Anda di halaman 1dari 7

Borang portofolio:

Nama Peserta: Said Mirzarul Akbar


Nama Wahana: RSUD Meuraxa Banda Aceh
Topik: Ulkus Diabetikum
Tanggal (Kasus) 23 december 2017
Nama Pasien: Rusman Hermansyah No. RM: 00.21.47
Tanggal Presentasi: - Nama Pendamping: dr. Libya, Sp. PD/ dr. Mulyanti
Tempat Presentasi: -
Obyektif Presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran ● Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik ● Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja ● Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Pasien datang dengan keluhan luka pada kaki kiri 1 minggu yang lalu Sebelumnya pasien merasa jimpe-jimpe di kaki dan
tangannya, lalu pasien menghangatkan kakinya di atas jerami panas, dan timbul luka
□ Tujuan:
Menegakkan diagnosis
Manajemen penatalaksanaan
Bahan ● Tinjauan Pustaka □ Riset ● Kasus □ Audit
Bahasan:
Cara □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ Email □ Pos
Membahas:
Data Pasien: Nama: Majid hermanto Nomor Registrasi: 00 21 55
Nama RS: RSUD Meuraxa Telp: - Terdaftar Sejak:

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Pasien datang ke IGD RSUD Meuraxa pada tanggal 23 desember 2017 jam 14.34 WIB dengan keluhan luka pada kaki kiri 1
minggu yang lalu. Sebelumnya pasien merasa jimpe-jimpe di kaki dan tangannya, lalu pasien menghangatkan kakinya di atas jerami
panas, dan timbul luka. Dirasa luka makin meluas dan pasien merasa pusing terutama saat memulai beraktifitas, maka pasien berobat
ke IGD RSUD Meuraxa. Pasien mengeluh pusing cenut-cenut, dan jimpe di kaki dan tanggannya, pasien juga mengeluh banyak
makan, banyak minum dan sering kencing. BAB normal, mual (-), muntah (-). Pasien merupakan penderita DM sejak 5 tahun yang
lalu, tetapi tidak teratur berobat.

2. Riwayat Pengobatan:
Sisangkal

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:


Disangkal

4. Riwayat Keluarga:
Riwayat Hipertensi (-) dan DM (+)
5. Riwayat Pekerjaan:
Wiraswasta
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)
Tinggal dirumah yang layak dengan ventilasi baik
7. Lain-lain:
Keadaan Umum : Kesan Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 100 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 24 x/menit, reguler
Suhu Axilla : 37,5˚C
Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, Uvula sedikit deviasi ke kiri, Hiferemis(-), detritus (-), kripta(-)
Leher : pem KGB (-)
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V 1 jari medial LMC sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I > II, reguler, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar, distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, frekuensi 4 x/menit
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-) di regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Laboratorium Serial
Jenis Pemeriksaan 23/12/2017

Hb 9,6,
Ht 39,1
Eritrosit 4,32
Leukosit 19,8
Trombosit 428
Daftar Pustaka:
Dep.Kes.RI. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal 8 Mei
2012.http://m.depkes.go.id/index.php.
Kusumadewi, S. 2009. Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus Secara Terpadu.Dalam Seminar Nasional
Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009).Yogyakarta.
Muchid, A., Umar,, F., Ginting, M.N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R., et.al., 2005.Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes
Mellitus.Jakarta: Direktorat Bina Rarmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Kesehatan Departemen Kesehatan.
Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1880-4.
Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi, Mansjoer, A. 2006.Paduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hasil Pembelajaran:
1. Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau
jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung
kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe
I terjadi sebelum usia 30 tahun (Purnamasari, 2009).
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau
dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas.Untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik (Purnamasari, 2009).
Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen.Terjadi kekurangan insulin yang
berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung
kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi
biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,80-90% penderita mengalami
obesitas.Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan (Purnamasari, 2009).
Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), obat-obatan, racun yang
mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (Purnamasari, 2009).
C.
Pe2. penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan
makan/terapi nutrisi medic, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila terdapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dalam
langkah-langkah non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan penggunaan
perlu terapi medika mentosa atau intervensi farmakologi di samping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai
(Soegondo, 2009).
Macam-macam obat antihiperglikemik oral:
a. Golongan insulin sensitizing
1. Biguanid
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-
senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Muchid, et.al.,
2005).
2. Glitazone
Glitazone (Thiazolidinedines), merupakan agonist peroxisome proliferator-activated reseptor gama (PPARa) yang sangat selektif dan
poten. Reseptor PPARa terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adipose, otot, skelet dan hati. Glitazone merupakan
regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposity, dan kerja insulin.Sama seperti metformin, glitazone tidak menstimulasi produksi
insulin lebi besar daripada metformin.Mengingat pentingnya dalam metabolism glukosa dan lipid, glitazone dapat meningkatkan
efisiensi dan respons sel beta pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas dan lipotoksisitas (Soegondo, 2009).
b. Golongan sekretatorik insulin.
1. Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β
Langerhans pancreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa
sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas.ang saat ini beredar adalah obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida, glikazida,
glimepirida, dan glikuidon (Munchid, et.al., 2005)
2. Glinid
Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonylurea,
perbedaannya denga SUR adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek.Mengingat lama kerjanya yang pendek, maka glinid
digunakan sebagai obat prandial (Soegondo, 2009).
c. Penghambat alfa glukosidase
Acarbose hamper tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolism di dalam saluran
pencernaan.Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (Soegondo, 2009).
d. Golongan incretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan
glucagon like peptide-I (GLP-I) kedua hormone ini dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan
sekresi insulin (Soegondo, 2009).

Anda mungkin juga menyukai