Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini di Indonesia keperluan untuk kontruksi struktur bangunan sangat
dibutuhkan, terutama pada penggunaan beton sebagai perkuatan pada struktur
bangunan dan masih banyak digunakan. Beton memiliki komposisi yang mudah
untuk didapatkan, seperti semen, agregat dan air. Seperti yang telah diketahui
beton merupakan suatu material yang tahan terhadap tekanan namun tidak tahan
dengan terhadap tarikan. Sedangkan baja, merupakan suatu material yang tahan
dengan tarikan. Dengan mengkombinasikan anatara beton dengan baja, dimana
beton yang menahan tekan dan baja menahan tarikan akan menjadi bahan
material yang tahan terhadap tekanan dan tarikan yang dikenal dengan sebagai
beton prategang (reinforced concrete). Jadi pada beton bertulang, beton hanya
memikul tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai
penulangan ( rebar ). Sehingga pada beton bertulang, penampang beton tidak
dapat efektif 100 % digunakan, karena bagian yang tertarik tidak diperhitungkan
sebagai pemikul tegangan.
Pada beton prategang mengalami proses progresif (pengurangan secara
perlahan) sejak gaya prategang awal diberikan. Namun kehilangan yang terjadi
hanya sedikit namun secara signifikan dapat menjadikan beton dimana
mengalami penurunan gaya secara signifikan yaitu sekitar 15-25% sehingga
kehilangan gaya prategang harus dipertimbangkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan beton prategang ?
2. Apa saja prinsip dasar dan metode yang dimiliki oleh beton prategang ?
3. Apa yang dimaksud dengan kehilangan gaya pada beton prategang ? dan
bagaimana solusinya ?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian beton prategang.
2. Mengetahui prinsi dasar dimiliki oleh beton prategang.
3. Mengetahui kehilangan gaya prategang pada beton dan solusinya.

2
BAB II
ISI

2.1 Beton Prategang


Beton prategang (reinforced concrete) adalah beton yang dikombinasikan
dengan baja dengan tujuan yang baik, yaitu agar dapat menahan tekanan dan
tarikan. Telah diketahui bahwa beton hanya menahan tekanan dan baja
menahan tarikan. Hal ini dapat terlihat pada sketsa gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1 sketsa beton prategang

Suatu penampang beton bertulang dimana penampang beton yang


diperhitungkan untuk memikul tegangan tekan adalah bagian diatas garis netral
( bagian yang diarsir ), sedangkan bagian dibawah garis netral adalah bagian
tarik yang tidak diperhitungkan untuk memikul gaya tarik karena beton tidak
tahan terhadap tegangan tarik. Gaya tarik pada beton bertulang dipikul oleh
besi penulangan ( rebar ). Kelemahan lain dari konstruksi beton bertulang
adalah berat sendiri ( self weight ) yang besar, yaitu 2.400 kg/m3, dapat
dibayangkan berapa berat penampang yang tidak diperhitungkan untuk
memikul tegangan ( bagian tarik ). Untuk mengatasi ini pada beton diberi
tekanan awal sebelum beban-beban bekerja, sehingga seluruh penampang
beton dalam keadaan tertekan seluruhnya, inilah yang kemudian disebut beton
pratekan atau beton prategang ( prestressed concrete ).

3
2.2 Prinsip Dasar dan Metode Beton Prategang
Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan
tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik
yang terjadi akibat beban ekternal sampai suatu batas tertentu.
Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan
menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang :
Konsep Pertama :
Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan
yang elastis. Eugene Freyssiinett menggambarkan dengan memberikan
tekanan terlebih dahulu ( pratekan ) pada bahan beton yang pada dasarnya getas
akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan ( dengan
menarik baja mutu tinggi ), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan,
akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban
eksternal.
Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Sistem gaya prategang

Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang bekerja pada pusat berat
penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh
penampang beton sebesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton tsb.
Akibat beban merata ( termasuk berat sendiri beton ) akan memberikan

4
tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang
besarnya pada serat terluar penampang adalah :
𝑀. 𝑐
Tegangan lentur : 𝑓= 𝐼

Dimana :M : momen lentur pada penampang yang ditinjau


c : jarak garis netral ke serat teluar penampang
I : momen inersia penampang
Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen
lentur ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar
penampang adalah :
a) Diatas garis netral
𝐹 𝑀.𝑐
𝑓𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐴 + ---- tidak boleh melampaui tengan beton hancur
𝐼

b) Dibawah garis netral


𝐹 𝑀.𝑐
𝑓𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = − ≥ 0 ---- tidak boleh lebih kecil dari nol
𝐴 𝐼

Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul
beban tarik.
Konsep Kedua :
Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu
Tinggi.
Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa, yaitu beton
prategang merupakan kombinasi kerja sama antara baja prategang dan beton,
dimana beton menahan betan tekan dan baja prategang menahan beban tarik.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Beton Prategang dan Beton Bertulang


Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya prategang T yang
mana membentuk suatu kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk
melawan momen akibat beban luar. Sedangkan pada beton bertulang biasa, besi

5
penulangan menahan gaya tarik T akibat beban luar, yang juga membentuk
kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen luar
akibat beban luar.
Konsep Ketiga :
Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban.
Disini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat
keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton
prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat
sendiri, sehingga batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan
gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang
terjadi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.4 Simple Beam yang diberi tegangan F


Suatu balok beton diatas dua perletakan ( simple beam ) yang diberi
gaya prategang F melalui suatu kabel prategang dengan lintasan
parabola. Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata
kearah atas dinyatakan :
8. 𝐹. ℎ
𝑊𝑏 =
𝐿2
Dimana : Wb : beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F

6
h : tinggi parabola lintasan kabel prategang
L : bentangan balok
F : gaya prategang
Jadi beban merata akibat beban ( mengarah kebawah ) diimbangi oleh
gaya merata akibat prategang wb yang mengarah keatas.
Inilah tiga konsep dari beton prategang ( pratekan ), yang nantinya
dipergunakan untuk menganalisa suatu struktur beton prategang.

2.3 Kehilangan Gaya pada Beton Prategang


Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada
tendon pada tahap-tahap pembebanan.
Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Immediate Elastic Losses
Ini adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah beton diberi
gaya prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan
oleh :
a) Perpendekan Elastic Beton
Antara sistem pra-tarik dan pasca tarik pengaruh kehilangan gaya prategang
akibat perpendekan elastis beton ini berbeda. Pada sistem pra-tarik
perubahan regangan pada baja prategang yang diakibatkan oleh
perpendekan elastis beton adalah sama dengan regangan beton pada baja
prategang tersebut.
b) Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon,
ini terjadi pada beton prategang dengan sistem post tension.
Pada struktur beton prategang dengan tendon yang dipasang melengkung
ada gesekan antara sistem penarik ( jacking ) dan angkur, sehingga tegangan
yng ada pada tendon atau kabel prategang sehungga akan lebih kecil dari
pada bacaan pada alat baca tegangan ( pressure gauge ). Kehilangan
prategang akibat gesekan pada tendon akan sangat dipengaruhi oleh :
- Pergerakan dari selongsong ( wobble ) kabel prategang, untuk itu
dipergunakan koefisien wobble K .

7
- Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan koefisien
geseran μ .
Untuk tendon type 7 wire strand pada selongsong yang fleksibel, harga
koefisien wobble K = 0,0016 ~ 0.0066 dan koefisien kelengkungan μ = 0,15
- 0,25.
Kita tinjau gambar dibawah ini.

Gambar 2.5
Kehilangan Gaya Prategang total akibat geseran disepanjang tendon yang
dipasang melengkang sepanjang titik 1 dan 2 adalah :
𝐿
𝑃1 − 𝑃2 = −μ P1 α --- 𝛼 = (7.2.1)
𝑅
𝐿
Jadi : 𝑃1 − 𝑃2 = −μ P1 𝑅

Untuk pengaruh gerakan selongsong ( wobble ) seperti yang telah dijelaskan


diatas, disustitusikan : K. L = μ . α pada persamaan ( 7.2.1 ), sehingga
didapat :
𝑃1 − 𝑃2 = −𝐾 𝐿 𝑃1 (7.2.2)
Persamaan ( 7.2.1 ) adalah kehilangan gaya prategang akibat geseran
disepanjang tendon, sedangkan peramaan ( 7.2.2 ) adalah kehilangan gaya
prategang akibat pengaruh gerakan/goyangan dari selongsong kabel
prategang ( cable duct ). Jadi kehilangan gaya prategang total sepanjang
kabel akibat lenkungan kabel adalah :
𝑃1 − 𝑃2 = −𝐾 𝐿 𝑃1 − μ P1 α

8
𝑃1−𝑃2
= −𝐾 𝐿 − μ α ( 7.2.3)
𝑃2

Dimana : P1 = gaya prategang dititik 1


P2 = gaya prategang dtitik 2
L = panjang kabel prategang dari titik 1 ke titik 2
α = sudut pada tendon
μ = Koefisien geseran
K = Koefisien wobble
Menurut SNI 03 – 2874 – 2002 kehilangan gaya prategang akibat geseran
pada tendon post tension ( pasca tarik ) harus dihitung dengan rumus :

Jika nilai ( K Lx + μ _ ) < 0,3 maka kehilangan gaya prategang akibat geseran
pada tendon dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini :

Dimana : Ps = gaya prategang diujung angkur


Px = gaya prategang pada titik yang ditinjau
K = koefisien wobble
μ = koefisien geseran akibat kelengkungan kabel
Lx = panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau.
e = 2,7183
Sedangkan menurut ACI 318, kehilangan gaya prategang akibat gesekan
pada tendon dapat dihitung dengan persamaan :

Dimana : Ps = gaya prategang di-ujung angkur


Px = gaya prategang pada titik yang ditinjau
Lpa = jarak dari tendon yang ditarik
α t = jumlah nilai absolut pada semua deviasi angular dari tendon
sepanjang Lpa dalam radian.
ßp = deviasi angular atau dalam wobble, nilainya tergantung
pada diameter selongsong ( ds ).

9
μ = Koefisien geseran akibat kelengkungan
2. Time dependent Losses
Ini adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang
mana hal ini disebabkan oleh :
a) Rangkak ( creep ) dan Susut pada beton.
Kehilangan Gaya Prategang yang diakibatkan oleh Creep ( Rangkak )
dari beton ini merupakan salah satu kehilangan gaya prategang yang
tergantung pada waktu ( time dependent loss of stress ) yang diakibatkan
oleh proses penuaan dari beton selama pemakaian.
Ada 2 cara dalam menghitung kehilangan gaya prategang akibat creep
( rangkak ) beton ini, yaitu :
1) Dengan methode regangan rangkak batas.
Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat creep
( rangkak ) dapat ditentukan dengan persamaan :

Dimana : CR : Kehilangan tegangan akibat creep ( rangkak )


𝜀ce : Regangan elastis
fc : Tegangan beton pada posisi baja prategang.
Es : Modulus elastisitas baja prategang.
2) Dengan metode koefisien rangkak
Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat creep
( rangkan ) dapat ditentukan dengan persamaan :

10
Dimana : 𝜀 : koefisien rangkak
𝜀cr : regangan akibat rangkak
𝜀ce : regangan elastis
Ec : modulus elastisitas beton
Es : modulus elastisitas baja prategang
fc : tegangan beton pada posisi/level baja prategang
n : angka ratio modular

Creep ( Rangkak ) pada beton ini terjadi karena deformasi akibat


adanya tegangan pada beton sebagai fungsi dari waktu. Pada struktur
beton prategang creep ( rangkak ) mengakibatkan berkurangnya
tegangan pada penampang. Untuk struktur dengan lekatan yang baik
antara tendon dan beton ( bonded members ) kehilangan tegangan
akibat rangkak dapat diperhitungkan dengan persamaan :

Dimana : CR : kehilangan prategang akibat creep ( rangkak )


Kcr : koefisien rangkak
Es : modulus elastisitas baja prategang
Ec : modulus elastisitas beton
fci : tegangan beton pada posisi/level baja prategang
sesaat setelah transfer gaya prategang.
fcd : tegangan beton pada pusat berat tendon akibat dead
load ( beban mati ).
Untuk struktur dimana tidak terjadi lekatan yang baik antara tendon
dan beton ( unbonded members ), besarnya kehilangan gaya
prategang dapat ditentukan dengan persamaan :

Dimana : fcp : tegangan tekan beton rata-rata pada pusat berat tendon

11
b) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Penyusutan Beton
Seperti telah dipelajari dalam Beton Teknologi, penyusutan beton
dipengaruhi oleh :
 Rasio antara voluma beton dan luas permukaan beton.
 Kelembaban relatif waktu antara akhir pengecoran dan pemberian
gaya prategang.
Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton dapat dihitung dengan
persamaan :

Dimana : SH : kehilangan tegangan akibat penyusutan beton


Es : modulus elastisitas baja prategang
𝜀 cs : regangan susut sisa total beton

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Beton prategang (reinforced concrete) adalah beton yang dikombinasikan
dengan baja dengan tujuan yang baik, yaitu agar dapat menahan tekanan dan
tarikan.
Beton prategang memiliki prinsip dasar 3 konsep , yaitu (1) Sistem
pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang
elastis. (2) Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton
Mutu Tinggi. (3) Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban.
Beton mengalami kehilangan gaya prategang yang terbagi menjadi 2, yaitu
(1) Immediate Elastic Losses, terdiri dari Perpendekan Elastic Beton ;
Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon, ini
terjadi pada beton prategang dengan sistem post tension. (2) Time dependent
Losses, terdiri dari Rangkak ( creep ) dan Susut pada beton.

3.2 Saran
- Gambar yang ditampilkan kurang jelas sehingga perlu adanya penjelasan.
- Untuk materinya kurang sehingga perlu adanya tambahan (peninjauan
kembali)

13
DAFTAR PUSTAKA

Ir. Soetoyo. Kontruksi Beton Pratekan (Online).


Http://www.online_sty@yahoo.com, diakses 23 April 2017.

14

Anda mungkin juga menyukai