Anda di halaman 1dari 35

BAB I

ISI JURNAL

Insomnia pada usia lanjut: Update assessmen dan managemen


Elliott Kyung Lee

1.1. Judul
Insomnia pada usia lanjut: Update assessmen dan managemen

1.2. Abstrak
Gangguan Insomnia adalah salah satu gangguan tidur-bangun yang paling umum
terlihat pada populasi geriatri, dan dikaitkan dengan beberapa psikiatrik dan
konsekuensi medis. Insomnia adalah keluhan subjektif dari kesulitan memasuki tidur
dan / atau mempertahankan tidur, atau mengalami non-restoratif tidur, terkait dengan
konsekuensi yang signifikan padasiang hari termasuk kesulitan berkonsentrasi,
kelelahan dan gangguan suasana hati. Tidak ada alat diagnostik tunggal untuk menilai
insomnia. Akibatnya, insomnia penilaian membutuhkan anamnesis menyeluruh
termasuk penyelidikan tidur, riwayat kesehatan, riwayat psikiatri, riwayat penggunaan
narkoba dan relevansi pada pemeriksaan fisik. Insomnia sering multifaktorial pada
umumnya, dan secara rutin dikaitkan dengan beberapa gangguan psikiatrik dan
gangguan medis lainnya. Oleh karena itu, predisposisi, mempercepat dan mengabadikan
faktor harus diperiksa dengan teliti dalam konteks evaluasi gejala insomnia. Penilaian
tidur tertentu (misalnya, overnight polisomnografi) dapat diselesaikan untuk
menyingkirkan gangguan tidur-bangun lainnya. Untuk manajemen, pendekatan
kognitif-perilaku (termasuk terapi pembatasan tidur, terapi kontrol stimulus) umumnya
diterima sebagai pengobatan lini pertama yang efektif untuk gangguan insomnia.
Sebuah versi singkat CBT-I berfokus pada intervensi perilaku (Perilaku Pengobatan
Insomnia, BBT-I) juga menunjukkan khasiat dalam populasi pasien geriatri. pengobatan
farmakologis dapat dipertimbangkan jika pendekatan kognitif-perilaku telah gagal.

Key points
1. Insomnia adalah umum pada orang tua; sekitar 40% dari pasien di atas usia 65 akan
mengeluh gejala ini.

1
2. etiologi dapat menjadi kompleks, dengan usia, faktor biologis dan psikososial
memainkan peran.
3. Evaluasi harus terdiri dari riwayat penuh dan pemeriksaan fisik, termasuk skrining
untuk gangguan tidur umum seperti obstructive sleep apneu, restless legs syndrome
dan gerakan tungkai periodic (periodic limb movement). Jika ada kecurigaan klinis
gangguan tidur, rujukan ke subspesialis tidur dan polysomnogram berikutnya harus
sangat dipertimbangkan.
4. Untuk gangguan insomnia, di mana tidak ada kecurigaan gangguan tidur yang
mendasari atau medis lainnya atau gangguan kejiwaan menyebabkan insomnia,
pendekatan non-farmakologis, termasuk terapi kognitif-perilaku lebih disukai.
5. agonis reseptor Benzodiazepin dan non-benzodiazepin (Z-drug) dapat memiliki
manfaat akut untuk insomnia tapi berhubungan dengan efek samping yang
signifikan dengan penggunaan jangka panjang; akibatnya penggunaan jangka
panjang harus dihindari.

Case
Seorang laki-laki 68 tahun dirujuk untuk evaluasi insomnia. Ia mengatakan bangun 2-3
kali selama
tidur untuk 3 tahun terakhir sejak ibunya meninggal dan keluarganya telah berkonflik
tentang
perkebunan. Istrinya mengatakan bahwa ia bergerak banyak bergerak di kasur di malam
hari dan membuat suara-suara lucu dengan napasnya. Dia mengatakan: "tidak semua
orang melakukan hal ini ketika mereka ke dokter dengan umur saya?”

1.3 Pendahuluan
Insomnia adalah salah satu gangguan tidur-bangun yang paling umum dengan
beberapa kejiwaan dan medis komorbiditas dan konsekuensi. perkiraan berbasis
populasi menunjukkan bahwa sepertiga dari orang dewasa melaporkan gejala Insomnia
dan 12-20% memiliki gejala yang memenuhi kriteria untuk gangguan insomnia.
Prevalensi insomnia meningkat hingga 40% dari orang yang lebih tua dari 65.
Gangguan Insomnia muncul sebagai keluhan utama dari ketidakpuasan dengan
baik kuantitas tidur atau kualitas. Masalah mungkin termasuk kesulitan dengan memulai

2
tidur (initial insomnia), mempertahankan tidur (middle insomnia) atau pagi hari
terbangun dengan ketidakmampuan untuk memulai tidur kembali. DSM-5 juga
menetapkan bahwa kesulitan tidur harus terjadi setidaknya 3 malam per minggu selama
minimal 3 bulan, bahwa hasil gangguan di distress yang signifikan atau penurunan
fungsional dan bahwa tidak ada etiologi lain (misalnya, tidak ada gangguan tidur-
bangun yang lain, penggunaan narkoba atau kesehatan mental/ kondisi medis yang bisa
menjelaskan gejala). Untuk review lengkap dari DSM-5 kriteria:
www.dsm5.org/Pages/Default.aspx. gangguan Insomnia didiagnosis hanya jika cukup
berat untuk menjamin perhatian klinis yang independen, berbagai komorbiditas medis
atau kejiwaan dapat hadir dengan insomnia sebagai gejala. Kebanyakan orang tua
dengan Insomnia memiliki kondisi satu atau lebih komorbiditas; review oleh Foley5 et
al. (1995) menunjukkan bahwa di antara 6800 pasien usia lanjut dengan insomnia, 93%
memiliki satu atau lebih kondisi komorbiditas. Kondisi umum termasuk depresi, nyeri
kronis, kanker, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan penyakit kardiovaskular.
Insomnia yang tidak diobati memiliki banyak konsekuensi, termasuk masalah
interpersonal, sosial dan pekerjaan. Masalah-masalah ini dapat berkembang sebagai
akibat dari kurang tidur atau kekhawatiran berlebihan dengan tidur, peningkatan
iritabilitas siang hari dan kurang konsentrasi. pasien yang lebih tua dengan insomnia
lebih mungkin untuk Pengalaman yang gangguan aktivitas siang hari dan gangguan
psikomotor. konsekuensi negatif yang terkait dengan insomnia kronis termasuk
peningkatan risiko depresi gangguan, hipertensi, infark miokard, jatuh, penurunan
produktivitas di tempat kerja dan penurunan kualitas hidup. Selanjutnya, studi terbaru
bahkan menunjukkan hubungan antara kualitas tidur yang buruk dan perkembangan
selanjutnya dari gangguan neurokognitif. Peneliti menduga bahwa peningkatan deposisi
beta-amyloid yang terkait dengan fragmentasi tidur mungkin memainkan peran dalam
pengembangan perbaikan kognitif.
Insomnia sering adalah multifaktorial asalnya. Akibatnya, pendekatan holistik
direkomendasikan untuk mengatasi insomnia, dengan pertimbangan diberikan
predisposisi, mempercepat dan mengabadikan faktor (Gambar 1). Faktor-faktor ini
dapat langsung atau tidak langsung berkontribusi terhadap hyperarousal yang melekat di
gangguan insomnia Sebagai contoh, penuaan dapat mempengaruhi seseorang untuk
menderita insomnia tapi stress akut (Misalnya, orang yang dicintai baru saja meninggal

3
atau penyakit akut) dapat memicu timbulnya gangguan (yaitu, mempercepat faktor).
Gangguan insomnia seorang individu dapat diabadikan oleh faktor-faktor seperti
peningkatan gairah kognitif, keasyikan dan frustrasi dengan kurangnya tidur serta
berkelanjutan medis dan kondisi kejiwaan.

Gambar 1: faktor predisposisi, mempercepat dan menimbulkan Insomnia (obat-obatan


dan zat kontribusi insomnia termasuk alkohol, kafein, nikotin, inhibitor cholinesterase,
analgesik, antihipertensi, psikotropika, obat anti-Parkinson, bronkodilator dll)

Ggn. Ggn. psikiatri


Usia
kesehatan

Faktor kebiasaan Ggn. Tidur primr


Stressor akut dan psikologikal Ritme (sleep apnea,
medikasi
dan kronis (banyak waktu di sirkardian restless leg
tempat tidur) syndrome)

Peningkatan arousal

insomnia

1.4 Penuan dan tidur.


Perubahan signifikan terjadi dalam tidur dan ritme sirkadian dengan penuaan.
Salah satu perbedaan yang paling mencolok dalam tidur pasien yang lebih tua adalah
sering terbangun malam hari mereka (yaitu, fragmentasi tidur). Perubahan lain yang
terjadi dengan usia termasuk penurunan total tidur, efisiensi tidur berkurang (waktu
yang dihabiskan tidur sebagai persentase dari waktu di tempat tidur), penurunan
gelombang lambat (Tahap N3 atau tidur nyenyak) dan rapid eye movement (REM) sleep
dan meningkat pada stage N1 dan N2.
Pada 24 jam siklus tidur-bangun menjadi kurang kuat dengan penuaan dan
disertai dengan penurunan ritme diurnal suhu tubuh 24 jam. orang dewasa yang lebih

4
tua lebih mungkin untuk memiliki tidur temporal canggih fase (jatuh tertidur lebih awal
dan bangun lebih awal). Selain itu, bangun tidu awal dapat mengakibatkan sering tidur
selama siang hari, yang selanjutnya dapat mengabadikan susah tidur malam hari.
Selain perubahan biologis yang melekat yang terjadi dengan penuaan, pasien
lansia mungkin mengalami kemerosotan rutinitas biologis mereka sehari-hari, ritme
individu siang-malam. Penting zeitgebers ( "time makers") untuk ritme sirkadian dapat
mengikis (misalnya, jadwal kerja tidak tetap, tidak teratur waktu makan) dengan
penuaan, yang dapat berkontribusi untuk kesulitan tidur.
1.4 Evaluasi/investigasi
Diagnosis insomnia didasarkan pada wawancara klinis menyeluruh dari kedua
pasien dan pasangan tidur mereka. pertanyaan tidur penting termasuk: onset dan durasi
insomnia, rutinitas tidur (waktu onset tidur, bangun waktu, jumlah terbangun di malam
hari), mengantuk di siang hari, dan dampak pada fungsi, termasuk efek pada
mengemudi. Dalam banyak kasus sejarah yang disediakan oleh mitra yang dramatis
berbeda dari pasien, menggarisbawahi pentingnya sejarah mitra tidur. Sejarah dapat
mencakup tinjauan dari 6Ps: Pain, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND),
Pharmaceuticals/ Pills (lihat Gambar 1), Pee (menjamin pasien tidak pada akhir hari
diuretik dan membatasi cairan mulut PM), Partner (dengan masalah tidur), Physicals
lingkungan tidak kondusif untuk tidur. Evaluasi klinis harus mencakup pertanyaan
skrining untuk obstructive sleep apnea dan restless syndrome (lihat Tabel 1). Faktor
pencetus, seperti stress akut dan nyeri akut / kronis harus ditinjau. Hal ini penting untuk
menyertakan penyelidikan untuk setiap gangguan kejiwaan, seperti gangguan depresi
dan gangguan kecemasan serta untuk medis / gangguan neurologis (misalnya, penyakit
Parkinson). Obat harus ditinjau sebagai tertentu obat dikenal untuk berkontribusi
insomnia, termasuk cholinesterase inhibitor, analgesik, obat anti-Parkinsonian,
antihipertensi, psikotropika dan bronkodilator (Gambar 1). Selain itu, penting untuk
mendapatkan riwayat penggunaan zat, mengevaluasi konsumsi alkohol, rokok,
minuman berkafein dan setiap obat tanpa resep yang dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas tidur. kebiasaan lain dan sejarah sosial dapat memberikan informasi tambahan
- misalnya, Penggunaan malam berlebihan perangkat elektronik (misalnya, i-Pad, game
komputer) pada waktu tidur dapat menekan produksi melatonin di malam hari dan
mempengaruhi ritme sirkadian. buku harian tidur dapat membantu untuk menilai pola

5
sirkadian serta membantu dan merugikan kebiasaan tidur. informasi kolateral dari
Pasangan tidur penting terutama untuk menyingkirkan gangguan tidur lainnya (lihat
Tabel 1).
Tabel1. Gangguan tidur yang umum, alat skrining dan rencana aksi untuk positif skrinning.
Ggn. Tidur Pertanyaan Jika skrinning Komentar ekstra
skrinnning dan positif
assessment
Obstructive sleep STOP BANG17 ≥2/4 Penyerahan kasus Penting untuk
apnea (OSA) in STOP, or ≥3/4 of klinik tidur untuk menanyakan
STOP BANG has polysomnogram pasangan pasien
high untuk jika pasien
sensitivity/specificity mengkonfirmasi mengalami nafas
for OSA S – Do you yang tidak biasa.
SNORE? T – Are Mempertimbangkan Pasien yang sering
you TIRED in the keselamatan tidak menyadari
day? O – Any pengemudi seperti isu.
OBSERVED CMA driving
apneas? P – Do you guidelines
have high blood
PRESSURE?
BMI >35 kg/m2 Age
>50 NECK
circumference over
40 cm? GENDER –
Male
Restless leg URGE Criteria18,19
syndrome (RLS) (4/4 symptoms
strongly suggests
RLS) U – Do you
have the URGE to
move your legs at
night? R – Are they
worse at REST? (e.g.

6
prolonged inactivity,
long car rides,
airplane, sitting in a
theatre) G – Do
symptoms GET
BETTER with
movement? E – Are
symptoms worse in
the EVENINGS?
Periodic Limb Apakah pasangan Referral to sleep Penting unuk
Movement tidurmu pernah specialist for menanyakan
Disorder (PLM-D) mengomentari possible pasangan pasien
karena kaki mu yang polysomnography. jika mereka
menendang selama menyadari bahwa
tidur? Apakah di pag pasien menendang.
hari sprei kasur mu
berantakan?

Jika diindikasikan, pemeriksaan fisik yang terfokus (lihat Tabel 2) harus


dilakukan bersama dengan tepat investigasi (misalnya, pekerjaan darah untuk
menyingkirkan penyakit tiroid). Tidak ada investigasi gold standar atau diagnostik.
penilaian semalam tidur (polisomnografi) dan studi lainnya dapat digunakan untuk
menyingkirkan gangguan tidur lain tetapi tidak pernah semata-mata ditunjukkan untuk
mendiagnosa pasien dengan insomnia. Sedangkan tingkat I (Hadir, di laboratorium,> 7
channel) polisomnografi dianggap sebagai gold standar untuk menilai untuk tidur
gangguan pernapasan, tingkat III studi polisomnografi ( "studi tidur rumah") telah
dinilai memiliki kepekaan yang wajar dan spesifisitas untuk skrining untuk tidur
gangguan pernapasan saat pretest probabilitas dianggap tinggi untuk obstructive sleep
apnea sedang atau berat dan tidak ada yang signifikan komorbiditas.
Titik tentang tidak adanya medis yang signifikan komorbiditas dapat membatasi
kegunaan studi polisomnografi tingkat III pada populasi lanjut usia, karena Kelompok
ini sering memiliki komorbiditas medis yang signifikan. Lihat Tabel 1 untuk skrining
pertanyaan untuk gangguan tidur umum yang terkait dengan insomnia dan rencana aksi.
1.4 Pengobatan

7
Meskipun perubahan dalam tidur diketahui terjadi dengan usia, insomnia bukan
merupakan konsekuensi tak terelakkan dari penuaan. Insomnia yang tidak diobati terus-
menerus dapat menyebabkan beberapa konsekuensi medis dan psikososial -Oleh karena
itu, pengobatan insomnia tidak hanya dianjurkan, tetapi dibenarkan. Ada dua jenis
utama pengobatan untuk insomnia: 1) perawatan psikologis untuk insomnia, termasuk
terapi perilaku kognitif untuk insomnia (CBT-I) dan 2) pendekatan farmakologis.
Karena kurangnya data tentang farmakologi agen obat tidur dan efek sampingnya
diketahui, pendekatan kognitif-perilaku diterima sebagai lini pertama pengobatan untuk
insomnia pada usia berapa pun sesuai dengan parameter praktek terbaru yang
diterbitkan oleh American Academy of Sleep Medicine (AASM -
www.aasmnet.org/PracticeGuidelines.aspx).
Pengobatan psikologis untuk Insomnia, termasuk kontrol stimulus, Pembatasan
Tidur dan Kognitif-perilaku Terapi untuk Insomnia (CBT-I) pendekatan psikologis
dirangkum dalam Tabel 3. Perilaku dan pendekatan kognitif insomnia.
cara aman dan efektif untuk mengobati insomnia di populasi lanjut usia. Salah
satu yang paling umum langkah pertama dalam mengatasi insomnia disebut stimulus-
control-terapi (SCT). SCT ini sangat berguna bagi mereka yang memiliki siklus
berlebihan tidur siang siang hari dan resultan waktu malam insomnia. Lihat Tabel 3
untuk spesifik teknik dan instruksi untuk pasien. Instruksi dapat diberikan dalam satu
kunjungan tapi kunjungan tindak lanjut harus dijadwalkan untuk menilai kepatuhan dan
untuk memecahkan masalah. Banyak elemen dari SCT yang sering disebut sebagai
"kesehatan tidur." Sleep-Restriction-Theraphy (SRT) adalah pendekatan lain yang
umum insomnia pada orang dewasa yang lebih tua. Pasien tua memiliki mengurangi
homeostasis tidur dan mungkin menghabiskan waktu berlebihan di tempat tidur
"mencoba untuk tidur." SRT bertujuan meminimalkan waktu yang dihabiskan di tempat
tidur terjaga dan membantu pasien menumpuk utang tidur (lihat Tabel 3).
Terapi ini membutuhkan beberapa kunjungan resep tindak lanjut untuk menyesuaikan
Time-In-Bed (TIB) dan memastikan kepatuhan pasien.
Baru-baru ini, terapi jangka kognitif-perilaku untuk insomnia (CBT-I) telah
digunakan untuk merujuk kepada Kombinasi SCT, SRT dan strategi kognitif untuk
mengatasi maladaptif keyakinan terkait tidur (yaitu, distorsi kognitif). Tidur umum yang
terkait distorsi kognitif meliputi, "setiap orang harus tidur di Setidaknya 8 jam setiap

8
malam, jika tidak akan ada yang serius konsekuensi siang hari, "dan" kurang tidur
adalah normal pada orang dewasa yang lebih tua.

1.4.1 Farmakologis Pengobatan Pilihan untuk Insomnia pada Lansia.


Ada pilihan luas pengobatan farmakologis yang tersedia untuk insomnia pada
orang tua dan ulasan penuh Ulasan ini adalah di luar cakupan makalah ini. Meskipun
demikian, jika komorbiditas lain dikecualikan dan gangguan insomnia kronis dan
persisten, pedoman umum mengenai opsi farmakologis harus dipertimbangkan. Di AS,
4 obat yang disetujui FDA untuk pengobatan insomnia kronis: non-benzodiazepine
reseptor benzodiazepin agonis (misalnya, zolpidem), benzodiazepin, melatonin agonis
reseptor (tidak tersedia di Kanada) dan antagonis reseptor hypocretin :suvorexant (tidak
tersedia di Kanada). Konsekuensi kesehatan Kanada hanya memiliki 2 agen pertama
yang disetujui sebagai alat bantu tidur (Kanada Sehat). agen lain yang sering dianggap
untuk insomnia kronis pada orang tua termasuk obat alpha 2 delta, antidepresan sedasi ,
antihistamin, melatonin dan antipsikotik atipikal. Non-benzodiazepine agonis reseptor
benzodiazepine : Z Drugs-zolpidem, zopiclone.
Pada umumnya, pengobatan ini memperlihatkan terapi insomnia yang efikasi
pada pasien tua. Obat ini memiliki selektivitas pada target subunit alpha-1 pada reseptor
dibandingkan dengabenzodiazepine (yang targetnya sisipan antara subunit alpha dan
gamma, gamma amino butyric acid (GABA). Hal ini mungkin membantu menjelaskan
penurunan potensial dari beberapa efek samping dibandingkan benzodiazepine. obat ini
memiliki kerja kurang dibandingkan dengan benzodiazepin, meskipun mereka masih
berkontribusi menaikkan risiko. Ada juga risiko tidur kompleks terkait dengan
kebiasaan. Zolpidem memiliki waktu paruh pendek (T½ = 2,5-3 jam, waktu untuk
konsentrasi maksimal = 1-2 jam *) dan akibatnya mungkin memiliki lebih sedikit
potensi efek samping siang residual dari zopiclone (T½ = 5-6 jam, waktu untuk
konsentrasi maksimal = 1,5-2 jam *). efek obat tidur untuk kedua obat ini diharapkan
akan dimulai dalam waktu 15-30 menit dari konsumsi dan akibatnya ini dapat
bermanfaat bagi initial insomnia. Semakin pendek paruh zolpidem, bagaimanapun,
mungkin membatasi kegunaan obat ini untuk pemeliharaan tidur insomnia, meskipun
controlled release (CR) formulasi baru-baru ini diperkenalkan di Kanada sederhana
menangani masalah ini (T½ = 2,5-3 jam, waktu untuk konsentrasi maksimal = 1,5-2,5

9
jam *). zopiclone memiliki telah terbukti memiliki risiko lebih untuk kegiatan yang
memerlukan kewaspadaan siang hari seperti menyetir dan efek ini mungkin lebih besar
daripada yang terlihat dengan akting benzodiazepine temazepam lebih pendek. Sebagai
hasilnya dari kekhawatiran ini, maksimum yang disarankan dosis per Kesehatan Kanada
bagi mereka yang lebih dari 65 tahun untuk zopiclone adalah 5.0 mg per November
2014, dengan dosis awal yang direkomendasikan dari 3,75 mg (Health Canada).
Beberapa studi menunjukkan zopiclone kurang efektif daripada CBT-I untuk
pengobatan insomnia kronis Meskipun bukti menunjukkan obat ini memiliki khasiat
untuk insomnia, data untuk digunakan pada orang tua terbatas. Akibatnya agen ini harus
digunakan dengan hati-hati, dengan dosis serendah mungkin, dan untuk waktu singkat,
sebaiknya kurang dari 4 minggu.
* Nomor ditentukan untuk orang dewasa muda yang sehat. Angka-angka ini mungkin perlu
disesuaikan dalam populasi orang tua dan harus dipertimbangkan dengan hati-hati pada
populasi geriatri.
Terapi teknik
Sleep Hygiene  Atur tidur yag teratur
 Hindari tidur siang
 Hindari zat yang mempersulit tidur, termasuk kafein, alcohol,
nikotin.
 Sempatkan relaksasi pada jam tidur secara rutin
 Atur tempat tidur (hindari tv, bekerja pada computer dan lain-
lain di kasur)
Stimulus-Control  Hanya pergi tidur jika mengantuk
Therapy (SCT)  Atur waktu bangun tidur
(elemen yang tidak  Pergi dari ranjang kapanpun jika terbangun lebih dari 15-20
kooperatif dengan menit
sleep hygiene dan  Hindari membaca, menonton tv, makan, khawatir pada kebiasaan
membangun tidur yang tidak kompatibel di ranjang dan kamar tidur.
ranjang dengan  Hindari meliha jam dinding
tidur)
 Maksimalkan eksposur cahaya pagi dan minalisir eksposur
cahaya saat malam hari.
 Hindari tidur siang
Sleep Restriction  Langkah 1: sleep log untuk 2-3 minggu

10
Therapy (SRT)  Langkah 2: Hitung rata-rata total jam tidur
 Langkah 3: resepkan initial waktu di tempat tidur/ initial time-in-
bed (TIB) pada rata-rata total tidur/ total tidur ditambah jumlah
waktu yang dianggap sebagai nocturnal normal bangun tidur
(contoh 30 menit). TIB tidak seharus nya lebih dari 7.5 jam per
malam pada populasi usia lanjut
 Langkah 4: follow up, biasanya mingguan, peningkatan TIB
dalam 15-20 menit ketika efikasi tidur meningkat 85%. Efikasi
tidur= waktu saat mengantuk/TIB. Catat waktu tidur bila waktu
bangun telah ditentukan, jadi waktu tidur meningkat 15-20
menit, dan waktu tidur tidak seharunya lebih telat dari jam 2.
Cognitive-  Terapi kognitif, sleep hygiene, training relaksasi, SCT dan SRT
Behavioural adalah elemen penting: identifikasi tidur yang berhubungan
Therapy for dengan maladaptive (distorsi kognitif) dan evaluasi dengan alat
Insomnia (CBT-I) yang bermacam-macam, contohnya pelaporan.

Kesehatan Kanada menyarankan tidak menggunakan zopiclone selama lebih dari


7-10 hari. Kriteria Beers adalah daftar obat berpotensi tidak pantas untuk pasien usia
lanjut yang dipertahankan dan diperbarui oleh Amerika Masyarakat geriatri. Kriteria
Beers terbaru pada tahun 2015 sangat menyarankan non-benzodiazepine agonis reseptor
benzodiazepin harus dihindari untuk pengobatan insomnia pada orang tua karena profil
efek samping mereka yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan efek untuk
insomnia.

Benzodiazepin
Obat-obat ini telah digunakan selama beberapa dekade untuk pengobatan
insomnia pada orang tua, tetapi telah dikaitkan dengan beberapa konsekuensi yang
merugikan termasuk peningkatan risiko, kecelakaan kendaraan bermotor, residual siang
sedasi, amnesia anterograde dan rebound insomnia. Studi terbaru bahkan terlibat
penggunaan benzodiazepine dalam perkembangan selanjutnya gangguan neurokognitif.
Efek induksi tidur sebagian besar benzodiazepin diharapkan akan dimulai dalam waktu
30 menit, dengan oxazepam dan temazepam memiliki onset kerja hingga 60 menit.
Meskipun beberapa studi telah menyarankan agen short acting atau moderate seperti

11
temazepam lebih disukai pada orang tua dibandingkan dengan lama agen yang
bertindak seperti flurazepam, baru-baru ini 2015 kriteria Beers sangat disarankan
menghindari penggunaan kronis benzodiazepin sama sekali pada pasien tua, dan ini
telah bergema oleh orang lain.
Antidepresi sedatif
Trazodon mungkin obat yang paling sering digunakan antara antidepresan
sedatif, namun data menunjukkan efikasi terbatas dengan tidak ada bukti efikasi
berkelanjutan. potensi efek samping termasuk sedasi, pusing, aritmia jantung, hipotensi
ortostatik dan potensi priapismus dapat signifikan dalam populasi tua. Mirtazapine,
antidepresan sedatif lain, telah menunjukkan manfaat untuk insomnia pada pasien
dengan gangguan depresi utama tetapi membutuhkan pemantauan untuk mengantuk dan
menambah berat badan. Onset efek obat tidur untuk kedua obat ini diharapkan mulai
dalam waktu 30 menit setelah dimium. Doksepin, antidepresan trisiklik dengan sifat
sedatif yang signifikan sebagai akibat dari tindakan antihistaminergic signifikan, baru-
baru ini menunjukkan memiliki khasiat tanpa signifikan efek samping dalam
pengobatan insomnia primer pada pasien usia lanjut dalam dosis rendah (1-6 mg), tapi
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mereplikasi hasil ini. Onset aksi terlihat dalam
waktu 30 menit dari konsumsi. Potensi komplikasi antidepresan trisiklik termasuk
sedasi, berat badan, hipotensi postural, aritmia jantung (perpanjangan QTc), retensi urin
dan efek samping antikolinergik. efek ini umumnya membatasi kegunaan obat-obat ini
untuk pengobatan gangguan insomnia pada pasien usia lanjut di tidak adanya gangguan
mood penyerta. Penggunaan agen antihistaminergik lainnya (misalnya, dimenhydrinate)
termasuk lebih dari agen yang tidak dianjurkan pada populasi lanjut usia.

Obat-obat lain: Antispikotik atipikal, obat alfa-2 delta, melatonin.


Meskipun penggunaan antipsikotik atipikal mungkin memiliki beberapa manfaat
untuk inisiasi tidur dan pemeliharaan di keadaan tertentu dimana gangguan kejiwaan
komorbid muncul, profil efek samping yang merugikan mereka (Termasuk peningkatan
risiko stroke, sudden cardiac death) dan kurangnya data efikasi pada populasi geriatri
menentang penggunaannya untuk insomnia primer kronis dalam kelompok pasien ini.
Demikian pula, ada data yang tersedia tentang penggunaan obat alpha-2 delta seperti
gabapentin atau pregabalin untuk pengobatan gangguan insomnia pada populasi lanjut

12
usia. Namun, obat ini mungkin memiliki beberapa kegunaan jika gejala insomnia dapat
berhubungan dengan kecemasan, withdrawal alkohol, nyeri neuropatik atau restless leg
syndrome. pengalaman klinis kami telah menyarankan (tetapi jarang) jika perlu untuk
melampaui 600 mg gabapentin pada malam hari untuk insomnia, atau 150 mg
pregabalin pada malam hari, dan dalam kebanyakan kasus pasien usia lanjut bisa
mendapatkan manfaat dari dosis yang jauh lebih kecil. Onset efek induksi tidur
diantisipasi mulai dalam waktu 30 menit dari konsumsi. Pasien harus memperingatkan
tentang potensi sisi kognitif efek, pusing dan gejala kejiwaan potensial termasuk
gagasan bunuh diri. Melatonin telah terbukti memiliki beberapa manfaat sederhana
untuk insomnia primer di populasi lanjut usia. Bahkan 0,3 dosis mg bisa efektif dan
memberikan kuantitas fisiologis melatonin. Dosis di atas 3 mg untuk lansia sudah
menghasilkan tingkat melatonin supraphysiologic, yang dapat bertahan ke hari, yang
mengarah ke penurunan potensi pada siang hari; Oleh karena itu, dosis di atas 3 mg
tidak direkomendasikan. Efek samping bisa termasuk sedasi pada siang hari, sakit
kepala dan pusing, namun studi jangka panjang pada orang tua kurang. Sementara
umumnya dianggap aman, efek samping yang signifikan dapat mencakup penurunan
toleransi glukosa dan interaksi dengan warfarin.

1.4 Kasus Follow-up


Pasien usia lanjut akan memiliki perubahan terkait usia biologis, serta masalah
medis dan faktor psikososial yang mungkin mempengaruhi pasien untuk mengalami
insomnia. Pemberian korelasi istri tentang masalah pernapasan dan kegelisahan di
malam hari, polysomnogram akan lebih bijaksana untuk dipertimbangkan. Sejarah
penuh dan evaluasi termasuk evaluasi rutin tidur pasien serta wawancara dengan
istrinya akan ditunjukkan. Jika tidur tidak teratur pernapasan dan potensi gangguan tidur
lainnya seperti restless leg syndrome atau periodic limb disorder diperlakukan atau
dikesampingkan, pendekatan non-farmakologis termasuk terapi perilaku kognitif adalah
terapi pilihan. Obat dapat dipertimbangkan dalam memilih situasi, dan jika digunakan
umumnya diindikasikan untuk hanya penggunaan jangka pendek. Jika didiagnosis
obstructive sleep apnea disorder dengan pedoman Canadian Medical Association
fitness-to-drive harus diikuti dengan sehubungan dengan konseling sementara
penghentian mengemudi (atau penghentian mengemudi permanen jika OSA cukup

13
parah dan pasien tidak menanggapi atau resisten terhadap pengobatan sesuai pedoman
CMA) dan melaporkan ke Kementerian Perhubungan sesuai peraturan provinsi.

1.4 Kesimpulan
Gangguan Insomnia adalah gangguan yang kompleks yang umum pada orang
tua. Berbagai faktor dapat berperan termasuk faktor biologis, psikiatri dan psikososial.
Beberapa pasien lebih cenderung untuk mengalami kesulitan insomnia kronis, termasuk
perempuan dan orang-orang dengan lebih kejiwaan atau komorbiditas medis. evaluasi
diagnostik harus terdiri dari sejarah menyeluruh, termasuk tidur rinci Permintaan,
wawancara mitra, dan fokus pemeriksaan fisik. Pilihan pengobatan kemudian harus
diarahkan pada mendasari faktor yang berkontribusi terhadap gejala insomnia.
Diagnosis gangguan insomnia pergeseran paradigma di DSM-5, sebagai pengakuan atas
fakta bahwa insomnia sering terjadi dengan lainnya medis dan psikiatris masalah dan
bahwa hal itu perlu dirawat dalam dirinya sendiri untuk menjamin hasil yang optimal.
pengobatan bersamaan gangguan susah tidur dengan pengobatan komorbiditas
gangguan medis / kejiwaan dapat menyebabkan peningkatan hasil klinis, sedangkan
kegagalan untuk mengatasi gangguan ini dapat menyebabkan kualitas berkurang hidup
dan peningkatan risiko relaps gangguan kejiwaan. Jika kecurigaan diagnostik adalah
gangguan insomnia, sebuah Pendekatan kognitif-perilaku umumnya disukai lebih dari
pendekatan farmakologis. Haruskah Pendekatan farmakologi dipertimbangkan, ada data
yang terbatas untuk mendukung penggunaan akting singkat agonis reseptor
benzodiazepin (obat Z), serta studi melatonin dan doksepin tapi jangka panjang kurang
dan agen ini harus digunakan dengan hati-hati jika menggunakan diperlukan.
Penggunaan benzodiazepine tidak disarankan karena tidak menguntungkan pada profil
efek samping. Kurangnya data tentang agen farmakologis lain dengan sifat sedatif
diduga membatasi dukungan untuk utilitas agen lain meskipun dalam keadaan dengan
signifikan komorbiditas penggunaannya dapat membantu (misalnya, penenang
penggunaan antidepresan seperti mirtazapine dengan adanya gangguan mood). Jika
masalah susah tidur bertahan meskipun upaya pengobatan, rujukan ke spesialis tidur
harus dipertimbangkan, terutama jika ada kecurigaan yang tinggi untuk gangguan tidur
yang kontribusi untuk resistensi pengobatan, seperti tidur terkait gangguan pernapasan
atau neurologis yang mendasari gangguan seperti restless leg syndrome.

14
BAB II
TELAAH JURNAL

1. JUDUL

Syarat-syarat judul yang baik :

a) Spesifik

b) Efektif, judul tidak boleh lebih dari 12 kata untuk Bahasa Indonesia dan 10 kata
untuk Bahasa Inggris.

c) Singkat, Menurut Day (1993), judul yang baik adalah yang menggunakan kata-
kata sesedikit mungkin tetapi cukup menjelaskan isi paper. Namun, judul tidak
boleh terlalu pendek sehingga menimbulkan cakupan penelitian yang terlalu luas
yang menyebabkan pembaca bingung.

d) Menarik

e) Pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal


dalam sekali baca.

Judul jurnal ini adalah :

INSOMNIA IN THE ELDERLY: UPDATE ON ASSESSMENT AND


MANAGEMENT

Kritik terhadap judul jurnal tersebut :

1) Spesifik, singkat, dan menarik, karena pembaca dapat langsung menangkap


makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca.

2) Keefektifan juduldilihat dari kelugasan penulisannya menunjukkan jenis


karya ilmiah secara jelas yakni review artikel,judul memilikitidaklebih dari
10 kata

3) Judul tidak terlalu pendek sehingga cakupan penelitian tidak terlalu luas dan
tidak menyebabkan pembaca bingung.

2. NAMA PENULIS

Syarat-syarat penulisan nama penulis jurnal :

15
a. Tanpa gelar akademik/ professional

b. Jika > 3 orang yang dicantumkan boleh hanya penulis utama, dilengkapi dengan
dkk; nama penulis lain dimuat di catatan kaki atau catatan akhir

c. Ditulis alamat dari penulis berupa email dari peneliti

d. Tercantum nama lembaga tempat peneliti bekerja

e. Jika penulisan paper dalam tim, penulisan nama diurutkan sesuai kontibusi
penulis. Penulis utama: penggagas, pencetus ide, perencana dan penanggung
jawab utama kegiatan. Penuli skedua: kontributor kedua, dst.

Penulis jurnal ini adalah :

Soojin Chun MSc., MD FRCP(C) dan Elliott Kyung Lee MD, FRCP(C), D. ABPN

Kritik terhadap penulisan penulis jurnal :

1) Kurang tepat karena penulis mencantumkan gelar peneliti.

2) Ditulis alamat dari penulis berupa email dari peneliti sehingga juga kurang
tepat

3) Tercantum nama lembaga tempat peneliti bekerja juga tidak tepat

4) Tepat dalam penulisan nama diurutkan sesuai kontibusi penulis.

3. ABSTRAK

Abstrak merupakan ringkasan suatu paper yang mengandung semua informasi


yang diperlukan pembaca untuk menyimpulkan apa tujuan dari penelitian yang
dilakukan, bagaimana metode/pelaksanaan penelitian yang dilakukan, apa hasil-
hasil yang diperoleh dan apa signifikansi/nilai manfaat serta kesimpulan dari
penelitian tersebut.

Abstrak yang baik harus mencakup tentang permasalahan, objek penelitian,


tujuan dan lingkup penelitian, pemecahan masalah, metode penelitian, hasil utama,
serta kesimpulan yang dicapai. Selain judul, umumnya pembaca jurnal-jurnal ilmiah
hanya membaca abstrak saja dari paper-paper yang dipublikasi dan hanya membaca

16
secara utuh paper-paper yang paling menarik bagi mereka. Berdasarkan penelitian
abstrak dibaca 10 sampai 500 kali lebih sering dari pada papernya sendiri.

Cara penulisannya :

 Tersusun tidak lebih dari 200 – 250 kata. Namun ada pula yang membatasi
abstraknya tidak boleh lebih dari 300 kata. Karena itu untuk penulisan abstrak
cermati ketentuan yang diminta redaksi.

 Ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.Diawali bahasa Inggris jika


penulisan keseluruhan tubuh paper dalam bahasa Inggris, diawali bahasa
Indonesia jika penulisan keseluruhan tubuh paper dalam bahasa Indonesia.

 Berdirisendirisatualinea (ada yang menentukanlebihdarisatualinea).

 Untuk jenis paper hasil penelitian: Penulisan abtraknya tanpa tabel, tanpa rumus,
tanpa gambar, dan tanpa acuan pustaka. Jadi tidak boleh mengutip pendapat
orang lain, harus menggunakan data-data dan hasil penelitian serta argumen
yang didapat dari penelitian sendiri.

 Untuk jenis paper hasil review: Penulisan abstrak boleh mengutip hasil
penelitian orang lain dari acuan pustaka atau sumber yang diacu.

 Di bawah abstrak ditulis kata kunci, paling sedikit terdiri dari tiga kata yang
relevan dan paling mewakili isi karya tulis. Demikian juga di bawah abstract
ditulis paling sedikittigakey words yang sesuai dengan kata kunci pada abstrak
(Bahasa Indonesia). Kata kunci, tidak selalu terdiri 3 kata, ada juga yang
menentukan kata kunci ditulis dalam 4-6 kata (tergantung redaksi, jadi
perhatikan ketentuan yang diminta).

Pada jurnal ini abstraknya adalah :

Background
Insomnia disorder is one of the most common sleep-wake disorders seen in the
geriatric population, and is associated with multiple psychiatric and medical
consequences
Aims

17
For management, a cognitive-behavioural approach (including sleep restriction
therapy, stimulus control therapy) is commonly accepted as an effective, first-line
treatment for insomnia disorder.

Method
Evaluation should consist of a full history and physical exam, including
screening for common sleep disorders such as obstructive sleep apnea, restless legs
syndrome and periodic limb movement disorder

Results
Benzodiazepines and non-benzodiazepine benzodiazepine receptor agonists (Z-
drugs) can have acute benefits for insomnia BUT are associated with significant side
effects with long term use; consequently long-term use should be avoided

Kritik terhadap penulisan abstrak jurnal :


Cara penulisan dan isi abstrak:

Kritik terhadap penulisan abstrak jurnal :


Cara penulisan dan isi abstrak:
a. Jumlah kata pada abstrak sesuai, kata tidak lebih dari 300 kata.
b. Abstrak ditulis dalam bahasa inggris dan Perancis
c. Penulisan abstrak sesuai dengan naskah hasil penelitian, tanpa tabel,
tanpa rumus, tanpa gambar, dan tanpa acuan pustaka.
d. Kurang tepat karena, mencantumkan keyword (kata kunci) dibawah
abstrak.
4. INTRODUKSI

Bagian ini mengandung isi sebagai pengantar yang berisi justifikasi penelitian,
hipotesis dan tujuan penelitian. Jika artikel berupa tinjauan pustaka, maka
pendahuluan berisi latar belakang yang memuat tentang pentingnya “permasalahan”
tersebut diangkat, hipotesis (jika ada) dan tujuan penulisan artikel. Pada bagian ini
pustaka hanya dibatasi pada hal-hal yang paling penting. Perlu diperhatikan metode
penulisan pustaka rujukan sesuai dengan contoh artikel atau ketentuan dalam
Instruction for authors. Jumlah kata dalam bagian ini juga kadang dibatasi jumlah
katanya. Ada juga jurnal yang membatasi jumlah referensi yang dapat disitir pada

18
pendahuluan, tidak lebih dari tiga pustaka. Tidak dibenarkan membahas secara luas
pustaka yang relevan pada pendahuluan.

Kritik terhadap introduksi pada jurnal ini :

 Pendahuluan berisi latar belakang yang memuat tentang pentingnya


“permasalahan” tersebut diangkat, hipotesis dan tujuan penulisan artikel.

 Pustaka hanya dibatasi pada hal-hal yang paling penting dan metode penulisan
pustaka rujukan sesuai dengan contoh ketentuan yakni menggunakan rujukan.

 Jumlah referensi pada pendahuluan terdapat 3 pustaka tetapi tidak membahas


secara luas mengenai pustaka yang digunakan.

5. DISCUSSION (ISI JURNAL : Penilaian Klinis dan Diagnostik, Overview


Penelitian Terbaru)

Pada jurnal ini tidak disertakan diskusi

6. SUMMARY/CONCLUSION

Pada jurnal ini, kesimpulannya adalah :

Insomnia disorder is a complex disorder that is common in the elderly. Various


factors may play a role including biological, psychiatric and psychosocial factors.
Some patients are more predisposed to experiencing chronic insomnia difficulties,
including women and those with more psychiatric or medical comorbidities.
Diagnostic evaluation should consist of a thorough history, including a detailed
sleep enquiry, a partner interview, and focused physical exam. Treatment options
should then be directed at the underlying contributing factors to insomnia
symptoms.
Kritik terhadap diskusi pada jurnal ini :
 Kesimpulan jurnal ini sudah mencangkup tujuan dan target penelitian.

19
7. REFERENCES
Kritik terhadap daftar pustakapada jurnal ini :
 Literatur yang digunakan sudah tepat.
Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal atau pun naskah ilmiah yang
digunakan sebagai referensi atau acuan ditulis pada bagian ini.Referensi yang
dirujuk haruslah yang benar-benar mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian
tersebut.

20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Fisiologi Tidur


Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia
disebut sebagai irama sirkadian4.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi sistem Saraf
Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di
substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep
center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal
center).

Gambar 1. Anatomi otak yang bekerja pada saat tidur

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

21
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam. Tidur NREM yang meliputi 75%
dari keseluruhan wa ktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain:
 Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini
dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran
kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7
siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.
 Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur.
EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang
sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang
dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan
mudah.
 Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5
siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak,
sehingga sukar dibangunkan.
 Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG
hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah
gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau
delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi
dalam stadium seperti dalam tidur NREM.2,4

22
Gambar 2. Siklus tidur
Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur
sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan
terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu
bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan
mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon
pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang memegang
peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan
bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon
yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang
terbangun. Jila malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga
orang mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula
pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan
mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan kortisol.
Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat
sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi.

3.2. Definisi Insomnia


Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan
untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang
berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases

23
mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur
yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The
International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur
yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan
berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk
melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang
memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan
pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi
dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.
Insomnia biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang
mendasarinya, seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi
dalam hidup manusia. Untuk insomnia yang ringan tidak perlu diberi obat, tetapi
cukup dengan penjaminan kembali. Insomnia yang berat biasanya merupakan
gejala gangguan yang lain atau dapat merupakan factor penyebab (misalnya
kelemahan badan, tremor, berkurangnya konsentrasi ) atau factor pencetus karena
stress yang ditimbulkannya ( misalnya gejala-gejala skizofreni mungkin timbul lagi
atau kecemasan).

3.3. Klasifikasi Insomnia


Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur
ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur,
kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari
jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis.
Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan
terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti
penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia
sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau

24
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-
obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang
terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10
orang yang menderita insomnia.
Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu International code
of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM)
IV dan International Classification of Sleep Disorders (ISD).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:


 Organik
 Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti
mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)

Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia disini
adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah
menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi
mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1
bulan.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,


insomnia diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition

25
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,
unspecified (nonorganic)
10
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

3.4. Tanda dan Gejala Insomnia



Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

Sering terbangun pada malam hari

Bangun tidur terlalu awal

Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

Iritabilitas, depresi atau kecemasan

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

Ketegangan dan sakit kepala

Gejala gastrointestinal 3,4,6

3.5. Etiologi Insomnia



Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat
membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa
kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang
dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia
dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan
(seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein
adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.

Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar
dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan
insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru,

26
gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit
Alzheimer.

Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur
siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang
tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh
dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur,
seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.6

3.6 Insidensi
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa
kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran
tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap
tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai
penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia
lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh
gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol. Menurut data internasional of
sleep disorder, prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut:
Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari
(16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan
alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%),
gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-
2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%)

3.7. Faktor Resiko Insomnia


Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko
insomnia meningkat jika terjadi pada:

Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama
siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause,
sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.

27

Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.

Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.

Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti
kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis.
Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.

Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering
meningkatkan resiko insomnia.4

3.8. Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
1. Pola tidur penderita.
2. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
3. Tingkatan stres psikis.
4. Riwayat medis.
5. Aktivitas fisik
6. Diagnosis berdasarkankebutuhan tidur secara individual.
Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur
dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner,
untuk mencapai tujuan yang sama klien bisa mencatat waktu tidur klien tersebut selama
2 minggu.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang
bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk
menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan
pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan
mata, dan gerakan tubuh.3
3.9. Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini
umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita
insomnia.

28
Terapi tingkah laku meliputi :
- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
- Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan
latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat
tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus
otot, dan mood.
- Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran
yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau
dalam grup.
- Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk
beraktivitas.
- Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat
tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.6

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan
pernapasan atau beribadah

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur
pada malam hari.

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari
kebisingan

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap
hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

Menghindari makan besar sebelum tidur

Cek kesehatan secara rutin

29

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik1,4,6
2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
-
Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu
golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
-
Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”,
yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
-
Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-
pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.
Pengaturan Dosis
-
Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
-
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk
mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
-
Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
-
Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian
-
Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih
dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2
minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6
bulan lamanya.

30
-
Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur
dapat ditanggulangi.

Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-


insomnia (waktu paruh) :
-
Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam)  gejala rebound
lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
-
Waktu paruh sedang, seperti Estazolam  gejala rebound lebih ringan
-
Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam  menimbulkan gejala “hang
over” pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi


ketergantungan terhadap obat benzodiazepine

Interaksi obat
-
Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan
potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and
respiratory failure”
-
Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal
enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang
menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.
-
Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau
“CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus
-
Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease

31
-
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya
pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI,
berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)1,3,7
3.10. Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia
dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Gambar 4. Komplikasi insomnia

Komplikasi insomnia meliputi


 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi
kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya
tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

32
3.11. Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of


Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding
Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American
Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.
2. Barbara A. Philips, MD, MSPH. 2006. Sleep Wake Cycle created by National
Sleep Foundation. From North America.
3. Insomnia.
(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative
-medicine Diakses tanggal 14 September 2013)
4. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
5. Willy F. Maramis dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Ed : 2, Surabaya Universitas Airlangga.
6. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis.
(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses tanggal 6
Desember 2017)
7. Lee, Elliott Kyung. 2016. Insomnia in elderly: update on assessment and
management. Canada: Canadian Geriatrics Society.
(http://www.megeriatricsjournal.com diakses tanggal 6 Desember 2017 )

34
35

Anda mungkin juga menyukai