Anda di halaman 1dari 59

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN OKSIGEN HIPERBARIK KE 17


PADA Ny. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS BUERGER DISEASE
DI LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S., Phys. SURABAYA
TANGGAL 12-17 MARET 2018

Disusun Oleh :

Kelompok 2 Tim 2

Leli Ika Hariyati, S.Kep 131723143008


Selvi Ratu Djawa, S.Kep 131723143011
Friska N.W.H, S.Kep131723143020

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan oksigen hiperbarik ke-17 pada Ny. J dengandiagnosa


medis Buerger Disease di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S., Phys. Surabaya yang telah
dilaksanakan tanggal 15 Maret 2018 dalam rangka pelaksanaan Profesi Keperawatan
Medikal Bedah di Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA).
Telah disetujui untuk dilaksanakan Seminar Kasus di Lembaga Kesehatan Kelautan
TNI Angkatan Laut (LAKESLA) pada hari Kamis 15 Maret 2018.

Disahkan tanggal 16 Maret 2018

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Andri Setiya Wahyudi, S.Kep., Ns.,M.Kep Taukhid, S.Pd.


NIP 198206192015041001 Serka Rum NRP.69686

Mengetahui,
Kepala Ruang

Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP.14608/P

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat dan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Seminar Keperawatan pada stase medikal bedah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN OKSIGEN HIPERBARIK KE 17PADA Ny. J DENGAN
DIAGNOSA MEDIS BUERGER DISEASE DI LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI
S., Phys. SURABAYA”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis berpedoman pada materi perkuliahan,
pengalaman, dan bimbingan praktek, bantuan serta dorongan moril dan materil dari
berbagai pihak, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T dalam perlindungan-Nya dan kekuasaan-Nya telah membuat penulis


berada saat ini dan memperlancar segalanya.
2. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada penulis untuk mengikuti dan menjalankan pendidikan Program Studi
Pendidikan Ners.
3. Kolonel Laut (K), dr. Herjunianto, Sp.PD., MMRS. selaku Kalakesla yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di Lakesla.
4. Letkol Laut (K) Jan Arif Kadarman, Sp.P selaku Kabag Diklitbang Lakesla yang
senantiasa memotivasi mahasiswa untuk belajar dan memberikan fasilitas
semaksimal mungkin.
5. Mayor Laut (K), Maedi, S.Kep. selaku kepala ruangan dan pembimbing yang
senantiasa membimbing dan memotivasi mahasiswa dalam penyelesaian makalah
ini.
6. Dr. Andri Setiya Wahyudi, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing akademik
yangtelah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini.
7. Serka Rum Taukhid, S.Pd. selaku pembimbing ruangan yang memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesian makalah ini, dan
8. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.

iii
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap kritik dan saran yang dapat
membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih
baik. Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara
pribadi dan bagi pembaca.

Surabaya, 15 Maret 2018

Penulis

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebenarnya Penyakit Buerger (Tromboangitis Obliterans) merupakan penyakit


oklusi pembuluh darah perifer yang lebih sering terjadi di Asia dibandingkan di
Negara-negara barat. Penyakit ini merupakan penyakit idiopatik, kemungkinan
merupakan kelainan pembuluh darah karena autoimmune, panangitis yang
hasil akhirnya menyebabkan stenosis dan oklusi pada pembuluh darah.
Laporan pertama Tromboangitis Obliterans telah dijelaskan di Jerman
oleh von Winiwarterpada tahun 1879 dalam artikel yang berjudul “A strange form
of endarteritis and endophlebitis with gangrene of the feet”. Kurang lebih sekitar
seperempat abad kemudian, di Brookline New York, Leo
Buerger mempublikasikan penjelasan yang lebih lengkap tentang penyakit
ini dimana ia lebih memfokuskan pada gambaran klinis dari Tromboangitis
Obliterans sebagai “presenile spontaneous gangrene”.
Hampir 100% kasus Tromboangitis Obliterans (kadang disebut
Tromboarteritis Obliterans) atau penyakit Winiwarter Buerger menyerang
perokok pada usia dewasa muda. Penyakit ini banyak terdapat di Korea,
Jepang, Indonesia, India dan Negara lain di Asia Selatan, Asia tenggara dan Asia
Timur.
Prevalensi penyakit Buerger di Amerika Serikat telah menurun selama
separuh dekade terakhir, hal ini tentunya disebabkan menurunnya jumlah
perokok, dan juga dikarenakan kriteria diagnosis yang lebih baik. Pada tahun
1947, prevalensi penyakit ini di Amerika serikat sebanyak 104 kasus dari 100 ribu
populasi manusia. Data terbaru, prevalensi pada penyakit ini diperkirakan
mencapai 12,6 – 20% kasus per 100.000 populasi.
Kematian yang diakibatkan oleh Penyakit Buerger masih jarang, tetapi
pada pasien penyakit ini yang terus merokok, 43% dari penderita harus melakukan
satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data terbaru, pada bulan
Desember tahun 2004 yang dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002
kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan,

1
ras dan jenis kelamin (International Classification of Diseases, Tenth Revision,
1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungkan dengan
Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah
2:1 dan etnis putih dan hitam adalah 8:1.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang muncul
sebagai berikut:
1. Apa sajakah diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada Klien Ny. J
dengan Buerger Disease?
2. Apa sajakah intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
membantu mengatasi masalah keperawatan pada Klien Ny. J dengan
Buerger Disease?
3. Apa sajakah implementasi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
membantu mengatasi masalah keperawatan pada Klien Ny. J dengan
Buerger Disease?
4. Bagaimana evaluasi keperawatan pada Klien Ny. J dengan Buerger Disease
setelah dilakukan tindakan keperawatan?
5. Bagaimana pengaruh terapi hiperbarik terhadap kondisi akibat Buerger
Diseaseyang dialami Ny J?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan medikal
bedah yang professional pada Klien yang mengalami Buerger
Diseasemelalui pendekatan proses keperawatan dengan terapi
hiperbarik Di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S., Phys. Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampumembuat diagnosa keperawatan yang sesuai
dengan kondisi Klien Ny. J dengan Buerger Disease.
2. Mahasiswa mampumelaksanakan intervensi keperawatan yang
sesuai dengan kondisi Klien Ny. J dengan Buerger Disease

2
3. Mahasiswa mampumelaksanakan implementasi keperawatan yang
sesuai dengan kondisi Klien Ny. J dengan Buerger Disease
4. Mahasiswa mampumelakukan dokumentasi asuhan keperawatan
yang sesuai dengan kondisi Klien Ny. J dengan Buerger Disease

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1Definisi Buerger Disease
Penyakit tromboangiitis obliteran atau yang lebih dikenal dengan nama
Buerger’s disease adalah suatu penyakit inflamasi non aterosklerotik yang
etiologinya masih belum diketahui, namun erat kaitannya dengan riwayat
pemakaian tembakau atau merokok (Oktaria & Samosir, 2017). Buerger’s
disease sering mengenai pembuluh darah berukuran kecil atau sedang pada
distal ekstremitas atas dan bawah(Nurtamin, 2014).
Buerger’s disease atau tromboangiitis obliteran adalah penyakit yang terjadi pada
pembuluh darah berukuran kecil dan sedang pada dewasa muda berusia 20-45
tahun dengan riwayat merokok atau penyalahgunaan tembakau. Penyakit ini
terjadi karena adanya proses inflamasi yang oklusif pada lumen pembuluh
darah dan diidentifikasikan sebagai respon autoimun terhadap
nikotin(Nurtamin, 2014).

Gambar 1. Buerger Disease


2.1.2 Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak
ada hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini
umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda,

4
kadang pada usia sekolah . Penghentian kebiasaan merokok memberikan
perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat
dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak
dari tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit
tersebut. Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans
dapat memiliki sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara
langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu
endarteritis yang dimediasi sistem imun.

2.1.3 Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa
penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang
mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien
dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal
ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada
kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel ,
dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.
Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada
pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi
perubahan patologis : (a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis, (b) tulang
mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang
yang berkembang menjadi osteomielitis, (c) terjadi kontraktur dan atrofi, (d)
kulit menjadi atrofi, (e) fibrosis perineural dan perivaskular, (f) ulserasi dan
gangren yang dimulai dari ujung jari.

2.1.4 Hispatologi
Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri dari tiga
fase yaitu fase akut, sub akut dan kronik.

5
1. Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofil polimorfonuklear (PMN),
mikroabses,dan multinucleated giant cells. Meskipun inflamasi terjadi pada
semua lapisan pembuluh darah akan tetapi arsitektur normal pembuluh darah
tetap dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan antara penyakit Buerger
dengan aterosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain.
2. Fase subakut merupakan fase oklusi trombi yang makin progresif.
3. Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada fase
ini terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia pembuluh
darah, dan fibrosis perivaskuler. Pada fase kronik ini histologi sangat sulit
dibedakan dari penyakit pembuluh darah kronik lain.

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan oleh iskemia.
Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam
tingkatnya. Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri
terjadi justru waktu istirahat. Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan
dingin, dan akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung.
Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran
penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren,
maka nyeri sangat hebat dan menetap.
Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung
kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan
cermin penyakit oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau
tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul progresif dan bisa mengenai tidak
hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan
tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan
akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal yang
bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.

6
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada
tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari,
tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren
pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada
daerah yang terkena.

Gambar 2. Manifestasi Klinis Buerger Disease

Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang
nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung
jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran
pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan
penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit
sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan
tanda fisik yang penting.
Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun
sebelum tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan
kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras
sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini
sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama
beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda ini
tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir patognomonik untuk
tromboangitis obliterans.
Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan
gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan

7
dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada
ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder
mulai dari kemerahan sampai ke tanda selulitis.
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit
berkembang secara intermitten, tahap demi tahap, bertambah falang demi falang, jari
demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang bakal terserang tidak dapat
diramalkan. Morbus buerger ini mungkin mengenai satu kaki atau tangan, mungkin
keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya terganggu
oleh nyeri iskemia.

2.1.6 Diagnosis
a. Kriteria Shionoya
Yang termasuk kriteria ini yaitu riwayat merokok, usia belum 50 tahun,
memiliki penyakit oklusi arteri infrapopliteal, flebitis migrans pada salah
satu ekstremitas atas dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis selain
merokok. Seluruh kriteria ini harus terpenuhi untuk menegakkan diagnosis
b. Kriteria Ollin
Yang termasuk kriteria ini sebagai berikut:
 Berumur antara 20-40 tahun.
 Merokok atau memiliki riwayat merokok
 Ditemukan iskemi ekstremitas distal yang ditandai oleh klaudikasio, nyeri
saat stirahat, ulkus iskemik atau gangren dan didokumentasikan oleh tes
pembuluh darah non-invasif.
 Telah menyingkirkan penyakit autoimun lain, kondisi hiperkoagulasi, dan
diabetes mellitus dengan pemeriksaan laboratorium.
 Telah menyingkirkan emboli berasal dari bagian proksimal yang diketahui
dari echokardiografi atau arteriografi.
 Penemuan arteriografi yang konsisten dengan kondisi klinik pada ekstremitas
yang terlibat dan yang tidak terlibat.
c. Kriteria Mills dan Pote

8
Kriteria eksklusi:
1. Sumber emboli proksimal
2. Trauma dan lesi lokal
3. Penyakit autoimun
4. Keadaan hiperkoagubilitas
5. Aterosklerosis: Diabetes, Hiperlipidemia, Hipertensi, Gagal Ginjal.
Kriteria mayor:
1. Onsetgejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun
2. Pecandu rokok
3. Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal brakial
4. Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti: Doppler arteri
segmentaldan pletismografi 4 tungkai, arteriografi , histopatologi.
Kriteria minor:
1. Phlebitissuperfi sial migrant Episode berulang trombosis lokal vena superfi
sial pada ekstremitas dan badan
2. Sindrom Raynaud atau Fenomena Raynaud.
Sindrom Raynaud adalah penurunan aliran darah sebagai akibat spasme
arteriola perifer sebagai respons terhadap kondisi stres atau dingin. Sindrom ini
paling sering dilihat di tangan atau juga dapat di hidung, telinga dan lidah
dalam bentuk respons trifasik yaitu:
a. Pucat karena vasokonstriksi arteriol prekapiler
b. Sianosis karena vena terisi penuh oleh darah yang terdeoksigenasi
c. Eritema karena reaksi hiperemi
- Melibatkan ekstremitas atas
- Klaudikasio saat berjalan

2.1.7Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium

9
Saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendiagnosis
penyakit Buerger. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis
adalah sebagai berikut:
a. Darah lengkap, hitung platelet
b. Tes fungsi hati
c. Tes fungsi ginjal dan urinalisis
d. Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus
e. Profi l lipid
f. Tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
g. Penapisan autoimun:
- Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren). Pada penyakit Buerger biasanya
normal.
- Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit Buerger biasanya normal.
- Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit Buerger normal
- Antibodi antisentromer merupakan petanda serologis untuk sindrom CREST
dan Scl 70 (penanda serologis untuk scleroderma).
h. Penapisan keadaan hiperkoagulasi:
- Kadar protein C, protein S, dan antitrombin III
- Antibodi antifosfolipid
- Faktor V Leiden
- Prothrombin
- Homosisteinemi

B. Pemeriksaan Radiologi
USG Doppler, echokardiografi , Computed Tomograghy (CT) scan
danMagneticresonance imaging(MRI) dilakukan untuk menyingkirkan sumber
emboli proksimal. USG Doppler dan pletismografi diperlukan untuk mengetahui
adanya oklusi distal. Pada pemeriksaan angiografi dapat ditemukan gambaran lesi
oklusi segmental pembuluh darah kecil dan sedang (medium) diselingi
gambaran segmen normal, tanda Martorell atau gambaran kolateral pembuluh

10
darah seperti “corkscrew,” “spider legs,” or “tree roots”meskipun gambaran ini dapat
juga dijumpai pada skleroderma, sindrom CREST (Calcinosis, Raynaud’s
phenomenon, esophageal dysmotility, sclerodactyly and telangiectasia), di arteri
proksimal tidak dijumpai aterosklerosis, aneurisma dan sumber emboli lain.

Gambar 3. Sebelah kiri merupakan angiogram normal. Gambar sebelah kanan


merupakan angiogram abnormal dari arteri tangan yang ditunjukkan
dengan adanya gambaran khas “corkscrew” pada daerah lengan.
Perubahannya terjadi pada bagian kecil dari pembuluh darah lengan
kanan bawah pada gambar (distribusi arteri ulna).

Gambar 4. hasil angiogram abnormal dari tangan

C. Pemeriksaan Fisik
Secara umum, penegakan diagnosis suatu penyakit dapat dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada
Buerger’s disease kan ditemukan riwayat merokok serta rasanyeri, klaudikasio
pada kaki atau juga tangansaat beraktivitas dan istirahat.Sebagian besar individu
yang terkena Buerger’s disease merupakan perokok. Buerger’s disease juga dapat
terjadi pada individu yang mengkonsumsi bentuk lain dari tembakau,seperti

11
tembakau yang dikunyah atau chewingtobacco. Perokok yang setiap harinya
mengkonsumsi satu setengah bungkus rokok atau lebih per harinya sangat
mungkin berkembang menjadi Buerger’s disease.Perokok berat didefinisikan
sebagai individu yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokoksetiap harinya.Rasa
nyeri pada bagian tubuh yang terkena dapat menyebar ke daerah sentral tubuh.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya Raynaud’s phenomenon, yaitu
perubahan warna kulit menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang
dingin. Fenomena Raynaud terjadi pada sekitar 40% pasien Buerger’s disease.
Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan vaskularisasi di
tangan. Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan
pemeriksa akan menekan pergelangan tangan pasien yang bertujuan untuk
mengobstruksi aliran darah ke tangan. Setelah itu, pasien diminta untuk membuka
kepalan tangan, dan pemeriksa akan melepaskan tekanan pada pergelangan tangan
pasien. Normalnya, telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam 5 sampai 15
detik. Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s disease biasanya negatif atau
abnormal, dimana terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini
membuktikan adanya gangguan pada aliran darah pada tangan pasien.
Hasil abnormal pada tes Allen pada perokok muda ditambah dengan adanya
ulserasi dapat menjadi indikasi yang jelas menunjukkan adanya Buerger’s
disease. Namun hasil yang abnormal ini juga dapat terlihat pada tipe penyakit
oklusif arteri kecil pada tangan seperti skleroderma, calcinosis syndrome,
Raynaud's syndrome, oesophagea dysmotility, sclerodactyly, dan telangiectasia
(CREST); trauma berulang; emboli; hipperkoagulabilitas; dan vaskulitis. Tak
jarang, pasien datang ketika telah terjadi kematian jaringan yang menimbulkan
luka dan nyeri pada ekstremitas yang terkena (gangren) atau ulkus kronik di jari
tangan atau kaki.

2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas hidup. Cara yang dapat
dilakukan adalah menghindari dan menghentikan faktor yang memperburuk penyakit,

12
memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau ekstremitas, mengurangi rasa
sakit akibat iskemi, mengobati trombofl ebitis, memperbaiki penyembuhan luka
atau ulkus.
A. Terapi non bedah
1. Berhenti merokok merupakan salah satu cara mengatasi progresivitas penyakit
2. Analog prostasiklin seperti iloprost; merupakan vasodilator dan mampu
menghambat agregasi platelet.
3. Calcium channel blocker untuk mengurangi efek vasokonstriksi penyakit ini.
4. Bosentan. Obat ini merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1 sehingga
memiliki kemampuan vasodilatasi. Pada peneltian de Haro dkk. (2012)
menghasilkan perbaikan kondisi klinis penyembuhan ulkus dan gambaran
angiografi .Bosentan selama 28 hari lebih efektif dibandingkan aspirin untuk
mengatasi nyeri saat istirahat dan penyembuhan ulkus (Flesinger dkk. 1990.
5. Siklofosfamid dilaporkan bermanfaat pada beberapa pasien berdasarkan
tiopatologi penyakit ini yang dipengaruhi oleh faktor autoimun. Saha dkk. (2001)
menunju kan bahwa obat ini dapat meningkatkan 20 kali lipat jarak klaudikasio
dan menghilangkan nyeri pada saat istirahat.
6. Obat analgesik seperti analgetik narkotik atau obat anti infl amasi non steroid
mungkin membantu mengatasi nyeri pada beberapa pasien.
7. Terapi stem cell yaitu terapi autolog whole bone marrow stem cell(WBMSC)
menunjukkan perbaikan seperti penyembuhan ulkus, menghilangkan nyeri
iskemik, rekanalisasi arteri dan menurunkan risiko amputasi tungkai.
8. Spinal Cord Stimulation hasilnya baik untuk menghilangkan nyeri dan
penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat transmisi sinyal penghantar
nyeri pada serabut saraf simpatis. Selain itu juga pada saat bersamaan terjadi
peningkatan perfusi mikrosirkulasi akibat inhibisi serabut saraf simpatis.
B. Terapi Bedah
1. Simpatektomi; bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi akibat saraf
Simpatis.

13
2. Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien, dapat
merangsang angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan meredakan nyeri
saat istirahat..

3. Operasi bypassarteri menunjukkan hasil

Gambar 5 . Bypass arteri

14
2.2 KONSEP TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN
2.2.1 Pengertian
Hiperbarik berasal dari kata “Hyper” berarti tinggi dan “Bar” berarti tekanan,
dengan demikian hiperbarik terapi dengan menggunakan tekanan yang tinggi.
Lakesla 2009, dalam T Nuh Huda, 2010 menjelaskan terapi hiperbarik oksigen
(HBO) adalah suatu cara terapi dimana penderita berada dalam suatu ruangan
bertekanan lebih dari 1 ATA (atmospher absolute) dan bernafas dengan
menggunakan oksigen 100%.
2.2.2 Dasar Fisiologi Oksigen Hiperbarik
Efek dari terapi oksigen hiperbarik adalah berdasarkan hukum – hukum gas
dan efek-efek fisiologis dan biokimia dari hiperoksia. Hukum-hukum fisika
tentang gas tersebut antara lain:
1. Hukum Boyle, menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik
dengan tekanan bila temperatur dipertahankan konstan. Volume gas
menurun dengan naiknya tekanan dan volume naik dengan turunnya
tekanan. Hukum ini merupakan dasar untuk banyak aspek dari terapi
oksigen hiperbarik, seperti suatu fenomena yang dikenal sebagai ‘squeeze'
yang terjadi selama proses terapi karena peningkatan temperatur ruangan
(chamber). Ketika tuba eustachii tersumbat menyebabkan terganggunya
proses keseimbangan tekanan gas yang mengakibatkan rasa nyeri yang
menekan di middle ear (telinga bagian tengah).
2. Hukum Dalton, menyatakan bahwa tekanan campuran (total pressure)
duagas atau lebih yang berada dalam suatu ruangan sama dengan jumlah
tekanan gas (partial pressure) masing-masing yang ada dalam ruangan
tersebut.
3. Hukum Henry, menyatakan bahwa banyaknya gas yang larut dalam
cairan atau jaringan berbanding lurus dengan tekanan gas dan koefisien
kelarutan gas tersebut. Hukum ini merupakan basis dari peningkatan
tekanan oksigen di jaringan dengan penggunaan terapi oksigen hiperbarik
(Bell et al, 2004).

15
Sebagian besar oksigen dibawa dalam darah dalam bentuk terikat
dengan haemoglobin, yang mana 97% nya jenuh pada tekanan atmosfer.
Sebagian oksigen dibawa dalam larutan dan bagian ini meningkat jika
tekanannya juga meningkat sesuai dengan hukum Henry, yang
memaksimalkan oksigenasi jaringan. Ketika menghirup udara dengen
tekanan normal (normobaric), tekanan oksigen arteri berkisar antara
100mmHg dan tekanan oksigen di jaringan 55 mmHg. Dengan
pemberian oksigen 100% pada tekanan 3 ATA dapat meningkatkan
tekanan oksigen arterial menjadi 2000 mHg dan tekanan oksigen
jaringan 500 mmHg, dengan jumlah 60 ml oksigen per liter darah
(bandingkan dengan tekanan atmofer yang hanya dapat mengangkut
oksigen 3ml per liter darah). Kondisi tersebut dapat memberi support
pada jaringan (resting tissue) tanpa dibutuhkan hemoglobin. Karena
oksigen berada di dalam cairan tubuh, oksigen ini dapat mencapai
area yang terobstruksi dimana sel darah merah tidak dapat
melewatinya dan keuntungan lainnya oksigen ini dapat
memberikan oksigenasi jaringan bahkan dalam keadaan
pengangkutan hemoglobin-oksigen yang terganggu, contoh pada
kasus keracunan karbon monoksida dan anemia yang parah (Bell et
al, 2004).
Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan pembentukan radikal
bebas oksigen, yang mengoksidasi protein dan membrane lemak,
merusak DNA dan menghambat fungsi metabolik dari bakteri.
Oksigen hiperbarik efektif terutama melawan bakteri anaerob dan
memfasilitasi oxygen dependent peroxidase system leukosit dalam
membunuh bakteri. Terapi oksigen hiperbarik juga meningkatan
oxygen-dependent transport dari beberapa jenis antibiotik sehingga
dapat menembus dinding sel bakteri (Bell et al, 2004).

16
Oksigen hiperbarik membantu proses penyembuhan luka dengan
menguatkan gradien oksigen sepanjang daerah luka yang iskemik dan
merangsang formasi matriks kolagen yang bersifat oxygen
dependent yang dibutuhkan untuk proses angiogenesis (Bell et al,
2004).
Selama reperfusi, leukosit melekat pada jaringan yang iskemi,
melepaskan protease dan radikal bebas yang mengarah ke
vasokonstriksi patologis dan kerusakan jaringan. Zamboni,
mendemonstrasikan adanya pengurangan perlekatan leukosit dan
vasokonstriksi post iskemi pada jaringan tikus iskemi yang
mendapat terapi oksigen hiperbarik (Zamboni, 1993) dan lebih baru
lagi, Thom mendemonstrasikan pengurangan peroksidasi lipid pada
tikus dengan keracunan karbon monoksida yang mendapat oksigen
hiperbarik (Bell et al, 2004).
Hiperoksia pada jaringan normal yang mendapat oksigen hiperbarik
menyebabkan vasokonstriksi yang cepat dan signifikan. Tetapi ini
dikompensasi dengan peningkatan oksigen plasma dan aliran darah
mikorvaskuler ke jaringan iskemi yang secara jelas ditingkatkan oleh
oksigen hiperbarik. Vasokonstriksi dapat mengurangi oedem pada
jaringan post traumatic yang berkontribusi pada terapi crush injuries,
compartment syndromes dan luka bakar (Bell et al, 2004).
Selain itu, oksigen hiperbarik membatasi reduksi produksi ATP
oleh jaringan post iskemi dan menurunkan akumulasi laktat pada
jaringan iskemi. Kesimpulannya, oksigen hiperbarik mempunyai efek
yang kompleks pada system imun, transport oksigen dan haemodinamik.
Efek terapeutik yang positif berupa pengurangan hipoksia dan oedema
dan membantu respon host normal terhadap infeksi dan iskemia (Bell et
al, 2004).

17
2.2.3 Administrasi oksigen Hiperbarik
Pemberian oksigen hiperbarik efektif jika dihirup pada atmosfer atau melalui
tuba endotrakeal dalam monoplace chamber atau melalui masker dalam multi-
occupant chamber. Durasi pengobatan tunggal sangat bervariasi dari 45 menit,
untuk kasus korban keracunan karbon monoksida (CO), hingga hampir 5 jam, pada
kelainan dekompresi yang parah. Pemberian oksigen hiperbarik rata–rata 90 menit
untuk pengobatan luka yang tidak peka terhadap antibiotik dan debridement setiap
20-30 perawatan. Pemantauan kritis dan pengobatan, termasuk ventilasi mekanik,
harus siap tersedia (Nugroho,2010).
Proses HBOT diawali dengan konsultasi dokter dan pemeriksaan fisik untuk
menentukan ada tidaknya kontraindikasi absolut seperti pneumotoraks dan
kontraindikasi relatif seperti asma, klaustrofobia (takut ruangan sempit), penyakit
paru obstruktif kronik, disfungsi tuba eustachius, demam tinggi, kehamilan, dan
infeksi saluran napas atas (LAKESLA,2009).
Klien akan dibawa masuk dalam suatu ruangan hiperbarik setelah dipastikan
tidak memiliki kontraindikasi HBOT. Ada 2 jenis ruangan yaitu ruangan multipel
yang dapat digunakan bersamaan dengan Klien lain dan ruangan single yang hanya
dapat digunakan oleh 1 Klien saja. Tidak perlu penggunaan masker maupun sarung
tangan dalam ruangan, kecuali pada kasus keracunan karbonmonoksida. Di dalam
ruangan Klien dapat melakukan aktivitas seperti membaca dan mendengarkan
musik. Dosis dan lamanya HBOT disesuaikan dengan kondisi jaringan dan
indikasi dilakukannya HBOT. Sebagai contoh, HBOT untuk perawatan luka
dilakukan sebanyak 10 sesi perawatan, setiap sesi memakan waktu 90 hingga 120
menit (LAKESLA, 2009).
Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2 – 3 ATA
(Atmosphere Absolute) dengan pemberian O2 intermitten akan mencegah
keracunan O2 dan memberikan efek samping seminimal mungkin. Efek samping

18
yang ditimbulkan biasanya berupa mual, kedutan pada otot wajah dan perifer,
maupun kejang (LAKESLA, 2009).

Gambar 6. Tabel kindwall HBOT atas indikasi penyakit klinis dan kebugaran

2.2.4 Indikasi terapi hiperbarik


Indikasi dilakukannya terapi HBO terbagi menjadi:
1) Penyakit penyelaman
 Penyakit dekompresi
 Emboli gas arterial
 Keracunan karbondioksida (CO2)
2) Penyakit klinis
 Gas gangrene  Luka bakar
 Bedah plastic dan skin graft  Luka hipoperfusi
 Osteomyelitis  Infeksi jaringan lunak
 Osteoradionekrosis  Sudden deafness
 Crush injury  Aktinomikosis

19
 Traumatic ischemia  Emboli udara
 Tromboangitis Obliterans  Insufisiensi atreri perifer akut
 Neurologi (stroke, migraine,  Ujung amputasi yang tidak
demensia) sembuh
3) Terdapat pula pengobatan pilihan, yaitu:
 Pelayanan kesehatan dan kebugaran

 Pelayanan kesehatan olahraga

 Pasien lanjut usia (geriatri)

 Dermatologi dan kecantikan

2.2.5 Kontraindikasi

Kontraindikasi HBO terapi meliputi:

1) Kontraindikasi absolut

 Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum dirawat, kecuali bila

sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk

mengatasi pneumothorax tersebut (LAKESLA, 2009).

 Keganasan yang belum diobati atau keganasan metastatik akan menjadi lebih

buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik untuk pengobatan dan termasuk

kontraindikasi absolut, itulah anggapan orang-orang selama bertahun-tahun.

Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir ini menunjukkan

bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam suasana oksigen

hiperbarik. Penderita keganasan yang diobati dengan oksigen hiperbarik

biasanya secara bersama-sama juga menerima terapi radiasi atau kemoterapi

(LAKESLA, 2009).

20
 Kehamilan juga merupakan kontraindikasi absolut karena tekanan parsial

oksigen yang tinggi berhubungan dengan penutupan patent ductus arteriosus,

sehingga secara teoritis pada bayi prematur dapat terjadi fibroplasia

retrolental. Namun pada penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa

komplikasi ini nampaknya tidak terjadi (LAKESLA, 2009)

2) .Kontraindikasi relative

 ISPA  Infeksi aerob seperti TBC


 Sinusitis kronis  Riwayat operasi dada
 Kejang  Riwayat operasi telinga
 Emfisemia disertai retensi CO2  Kerusakan paru asimtomatis yang
 Panas tinggi yang tidak terkontrol ditemukan pada hasil foto rontgen
 Sperositosis kongenital  Infeksi virus
 TD Sistolik > 170 mmHg atau <  Penyakit neuritis optic
90 mmHg  Asma
 TD diastolic >110 mmHg atau <  Lepra
60 mmHg  Claustrophobia

2.2.6 Komplikasi

Oksigen hiperbarik relatif aman walaupun ada beberapa resiko yang disebabkan

oleh peningkatan tekanan dan hiperoksia. Efek yang paling sering adalah myopia

yang progresif dan reversible yang disebabkan karena deformasi fisik lensa.

Toksisitas pada CNS berupa kejang mungkin terjadi dan telah dibuktikan oleh Paul

Bert pada tahun 1878. Barotrauma sinus dan middle ear dapat dicegah dengan

ekualisasi tekanan atau menggunakan tympanostomy tubes dan otitis media dapat

dicegah dengan pseudoephedrine. Barotrauma telinga dalam jarang terjadi tetapi

21
ruptur pada timpani dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang

permanen, tinnitus dan vertigo. Barotrauma paru dan penumothorax jarang

terjadi, terutama disebabkan sebelumnya ada riwayat penyakit paru. Selain itu efek

samping psikologis seperti claustrophobia sering terjadi (Bell et al, 2004).

2.2.7 Pengaruh Oksigen Hiperbarik terhadap Penyakit

Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan respon imun host dengan meningkatkan

aktifitas bakterisidal leukosit, neutrophile oxidative burst dan leukocyte killing

dari organisme aerob gram negatif. Oksigen bersifat sitotoksik terhadap bakteri

anaerob. Sehingga mungkin menurunkan morbiditas, mortalitas dan kebutuhan untuk

intervensi operasi pada berbagai macam infeksi yang ternekrotisasi. Oksigen

hiperbarik juga meningkatkan transport antibiotik amynoglycoside (gentamycin,

tobramycin, amykacin dan lain-lain) melewati dinding sel bakteri, meningkatkan

efektivitas dari obat-obat ini yang mungkin dapat dihambaT secara in vivo oleh

keadaan hipoksia yang banyak terjadi pada pasien dengan luka yang parah (Falabella,

2005)

Terapi oksigen hiperbarik mengurangi edema lokal jaringan melalui

vasokontriksi arterial disamping juga mengatur pengiriman oksigen yang lebih

banyak ke jaringan luka. Oksigen hiperbarik mencegah post iskemik reperfusion

injury yang dimediasi oleh leukosit dengan cara mencegah perlekatan leukosit

pada dinding venul sehingga membatasi produksi radikal bebas oksigen yang

menyebabkan vasokonstriksi arteriol. Selain itu, sudah sejak lama hiperbarik

22
diketahui dapat meningkatkan deposisi kolagen di jaringan hipoksia sebaik

meningkatkan angiogenesis (Falabella, 2005).

2.3 Pengaruh Hiperbarik Oksigen Dengan Buerger Disease


Penyakit Buerger atau disebut juga Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan
vaskular berupa inflamasi dan penyumbatan. Yang mengenai pembuluh darah ukuran
sedang dan kecil dan juga vena distal pada ekstremitas atas dan bawah. Dapat juga
mengenai pembuluh darah otak, visceral, dan koroner. Lebih sering terjadi pada laki-
laki dibawah umur 40 tahun. Prevalensinya lebih tinggi pada orang asia dan eropa
timur. Penyebabnya yang pasti belum diketahui, tetapi berhubungan dengan
kebiasaan merokok.
Pada tahap awal leukosit polimorfonuklear menginfiltrasi dinding pembuluh
darah arteri dan vena. Lapisan elastika interna terkena dan terbentuk trombus pada
lumen pembuluh darah. Pada tahap lanjutan neutrofil akan digantikan oleh sel
mononuklear, fibroblast, dan sel giant. Ditandai adanya fibrosis perivaskular dan
rekanalisasi.
Gambaran klinis pada penyakit buerger sering kali berupa trias klaudikasio
yang melibatkan ekstremitas, fenomena Raynaud, dan tromboplebitis vena
superficial yang berpinah-pindah. Klaudikasio biasanya terjadi pada betis dan
kaki atau pada lengan bawah dan tangan, karena memang terutama mengenai
pembuluh darah distal. Kelainan yang ditemukan dapat berupa iskemi digital yang
berat, perubahan kuku, ulkus yang nyeri, dan gangren dapat timbul pada ujung jari
dan tumit. Pada pemeriksaan klinis nadi arteri brakialis dan poplitea normal, tetapi
nadi dapat berkurang atau hilang pada arteri radialis, ulnaris, dan tibialis.
Pemeriksaan ultrasonografi duplex dan arteriografi sangat membantu untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran perubahan lesi segmental pembuluh darah dari
yang normal bertahap menjadi halus pada pembuluh darah distal merupakan
gambaran yang khas, dan terdapat pembuluh darah kolateral disamping pembuluh
darah yang tersumbat. Pada pembuluh darah proksimal biasanya tidak ditemukan

23
arterosklerosis. Diagnosis pasti hanya ditentukan dengan biopsi eksisi dan
pemeriksaan histopatologi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Saito et al, 2007, banyak pasien yang
menderita penyakit tungkai iskemik parah yang harus mengalami amputasi, meskipun
juga harus dilakukan terapi intensif. Simpatektomi dan terapi oksigen hiperbarik
adalah terapi untuk pasien dengan gangguan sirkulasi perifer. Baru-baru ini, beberapa
studi klinis telah menetapkan bahwa implantasi sel sumsum tulang - mononuklear ke
tungkai iskemik meningkatkan pembentukan pembuluh darah kolateral. Dalam
penelitian ini, implantasi autologous tulang sel sumsum - mononuklear diresepkan
untuk pasien dengan 7 anggota badan iskemik karena penyakit arteri perifer.
Meskipun sejauh perbaikan itu tidak konsisten antara 7 kasus, semua pasien
mengalami beberapa perbaikan dalam gejala mereka. Tekanan parsial oksigen
transkutan diukur dalam ruang hiperbarik meningkat pada 5 pasien. Tidak ada efek
samping yang diamati. Kesimpulannya, penggunaan kombinasi autologous
transplantasi sumsum tulang dan terapi oksigen hiperbarik mungkin aman dan efektif
untuk pencapaian angiogenesis terapeutik.
Dalam penelitian lain yang dilakukan Yazinski N tahun 2010, Buerger disease
yang dikategorikan sebagai penyakit pembuluh darah arteri dapat diterapi dengan
terapi oksigen hiperbarik. Dalam penelitiannya, menunjukkan adanya perbaikan
terhadap penyakit meskipun tidak terlalu signifikan. Selain itu, terapi hiperbarik juga
dikombinasikan dengan perawatan yang benar untuk mencegah infeksi sekunder dan
menimbulkan komplikasi seperti sepsis.
Tahun 2016 Hemsinli et al. menambahkan terapi oksigen hiperbarik pada
tatalaksana standar pasien penyakit buaerger grade IV dengan angka kesembuhan
penuh sebanyak 52,7% dari kasus. Sebalum dilakukan terapi, pasien cenderung
berjalan dengan menahan rasa sakit. Namun setelah diterapi rasa sakit menjadi
berkurang secara signifikan jika dibandingkan dengan keadaan sebelum diterapi.
Berdasarkan Hadibroto (2010), mengatakan bahwa hiperbarik oksigen akan
menghentikan penyebaran racun dan meningkatkan pembasmian bakteri. Hal

24
ini penting dalam usaha penanganan gangren, gas, dan nekrotisasi infeksi
jaringan.

2.4 WOC Penyebab tidak diketahui Faktor risiko:


1. Rokok
2. Autoimun
Peningkatan Sel sensitive pada 3. Genetik
kolegan I, III

Merusak sel endotel

Oklusi arteri

Lumen arteri menyempit

Aliran darah ke jaringan ↓ Resistensi lumen arteri ↑

Gangguan perfusi jaringan perifer Penyumbatan arteri yang lebih kecil

Denyut nadi lemah/susah teraba BUERGER DISEASE Iskemik HBOT

Ketidakseimbangan O2 Nekrosis Pemberian


O2 100%

Metabolisme anaerob Atropi


Resiko
keracunan O2
Produksi asam Ulkus pada ujung jari tangan dan kaki
laktat↑
Kurang
Pembusukan oleh bakteri pengetahuan
pH sel ↓

Gangren Jaringan mati ansietas


Nyeri kronis dan membusuk

25
Tekanan > 1
Kerusakan integritas jaringan ATA
Ganggangguan citra tubuh Gangguan
citra tubuh
Gagal valsava

Risiko barotrauma

Risiko cidera
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Terapi OksigenPasien
Hiperbarik
masuk RUBT
2.5.1 Pengkajian
1. Identitas klien:
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, no. RM, dan diagnosa medis
2. Keluhan utama
Keluhan yang muncul merupakan keluhan klinis DM Gangren, alasan
menggunakan terapi hiperbarik.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit secara detail mulai dari kapan terjadinya DM,
ada gangren, hingga dilakukan terapi hiperbarik oksigen, serta berapa kali ke
hiperbarik dan apakah melakukan kunjungan hiperbarik secara rutin dan
berkala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji penyakit yang pernah dialami klien yang mungkin menjadi
kontraindikasi terapi HBO.
5. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
 Keadaan umum
 Tanda-tanda vital
b. ROS (Review of System)
 B1 (Breath)
 B2 (Blood)
 B3 (Brain)

26
 B4 (Bladder)
 B5 (Bowel)
 B6 (Bone)
6. Pengkajian pra HBO
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Auskultasi paru-paru
c. Kaji adanya tanda-tanda flu
d. Tes pada pasien keracunan CO/ Oksigen.
e. Lakukan uji gula darah pada pasien dengan IDDM.
f. Kaji status nutrisi pada pasien dengan DM dengan pengobatan atau
insulin
g. Uji ketajaman penglihatan.
h. Observasi cedera tulang umum dalam luka trauma.
i. Kaji tingkat nyeri
7. Pengkajian intra HBO
a. Pantau adanya tanda-tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan
komplikasi/efek samping yang biasa ditemui dalam HBOT.
b. Mendorong pasien untuk menggunakan teknik valsava maneuver yang
paling nyaman.
c. Mengingatkan pasien bahwa valsava maneuver hanya digunakan pada
saat proses dekompresi, setelahnya pasien hanya perlu bernapas normal
(tidak menahan napas).
d. Jika pasien mengalami nyeri ringan sampai sedang, hentikan dekompresi
hingga nyeri reda. Jika nyeri ringan sampai sedang tidak mereda, pasien
harus dikeluarkan dari ruang dan diperiksa oleh dokter THT.
e. Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas secara normal
(jangan menelan udara).
f. Pantau adanya claustrophobia.
g. Segera periksa gula darah jika terdapat tanda-tanda hypoglycemia
8. Pengkajian post HBO

27
a. Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, lakukan uji ontologis.
b. Tes gula darah pada pasien IDDM.
c. Lakukan penilaian status neurovaskular dan luka pada pasien
d. Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas selama terapi dilarang
mengemudikan alat transportasi atau menghidupkan mesin.
e. Dokumentasikan tindakan dan kondisi pasien pasca HBOT
2.5.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli
serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
2. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan
atmosfir meningkat.
3. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan
peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
2.5.3 Intervensi Keperawatan
1. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli
serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
Tujuan & Kriteria
Intervensi
Hasil
Tujuan: 1. Sebelum terapi dimulai ajarkan pada pasien
Setelah dilakukan tentang teknik valsava maneuver dengan cara
tindakan keperawatan, menelan ludah, mengunyah, minum, atau
pasien tidak mengalami menutup hidung lalu hembuskan.
barotrauma telinga, sinus 2. Kaji kemampuan pasien melakukan teknik
gigi, dan paru-paru, atau valsava maneuver.
gas emboli serebral 3. Ingatkan pasien untuk bernapas dengan
Kriteria hasil: normal selama perubahan tekanan,
1. Pasien tidak 4. Anjurkan pasien untuk melapor jika
mengeluh nyeri pada merasakan sakit di telinga
telinga, sinus gigi dan 5. Beritahukan operator ruang multiplace jika

28
Tujuan & Kriteria
Intervensi
Hasil
paru-paru ada pasien yang tidak dapat menyesuaikan
2. Tidak ada tanda- persamaan tekanan.
tanda barotrauma 6. Monitor tanda-tanda dan gejala barotrauma
hingga terapi selesai
7. Dokumentasikan hasil pengkajian

2. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan


atmosfir meningkat.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: 1. Kaji kondisi pasien sebelum terapi
Setelah dilakukan tindakan 2. Pantau kondisi pasien saat terapi
keperawatan, diharapkan tidak berlangsung dan dokumentasikan tanda
terjadi keracunan oksigen dan gejala dari keracunan oksigen pada
Kriteria hasil: sistem saraf pusat
1. Pasien tidak mengeluh 3. Beritahukan kepada dokter hiperbarik
pusing jika terdapat tanda-tanda keracunan
2. Pasien tidak mengatakan oksigen pada pasien
penglihatan kabur
3. Tidak ada mual

3. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan
peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: 1. Bantu pasien masuk dan keluar dari
Setelah dilakukan tindakan ruang dengan tepat
keperawatan , pasien 2. Jelaskan prosedur pencegahan
terhindar dari cidera kebakaran sesuai kebijakan yang

29
Kriteria hasil: ditentukan dan prosedur
1. Tidak terjadi kebakaran 3. Beritahukan kepada pasien terkait
2. Pasien keluar chamber barang-barang yang tidak boleh dibawa
dengan kondisi aman ke dalam chamber
3. Tidak ditemukan cidera 4. Amankan peralatan di dalam ruang
pada tubuh pasien sesuai dengan kebijakan dan prosedur
5. Pantau peralatan untuk perubahan
tekanan dan volume
6. Monitor adanya udara di IV linedan
tekanan tubing line invasif. udara
semua harus dikeluarkan dari tabung,
jika ada.
7. Dokumentasikan bahwa semua lini
invasif terbebas dari udara terutama
saat chamber diberikan tekanan dan
setelah diberikan tekanan

30
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBARIK OKSIGEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS BUERGER DISEASE DI LAKESLA Drs.Med. R. RIJADI,Phys
SURABAYA

Nama pasien : Ny. J Tanggal masuk : 12 Maret 2018


No. RM : xxxx/II/2018 Jam masuk : 09.00
Ruang : Lakesla Tanggal Pengkajian : 12 Maret 2018
Diagnosa Medis : Buerger Disease Jam pengkajian : 09.00

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Ny. J
Usia : 40 Th
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jombang
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan Pabrik

KELUHAN UTAMA:
Pasien mengeluh nyeri luka pada kedua kaki.

31
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluarga pasien mengatakan:
 Awalnya sebelum terjadi luka pasien mengalami gejala berupa ujung-ujung jari
kaki dan tangan sering membiru dan kebas jika terkena dingin, kebiruan pada
ujung-ujung jari hilang timbul, hal ini dialami + 1 tahun yang lalu dan diabaikan
karena dirasa tidak mengganggu.
 Sekitar 5 bulan yang lalu muncul kebiruan yang menetap disertai kebas dan nyeri
pada ujung jari tangan kiri, pasien kemudian berobat ke dokter praktek di
jombang dan diberi obat antibiotik, namun tidak ada perubahan dan mulai timbul
kebiruan disertai kebas dan nyeri pada ujung jari kaki kiri. Pasien kemudian
dibawa berobat ke RSUD Jombang dan dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya
 + 4 bulan yang lalu pasien menjalani perawatan rawat jalan di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya 2 minggu sekali dan direncanakan akan dioperasi. Selama
perawatan rawat jalan warna kebiruan pada ujung jari tangan dan kaki kiri
berangsur-angsur berubah menghitam, serta timbul gejala yang sama pada tangan
dan kaki kanan, dimana ujung-ujung jadi membiru dan berangsur-angsur
menghitam disertai nyeri dan kebas. Pasien mendapat obat anti pembekuan darah
(keluarga lupa nama obat) selama perawatan rawat jalan.
 Setelah dilakukan pemeriksaan pra operasi (pemeriksaan darah, jantung dan paru-
paru) dan pasien dinyatakan dapat dioperasi, pasien masih menunggu acara
operasi + 3 minggu, dalam waktu 3 minggu sebelum operasi, ujung-ujung jari
tangan kiri yang menghitam menjadi keras serta mengering sedangkan pada
kedua kaki timbul bengkak pada punggung kaki dan ujung-ujung jari semakin
menghitam dan nyeri serta timbul luka pada kedua kaki.
 Pasien dioperasi untuk pelebaran pembuluh darah di RSUD Dr Soetomo Surabaya
pada bulan Februari 2018, dan oleh dokter pasien disarankan untuk menjalani
terapi hiperbarik.
 Keluarga membawa pasien ke Lakesla 1 minggu setelah operasi di RSUD Dr
Soetomo Surabaya, dengan keluhan ujung jari kedua kaki menghitam dan ada
luka dijari-jari kedua kaki. Ujung jari tangan kiri hitam, keras dan kering, ujung

32
jari tangan kanan warna biru kehitaman. Nyeri pada jari tangan dan kaki, nyeri
dirasakan terus menerus dan sangat mengganggu, pasien tidak dapat tidur karena
nyeri. Pasien mulai menjalani terapi HBO sesi 1 dan perawatan luka pada tanggal
22 Februari 2018. Pasien mendapatkan obat Pletaal 50 mg/ 24 jam dari dokter di
Lakesla.
 Saat pengkajian keluarga mengatakan pasien sudah menjalani terapi HBO
sebanyak 17 kali sejak tanggal 22 Maret 2018. Sebelum terapi pasien tidak dapat
istirahat karena nyeri dirasakan sangat mengganggu namun sejak menjalani terapi
HBO pasien tidak mengalami kesulitan tidur lagi karena nyeri dirasakan
berkurang. Dalam 3 hari pasien kembali merasa nyeri sedikit bertambah namun
tidak mengganggu istirahat/tidur. Luka di kaki semakin membaik, terutama kaki
kiri, ujung jari tangan kanan yang awalnya berwarna biru kehitaman (jari 1,2,3,4)
sudah normal kembali, hanya sedikit ujung jari kelingking tangan kanan yang
hitam, keras dan kering, ujung jari tangan kiri (jari 2,3,4,5) hitam, keras dan
kering > 1 ruas pada masing-masing jari, namun tidak ada luka. Pengkajian nyeri
diperoleh, P: nyeri karena luka dikaki, Q: dirasakan seperti terbakar, R: pada
kedua kaki, S: nyeri dirasakan dari skala ringan sampai sedang, T: nyeri hilang
timbul. Ekspresi wajah meringis saat perawatan luka, skala nyeri 5.

RIWAYAT PENYAKIT DULU


Pasien dan keluarga mengatakan selama ini pasien tidak pernah sakit berat. Sesekali
sakit lambung jika telat makan. Pasien jarang flu, tidak ada riwayat hipertensi, tidak
sakit gula darah, tidak sakit TBC.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Keluarga mengatakan tidak ada riwayat sakit yang sama dalam keluarga, Tidak ada
riwayat hipertensi, diabetes dan TBC dalam keluarga. Suami perokok aktif, sehari
menghabiskan + 2 bungkus rokok.

PENGKAJIAN PER SISTEM


KU: sedang.

33
TTV: TD: mmHg, N: x/menit, RR: x/menit
 B1 (breathing)
RR: x/menit, regular, airway bebas, nafas spontan, tidak tampak kesulitan
bernafas, tidak ada nafas cuping hidung dan penggunaan otot bantu nafas, taktil
fremitus simetris kanan dan kiri, bunyi nafas verikuler. Tidak ada keluhan batuk
dan sesak nafas
 B2 (blood)
Conjungtiva ananemis, bunyi jantung s1,s2 reguler, tidak ada bunyi jantung
tambahan. Tidak ada keluhan nyeri dada, tidak pusing, tidak ada riwayat pingsan
 B3 (brain)
Kesadaran compos mentis, GCS: 456, tidak ada keluhan dan riwayat kejang
 B4 (bladder)
Tidak ada keluhan berkemih, BAK spontan, frekuensi + 4-5 kali sehari, warna
kuning jernih, bau pesing
 B5 (bowel)
Tidak ada stomatitis, mulut dan gigi bersih, tidak ada keluhan menelan, kebiasaan
makan 3 kali sehari. Napsu makan berkurang, lebih suka makan bubur
dibandingkan nasi, karena sering merasa mual.
 B6 (bone)
Ambulasi menggunakan kursi roda, ROM terbatas pada jari-jari tangan dan kaki
karena nyeri. ADL dibantu oleh keluarga.
Status lokalis:
− Manus sinistra: nekrosis dan kering pada phalanx distal-intermediate digiti
2,3,4, dan phalanx distal digiti 5, phalanx proximal digiti 2,3,5 warna
kebiruan dan bengkak. Jari-jari tidak mampu flexi
− Manus dextra: nekrosis dan kering pada phalanx distal digiti 5
− Pedis sinistra: gangren pada phalanx distal digiti 1,2,3,4,5, tidak mampu flexi,
abduksi dan adduksi
− Pedis dextra: ulkus phalanx distal 1,2,4,5, nekrosis/gangren phalanx distal 3,
tidak mampu flexi, abduksi dan adduksi

34
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien dan keluarga mengatakan sejak 5 bulan yang lalu pasien tidak bekerja lagi di
pabrik, sebelumnya pasien merupakan karyawan pabrik sepatu bagian pengeleman
dan sudah bekerja sekitar 20 tahun. Pasien mengatakan malu dengan kondisinya saat
ini. Pasien lebih banyak diam dan hanya menjawab singkat saat wawancara. Keluarga
mengatakan pasien berubah menjadi lebih pendiam sejak sakit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada

35
ANALISIS DATA
TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
12/3/2017 DS: Pasien Mengeluh Nyeri Luka Buerger disease Nyeri

Pada Kedua Kaki. Pengkajian iskemik kronis
Nyeri Diperoleh, P: Nyeri Karena ↓
ketidakseimbangan O2
Luka Dikaki, Q: Dirasakan Seperti ↓
metabolisme anaerob
Terbakar, R: Pada Kedua Kaki, S: ↓
Nyeri Dirasakan Dari Skala Ringan produksi asam laktat
meningkat
Sampai Sedang, T: Nyeri Hilang ↓
Timbul. pasien sudah menjalani nyeri

terapi HBO sebanyak 17 kali sejak


tanggal 22 Maret 2018. Sebelum
terapi pasien tidak dapat istirahat
karena nyeri dirasakan sangat
mengganggu namun sejak
menjalani terapi HBO pasien tidak
mengalami kesulitan tidur lagi
karena nyeri dirasakan berkurang.
Dalam 3 hari pasien kembali
merasa nyeri sedikit bertambah
namun tidak mengganggu
istirahat/tidur. Napsu makan

36
berkurang dan ADL dibantu oleh
keluarga karena nyeri.
DO: Ekspresi Wajah Meringis Saat
Perawatan Luka, Skala Nyeri 5.
Terdapat luka pada kaki kanan dan
kiri.

12/3/2017 DS: Pasien dan keluarga kerusakan sel endotel Kerusakan



mengatakan sekitar 5 bulan yang oklusi arteri integritas
lalu muncul kebiruan yang menetap ↓ jaringan
lumen arteri menyempit
disertai kebas dan nyeri pada ujung ↓
Buerger disease
jari tangan kiri dan dibawa berobat ↓
ke RSUD Jombang kemudian Gangguan sirkulasi
dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. + 4 bulan yang lalu
pasien menjalani perawatan rawat
jalan di RSUD Dr. Soetomo,
selama perawatan rawat jalan
warna kebiruan pada ujung jari
tangan dan kaki kiri berangsur-
angsur berubah menghitam, serta
timbul gejala yang sama pada
tangan dan kaki kanan, dimana
ujung-ujung jadi membiru dan
berangsur-angsur menghitam
disertai nyeri dan kebas. 3 minggu
sebelum operasi, ujung-ujung jari
tangan kiri yang menghitam

37
menjadi keras serta mengering
sedangkan pada kedua kaki timbul
bengkak pada punggung kaki dan
ujung-ujung jari semakin
menghitam dan nyeri serta timbul
luka pada kedua kaki.
DO: Status lokalis:
− Manus sinistra: nekrosis dan
kering pada phalanx distal-
intermediate digiti 2,3,4, dan
phalanx distal digiti 5, phalanx
proximal digiti 2,3,5 warna
kebiruan dan bengkak. Jari-jari
tidak mampu flexi
− Manus dextra: nekrosis dan
kering pada phalanx distal digiti
5
− Pedis sinistra: gangren pada
phalanx distal digiti 1,2,3,4,5,
tidak mampu flexi, abduksi dan
adduksi
− Pedis dextra: ulkus phalanx
distal 1,2,4,5, nekrosis/gangren
phalanx distal 3, tidak mampu
flexi, abduksi dan adduksi
12/3/2017 DS: Pasien dan keluarga kerusakan sel endotel Gangguan

mengatakan sejak 5 bulan yang lalu oklusi arteri citra tubuh
pasien tidak bekerja lagi di pabrik, ↓
lumen arteri menyempit
sebelumnya pasien merupakan ↓
Buerger disease

38
karyawan pabrik sepatu bagian
pengeleman dan sudah bekerja
sekitar 20 tahun. Keluarga
mengatakan pasien berubah
menjadi lebih pendiam sejak sakit.
Pasien mengatakan malu dengan
kondisinya saat ini dan tidak ada
perubahan kondisi sakitnya sejak 5
bulan lalu
DO: Pasien lebih banyak diam dan
hanya menjawab singkat saat
wawancara. Ambulasi
menggunakan kursi roda.
12/3/2017 DS: keluarga mengatakan pasien Terapi HBO Resiko

sudah menjalani terapiHBO Ruang gerak sempit pada cidera
sebanyak 17 kali sejak tanggal 22 chamber

Maret 2018. Keluarga mengatakan Pasien memerlukan kursi
pasien selalu menggunakan kursi roda ketika mobilisasi

roda Pasien transfer in/out dari
ruang (chamber)
DO: ambulasi menggunakan kursi ↓
roda risiko cidera
12/3/2017 DS: - Terapi HBO Resiko

DO: HBOT dengan tekanan > 1 Peningkatan tekanan barotrauma
ATA diatas 1 ATA

Perubahan tekanan udara
di dalam RUBT

Risiko barotrauma ke
telingga, sinus, gigi, dan
paru-paru, atau gas
emboli serebral
12/3/2017 DS: - Terapi HBO Risiko

39
DO: HBOT dengan pemberian pasien berada dalam keracunan
RUBT tekanan > 1 ATA
oksigen 100% selama + 120 menit ↓
oksigen
dalam RUBT Pemberian oksigen 100%

Risiko keracunan
oksigen

Diagnosa keperawatan:
1. Nyeri kronis b.d agen pencedera fisik
2. Kerusakan Integritas jaringan b.d gangguan sirkulasi
3. Gangguan citra tubuh b.d penyakit buerger
4. Risiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan
peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
5. Risiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli
serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
6. Risiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.

40
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
HARI/ DX TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI TTD
TGL
Senin, Nyeri Tujuan: setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri:
12/3/2017 kronis keperawatan selama 1 x 2 jam pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mengetahui cara meningkatkan kenyamanan 2. Lakukan pengkajian skala nyeri
dan mengontrol nyeri 3. Observasi tanda non verbal mengenai ketidaknyamanan
NOC: 4. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Kontrol nyeri, dengan kriteria: pengalaman nyeri
− menggunakan tindakan pengurangan 5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi: teknik relaksasi
nyeri tanpa analgesik dan nafas dalam sebanyak 2 kali
− melaporkan nyeri terkontrol 6. Observasi tanda – tanda vital
Tingkat nyeri, dengan kriteria: Manajemen lingkungan: kenyamanan
− panjangnya episode nyeri berkurang 7. Hindari gangguan yang tidak perlu dan beri waktu klien
− ekspresi tidak mengerang dan menangis beristirahat
− frekuensi napas normal 16-20x/menit 8. Anjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang tenang
− denyut nadi radial 60-100x/menit dan mendukung untuk istirahat
− Tekanan darah 120/80 mmHg 9. Anjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang aman dan
− Tidak berkeringat berlebihan bersih
10. Pertimbangkan sumber ketidaknyamanan saat membalut luka

41
Senin, Kerusakan Tujuan: setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka :
12/3/2017 integritas keperawatan selama 1 x 2 jam pasien 1. Monitor karakteristik luka
jaringan menunjukkan luka terawat 2. Bersihkan luka dengan H2O2 dan normal saline + iodium
NOC: integritas jaringan: kulit, dengan 3. Oleskan salep gentamycin+ bubuk cefotaxim
kriteria hasil: 4. Balut luka
1. Luka terawat 5. Periksa luka setiap kali perubahan balutan
2. Nekrosis luka berkurang 6. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
3. Gangren tidak meluas Perlindungan infeksi :
4. Tidak ada peningkatan suhu kulit di 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
sekitar luka 2. Anjurkan untuk konsumsi nutrisi yang cukup
3. Anjurkan untuk minum air 1,5- 2 Liter setiap hari
4. Ajarkan cara cuci tangan yang benar
5. Monitor hasil laboratorium
Senin, Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Peningkatan citra tubuh :
12/3/2017 citra tubuh keperawatan selama 1 x 2 jam pasien dapat 1. Bina hubungan saling percaya
menerima kondisi tubuhnya. 2. Bantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan-
NOC : Citra tubuh : dengan kriteria hasil perubahan aktual atau tingkat fungsinya
1. Mendeskripsikan bagian tubuh yang 3. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh mana
terkena yang berubah

42
2. Penyesuaian terhadap perubahan 4. Identifikasi strategi koping pasien dalam merespon
fungsi tubuh perubahan dalam setiap penampilan
3. Penyesuaian terhadap penampilan 5. Motivasi pasien menggunakan koping positif
fisik Peningkatan harga diri :
1. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
2. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dirinya
3. Motivasi keluarga untuk selalu mendampingi pasien
Senin, Resiko Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien masuk dan keluar dari ruang dengan tepat
12/3/2017 cidera keperawatan selama 1 x 2 jam tidak terjadi 2. Jelaskan prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan
cidera. yang ditentukan dan prosedur
3. Beritahukan kepada keluarga pasien terkait barang-barang
NOC: Kontrol resiko; dengan kriteria hasil: yang tidak boleh dibawa ke dalam chamber
:pasien tidak akan mengalami cedera 4. Amankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan
dan prosedur
5. Pantau peralatan untuk perubahan tekanan dan volume
6. Monitor adanya udara di IV linedan tekanan tubing line
invasif. udara semua harus dikeluarkan dari tabung, jika ada.
7. Dokumentasikan bahwa semua lini invasif terbebas dari
udara terutama saat chamber diberikan tekanan dan setelah

43
diberikan tekanan
Senin, Resiko Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Sebelum terapi dimulai ajarkan pada Klien tentang teknik
12/3/2017 barotrauma keperawatan selama 1 x 2 jam tidak terjadi valsava maneuver dengan cara menelan ludah, mengunyah,
ke telinga, barotrauma pada pasien. minum, atau menutup hidung lalu hembuskan.
sinus, gigi, NOC : Kontrol resiko ; dengan kriteria hasil : 2. Kaji kemampuan Klien melakukan teknik valsava
dan paru- tanda dan gejala dari barotrauma akan maneuver.
paru, atau diakui, ditangani, dan segera dilaporkan 3. Ingatkan Klien untuk bernapas dengan normal selama
gas emboli perubahan tekanan,
serebral 4. Anjurkan Klien untuk melapor jika merasakan sakit di
telinga
5. Beritahukan operator ruang multiplace jika ada Klien yang
tidak dapat menyesuaikan persamaan tekanan.
6. Monitor tanda-tanda dan gejala barotrauma hingga terapi
selesai
7. Dokumentasikan hasil pengkajian
Risiko Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kondisi pasien sebelum terapi
keracunan keperawatan selama 1x2 jam, diharapkan 2. Pantau kondisi pasien saat terapi berlangsung dan
oksigen tidak terjadi keracunan oksigen dokumentasikan tanda dan gejala dari keracunan oksigen
Kriteria hasil: pada sistem saraf pusat

44
1. Pasien tidak mengeluh pusing 3. Beritahukan kepada dokter hiperbarik jika terdapat tanda-
2. Pasien tidak mengatakan penglihatan tanda keracunan oksigen pada pasien
kabur
3. Tidak ada mual

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/
No Dx. Jam Tindakan Keperawatan
Tanggal
Senin, 08.00 Pre HBO
12/3/2018 1 1. Membina hubungan saling percaya dengan keluarga pasien
6 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
1-6 3. Mengkaji kondisi pasien sebelum terapi
5 4. Sebelum terapi dimulai ajarkanpada pasien tentang teknik valsava maneuver dengan cara menelan ludah,
mengunyah, minum, atau menutup hidung lalu hembuskan.
5. Mengkaji kemampuan pasien melakukan teknik valsava maneuver.
4 6. Menjelaskan prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan yang ditentukan dan prosedur
7. Memberitahukan kepada pasien terkait barang-barang yang tidak boleh dibawa ke dalam chamber

45
1-6 08.50 8. Membantu pasien masuk ke chamber dengan hati-hati
09.00 Intra HBO
4-6 1. Mengamankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan dan prosedur
5 2. Memantau peralatan untuk perubahan tekanan dan volume
4 3. Mengingatkan kembali kepada pasien terkait barang-barang yang tidak boleh dibawa ke dalam chamber
5,6 4. Mengingatkan pasien untuk bernapas dengan normal selama perubahan tekanan,
5. Mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava manuver ketika tekanan chamber dinaikkan
5 6. Menganjurkan pasien untuk melapor jika merasakan sakit di telinga
7. Monitor tanda-tanda dan gejala barotrauma hingga terapi selesai
11.00 Post HBO
4-6 1. Membantu pasien keluar dari chamber dengan hati-hati
2. Mengkaji keluhan pasien pasca terapi HBO
1 3. Mengobservasi skala nyeri
4. Melakukan observasi tanda non verbal mengenai ketidaknyamanan
5. Menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
6. Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi: teknik relaksasi dan nafas dalam sebanyak 2 kali
7. Melakukan observasi tanda – tanda vital
8. Menganjurkan pasien istirahat jika nyeri reda atau tidak merasakan nyeri
9. Menganjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung untuk istirahat

46
10. Menganjurkan keluarga untuk ciptakan lingkungan yang aman dan bersih
2 11. Melakukan monitor karakteristik luka
12. Membersihkan luka dengan H2O2 dan normal saline + iodium
13. Mengoleskan salep gentamycin+ bubuk cefotaxim
14. Menutup luka dengan sufratule dan kasa kemudian luka dibalut
15. Membalut luka sesuai kenyamanan pasien
16. Melakukan pemeriksaan luka setiap kali perubahan balutan
17. Membandingkan dan catat setiap perubahan luka
18. Melakukan monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
19. Menganjurkan untuk konsumsi nutrisi yang cukup
20. Menganjurkan untuk minum air 1,5- 2 Liter setiap hari
21. Mengajarkan cara cuci tangan yang benar
3 22. Membantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan- perubahan aktual atau tingkat fungsinya
23. Melakukan monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh mana yang berubah
24. Mengidentifikasi strategi koping pasien dalam merespon perubahan dalam setiap penampilan
25. Memotivasi pasien menggunakan koping positif
26. Melakukan monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
27. Mendukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dirinya
28. Memotivasi keluarga untuk selalu mendampingi pasie

47
EVALUASI KEPERAWATAN

Senin, 12 Maret 2018

Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif


Nyeri kronis S: pasien dan keluarga menyatakan mengerti mengerti penjelasan dan akan melakukan anjuran
perawat. Pasien mengatakan nyeri luka di kedua kaki, pengkajian nyeri. Pengkjian nyeri: P: Nyeri
Karena Luka Dikaki, Q: Dirasakan Seperti Terbakar, R: Pada Kedua Kaki, S: Nyeri Dirasakan
Dari Skala Ringan Sampai Sedang, T: Nyeri Hilang Timbul.
O: Ekspresi meringis saat perawatan luka, skala nyeri 5 (VAS), RR 20 x/menit, T 120/80 mmHg,
N: 82 x/menit, kuat dan teratur. Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dan nafas dalam
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi no 1-10 dilanjutkan
Kerusakan integritas S: pasien dan keluarga mengatakan luka di kedua kaki
jaringan O:Status lokalis:
− Pedis sinistra: gangren pada phalanx distal digiti 1,2,3,4,5, luka basah
− Pedis dextra: ulkus phalanx distal 1,2,4,5, nekrosis/gangren phalanx distal 3
− Luka dirawat dan dibalut
− Tidak ada peningkatan suhu kulit sekitar luka
A: Masalah belum teratasi

48
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
P: intervensi No 1-10 dilanjutkan
Gangguan citra tubuh S: pasien mengatakan malu karena kondisi sakit membuat perubahan pada tubuhnya dan tidak
mampu bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari, berharap dapat segera sembuh. Keluarga
mengatakan mendukung pasien untuk sembuh. Keluarga mengatakan luka semakin membaik jika
dibandingkan dengan saat pertama kali terapi HBO
O: pasien selalu melihat kakinya saat perawatan luka
A: masalah belum teratasi
P: intervensi No 1-8 dilanjutkan
Risiko cidera S: Pasien mengatakan dirinya aman
O: Tidak ada cidera fisik pada pasien
A: Masalah cidera tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO pada hari berikutnya
Risiko barotrauma S: Pasien mengatakan tidak ada nyeri pada telinga
O: Tidak ada perdarahan di telinga
Tidak ada gangguan pernapasan
A: Masalah barotrauma tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO pada hari berikutnya

49
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
Risiko keracunan oksigen S: Pasien mengatakan tidak, tidak mual
O: Tidak ada gangguan pernapasan
Pasien tidak kejang
A: Masalah keracunan gas tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO pada hari berikutnya

50
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Klien Ny. J (40 tahun) mengalami luka kehitaman pada ekstremitas


kiri, kanan atas dan bawah. Klien tidak dapat beraktivitas secara mandiri dan
menggunakan kursi roda. Klien juga mengalami nyeri pada lukaNyeri kronis
b.d agen pencedera fisik, Kerusakan Integritas jaringan b.d gangguan
sirkulasi, Gangguan citra tubuh b.d penyakit buerger, Risiko cidera yang b/d
pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan peralatan, kebakaran,
dan/atau peralatan dukungan medis, Risiko barotrauma ke telingga, sinus,
gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral b/d perubahan tekanan udara di
dalam ruang oksigen hiperbarik, Risiko keracunan oksigen b/d pemberian
oksigen 100% selama tekanan atmosfir meningkat.
. Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan tersebut meliputi dilakukan pada saat pre THBO, intra THBO,
dan post THBO. Untuk tindakan pada saat pre THBO antara lain melihat
keadaan klien, mengajarkan teknik valsava klien, memberikan KIE mengenai
barang yang dilarang dibawa dalam chamber. Selama terapi berlangsung
tindakan yang dilakukan adalah mengajarkan klien untuk melakukan valsava
dengan memberikan minum serta monitor kondisi klien, mengajarkan teknik
ROM aktif dan pasif pada ekstremitas kiri atas dan bawah. Setelah terapi (post
TOHB) telah di evaluasi tidak ada tanda cidera, tidak tanda barotrauma, tidak
ada tanda keracunan oksigen dan mendokumentasikan tindakan keperawatan.

Dari hasil mengikuti terapi, yang telah dilakukan sebanyak 17 kali mulai 26
Februari sampai Maret 2018 secara rutin dan berkala. Selama terapi mulai ada
perubahan, sejak terapi minggu kemarin klien sudah bisa tidur, biasanya klien
susah tidur karena nyeri. Serta luka pada kaki kanan sudah tampak tidak
kehitaman Dapat disimpulkan bahwa terapi HBO pada penderita Buerger
Disease dapat meningkatkan suplai oksigen ke otak sehingga memperbaiki
pusat gerak serta mencegah infeksi sekunder dan menimbulkan komplikasi
seperti sepsis.

51
sensorik dan motorik dalam proses perawatan Klien, sebab terapi HBO dapat
meningkatkan jumlah oksigen dalam plasma terutama vaskularisasi jaringan yang
terinflamasi dan mengurangi tekanan dalam rongga otak.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktik profesi di Lakesla Drs. Med.
Rijadi. S., Phys Surabaya, pada kesempatan ini kami akan menyampaikan
beberapa saran untuk perbaikan Lakesla agar kedepannya lebih baik lagi. Adapun
saran – saran tersebut, yakni:

a. Bagi Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya


1) Diharapkan menyediakan poster tentang 6 langkah cuci tangan sesuai standar
WHO.
2) Perawat dapat melakukan universal precaution selama melakukan asuhan
keperawatan di Lakesla.
3) Pendokumentasian asuhan keperawatan agar diisi secara lengkap guna
pertanggung jawaban asuhan keperawatan yang telah diberikan.
4) Penyediaan Hydrant disekitar chamber mengingat risiko kebakaran yang
sewaktu – waktu dapat terjadi disekitar chamber
5) Diharapkan masker yang telah dipakai oleh klien dilakukan dekontaminasi
dengan menggunakan sterilitator untuk bahan karet.
b. Bagi Mahasiswa Praktik Profesi Universitas Airlangga
1. Diharapkan meningkatkan kompetensinya terutama pada tindakan yang harus
dilakukan selama terapi hiperbarik.

52
DAFTAR PUSTAKA
Bennett MH, Wasiak J, Schnabel A, Kranke P, French C. Hyperbaric oxygen
therapy for acute ischaemic stroke (Cochrane Review). In: The Cochrane
Library, Issue 1, 2006. Oxford: Update Software
Nurtamin, T. (2014). Penyakit Buerger, 41(10), 749–751.
Oktaria, D., & Samosir, R. K. (2017). Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana pada
Buerger ’ s Disease Diagnosis Criteria and Treatment in Buerger ’ s Disease.
Majority, 6, 126–131.
Moorhead, Sue, et.al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), edisi ke-
5;editor Intansari Nurjanah, Roxsana Devi T. Yogyakarta: Moocomedia.
Sahni T, Singh P, John MJ. Hyperbaric oxygen therapy : current trends and
applications. New Delhi: JAPI; 2003

53
Lampiran 1. Dokumentasi luka tanggal 26 Februari 2018

54
Lampiran 2. Dokumentasi luka tanggal 13 Maret 2018

55

Anda mungkin juga menyukai