Anda di halaman 1dari 10

GANGGUAN SENDI TEMPORO MANDIBULAR

ANATOMI

Sendi Temporomandibular (temporo mandibular joint, TMJ) adalah sendi

yang menghubungkan tulang temporalis dan tulang mandibularis. Sendi

temporomandibular ini adalah sendi synovial dan merupakan salah satu sendi yang

paling aktif pada tubuh manusia. Sendi ini memungkinkan gerakan ke samping kiri

dan kanan, ke depan dan belakang, serta ke atas ke bawah, membuat manusia bisa

mengunyah, berbicara, dan menampakkan ekspresi wajah.

Komponen tulang dari sendi temporomandibular terdiri dari kondilus

mandibularis di bagian inferior dan fosa glenoid serta tonjolan (eminence) artikular di

bagian superior.

Kondilus mandibularis berbentuk elips dan terletak di puncak leher mandibula

kiri dan kanan. Fosa glenoid di bagian temporal berbentuk konkav dan tonjolan

artikular berbentuk konveks. Keduanya terbentuk dari bagian squamous tulang

temporal. Bagian medial fosa berbentuk agak sempit serta tertutup dengan plat tulang

yang mencegah terjadinya dislokasi kondilus ke bagian medial persendian.


Gambar 1 Fungsi Sendi temporomandibular

DEFINISI

Pengertian dari temporomandibular joint disorder (TMD) adalah merupakan

suatu kelainan pada sendi temporomandibular (sendi yang berfungsi menggerakan

rahang bawah) yang di akibatkan oleh hiperfungsi, malfungsi dari musculoskeletal

(otot-otot pada tulang tengkorak) ataupun proses degeneratif pada sendi itu sendiri.

EPIDEMIOLOGI

Gangguan Sendi temporomandibular terjadi pada sekitar 28% populasi orang

dewasa. Pada umumnya wanita berusia 20-40 tahun, dan telah mengalami gejalanya

sekitar 3-5 tahun. Akibat keterlambatan diagnosa, sering terdapat perubahan

degeneratif yang berat bahkan pada anak-anak.


Tahun-tahun terakhir ini ada tendensi terjadi pada dewasa muda berusia

kurang dari 15 tahun.

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

American Academy of Orofacial Pain (AAOP) mengklasifikasikan gangguan

ini menjadi (1) Gangguan Temporomandibular yang berhubungan dengan otot

(muscle-related TMD/ Myogenous TMD) dan (2) Gangguan temporomandibular yang

berhubungan dengan sendi atau yang sering disebut gangguan sendi

temporomandibular sebenarnya (joint-related TMD/ Arthrogenous TMD/ True TMD).

Kedua tipe ini dapat terjadi bersamaan, sehingga membuat diagnosa semakin sulit.

Etiologi dari gangguan ini antara lain, bruxism, kebiasaan mengatupkan mulut

terlalu kuat, kebiasaan menggigit kuku, maloklusi, tidak adanya gigi di bagian

posterior, gangguan struktur sendi, inflamasi, degenerasi, neoplasia, serta stres fisik

maupun psikologis.

PATOFISIOLOGI

Sepanjang kehidupan, band posterior akan bermigrasi ke depan dan medial

sebagai proses normal penuaan. Hal ini menyebabkan terjadinya subluksasio

meniskus. Perubahan pada kontur tulang pad penuaan serta keadaan subluksasio

mesniskus mengakibatkan band posterior akan bergerak tiba-tiba baik pada keadaan

membuka mulut maupun menutup mulut menyebabkan bunyi klik atau pop yang khas

pada gangguan sendi temporomandibular . Pada penggunaan sendi yang berlebihan


akan mengakibatkan degenerasi permukaan fibrikartilago sendi sehingga

meningkatkan gesekan dan tegangan pada insersio ligamentum sendi di posterior

meniskus. Keadaan ini dapat memperlemah tegangan ligamentum sehingga

subluksasio berlangsung progresif. Penggunaan yang berlebihan ini dapat terjadi pada

kebiasaan-kebiasaan seperti bruxism, dll.

Pada penggunaan sendi yang berlebihan juga dapat menyebabkan

arthromyalgia. Nyeri ini tersebar ke seluru sisi wajah dan kepala, namun penyebab

pasti dari nyeri ini belum diketahui.

Dental maloklusi mengakibatkan penderita mengunyah dengan cara yang

tidak normal sehingga menstimulasi bruxisme, demikian pula keadaan-keadaan

intraoral yang tidak normal. Ketiadaan gigi di bagian posterior serta kebiasaan

menggigit kuku dan bibir mengakibatkan terjadinya protrusi rahang bawah

(menonjolkan rahang bawah ke depan) yang mengakibatkan terjadinya penggunaan

sendi yang berlebihan.

Keadaan stres psikologis pada orang-orang tertentu kadang mengakibatkan ia

melakukan kebiasaan-kebiasaan yang menyebabkan penggunaan sendi yang

berlebihan, termasuk gerakan mengatupkan gigi dengan kuat, dll.

Trauma langsung pada mandibula, dislokasi mandibula, dislokasi meniskus

juga merupakan beberapa hal yang dapat menyebebkan gangguan pada sendi

temporomandibular.
ANAMNESA

Anamnesa yang komperhensif termasuk anamnesa dan pemeriksaan gigi

sangat penting untuk membantu proses diagnosa.

Pasien mungkin merupakan seorang pengguna komputer yang berlebihan

karena bukti empiris menunjukkan penggunaan komputer berlebihan berhubungan

dengan gangguan sendi temporomandibular.

Sekitar sepertiga dari pasien memiliki riwayat gangguan psikiatrik. Stres

emosional juga termasuk riwayat penting yang harus ditanyakan.

Pasien mungkin memiliki riwayat trauma pada wajah, perawatan gigi yang

kurang baik, gangguan makan yang kronik, juga riwayat nyerileher dan bahu.

Hal-hal yang biasanya dikeluhkan oleh pasien ialah:

 Nyeri: nyeri biasnya disekitar telinga, berhubungan dengan gerakan

mengunyah. Nyeri dapat menyebar ke kepala tetapi berbeda dengan sakit

kepala biasa. Dapat unilateral maupun bilateral myogenous TMD, dan bisanya

unilatreal pada arthrogenous TMD kecuali pada rheumatoid arthritis. Nyeri

biasanya bersifat tajam dan intermiten sesuai dengan gerakan rahang.

 Bunyi Klik, pop atau snap pada rahang: Bunyi ini biasanya berhubungan

dengan nyeri

 Keterbatasan dalam membuka mulut dan locking episode (episode

terkuncinya rahang): Rahang dapat terkunci pada keadaan mulut terbuka

(open lock) maupun tertutup (closed lock). Keadaan open lock diakibatkan
oleh dislokasi mandibula anterior, sedangkan closed lock diakibatkan karena

nyeri atau dislokasi meniskus

 Sakit Kepala: Nyeri kepala pada gangguan ini tidak sama dengan sakit kepala

biasa. Gangguan sendi temporomandibular juga dapat merupakan penyebab

nyeri kepala pada pasien yang rentan dengan nyeri kepala. Beberapa pasien

memiliki riwayat nyeri kepala yang tidak responsif dengan pengobatan,

sehingga perlu dipikirkan gangguan sendi temporomandibular pada pasien

dengan keadaan tersebut.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan beberapa hal termasuk:

 Gerakan rahang bawah. Perlu diperhatikan apakah terdapat deviasi gerakan ke

anterior, posterior, medial, ataupun lateral

 Maloklusi rahang bawah, dan susunan gigi yang abnormal

 Apakah ada spasme otot leher ipsilateral atau gerakan mengatupkan gigi

dengan berlebihan

 Range of motion (batas pergerakan sendi). Batas pergerakan normal saat

membuka mulut adalah 5 cm pada dewasa, sedangakan gerakan ke lateral 1

cm. Beberapa ahli mengatakan bahwa kurang dari 4 cm merupakan gangguan

sendi pada dewasa, sedangkan lainnya mengatakan bahwa kurang dari 3,5 cm

baik pada dewasa maupun anak-anak


 Palpasi pada sendi untuk menentukan ada tidaknya spasme otot, gerakan sendi

dan otot yang kaku, krepitasi serta bunyi sendi. Apabila bunyi sendi tidak

jelas dapat di lakukan auskultasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan keadaan infeksi. Rheumatoid

factor (RF), Erythrocite Sedimentation Rate (ERF), antinuclear antibody (ANA),

untuk menunjukkan adanya Rheumatoid arthritis, temporal artheritis, atau gangguan

jaringan ikat yg lain. Pemeriksaan asam urat untuk melihat ada tidaknya Gouty

arthritis atau pseudogout. Pemeriksaan arthrocentesis dilakukan untuk melihat kristal

spesifik dalam sendi.

Pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan adalah radiografi konvensional

untuk melihat struktur tulang.

Dynamic high-resolution USG untuk melihat morfologi dan fungsi dari sendi,

meniskus, kondilus, serta muskulus ptrigoid lateral.

CT scan dapat melihat struktur tulang maupun jaringan lunak pada

persendian.

MRI dapat mengidentifikasi meniskus dalam berbagai keadaan, baik

morfologi, lokasi, pergerakan, saat menutup maupun membuka mulut. Dislokasi

meniskus selalu dapat diidentifikasi dengan MRI. MRI juga dapat digunakan untuk
membandingkan pergerakan sendi kiri dan kanan sehingga dapat mendeteksi

asimetris.

TERAPI

Terapi Medis

Kebanyakan Gangguan sendi temporomandibular dapat sembuh sendiri dan

tidak bertambah buruk. Perawatan yang sederhana termasuk perawatan gigi dan

mulut sendiri, rehabilitasi untuk menghilangkan spasme otot adalah yang dibutuhkan.

Obat-obatan anti inflamasi non steroid (AINS) juga dapat digunakan

Disisi yang lain Gangguan yang kronik memerlukan pendekatan multi disiplin

termasuk ahli bedah, dokter gigi, fisioterapis, psikolog, dll.

Obat-obatan yang sering digunakan antara lain:

 AINS, Ibuprofen atau naproxen diberikan secara reguler 2-4 minggu dengan

tapering off),

 pelemas otot, seperti diazepam diberikan dengan dosis minimal

 dan antidepresan trisiklik, diberikan dosis rendah dalam jangka waktu yang

panjang pada keadaan nyeri yang kronik. Obat ini bekerja menghamba

transmisi nyeri dan mengurangi bruxisme. Amitriptilin dan nortriptilin adalah

obat yang sering digunakan.

 Botulinum toxin digunakan sebagai pengobatan tunggal maupun sebagai

adjuvant pada arthsrocentesis.


Splint Oklusal

Splint Oklusal atau dikenal dengan nightguards/ bruxisme orthotics dapat

dibagi 2 kelompok yakni splint reposisi anterior,dan splint anteroposisional.

Meskipun mekanisme kerjanya tidak dapat dijelaskan dengan pasti tapi diduga

perubahan pada distribusi tenaga saat menggigit, hubungan oklusi, serta perubahan

pada struktur dan tenaga persendian memainkan peranan untuk mengurangi nyeri.

Injeksi asam hyaluronid sering digunakan, namun perlu penelitian lebih lanjut

untuk terapi ini.

Terapi Bedah

Sasaran dari terapi bedah adalah merekontstruksi keadaan sendi. Penanganan

bedah konservatif memiliki angka kesuksesan sampai 90%.

1. Menikoplasty

Pembedahan dilakukan melalui insisi preaurikular dan dilakukan arthrotomi.

Dilakukan mobilisasi meniskus dengan melepaskan perlekatan, kemudian meniskus

dijahit lebih ke posterolateral. MRI post operasi memperlihatkan bahwa reposisi

meniskus tidak permanen, dan tingkat kesuksesan operasi ini kemungkinan

berhubungan dengan melepaskan perlekatan.

2. Menisektomi

Prosedur ini dilakukan jika mensikus tidak dapat di mobilisasi dengan baik,

atau terjadi kebocoran atau kerusakan pada meniskus. Pada prosedur ini dapat
dilakukan flap menggunakan otot temporal sebagai pengganti meniskus, meskipun

dengen prosedur menisektomi tanpa flap hasilnya memuaskan.

3. Materi artifisial

Penggunana materi artifisial untuk menggantikan meniskus, meskipun sudah

mulai ditinggalkan karena menimbulkan banyak komplikasi.

4. Pembedahan arthtroskopi

Saat ini telah dikembangkan teknik arthtroskopi. Dimana lavage dapat

dilakukan untuk mengeluarkan zat penyebab inflamasi, serta obat antiinflamasi dapat

di suntikkan lansgung ke persendian yang meradang, kemudian dapat dilakukan insisi

pada perlekatan.

5. Penggantian sendi

Dilakukan penggantian seluruh material sendi dengan bahan artifisial.

Fisioterapi

Selain untuk edukasi pasien dan mengendalikan nyeri, tujuan utama dari fisioterapi

adalah menstabilkan sendi dan mengembalikan mobilitas, kekuatan, daya tahan, serta

fungsi sendi. Beberapa modalitas untuk tujuan ini adalah Latihan relaksasi

menggunakan elektromiografi (EMG) biofeedback, pemijatan friksi, penggunaan

gelombang ultrasonik, transcutaneus electronic nerve stimulation (TENS), hipnotis,

dan terapi psikologis.

Anda mungkin juga menyukai