Oleh:
Kelompok 6
1
Abstrak
Definisi demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan kognitif terutama gangguan
memori yang diikuti oleh gangguan fungsi luhur lainnya. Demensia vaskular adalah
penurunan fungsi kognitif dan kemunduran fungsional yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskular. Di negara-negara Barat, demensia vaskular menduduki urutan kedua
terbanyak setelah penyakit Alzheimer tetapi di beberapa negara Asia demensia vaskular
merupakan tipe demensia yang terbanyak. Saat ini istilah demensia vaskular digunakan untuk
sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia atau
perdarahan otak. Demensia vaskular dapat terjadi dengan mekanisme bermacam-macam
seperti infark multiple lacunar, infark tunggal di daerah strategis, sindrom Binswanger, dan
mekanisme lain termasuk kelainan pembuluh darah. Studi Kohort yang dilakukan pada orang
Eropa, di dapatkan 6,4% menderita demensia, 4,4% AD dan 1,6% VaD. Pemeriksaan atau
skrinning dari demensia yang paling sederhana sering digunakan saat ini adalah MMSE.
Gambaran klinik demensia vaskular menunjukan kombinasi dari gejala fokal neurologik,
gangguan fungsi luhur dan gejala neuropsikiatri.
Abstract
2
Pendahuluan
Demensia adalah keadaan perubahan fungsi intelektual meliputi memori dan proses
berpikir sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Gangguan memori yang dipengaruhi
meliputi registrasi, penyimpanan, dan pengambilan kembali informasi.1 Demensia dapat
terjadi karena berbagai proses di dalam otak, seperti gangguan serebrovaskuler, infeksi
susunan saraf pusat (SSP), defisiensi vitamin, gangguan metabolik, maupun proses penuaan
yang abnormal.2 Di Indonesia jumlah penduduk usia tua (>60 tahun) diperkirakan sekitar
8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Dari jumlah tersebut 15%
diantaranya mengalami demensia. Individu yang berusia lanjut akan semakin tinggi risiko
mengalami demensia.3,4
Secara garis besar demensia dibagi menjadi tiga, yaitu demensia alzheimer, demensia
vaskular, dan demensia campuran. Pada karya tulis ilmiah ini akan lebih membahas mengenai
demensia vaskular. Demensia vaskular sendiri merupakan akibat dari penyakit
serebrovaskuler, sehingga perlu anamnesis yang lengkap mengenai riwayat penyakit
serebrovaskuler sebelumnya dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penyakit pasien
tersebut.2
Demensia Vaskular
Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan kognitif, terutama gangguan
memori yang diikuti oleh gangguan fungsi luhur lainnya seperti berpikir abstrak, penilaian,
kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial, sehingga memengaruhi aktivitas kerja dan
sosial secara bermakna.3 Perburukan fungsi intelektual juga dapat terjadi yang akan
mempengaruhi memori dan proses berpikir, sehingga mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Gangguan memori khas yang terjadi adalah registrasi, penyimpanan dan pengambilan
kembali informasi.4,5
Demensia vaskular (VaD) merupakan sindrom penurunan progresif kemampuan
intelektual yang menyebabkan kemunduruan kognitif dan fungsional, yang disebabkan oleh
gangguan dari suatu spesifik cerebro vaskular disease. Dimana terjadi penurunan daya ingat,
fungsi kognitif, perilaku. Penurunan ini cukup menyebabkan kesulitan dalam kehidupan
sehari-hari. Stroke hemoragik dan iskemik merupakan faktor risiko paling sering yang
menyebabkan demensia vaskular.6 Beberapa penelitian menegaskan bahwa stroke memang
3
merupakan faktor risiko paling tinggi untuk terjadinya gangguan kognitif yang meningkat
menjadi demensia vaskular pasca stroke.7
Epidemiologi
4
dilakukan oleh Cristina S. Ivan, demensia vaskular kejadiannya tidak dipengaruhi oleh usia,
dikatakan bahwa demensia vaskular dapat terjadi justru di usia produktif dibawah 80 tahun.19
Etiologi
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral,
yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-
laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko
kardiovaskuler lainnya.20 Dari penelitian yang sudah dilakukan, untuk terjadinya demensia
vaskular memang paling banyak karena stroke.21
Arterosklerosis pada pemuluh darah otak dikaitkan dengan berbagai faktor risiko, dari
penyakit vaskularnya yaitu stroke. Berbagai faktor risiko tersebut dapat dirubah dan ada yang
tidak dapat diubah. Yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin, dan genetik yang
orang tuanya meninggal karena stroke. Sedangakan yang dapat diubah meliputi olahraga,
pengaturan kolesterol dalam darah, darah tinggi, kebiasaan merokok, kencing manis dan
penyakit jantung, dan lain-lain.21
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang,
yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah
otak yang luas. Penyebab infark termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik
atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh seperti katup jantung. Pada pemeriksaan,
ditemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.21
Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai dengan adanya
gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular. Pada
beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-Scan atau
pemeriksaan neuropatologis.22
Patogenesis
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral,
yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-
laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko
kardiovaskuler lainnya.20 Dari penelitian yang sudah dilakukan, untuk terjadinya demensia
vaskular memang paling banyak karena stroke.21
5
Terjadinya demensia vaskular akibat adanya gangguan pada pembuluh darah otak.
Gangguan yang terutama dalam menyebabkan terjadinya demensia vaskular pasca stroke
adalah arterosklerosis. Arterosklerosis pada pemuluh darah otak dikaitkan dengan berbagai
faktor risiko, dari penyakit vaskularnya yaitu stroke. Berbagai faktor risiko tersebut dapat
dirubah dan ada yang tidak dapat diubah. Yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin,
dan genetik yang orang tuanya meninggal karena stroke. Sedangkan yang dapat diubah
meliputi olahraga, pengaturan kolesterol dalam darah, darah tinggi, kebiasaan merokok,
kencing manis dan penyakit jantung, dan lain-lain.21
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang,
yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah
otak yang luas. Penyebab infark termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik
atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh seperti katup jantung. Pada pemeriksaan,
ditemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.21
Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai dengan adanya
gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular. Pada
beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemersiksaan CT-Scan atau
pemeriksaan neuropatologis.22
Pada pasien yang menderita serebrovaskular, gejala demensia akan timbul jika
mengalami beberapa kali serangan, namun tidak menutup kemungkinan dalam sekali
serangan akan timbul gejala jika mengenai bagian penting seperti thalamus atau nukleus
kaudatus. Dengan terjadinya penyakit atau kerusakan pada otak, maka menyebabkan
kemampuan kognitif dari pasien pun berkurang.22
Pada pembuluh darah besar, arterosklerosis merupakan gangguan yang paling sering
terjadi dalam menyebabkan kerusakan otak. Arterosklerosis dapat didefinisikan sebagai suatu
bentuk inflamasi fibroproliferatif yang ditandai adanya perubahan degeneratif dan akumulasi
ekstraseluler kolesterol dan bentuk senyawa lemak lainnya. Bentuk gangguan lainnya dapat
berupa arteri diseksi, displasia fibromuskular, moyamoya disease, dan arteritis. Efek dari
gangguan arteri besar itu ialah terjadinya terbentuknya infark pada stroke non hemoragik.4
6
“penumbra” (terletak disekeliling ischemic core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami
nekrosis sebagai akibat dari kegagalan energi yang merusak dinding sel beserta isinya
sehingga sel akan mengalami lisis (sitolisis).23
Sedangkan di daerah sekelilingnya, dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-selnya
belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion
akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai daerah “penumbra iskemik”. Bila proses tersebut
berlangsung terus menerus, maka sel tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga
akan terjadi kematian sel yang secara akut timbul melalui proses apoptosis, yaitu disintegrasi
elemen-elemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel, dikenal sebagai
kematian sel terprogram.13,14
Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat periode
yang dikenal sebagai “Window Therapy” (jendela terapi), yaitu enam jam setelah onset atau
serangan. Bila ditangani dengan baik maka daerah penumbra tersebut dapat diselamatkan
sehingga tidak berlanjut sehingga infark tidak bertambah luas. Jika infark dibiarkan dan tidak
ditangani maka akan menjadi permanen. Kerusakan permanen ini dikarenakan faktor risiko
yang tidak tertangani, dan faktor risiko stroke yang tidak tertangi akan berlanjut menjadi
serangan-serangan stroke yang memperburuk keadaaan dan membuat lesi yang permanen
sehingga berlanjut bermanifestasi menjadi demensia.14,24
Secara makroskopik, daerah penumbra iskemik yang pucat akan dikelilingi oleh
daerah yang hiperemis dibagian luarnya, yaitu daerah “luxury perfusion”, sebagai kompensasi
mekanisme sistem kolateral untuk mengatasi keadaan iskemik. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada stroke iskemik tergantung dari seberapa besar berkurangnya aliran darah otak
(ADO) yang membuat manifestasi berbeda, sesuai dengan seberapa besar kekurangannya
:24,25
1. Jika aliran darah berkurang sekitar 20%-30% maka yang terjadi adalah terhambatnya
sintesa protein yang dibutuhkan oleh otak.
2. Kurangnya aliran hingga 50%, otak masih dapat beradaptasi dengan mengaktivasi
glikolisis anaerob serta peningkatan konsentrasi laktat yang selanjutnya akan
berkembang menjadi asidosis laktat dan edema sitotoksik.
3. Jika aliran darah otak hanya 30% dari nilai normal, maka yang terjadi adalah produksi
ATP akan berkurang, terjadi defisit energi dan gangguan transport aktif ion dan
ketidakstabilan memberan sel serta neurotransmiter eksitatorik. Pada keadaan ini sel-
7
sel otak tidak dapat berfungsi secara normal karena otak dalam keadaan iskemik
akibat kekurangan oksigen, sehingga akan terjadi penekanan aktifitas neuronal tanpa
perubahan struktural sel.
4. 20% aliran darah ke otak dari normal. Pada keadaan ini sel-el saraf otak akan
kehilangan gradien ion, selanjutnya terjadi depolarisasi anoksik dari membran.
Pada 3 jam permulaan iskemik akan terjadi kenaikan kadar air dan natrium di
substansi kelabu. Setelah 12-48 jam terjadi kenaikan kadar air dan natrium yang progresif
pada substansi putih, sehingga memperberat edema otak dan meningkatkan tekanan intra
kranial. Ambang kegagalan fungsi sel saraf ialah bila aliran darah otak menurun sampai
kurang dari 10ml/100gr otak/menit. Pada tingkat ini terjadi kerusakan yang bersifat menetap
dalam waktu 6-8 menit, sehingga akan mengakibatkan kematian sel otak, daerah ini dikenal
sebagai ischemic core.26,28
a. Demensia multi-infark
Demensia ini merupakan kombinasi efek dari infark yang berbeda menghasilkan
penurunan kognitif dengan menggangu jaringan neural. Demensia multi-infark merupakan
akibat dari infark multipel di bagian korteks dan subkortikal area. Kerusakan yang
disebabkan infark ini biasanya melebihi ambang batas dari yang dapat di kompensasi,
sehingga mengurangi kapasitas otak secara signifikan. Infark yang menyebabkan kerusakan
ini dapat berupa atherosklerosis di sirkulus Willis, emboli, dan juga penyebab
serebrovaskular lain. Demensia multi-infark ini tidak dapat dihubungkan dengan kelainan
pembuluh darah lain yang sering terjadi, namun ini berhubungan dengan usia dan kombinasi
dari lesi vaskular. Jika lesi vaskular berada pada sirkulus Willis maka hasil dari penyakit ini
akan lebih buruk.29-30
Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis, hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai disarthia,
gangguan berjalan (sleep step gait). Forced laughing/crying, refleks babinski dan
8
inkontinensia. CT-scan otak menunjukan hipodens bilateral disertai atrofi kortikal kadang
disertai dilatasi ventrikel.30
Demensia infark tunggal disebabkan karena infark tunggal yang strategis pada suatu
region otak. Biasanya di bagian yang menyebabkan defisit kognitif secara signifikan. Infark
yang besar, infark yang kecil, bahkan mikro infark di hipokampus atau di nukleus
paramedian dari thalamus bisa meenjadi demensia infark tunggal. Infark ini bisa disebabkan
karena sumbatan pada arteri kecil maupun emboli yang lebih besar. Ini dapat diperhatikan
pada kasus infark arteri serebral anterior, lobus parietal, thalamus dan satu girus. Ada
pendapat lain mengatakan merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal atau
subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala
sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi.
Infark yang ada di daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia
disertai halusinansi visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri-
arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus
parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan
persepsi spasual. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus mengkasilkan
thalamic dementia.31
c. Binswanger sindrom
d. Lacunar infark
Lakunar infark disebabkan oleh terganggunya aliran darah atau infark pada arteri
kecil yang memperdarahi bagian otak dalam. Penyakit ini merupakan bagian dari stroke
iskemik. Infark ini ditemukan lebih sering di kapsula interna, nuklei abu-abu dalam, dan
substansia alba. Status lakunar adalah kondisi dengan lakunar yang banyak, mengindikasikan
adanya penyakit pembuluh darah kecil yang berat dan menyebar.33
9
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala kognitif pada demensia vaskular selalunya subkortikal, bervariasi
dan biasanya menggambarkan peningkatan kesukaran dalam menjalankan aktivitas harian
seperti makan, berpakaian, berbelanja dan sebagainya. Hampir semua kasus demensia
vaskular menunjukkan tanda dan simptom motorik.34,35
10
Riwayat pasien yang mendukung demensia vaskular adalah kerusakan bertahap
seperti tangga (stepwise), kekeliruan nokturnal, depresi, mengeluh somatik, dan inkontinensi
emosional, stroke, dan tanda dan gejala fokal. Contoh kerusakan bertahap adalah kehilangan
memori dan kesukaran membuat keputusan diikuti oleh periode yang stabil dan kemudian
akan menurun lagi. Awitan dapat perlahan atau mendadak. Didapatkan bahwa TIA yang lama
dapat menyebabkan penurunan memori yang perlahan sedangkan stroke menyebabkan gejala
yang serta-merta.13,14
Stress merupakan gangguan yang paling sering dialami oleh setiap orang, pada orang
yang mengalami gangguan stress dapat menimbulkan gangguan keseimbagan sehingga
terjadi kemerosotan yang progersif terutama pada aspek psikologis yang paling berat atau
depresi. Contohnya jika mengalami kehilangan pasangan hidup, kematian sanak keluarga
dekat, atau trauma psikis. Akibat dari tingkat stress tersebut dapat mempengaruhi kognitif
11
seseorang, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rosyid Nur Jati mengenai hubungan
tingkat stress dengan demensia, 75,9% responden mengalami stress ringan, dan dari
responden yang mengalami stress 55,2% mengalami demensia kategori ringan. Melalui uji
statistik yang dilakukan ada hubungan antara stress dengan demensia dengan nilai sebesar
0,008, p<0,005.40
d. Obesitas
Namun pada penelitian Raden Siti Maryam, dari uji statistik yang dilakukan sebesar
28.6% yang mengalami obesitas menderita demensia. Hasil uji statistik didapatkan p-value
1.000 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara obesitas dengan demensia.42
Penyakit lain yang banyak diderita pada pasien obesitas adalah peningkatan
kolesterol. Untuk peningkatan obesitas, penelitian yang dilakukan oleh Whitmer, orang yang
memiliki BMI (Body Mass Index) normal (18,5-22,9) di bandingkan dengan yang obes (>30)
akan meningkatkan untuk terkena demensia AD 2,19% - 4,38%, sedangkan untuk VaD
2,98% - 8,43%.43 Pada penelitian Meyer, Hiperlipidemia atau peningkatan kolesterol,
memang akan meningkatkan potensi untuk terkena stroke dimana merupakan faktor risiko
untuk terjadinya demensia vaskular. Bukan efek langsung dari peningkatakn kolesterol,
melainkan kolesterol merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke, dan stroke faktor risiko
dari demensia vaskular.44
e. Alkohol
Suatu meta analisis atas asosiasi prospektif penggunaan alkohol dengan penurunan
kognitif dan demensia (termasuk Alzheimer dan demensia vaskular) menyimpulkan bahwa
konsumsi ringan sampai moderat diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia; risiko
demensia vaskular dan penurunan kognitif juga menurun tetapi tidak bermakna.45 Studi
12
konsumsi alkohol di usia pertengahan juga menunjukkan efek protektif konsumsi alkohol
moderat. Lebih lanjut, ditemukan hubungan U-shape dan modifikasi efek oleh ApoEe4 alel di
populasi Finlandia selama 23 tahun follow up. Mekanisme alkohol menguntungkan untuk
fungsi kognitif mungkin melalui penurunan beberapa faktor risiko kardiovaskuler seperti
meningkatkan HDL kolesterol, memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan reaksi
inflamasi, tekanan darah, faktor pembekuan darah, homosistein plasma, hiperintensitas massa
alba dan infark subklinis.44 Efek antioksidan dan flavonoid antiamiloidogenik yang
terkandung dalam anggur merah dan upregulasi asetilkholin hipokampus.47-9
f. Diabetes Melitus
Pada DM, mekanisme hubungan langsung dengan demensia belum diketahui pasti,
namun kemungkinan melibatkan efek melalui kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan efek
nonvaskular dari diabetes itu sendiri. Diabetes terkenal komplikasi dari mikro dan
makrovaskularnya, dan juga berhubungan kuat terhadap faktor risiko dari penyakit jantung
dan serebrovaskular. Penelitian yang dilakukan oleh Exalto, mengenai orang DM dengan AD
dan VaD, untuk hubungan langsung penyakit DM dengan demensia memang tidak ada,
namun efek samping yaitu neuropatologikal (infark kecil) yang berhubungan dengan
demensia, pada pasien DM maka akan terjadi peningkatan 1-2% untuk terkena demensia baik
tipe AD, VaD dan demensia campuran, bukan berarti pasien DM pasti mengalami komplikasi
demensia, namun dengan adanya DM akan meningkatkan potensi demensia.40
g. Hipertensi
Hipertensi di usia pertengahan atau lanjut sering dikatikan dengan peningkatan risiko
demensia. Pada demensia vaskular, tekanan darah biasanya akan tinggi, karena adanya
masalah vaskular yang di derita oleh pasien.39,41 Pada penelitian yang dilakukan oleh Edwin
Sugondo dan Purwoko di RS. Dr. Kariadi, dari 49 orang yang memiliki hipertensi, sebesar
77,5% memiliki gangguan kognitif.50
Diagnosis
Untuk menentukan orang demensia atau tidak bisa hanya dilihat dari riwayat
anamnesis saja, tapi biasanya dilakukan yang akan merujuk ke demensia itu. Salah satu yang
paling sering kita gunakan dan mudah adalah mini mental score examination (MMSE). Ini
merupakan suatu pemeriksaan penapisan status mental yang singkat dan formal yang menguji
orientasi waktu dan tempat, memori segera dan jangka panjang serta jangka pendek,
berhitung, bahasa dan kemampuan konstruksional. Pemeriksaan sesuai dengan table 2.1,
13
pemeriksaan orientasi (menyebut nama hari, bulan, tahun), registrasi dengan menyebut nama
benda dalam waktu singkat, perhitungan (kalkulasi seperti menambah dan mengurangi),
mengingat kembali (mengulangi nama benda yang sudah disebut sebelumnya), serta tes
bahasa (menyebut nama benda yang ditunjukkan) dan jumlah nilai tertinggi adalah 30.51
Pemeriksaan status mental MMSE adalah tes skrinning yang sederhana dan sering
dipakai saat ini, seperti pada tabel 1. Instrumen ini disebut mini karena hanya fokus pada
aspek kognitif dari fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood, fenomena
mental abnormal dan pola pikiran. MMSE menilai sejumlah domain kognitif, orientasi ruang
dan waktu, working and immediate memory, atensi dan kalkulasi, penamaan benda,
pengulangan kalimat, pelaksanaan perintah, pemahaman dan pelaksanaan perintah menulis,
pemahaman dan pelaksanaan perintah verbal, perencanaan dan praksis yang dapat dinilai
secara klinis dengan menggunakan penghitungan tabel MMSE. Pada orang yang tidak
menderita demensia, maka skor MMSE diatas dari 24, yang memilkiki kemungkinan
demensia 17-23, dan yang menderita demensia skornya dibawah 16.51
MMSE dilakukan untuk melihat apakah pasien itu menderita demensia atau tidak, jika
pasien tidak diketahui memiliki riwayat penyakit serebro vaskular, makan untuk
membedakan demensia vaskular dengan alzheimer kita dapat menggunakan skor iskemik
Hachinski (tabel 2.2). Penderita dengan demensia vaskular atau demensia multi infark
mempunyai skor lebih dari 7, sedang yang skornya kurang dari 4 mungkin menderita
Alzheimer.52
14
3 ATENSI DAN KALKULASI
Pengurangan 100 dengan 7 secara
5
berurutan
4 RECALL
Responden diminta menyebut
3
kembali 3 nama benda di atas
5 BAHASA
Responden diminta menyebutkan
nama benda yang ditunjukkan 2
(perlihatkan pensi dan buku)
Responden diminta mengulang
kalimat “tanpa kalau dan atau 1
tetapi”
6 Responden diminta melakukan
perintah, “ambil kertas ini dengan
3
tangan anda, lipat menjadi dua dan
letakkan di lantai.”
7 Responden diminta membaca dan
melakukan yang dibacanya “ 1
pejamkan mata Anda.”
8 Responden diminta menulis sebuah
1
kalimat dengan spontan
9 Responden diminta menyalin
gambar di bawah ini
Total 30
15
Skor: Nilai: 24 -30: normal
4–7 : Campuran
Tatalaksana
1. Medikamentosa
Untuk pengobatan dari demensia vaskular belum ada yang dapat memberikan
kesembuhan total dari demensia vaskular ini. Obat-obatan yang ada sekarang digunakan
untuk memperlambat atau menunda perkembangan dari demensia vaskular.53
16
a. Penghambat kolinesterase
Obat yang digunakan untuk tahap awal dari demensia vaskular sampai
menengah merupakakan golongan penghambat enzim kolinesterase dengan cara
meningkatkan zat asetilkolin pada otak. yang mencakup donepezil, rivastigmine, dan
galantamin. Obat-obatan ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar
neurotransmitter yang terlibat dalam aktifitas dari otak untuk menyalurkan impulse.
Walau golongan obat ini merupakan lini pertama untuk pengobatan dari demensia
vaskular, tetap memilki efek samping yang cukup mengganggu yaitu diare, mual dan
muntah, selain itu bagi pasangan khususnya wanita yang sedang merencanakan untuk
memiliki keturunan sebaiknya tidak menggunakan obat ini. Anak dibawah 18 tahun
tidak boleh mengkonsumsi obat ini. Penderita gangguan jantung, saluran pernapasan,
hati, saluran pencernaan, harap berhati-hati dan meminum obat sesuai anjuran dari
dokter. Pasien yang sedang mengkonsumsi OAINS, harap berkonsultasi kepada
dokter terlebih dahulu jika akan menggunakan obat ini. Dosis awal obat ini 5mg/hari
diminum satu kali sehari. Dapat meningkat hingga 10mg jika keadaan tidak membaik,
atau ditingkatkan ke lini kedua.53
b. Memantin
c. Simptomatik
17
d. Nonmedikamentosa
Tidak ada lingkungan yang sempurna untuk pasien dengan demensia tetapi warna dan
hal-hal visual seperti foto-foto keluarga dan yang lainnya sering digunakan. Pintu dan
ruangan sering diberi warna berbeda dan warna yang lebih terang. Sedangkan setiap petugas
yang merawat pasien diharapkan dapat membantu pasien dari segi kognitif/emosi dengan
memberikan foto-foto atau mengajak berbicara tentang kehidupan yang dahulu pasien jalani,
memberikan stimulasi seperti aromaterapi, musik, dan sentuhan yang bisa memberikan kesan
perhatian karena pasien demensia sangat membutuhkan hal-hal seperti ini. Ada juga
intervensi psikoterapi dengan CBT (Cognitive Behavioral Therapy), yaitu dengan cara
memikirkan strategi untuk mengubah pikiran dan kepercayaan negatif pasien, tetapi pada
pasien demensia, kemampuan dalam introspeksi dan refleksi diri berkurang padahal kedua
hal ini sangat diperlukan dalam membangun kognitif pasien sehingga diperlukan beberapa
sesi untuk melakukan CBT. Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa CBT merupakan
teknik yang efektif untuk pasien dengan demensia ringan. CBT dengan modifikasi juga dapat
dilakukan, contohnya ditambah dengan membantu pasien untuk mengulang informasi,
menggunakan kartu untuk pengingat, dan belajar di rumah bersama dengan caregivers.
Intervensi dengan psikososial seperti memelihara binatang atau berolahraga cukup
membantu. Dukungan keluarga juga sangat diperlukan dalam merawat pasien demensia,
seperti memberikan perhatian yang lebih kepada pasien, memberikan foto-foto kenangan
lama atau mengajak pasien berbicara tentang masa lalunya.54,55
Sayangnya data yang konsisten dan terpercaya tentang efek dari intervensi psikososial
kurang. Pengalaman dari penelitian yang dilakukan Simon Forstmeier di Psychiatric
University Hospital Zurich menunjukkan bahwa kunci untuk mengelola perilaku yang
mengganggu adalah dengan menggunakan intervensi psikososial dalam rangka membatasi
intervensi farmakologis walaupun intervensi farmakologis juga tetap dilakukan.55
Pasien dengan demensia kebanyakan mengalami gangguan pada aktivitas sehari-
harinya sehingga membutuhkan caregivers untuk menolong pasien dalam melakukan
aktivitas seperti mandi dan menggunakan toilet, memakai baju, dan dalam kegiatan sehari-
harinya sehingga diperlukan caregivers dengan jenis kelamin yang sama agar pasien merasa
nyaman. Bila pasien mengalami gangguan pada pembicaraan atau dalam berbahasa yang
menyebabkan komunikasi menjadi sulit maka dapat digunakan isyarat nonverbal seperti
dengan sentuhan dan bahasa tubuh.54,55
18
Komplikasi
Edukasi
Langkah pertama setelah pasien didiagnosis dengan demensia adalah pasien dan
keluarga perlu untuk merencakanan perawatan yang akan dijalani oleh pasien. Diskusikan
dengan keluarga tentang apa yang akan ditanyakan lebih lanjut kepada dokter terkait dengan
diagnosis demensia ini dan apa yang akan direncanakan selanjutnya serta mencatat kapan saja
harus melakukan follow-up. Kedua, pasien dan keluarga juga dapat mencari second opinion
dari spesialis yang lain seperti spesialis saraf, jiwa, dan geriatri. Ketiga, mempertimbangkan
kebutuhan yang diperlukan pasien, apakah pasien mengalami kesulitan dalam berjalan atau
berdiri, menjalani aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan, berkomunikasi, mengunyah,
menelan, dan aktivitas yang lainnya. Keempat, membuat checklist aktivitas yang biasa
dilakukan dan dibutuhkan pasien. Kelima, berikan support system yang dapat berasal dari
keluarga, teman, grup komsel, organisasi yang bergerak dalam hal demensia, dan yang
lainnya. Keenam, lakukan evaluasi reguler untuk melihat progresivitas dari gejala demensia.
Ketujuh, membuat rencana jangka panjang, seperti mempertimbangkan kebutuhan apa yang
diperlukan untuk merawat pasien dengan demensia ringan, sedang, ataupun berat sesuai
dengan tingkatan demensia pasien. Kedelapan, mencari informasi tambahan dari sumber yang
terpercaya untuk meningkatkan informasi tentang demensia dan bagaimana cara untuk
merawat pasien demensia seperti menghubungi organisasi yang bergerak dalam bidang
demensia. Terakhir, mempertimbangkan untuk bergabung dalam grup yang mengalami
masalah yang sama sehingga dapat saling bertukar pikiran ataupun pertimbangan perawatan
yang dapat dilakukan selanjutnya.55
1. Berusaha tetap aktif untuk mempertahankan kekuatan otot dan berat dengan
berolahraga teratur atau melakukan aktivitas/hobi
2. Banyak makan sayuran dan buah-buahan
19
3. Diet rendah lemak
4. Minum air secukupnya
5. Mengurangi asupan garam
6. Membatasi asupan gula
7. Berhenti merokok
Prognosis
Demensia bila dapat dideteksi dan dicegah sejak dini dapat membuat pasien tersebut
tetap bisa menjalani hidup dengan optimal dengan produktivitas yang relative baik diusianya,
terutama pada golongan usia lanjut. Pencegahan bisa dilakukan dengan menekuni hobi, selalu
beraktivitas yang bertujuan untuk terus-menerus memfungsikan organ tubuh, indera, dan otak
sehingga kepikunan dapat diperlambat saat memasuki usia lanjut. Beberapa penelitian
demensia vaskular dapat memperpendek jangka hidup sebanyak 50% pada laki-laki dengan
tingkat edukasi yang rendah dan dengan hasil uji neurologi yang memburuk. Beberapa pasien
dapat mengalami stroke dan kemudian bebas stroke selama beberapa tahun jika diterapi
untuk modifikasi faktor resiko dari stroke. Penyebab kematian adalah komplikasi dari
demensia, penyakit kardiovaskular dan berbagai lagi faktor keganasan.55
Kesimpulan
Demensia vaskular adalah penyakit yang menyerang otak dan bermanifestasi dengan
berkurangnya kemampuan kognitif, bahasa, memori, atensi, dan melakukan kegiatan sehari-
hari. Demensia vaskular di dahului oleh penyakit serebrovaskular yang tidak tertangani
dengan baik. Umunya demensia dibagi menjadi demensia Alzheimer, vascular, dan
campuran. Demensia vascular banyak terjadi pada usia produktif, sedangkan Alzheimer
terjadi pada usia lebih 65 tahun. Penatalaksanaan untuk demensia vaskular belum ada yang
dapat memberikan kesembuhan total, yang ada sekarang hanyalah menangani faktor risiko
agar tidak terjadi serangan berulang, memberikan farmakoterapi untuk memperlambat
perkembangan demensia dengan memberikan obat golongan kolinesterase inhibitor
(donepezil) 5mg/hari, jika pada demensia vascular yang sudah berat dapat menggunakan
antagonis respetor glutamate, dan ditambahkan obat-obatan simptomatik. Untuk non
farmakoterapi kita dapat menggunakan metode CBT , menggunakan caregiver untuk
membantu dalam kehidupan sehari-hari dan edukasi keluarga untuk terus memberikan
dukungan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Balai Penerbit FKUI; Jakarta; 2001.
2. Stewart R. Vascular dementia: a diagnosis running out of time. Br J Psychiatry 2002;
180:152-6.
3. Munir B. Neurologi dasar. Sagung Seto. Jakarta. 2015. H.368-74 ; 410-12.
4. Kelompok Studi Fungsi Luhur PERDOSSI. Konsensus pengenalan dini dan
penatalaksanaan demensia vaskuler. Edisi 2. Jakarta. Eisai. 2004. h.1-7,30,40.
5. Markam S, Markam SS. Pengantar neuro-psikologi. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia.2001. h.23-92.
6. Sunderland T, Jeste DV, Baiyewu O. Diagnostic issues in dementia: advancing the
research agenda for DSM-V. American Psychiatric Association. Arlington. 2007. h.37.
7. Roman GC. Vascular dementia prevention: a risk factor analysis. Karger Publisher.
Basel, Switzerland. 2005.
8. Kalaria RN, Akinyemi R, Ihara M. Stroke injury, cognitive impairment and vascular
dementia. 2016. 8-02-2015.
9. Katz MJ, Lipton RB, Hall CB. Age and sex specific prevalence and incidence of mild
cognitive impairment, dementia and alzheimer’s dementia in black and whites: A report
from the einstein aging study. NCBI, PMC. Rockville. 2013.
10. Ferri CP, Prince M, Bayne C, et al. Global prevelence of dementia: a delphi consensus
study, the lancet, vol. 366, no. 9503, pae2112-2117, 2005.
11. Rizzi L, Rosset I, Roriz-Cruz M. Global epidemiology of dementia: alzheimer’s and
vascular types. Hindawi Publishing. Cairo, Egypt. 2014.
12. Lobo A, Launer LJ, Fratiglioni L, et al. Prevalence of dementia and major subtypes in
Europe: A collaborative study of population-based cohorts. Neurology, vol 54, no 11,
pp. S4-S9. 2000.
13. Lamsuddin R. Epidemiologi klinik demensia, dalam : Samekto W dan Sutami S (eds)
simposium demensia, aspek neurobiology dan tatalaksana. Bagian / SMF Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 1995. h.47-72.
14. Wibowo S. Peran donepezil dalam terapi penyakitr alzheimer. Berkala Neuro Sains,
Fokus Demensia. Bagian / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada ; Yogyakarta: 2008; h.21-29.
15. Ikeda M, Hokoishi K, Maki N, dkk. Increased prevalence of vascular dementia in
Japan : A community-based epidemiological Study. 2001.
21
16. Handajani YF. Indeks pengukuran disabilitas dan prediksi kualitas hidup pada
masyarakat lanjut usia di DKI Jakarta [suatu upaya memperkirakan kemandirian lanjut
usia], Jakarta: Universitas Indonesia, Depok; 2006.
17. Riyanto R, Brahmadhi A. Pengaruh subtype stroke terhadap terjadinya demensia
vascular pada pasien post stroke di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. 2015.
18. Kurtzke JF. Epidemiology: stroke, patophysiology, diagnosis, and management. Ed1st.
New York. Churchill Livingstone. 2008. h.3-19.
19. Ivan CS, Sehadri S, Beiser A, dll. Dementia after stroke; the framingham study.
American Heart Association. Texas. 2004.
20. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi
VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: h.515-533.
21. Leys D, Pasquier F, Parnetti. Epidemiology of vascular dementia. Karger Publisher.
Basel, Switzerland. 1998.
22. Alagiakrishnan K, Talavera F, Welton R. Vascular dementia. Medscape. Ney York.
2017.
23. Ladecola C. The Pathobiology of vascular dementia. Weill Cornell Medical College.
New York. 2013.
24. Setyopranoto I, Lamsudin R. Kesepakatan penilaian mini mental state examination
(MMSE) pada penderita stroke iskemik akut. Berkala Neuro Sains, Fokus Demensia.
Bagian / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada ;
Yogyakarta: 2009; h.21-29.
25. Hartono B. Vascular dementia update and clinical management. Proceeding of Recent
Advance in Dementia and Management. Eisai. Bali: 2003; h.1-6.
26. Grysiewicz RA, Thomas K, Kandey DK. Epidemiology of ischemic and hemorrhagic
stroke : incidence, prevalence, mortality, and risk factors. University of Illinois.
Chicago. 2008.
27. Ghani L, Mihardja LK, Delima. Faktor risiko dominan penderita stroke di Indonesia.
Puslitbang Sumber Daya Pelayanan Kesehatan. Jakarta. 2016.
28. Sherki YG, Rosenbaum Z, Melamed E, Offen D. Antioxidant therapy in acute central
nervous system injury: Current state. Journal of American Society for Pharmacology
and Experimental Therapeutics. America: 2002; 54: h.271-84.
29. Indiyart R. Diagnosis dan pengobatan terkini demensia vaskular. Kedokteran Trisakti.
Jakarta. 2004.
22
30. Iemolo F, Givanni D, Claudia R, Laura C,Vladimir H, Calogero C. Review
Pathophysiology of vascular dementia. Biomed Central. Canada. 2009.
31. Roh JH, Jae HL. Recent updates on subcortical ischemic vascular dementia. Journal of
Stroke. USA. 2014.
32. Suemoto CK, Nitrini R, Grinberg LT, et al. Atherosclerosis and dementia; A cross-
sectional study with pathological analysis of the carotid artheries. Stroke 42. 2011.
33. Thal DR, Capetillo-Zarate E, Larionov S, et al. Capillary cerebral amyloid angiopathy
is associated with vessel occlusion and cerebral blood flow disturbances. Neruobiol.
Ney York. 2009.
34. Sadock BJ, Sadock VA. Concise textbook of clinical psychiatri. Ed 3rd . Philladelphia.
Lippincott Williams & Wilkins. 2012. h.52-3.
35. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2006. h.211-4.
36. Tampubolon A. Hubungan antara lokasi infark dengan timbulnya demensia pasca
stroke pada penderita stroke iskemik. Universitas Diponegoro. Semarang. 2008.
37. Sofyan AM, Sihombing IY, Hamra Y. Hubungan umur, jenis kelamin, dan hipertensi
dengan kejadian stroke. FK Universitas Halu Oleo. Kendari. 2012.
38. Hariarti S, Widayanti CG. Clock drawing: asesment untuk demensia (Studi Deskriptif
pada orang Lanjut Usia di Kota Semarang). Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Semarang. 2010.
39. Qiu C, Winbland B, Fratinglioni L. The age-dependent relation of blood pressure to
cognitive function and dementia. The Lancet Neurology. England. 2005.
40. Exalto LG, Whitmer RA, Kappele LJ, Biessels GJ. An update on type 2 diabetes,
vascular dementia and alzheimer’s disease. Elsevier. Amsterdam, Nethelands. 2012
41. Wreksoatmodjo BR. Beberapa kondisi fisik dan penyakit yang merupakan faktor risiko
gangguan kognitif. FK UNIKA Atmajaya. Jakarta. 2014.
42. Maryam RS, Hartini T, Sumijatun. Hubungan tingkat pendidikan dan activity daily
living dengan demensia pada lanjut usia di panti werdha. Poltekes Kemenkes. Jakarta.
2015.
43. Whitmer, Rachel A, Gunderson, Erica P, Quesenberry et al. Body mass index in midlife
and risk of alzheimer disease and vascular dementia. Ingenta Connect. UK.2007.
44. Meyer JS, Rauch GM, Rauch RA, Haque A, Crawford K. Cardiovascular and other
risk factors for alzheimer’s and vascular dementia. Baylor College of Medicine. Texas.
2002.
23
45. Peters R, Peters J, Warner J, Beckett N, Bulpitt C. Alcohol, dementia and cognitive
decline in the elderly: a systematic review. Age and Ageing 2008; 37(5): h.505–12.
46. Agarwal DP. Cardioprotective effects of light-moderate consumption of alcohol: a
review of putative mechanism. alcohol and alcoholism. 2002;37(5): h.409-15.
47. Baum-Baicker C. The Psychological benefits of moderate alcohol consumption: a
review of the literature. Drug Alcohol Depend. 1985;15(4): h.305-22.
48. Marambaud P, Zhao H, Davies P. Resveratrol promotes clearance of alzheimer’s
disease amyloid- peptides. J. Biol. Chem. 2005;280(45): h.37377–82.
49. 123. McIntosh C, Chick J. Alcohol and the nervous system. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2004;75(3): h.16-21.
50. Taufik, Sugondo E, Purwoko, dll. Pengaruh hipertensi terhadap fungsi kognitif pada
lanjut usia. FK Universitas Diponegoro. Semarang. 2014.
51. Ginsberg, L. Lecture notes neurology. Ed 8. Jakarta. Erlangga Medical Series. 2007.
h.19-20, 89.
52. Joesoef, AA. Kaitan neurotransmiter pada demensia. Preceeding of Simposium
Demensia, Pertemuan Neurology XV. Surakarta. 1998.
53. Lau KH. Demensia. Psychiatry Departmen of Queen Mary Hospital. 2016.
54. Dickerson B, Atri A. Dementia: comprehensive principles and practice. New York:
Oxford University Press; 2014. h.600-20.
55. Forstmeier S, Maercker A, Savaskan E, Roth T. Cognitive behavioural treatment for
mild alzheimer’s patients and their caregivers (cbtac): study protocol for a randomized
controlled trial 2015 November 17. Available from URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4650298/, 2018 March 3rd.
24