung dan penggunaan otot bantu nafas, taktil
fremitus simetris kanan dan kiri, bunyi nafas verikuler. Tidak ada keluhan batuk
dan sesak nafas
B2 (blood)
Conjungtiva ananemis, bunyi jantung s1,s2 reguler, tidak ada bunyi jantung
tambahan. Tidak ada keluhan nyeri dada, tidak pusing, tidak ada riwayat pingsan
B3 (brain)
Kesadaran compos mentis, GCS: 456, tidak ada keluhan dan riwayat kejang
B4 (bladder)
Tidak ada keluhan berkemih, BAK spontan, frekuensi + 4-5 kali sehari, warna
kuning jernih, bau pesing
B5 (bowel)
Tidak ada stomatitis, mulut dan gigi bersih, tidak ada keluhan menelan, kebiasaan
makan 3 kali sehari. Napsu makan berkurang, lebih suka makan bubur
dibandingkan nasi, karena sering merasa mual.
B6 (bone)
Ambulasi menggunakan kursi roda, ROM terbatas pada jari-jari tangan dan kaki
karena nyeri. ADL dibantu oleh keluarga.
Status lokalis:
− Manus sinistra: nekrosis dan kering pada phalanx distal-intermediate digiti
2,3,4, dan phalanx distal digiti 5, phalanx proximal digiti 2,3,5 warna
kebiruan dan bengkak. Jari-jari tidak mampu flexi
− Manus dextra: nekrosis dan kering pada phalanx distal digiti 5
− Pedis sinistra: gangren pada phalanx distal digiti 1,2,3,4,5, tidak mampu flexi,
abduksi dan adduksi
− Pedis dextra: ulkus phalanx distal 1,2,4,5, nekrosis/gangren phalanx distal 3,
tidak mampu flexi, abduksi dan adduksi
34
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien dan keluarga mengatakan sejak 5 bulan yang lalu pasien tidak bekerja lagi di
pabrik, sebelumnya pasien merupakan karyawan pabrik sepatu bagian pengeleman
dan sudah bekerja sekitar 20 tahun. Pasien mengatakan malu dengan kondisinya saat
ini. Pasien lebih banyak diam dan hanya menjawab singkat saat wawancara. Keluarga
mengatakan pasien berubah menjadi lebih pendiam sejak sakit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada
35
ANALISIS DATA
TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
12/3/2017 DS: Pasien Mengeluh Nyeri Luka Buerger disease Nyeri
↓
Pada Kedua Kaki. Pengkajian iskemik kronis
Nyeri Diperoleh, P: Nyeri Karena ↓
ketidakseimbangan O2
Luka Dikaki, Q: Dirasakan Seperti ↓
metabolisme anaerob
Terbakar, R: Pada Kedua Kaki, S: ↓
Nyeri Dirasakan Dari Skala Ringan produksi asam laktat
meningkat
Sampai Sedang, T: Nyeri Hilang ↓
Timbul. pasien sudah menjalani nyeri
36
berkurang dan ADL dibantu oleh
keluarga karena nyeri.
DO: Ekspresi Wajah Meringis Saat
Perawatan Luka, Skala Nyeri 5.
Terdapat luka pada kaki kanan dan
kiri.
37
menjadi keras serta mengering
sedangkan pada kedua kaki timbul
bengkak pada punggung kaki dan
ujung-ujung jari semakin
menghitam dan nyeri serta timbul
luka pada kedua kaki.
DO: Status lokalis:
− Manus sinistra: nekrosis dan
kering pada phalanx distal-
intermediate digiti 2,3,4, dan
phalanx distal digiti 5, phalanx
proximal digiti 2,3,5 warna
kebiruan dan bengkak. Jari-jari
tidak mampu flexi
− Manus dextra: nekrosis dan
kering pada phalanx distal digiti
5
− Pedis sinistra: gangren pada
phalanx distal digiti 1,2,3,4,5,
tidak mampu flexi, abduksi dan
adduksi
− Pedis dextra: ulkus phalanx
distal 1,2,4,5, nekrosis/gangren
phalanx distal 3, tidak mampu
flexi, abduksi dan adduksi
12/3/2017 DS: Pasien dan keluarga kerusakan sel endotel Gangguan
↓
mengatakan sejak 5 bulan yang lalu oklusi arteri citra tubuh
pasien tidak bekerja lagi di pabrik, ↓
lumen arteri menyempit
sebelumnya pasien merupakan ↓
Buerger disease
38
karyawan pabrik sepatu bagian
pengeleman dan sudah bekerja
sekitar 20 tahun. Keluarga
mengatakan pasien berubah
menjadi lebih pendiam sejak sakit.
Pasien mengatakan malu dengan
kondisinya saat ini dan tidak ada
perubahan kondisi sakitnya sejak 5
bulan lalu
DO: Pasien lebih banyak diam dan
hanya menjawab singkat saat
wawancara. Ambulasi
menggunakan kursi roda.
12/3/2017 DS: keluarga mengatakan pasien Terapi HBO Resiko
↓
sudah menjalani terapiHBO Ruang gerak sempit pada cidera
sebanyak 17 kali sejak tanggal 22 chamber
↓
Maret 2018. Keluarga mengatakan Pasien memerlukan kursi
pasien selalu menggunakan kursi roda ketika mobilisasi
↓
roda Pasien transfer in/out dari
ruang (chamber)
DO: ambulasi menggunakan kursi ↓
roda risiko cidera
12/3/2017 DS: - Terapi HBO Resiko
↓
DO: HBOT dengan tekanan > 1 Peningkatan tekanan barotrauma
ATA diatas 1 ATA
↓
Perubahan tekanan udara
di dalam RUBT
↓
Risiko barotrauma ke
telingga, sinus, gigi, dan
paru-paru, atau gas
emboli serebral
12/3/2017 DS: - Terapi HBO Risiko
↓
39
DO: HBOT dengan pemberian pasien berada dalam keracunan
RUBT tekanan > 1 ATA
oksigen 100% selama + 120 menit ↓
oksigen
dalam RUBT Pemberian oksigen 100%
↓
Risiko keracunan
oksigen
Diagnosa keperawatan:
1. Nyeri kronis b.d agen pencedera fisik
2. Kerusakan Integritas jaringan b.d gangguan sirkulasi
3. Gangguan citra tubuh b.d penyakit buerger
4. Risiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan
peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
5. Risiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli
serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
6. Risiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.
40
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
HARI/ DX TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI TTD
TGL
Senin, Nyeri Tujuan: setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri:
12/3/2017 kronis keperawatan selama 1 x 2 jam pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mengetahui cara meningkatkan kenyamanan 2. Lakukan pengkajian skala nyeri
dan mengontrol nyeri 3. Observasi tanda non verbal mengenai ketidaknyamanan
NOC: 4. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Kontrol nyeri, dengan kriteria: pengalaman nyeri
− menggunakan tindakan pengurangan 5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi: teknik relaksasi
nyeri tanpa analgesik dan nafas dalam sebanyak 2 kali
− melaporkan nyeri terkontrol 6. Observasi tanda – tanda vital
Tingkat nyeri, dengan kriteria: Manajemen lingkungan: kenyamanan
− panjangnya episode nyeri berkurang 7. Hindari gangguan yang tidak perlu dan beri waktu klien
− ekspresi tidak mengerang dan menangis beristirahat
− frekuensi napas normal 16-20x/menit 8. Anjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang tenang
− denyut nadi radial 60-100x/menit dan mendukung untuk istirahat
− Tekanan darah 120/80 mmHg 9. Anjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang aman dan
− Tidak berkeringat berlebihan bersih
10. Pertimbangkan sumber ketidaknyamanan saat membalut luka
41
Senin, Kerusakan Tujuan: setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka :
12/3/2017 integritas keperawatan selama 1 x 2 jam pasien 1. Monitor karakteristik luka
jaringan menunjukkan luka terawat 2. Bersihkan luka dengan H2O2 dan normal saline + iodium
NOC: integritas jaringan: kulit, dengan 3. Oleskan salep gentamycin+ bubuk cefotaxim
kriteria hasil: 4. Balut luka
1. Luka terawat 5. Periksa luka setiap kali perubahan balutan
2. Nekrosis luka berkurang 6. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
3. Gangren tidak meluas Perlindungan infeksi :
4. Tidak ada peningkatan suhu kulit di 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
sekitar luka 2. Anjurkan untuk konsumsi nutrisi yang cukup
3. Anjurkan untuk minum air 1,5- 2 Liter setiap hari
4. Ajarkan cara cuci tangan yang benar
5. Monitor hasil laboratorium
Senin, Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Peningkatan citra tubuh :
12/3/2017 citra tubuh keperawatan selama 1 x 2 jam pasien dapat 1. Bina hubungan saling percaya
menerima kondisi tubuhnya. 2. Bantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan-
NOC : Citra tubuh : dengan kriteria hasil perubahan aktual atau tingkat fungsinya
1. Mendeskripsikan bagian tubuh yang 3. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh mana
terkena yang berubah
42
2. Penyesuaian terhadap perubahan 4. Identifikasi strategi koping pasien dalam merespon
fungsi tubuh perubahan dalam setiap penampilan
3. Penyesuaian terhadap penampilan 5. Motivasi pasien menggunakan koping positif
fisik Peningkatan harga diri :
1. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
2. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dirinya
3. Motivasi keluarga untuk selalu mendampingi pasien
Senin, Resiko Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien masuk dan keluar dari ruang dengan tepat
12/3/2017 cidera keperawatan selama 1 x 2 jam tidak terjadi 2. Jelaskan prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan
cidera. yang ditentukan dan prosedur
3. Beritahukan kepada keluarga pasien terkait barang-barang
NOC: Kontrol resiko; dengan kriteria hasil: yang tidak boleh dibawa ke dalam chamber
:pasien tidak akan mengalami cedera 4. Amankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan
dan prosedur
5. Pantau peralatan untuk perubahan tekanan dan volume
6. Monitor adanya udara di IV linedan tekanan tubing line
invasif. udara semua harus dikeluarkan dari tabung, jika ada.
7. Dokumentasikan bahwa semua lini invasif terbebas dari
udara terutama saat chamber diberikan tekanan dan setelah
43
diberikan tekanan
Senin, Resiko Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Sebelum terapi dimulai ajarkan pada Klien tentang teknik
12/3/2017 barotrauma keperawatan selama 1 x 2 jam tidak terjadi valsava maneuver dengan cara menelan ludah, mengunyah,
ke telinga, barotrauma pada pasien. minum, atau menutup hidung lalu hembuskan.
sinus, gigi, NOC : Kontrol resiko ; dengan kriteria hasil : 2. Kaji kemampuan Klien melakukan teknik valsava
dan paru- tanda dan gejala dari barotrauma akan maneuver.
paru, atau diakui, ditangani, dan segera dilaporkan 3. Ingatkan Klien untuk bernapas dengan normal selama
gas emboli perubahan tekanan,
serebral 4. Anjurkan Klien untuk melapor jika merasakan sakit di
telinga
5. Beritahukan operator ruang multiplace jika ada Klien yang
tidak dapat menyesuaikan persamaan tekanan.
6. Monitor tanda-tanda dan gejala barotrauma hingga terapi
selesai
7. Dokumentasikan hasil pengkajian
Risiko Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kondisi pasien sebelum terapi
keracunan keperawatan selama 1x2 jam, diharapkan 2. Pantau kondisi pasien saat terapi berlangsung dan
oksigen tidak terjadi keracunan oksigen dokumentasikan tanda dan gejala dari keracunan oksigen
Kriteria hasil: pada sistem saraf pusat
44
1. Pasien tidak mengeluh pusing 3. Beritahukan kepada dokter hiperbarik jika terdapat tanda-
2. Pasien tidak mengatakan penglihatan tanda keracunan oksigen pada pasien
kabur
3. Tidak ada mual
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/
No Dx. Jam Tindakan Keperawatan
Tanggal
Senin, 08.00 Pre HBO
12/3/2018 1 1. Membina hubungan saling percaya dengan keluarga pasien
6 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
1-6 3. Mengkaji kondisi pasien sebelum terapi
5 4. Sebelum terapi dimulai ajarkanpada pasien tentang teknik valsava maneuver dengan cara menelan ludah,
mengunyah, minum, atau menutup hidung lalu hembuskan.
5. Mengkaji kemampuan pasien melakukan teknik valsava maneuver.
4 6. Menjelaskan prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan yang ditentukan dan prosedur
7. Memberitahukan kepada pasien terkait barang-barang yang tidak boleh dibawa ke dalam chamber
45
1-6 08.50 8. Membantu pasien masuk ke chamber dengan hati-hati
09.00 Intra HBO
4-6 1. Mengamankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan dan prosedur
5 2. Memantau peralatan untuk perubahan tekanan dan volume
4 3. Mengingatkan kembali kepada pasien terkait barang-barang yang tidak boleh dibawa ke dalam chamber
5,6 4. Mengingatkan pasien untuk bernapas dengan normal selama perubahan tekanan,
5. Mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava manuver ketika tekanan chamber dinaikkan
5 6. Menganjurkan pasien untuk melapor jika merasakan sakit di telinga
7. Monitor tanda-tanda dan gejala barotrauma hingga terapi selesai
11.00 Post HBO
4-6 1. Membantu pasien keluar dari chamber dengan hati-hati
2. Mengkaji keluhan pasien pasca terapi HBO
1 3. Mengobservasi skala nyeri
4. Melakukan observasi tanda non verbal mengenai ketidaknyamanan
5. Menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
6. Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi: teknik relaksasi dan nafas dalam sebanyak 2 kali
7. Melakukan observasi tanda – tanda vital
8. Menganjurkan pasien istirahat jika nyeri reda atau tidak merasakan nyeri
9. Menganjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung untuk istirahat
46
10. Menganjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang aman dan bersih
2 11. Melakukan monitor karakteristik luka
12. Membersihkan luka dengan H2O2 dan normal saline + iodium
13. Mengoleskan salep gentamycin+ bubuk cefotaxim
14. Menutup luka dengan sufratule dan kasa kemudian luka dibalut
15. Membalut luka sesuai kenyamanan pasien
16. Melakukan pemeriksaan luka setiap kali perubahan balutan
17. Membandingkan dan catat setiap perubahan luka
18. Melakukan monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
19. Menganjurkan untuk konsumsi nutrisi yang cukup
20. Menganjurkan untuk minum air 1,5- 2 Liter setiap hari
21. Mengajarkan cara cuci tangan yang benar
3 22. Membantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan- perubahan aktual atau tingkat fungsinya
23. Melakukan monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh mana yang berubah
24. Mengidentifikasi strategi koping pasien dalam merespon perubahan dalam setiap penampilan
25. Memotivasi pasien menggunakan koping positif
26. Melakukan monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
27. Mendukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dirinya
28. Memotivasi keluarga untuk selalu mendampingi pasie
47
EVALUASI KEPERAWATAN
48
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
P: intervensi No 1-10 dilanjutkan
Gangguan citra tubuh S: pasien mengatakan malu karena kondisi sakit membuat perubahan pada tubuhnya dan tidak
mampu bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari, berharap dapat segera sembuh. Keluarga
mengatakan mendukung pasien untuk sembuh. Keluarga mengatakan luka semakin membaik jika
dibandingkan dengan saat pertama kali terapi HBO
O: pasien selalu melihat kakinya saat perawatan luka
A: masalah belum teratasi
P: intervensi No 1-8 dilanjutkan
Risiko cidera S: Pasien mengatakan dirinya aman
O: Tidak ada cidera fisik pada pasien
A: Masalah cidera tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO pada hari berikutnya
Risiko barotrauma S: Pasien mengatakan tidak ada nyeri pada telinga
O: Tidak ada perdarahan di telinga
Tidak ada gangguan pernapasan
A: Masalah barotrauma tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO pada hari berikutnya
49
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
Risiko keracunan oksigen S: Pasien mengatakan tidak, tidak mual
O: Tidak ada gangguan pernapasan
Pasien tidak kejang
A: Masalah keracunan gas tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO pada hari berikutnya
50
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil mengikuti terapi, yang telah dilakukan sebanyak 17 kali mulai 26
Februari sampai Maret 2018 secara rutin dan berkala. Selama terapi mulai ada
perubahan, sejak terapi minggu kemarin klien sudah bisa tidur, biasanya klien
susah tidur karena nyeri. Serta luka pada kaki kanan sudah tampak tidak
kehitaman Dapat disimpulkan bahwa terapi HBO pada penderita Buerger
Disease dapat meningkatkan suplai oksigen ke otak sehingga memperbaiki
pusat gerak serta mencegah infeksi sekunder dan menimbulkan komplikasi
seperti sepsis.
51
sensorik dan motorik dalam proses perawatan Klien, sebab terapi HBO dapat
meningkatkan jumlah oksigen dalam plasma terutama vaskularisasi jaringan yang
terinflamasi dan mengurangi tekanan dalam rongga otak.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktik profesi di Lakesla Drs. Med.
Rijadi. S., Phys Surabaya, pada kesempatan ini kami akan menyampaikan
beberapa saran untuk perbaikan Lakesla agar kedepannya lebih baik lagi. Adapun
saran – saran tersebut, yakni:
52
DAFTAR PUSTAKA
Bennett MH, Wasiak J, Schnabel A, Kranke P, French C. Hyperbaric oxygen
therapy for acute ischaemic stroke (Cochrane Review). In: The Cochrane
Library, Issue 1, 2006. Oxford: Update Software
Nurtamin, T. (2014). Penyakit Buerger, 41(10), 749–751.
Oktaria, D., & Samosir, R. K. (2017). Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana pada
Buerger ’ s Disease Diagnosis Criteria and Treatment in Buerger ’ s Disease.
Majority, 6, 126–131.
Moorhead, Sue, et.al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), edisi ke-
5;editor Intansari Nurjanah, Roxsana Devi T. Yogyakarta: Moocomedia.
Sahni T, Singh P, John MJ. Hyperbaric oxygen therapy : current trends and
applications. New Delhi: JAPI; 2003
53
Lampiran 1. Dokumentasi luka tanggal 26 Februari 2018
54
Lampiran 2. Dokumentasi luka tanggal 13 Maret 2018
55