Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri
mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk
spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua
mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar
yang tidak menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2005).
Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas pembungkus luar, korteks
dan inti yang mengandung struktur nukleus. Apabila sel vegetatif membentuk
endospora, sel ini membuat enzim baru, memproduksi dinding sel yang sama
sekali baru dan berubah bentuk. Dengan kata lain sporulasi adalah bentuk
sederhana diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara mendalam untuk
mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan morfologi
(Sudjadi, 2006).
Spora biasanya terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam sediaan
suspensi sel yang tidak diwarnai atau sebagai daerah tidak berwarna pada sel
yang diwarnai secara biasa. Dinding spora relatif tidak dapat ditembus, ini pula
yang mencegah hilangnya zat warna spora setelah melalui pencucian dengan
alkohol yang cukup lama untuk menghilangkan zat warna sel vegetatif. Sel
vegetatif akhirnya dapat diberi zat warna kontras. Spora biasanya diwarnai
dengan hijau malachit atau carbol fuchsin (Sudjadi, 2006).
B. Tujuan Percobaan
Untuk melihat bentuk dan letak spora pada bakteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa,
diperlukan teknik pewarnaan khusus. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang
sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Segera
setelah keadaan luar baik bagi mereka, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhan
bakteri. spora juga disebut endospora yang masih terletak di dalam sel bakteri.
endospora jauh lebih tahan terhadap pengaruh luar yang buruk dari pada bakteri
biasa yaitu bakteri dalam bentuk vegetative, sporulasi (proses pembentukan spora)
dapat dicegah apabila selalu diadakan pemindahan biakan medium yang baru
(Sudjadi, 2006).

Letak spora ada 3 macam: sentral, yaitu letak spora berada di tengah-tengah sel;
terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu letak spora diantara
ujung dan di tengah-tengah sel. Bakteri berspora dapat kehilangan kemampuan
membentuk spora, keadaan tidak berspora ini dapat bersifat tetap dan dapat pula
merupakan reaksi sementara terhadap lingkungan, sebab-sebab lainnnya belum
diketahui. Medium pembiakkan mengandung ekstrak tanah umumnya dapat
mengembalikan sifat-sifat semula. Dalam spora, sifat-sifat bakteri tetap. Spora
dibentuk, jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan baginya misalnya, untuk
pertahanan diri. Spora sangat tahan terhadap suhu tinggi dan desinfektan. Hal ini
disebabkan karena dinding spora sangat kuat dan tersusun atas 3 lapisan, antara
lain: intin (lapisan dalam), ektin (lapisan luar), dan lapisan lendir yang terlihat
diantara intin dan ektin. Di dalam bentuk spora bakteri akan tahan lama tanpa
makanan dan tidak melakukan pembiekan, jika lingkungan di luar telah membaik,
maka dinding spora akan pecah dan bentuk vegetatif akan keluar dan bakteri akan
aktif kembali (James, 2002).

Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores,


perlu dilakukan pemanasan supaya cat malachite green bisa masuk ke dalam spora,
seperti halnya pada pewarnaan Basil Tahan Asam dimana
cat carbol fuschsin harus dipanaskan untuk bisa menembus lapisan lilin asam
mycolic dari Mycobacterium (Dwidjoseputro, 2005).

Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di


dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central),
ujung (terminal) ataupun tepian sel. Spora merupakan tubuh bakteri yang secara
metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel
bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif (Waluyo, 2010).

Bakteri dapat mengubah dirinya dari bentuk vegetative menjadi spora bila
keadaan memburuk. Pada bentuk spora kegiatan bakteri akan berhenti ( dorman
atau tidak melakukan metabolisme dan tidak bereproduksi). Dalam bentuk ini
bakteri sangat resisten dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama meskipun
lingkungan dalam keadaan yang kurang baik (Waluyo, 2010).

Sifat spora yang demikian menyebabkan dibutuhkannya perlakuan yang keras


untuk mewarnainya. Berdasarkan letak sporanya dikenal tiga macam letak, yaitu:
sentral, subterminal dan terminal.

Berdasarkan posisinya bakteri dibedakan atas:

a. Ditengah sel (sentral). Contoh Bacillus Cereus.

b. Di ujung sel (terminal). Contohnya Clostridium thuringensis.

c. Didekat ujung (sub terminal). Contohnya Clostridium subterminale (Pelezar,


2007).

Endospora adalah tubuh kecil yang tahan lama terbentuk didalam sel dan
mampu tumbuh menjadi organisme vegetatif yang baru.Eksospora, dibentuk diluar
sel. Contoh Streptomyces. Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal,
seperti konidia, yang disangga diujung hifa, suatu filamen vegetatif,
pada streptomyces. Proses ini serupa dengan proses pembentukan spora pada
cendawan (Dwidjoseputro, 2005).
Menurut Volk & Wheeler (2006), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan
pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari
pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk & Wheeler tersebut adalah dengan
penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel
vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini
berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan
posisi spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga
zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam
dinding pelindung spora bakteri (Volk dan Wheeler, 2006).

Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri,
tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri.Semua spora bakteri
mengandung asam dupikolinat.Yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel
vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora.Dalam
proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk di
warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau malakit.
Sedangkan menurut pelczar (2007), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga
terdapat kompleks Ca2+dan asam dipikolinan peptidoglikan. (Razali, 2000).

Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini mudah
terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk, hal ini sesuai dengan
kenyataan bahwa, sampel yang diambil dalam praktikum ini berasal dari biakan
bakteri yang dibuat beberapa minggu yang lalu, sehingga di asumsikan, nutrisi di
dalam medium telah hampir habis, sehingga diharapkan bakteri melakukan proses
sporulasi ini. Haapan ini terbukti benanr dengan kenyataan bahwa dari kedua
sampel yaitu koloni 1 dan koloni 2, keduanya sama-sama menghasilkan spora
(Razali, 2000).

Beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan


ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri
tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya
memang memiliki satu fase sporulasi. Masih menurut Dwijoseputro (2005) jka
medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu
dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam
membentuk spora. (Dwijoseputro, 2005)
Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan
sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang
terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan
kemampuannya dalam membentuk spora (Dwijoseputro, 2005).
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-tahun
bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal.
Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup,
spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih.
Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora,
sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi
satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler,
2006).
Spora kuman dapat berbentuk bulat, lonjong atau silindris. Berdasarkan
letaknya spora di dalam sel kuman, dikenal letak sentral,subterminal dan terminal.
Ada spora yang garis tengahnya lebih besar dari garis tengah sel kuman, sehingga
menyebabkan pembengkakan sel kuman. spora merupakan stadium dorman dari sel
vegetatif (James, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan spora :
 Fiksasi
 Smear terlalu tebal
 Waktu pengecatan tidak tepat
 Konsentrasi reaagen
 Umur bakteri
 Nutrisi (Dwijoseputro, 2005).
Ada 2 jenis bakteri yang dapat membentuk spora yaitu
Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerob, Bacillus adalah Bakteri yang
bersifat aerob Stuktur endospora berbeda-beda untuk setiap spesies Clostridium
botullinum: sporanya subterminal Clostridium tetani:sporanya terminal Bacillus
anthracis: sporanya central. Endospora bakteri merupakan struktur yang paling
tahan terhadap lingkungan yang ekstrim misalnya kering, kepanasan, dan
keadaannya asam dan Macam-macam metode pengecetan ialah Schaffer fulton,
Klein vedder, dan Bartolomew mittler (Razali, 2007).
Bagian-bagian spora antara lain :
 Core: sitoplasma dari spora yang didalamnya terkandung semua unsure untuk
kehidupan bakteri seperti kromosom yang komplit, komponen- komponen
untuk sintesis protein dan sebagainya.
 Cortex: lapisan yang paling tebal dari spora envelope, terdiri dari lapisan
peptidoglikan tapi dalam bentuk yang istimewa.
 Dinding spora: lapisan paling dalam dari spora, terdiri dari peptidoglikan dan
akan menjadi dinding sel bila spora kembali dalam bentuk vegetative.
 Eksosporium: lipoprotein membrane yang terdapat dari luar.
 Coat: terdiri dari zat semacam keratin, dan keratin inilah yang menyebabkan
spora relatif tahan terhadap pengaruh luar (Kusnadi, 2003).
Pengecatan endospora dengan larutan hijau malasit, bakteri penghasil
endospora akan menunjukkan reaksi positif yaitu larutan hijau malasit akan
berikatan dengan spora sehinggan saat pencucian akan tetap berwarna hijau dan cat
penutup atau safranin tidak bias diikat oleh endospora. Sedangkan pada bakteri
yang tidak menghasilkan endospora maka larutan hujau malasit tidak dapat diikat
(Pearce, 2009).
BAB III
METODE KERJA
A. Waktu Dan Tempat
1. Hari/Tanggal : Rabu 31 Juni 2017
2. Waktu : 10.00-12.00 Wita
3. Tempat : Laboratorium STIKes Mega Rezky Makassar
B. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali in yaitu mikroskop, kaca objek,
bak pewarna, ose, spirtus, gegep
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikukum kali ini yaitu biakan bakteri
(Bacillus Sp), larutan pewarna (Malachite green, Safranin), aquades, tissue
roll
C. Prosedur Kerja
1. Dibuat preparat ulas dari biakan bakteri
2. Ditetesi kaca objek dengan Malachite green
3. Dipanaskan diatas api, tetapi tidak sampai mendidih
4. Ditambahkan zat warna jika zat warna mengering
5. Ditunggu sampai dingin dan dibilas dengan aquades
6. Ditetesi dengan Safranin dan didiamkan sampai 1 menit
7. Dicuci dengan aquade dan dikeringkan dengan tissue
8. Ditambahkan minyak imersi
9. Diamati dibawah mikroskop
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Gambar Keterangan

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pewarnaan spora pada bakteri karena
spora pada bakteri mempunyai dinding sel yang tebal dan merupakan struktur
yang tahan panas dan tahan terhadap bahan kimia. Spora dibentuk untuk
mengatasi lingkungan merugikan. Pewarnaan spora adalah pewarnaan
diferensial yang ditujukan untuk melihat spora pada suatu bakteri. Dari
pewarnaan spora ini yaitu untuk membedakan spora dengan sel vegetative
dengan jelas dan untuk dapat melihat spora bakteri dan dapat membedakan
bakteri yang mempunyai spora dan tidak mempunyai spora.
Adapun prinsip dari pewarnaan spora yaitu pada dinding sel spora yang
tebal sehingga perlu dilakukan pemanasan agar pori-pori membesar sehingga
zat warna hijau malakit dapat masuk dan dan pada proses pencucian pori-pori
kembali mengecil mengakibatkan warna hijau malakit tidak dapat dilunturkan
dan mengakibatkan badan sel mengambil zat warna Air fuchsin/Safranin
sehingga warna badan pada bakteri menjadi merah.
Pada praktikum kali ini dilakukan pewarnaan spora dengan menggunakan
metode coclelin yaitu pewarnaan spora yang menggunakan zat warna malakit
gram dan Safranin/ Air fuchsin. Hal pertama yang dilakukan pad metode ini
adalah membuat ulasan bakteri, dimana semua alat yang digunakan disterilkan,
kemudian diambil biarkan bakteri dengan menggunakan ose yang tidak panas
agar bakteri pada saat diambil tidak mati, lulu ditempatkan diatas kaca objek
setelah itu difiksasi diatas api Bunsen yang bertujuan untuk melekatkan sel-sel
bakteri pada kaca objek. Dan diberi zat warna hijau malakit sampai bakteri
tergenangi seluruhnya, lalu dipanaskan tetapi tidak sampai mendidih,
penambahan zat warna hijau malakit berfungsi member warna pada spora
bakteri dan pemanasan ini juga berfungsi untuk membuka pori-pori bakteri agar
zat warna dapat diserap oleh spora bakteri. Kemudian dilakukan pencucian zat
warna pada kaca objek dengan air mengalir dan ditambahkan zat warna air
fuchsin sampai bakteri tergenangi secara menyeluruh dan didiamkan selama 45
detik, penambahan zat warna air fuchsin yaitu untuk member warna pada badan
bakteri setelah itu dicuci dengan air mengalir, dibiarkan juga mengering, dan
diamati dibawah mikroskop dengan menambahkan oil imersi sebagai agar sel-
sel bakteri dapat nampak dengan jelas dan mencegah kerusakan pada lensa pada
mikroskop.
Dari hasil pengamatan yang didapat dengan menggunakan sampel bakteri
Bacillus Sp pada perbesar 100x tampak bakteri yang berbentuk basil dengan
spora berbentuk oval sentral yang berada pada bagian tengah dengan warna
spora yaitu hijau dan pada badan bakteri dapat terlihat berwarna merah. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa basillus Sp adalah bakteri yang berspora, berbentuk
basil, bersifat aerob dan anaerob dan merupakan bakteri gram positif basil.
Pada praktikum kali ini pada pewarnaan spora kesalahan yang dapat terjadi
ialah kaca objek yang tidak bersih sehingga pada pengamatan dapat terlihat
bakteri atau kotoran yang dapat mengganggu. Proses fiksasi yang kurang baik
sehingga pada proses pencucian bakteri juga ikut tercuci dan pada saat
pemanasan juga kurang baik sehingga bakteri kurang dapat menyerap zat warna
dan menyebabkan pengamatan tidak dapat membedakan spora bakteri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan pada biakan Bakteri Basillus Sp diperoleh bakteri
yang berbentuk basil dengan spora yang berbentuk bulat yang berada ditengah
dengan warna spora hijau karena mengikat warna Malakit gram sedangkan pada
badan bakteri terlihat berwarna merah karena mengikat zat warna Air Fuchsin.
B. Saran
Pada praktikum kali in sebaiknya menggunakan alat pelindung diri yang
baik dan sebaiknya memperhatikan juga proses fikasasi agar bakteri melekat
dengan baik pada kaca objek sehingga bakteri tidak ikut tercuci pada proses
pembilasan.
DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar- dasar Mikrobiologi. PT Penerbit Djambatan.


Jakarta.
James, J. 2002. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Erlangga: Jakarta.

Pearce, E. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Yuliani Sri, penerjemah.
PT Gramedia Pustaka Utama. Terjamahan dari: Anatomy and Physiology
for Nurses. Jakarta.
Pelczar, C. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI: Jakarta.

Razali, U. 2000. Mikrobiologi Dasar. FMIPA UNPAD: Jatinangor.

Sudjadi, B. 2006. Biologi Sains Dalam Kehidupan. Yudhistira Ghalia Indonesia.


Jakarta.
Volk, W.A dan Margaret Fwheeler.1988. Mikrobiologi Dasar, diterjemahkan oleh:
Markham, M.sc.Erlangga. Jakarta.
Waluyo. 2010. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. CV Rajawali: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai