Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas


proses pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem
ini terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem saluran
yang terdiri dari arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang
mengalirkan darah menuju jantung.

Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2


atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu
mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk
seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga
dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut
perikardium.
Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah
dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk menjamin
kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik. Otot jantung
berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi jantung
manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontraksi yang diawali
kekuatan rangsang dari oto jantung itu sendiri dan bukan dari syaraf.
Infeksi endokarditis biasanya terjadi pada jantung yang telah
mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya
berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat.
Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga
disebut endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh
bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur,
virus, dan lain-lain.
Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah
mengalami kerusakan, tetapi juga pada endokard dan katub yang sehat,
misalnya penyalahgunaan narkotik perintravena atau penyakit kronik.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana landasan teori dan asuhan keperawatan dari endokarditis?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Dasar Penyakit “Endokarditis”


yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
Komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan
pencegahan penyakit “Endokarditis”.
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan penyakit “Endokarditis”.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan materi pembelajaran mahasiswa khususnya dalam


format asuhan keperawatan kardiovaskuler tentang materi
endokarditis.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Pembuatan kasus pembelajaran mahasiswa dapat memacu inovasi dan


daya pikir kritis mahasiswa dalam memecahkan masalah keperawatan
kardiovaskuler.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Endokarditis Rematik

Endokarditis adalah radang pada katup jantung yang disebabkan


olehkuman dan jamur (Murwani, A, 2009). Endokarditis adalah suatu
infeksi yang melibatkan endokardium yang utuh atau rusak atau katup
jantung protesa (Edward K. Chung, 1995). Endokarditis adalah infeksi yang
serius dari salah satu dari empat klep-klep (katup-katup) jantung (Anonim,
2011). Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme pada endokard atau katup jantung. Infeksi endokarditis
biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan.

Endokarditis merupakan infeksi katup dan permukaan endotel


jantung yang disebabkan oleh invasi langsung bakteri atau organisme lain
dan menyebabkan deformitas bilah katup. Mikroorganisme penyebab
meliputi bakteri (streptokokus, enterokokus, pneumokokus, stafilokokus),
fungi/jamur, riketsia, dan streptokokus viridians.

Endokarditis infeksius yang sering terjadi pada lanjut usia (lansia)


mungkin akibat menurunnya respons imunologi terhadap infeksi, perubahan
metabolism akibat penuaan, dan meningkatnya prosedur diagnostik invasif,
khususnya pada penyakit genitourinaria.

Terdapat insedensi tinggi endokarditis stapilokokus di antara


pemakai obat intravena, penyakit yang terjadi paling sering pada klien
dengan penyakit yang melemahkan, yang memakai kateter Indweling, dan
yang menggunakan terapi intravena atau antibiotik jangka panjang. Klien
yang diberi pengobatan imunosupresif atau steroid juga dapat mengalami
endokarditis fungi.
KLASIFIKASI

Perjalanan klinis penyakit penyakit demam reumatik dapat dibagi dalam 4


stadium menurut Ngastiyah, 1995:99 adalah:

1. Stadium I

Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus


Hemolyticus Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan,
Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat

2. Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi


streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.

3. Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,
saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.

Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas


tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa
sakit disekitar sendi, Sakit perut

4. Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif.Pada stadium ini penderita demam reumatik


tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.

Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.Pasa fase
ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-
waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

2.2 Etiologi

Penyakit jantung rematik merupakan sekuele faringitis akibat


streptokokus β-hemolitikus group A. Demam rematik timbul hanya jika
terjadi respon antibody atau imunologis yang bermakna terhadap infeksi
streptokokus sebelumnya. Sekitar 3% infeksi streptokokus pada faring
diikuti dengan serangan demam rematik (dalam 2 hingga 4 minggu).

Serangan awal rematik biasanya dijumpai pada masa anak dan


awal masa remaja. Insiden infektif streptokokus berkaitan langsung dengan
faktor predisposisi perkembangan dan penularan infeksi seperti : faktor
sosial ekonomi misalnya kecukupan hidup sehari – hari dan terpenuhinya
akses kelayanan kesehatan dan terapi antibiotik.

Faktor predisposisi adalah :

1. Kelainan katub jantung, terutama penyakit jantung reumatik, katup aorta


bikuspidalis, prolabs katub mitral dengan regurgitasi, katub buatan, katub
yang floppy pada sindrom marfan.

2. Tindakan atau pembedahan padasaluran urogenital atau saluran napas.

3. Faktor genetik

4. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap


demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik
dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.

5. Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya


demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai
anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak
berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai
dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.

6. Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan


apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

7. Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun


ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding
dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin
berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut
berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.

8. Jenis kelamin

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan


dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada
perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering
ditemukan pada satu jenis kelamin.

9. Reaksi autoimun

Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian


dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik
fever.

2.3 Patofisiologis
Terjadinya endokarditis rematik disebabkan langsung oleh demam
rematik, suatu penyakit sistemis yang disebabkan oleh infeksi sterptokokus
grup A. Demam rematik mempengaruhi semua persendian, menyebabkan
poliartritis. Jantung juga merupakan organ sasaran dan merupakan bagian
yang kerusakannya paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya
jaringan tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh
organisme tersebut, namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau
reaksi, yang terjadi sebagai respons terhadap streptokokus hemolitikus.
Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk
noul, yang kemudian akan diganti dengan jaringan parut.

Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan


adanya tumbuhan kecil yang transparan, yang mempunyai manik-manik
dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul, tersusun dalam deretan
sepanjang tepi bilah katup. Manik-manik kecil tadi tidak tampak berbahaya
dan dapat menghilang tanpa merusak bilah katup, namun yang lebih sering
mereka menimbulkan efek yang serius. Mereka menjadi awal terjadinya
suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah katup,
menyebabkannya menjadi memendek dan menebal dibanding dengan bilah
katup yan normal, sehingga tak dapat menutup dengan sempurna. Sebagai
akibatnya, terjadilah kebocoran dimana keadaan ini disebut regurgitasi
katup. Tempat yang paling sering mengalami regurgitasi katup adalah katup
mitral.

Pada klien lain, tepi bilah katup yang meradang menjadi lengket
satu sama lain, mengakibatkan stenosis katup, yaitu penyempitan lumen
katup. Sebagian kecil klien dengan demam rematik menjadi sakit berat
dengan gagal jantung yang berat, distrima serius, dan pneumonia rematik.
Klien ini harus dirawat di ruang perawatan intensif.

Kebanyakan klien dapat sembuh dengan segera dan biasanya


sempurna. Namun, meskipun klien telah bebas dari gejala, masih ada
beberapa efek residual permanen yang tetap tinggal yang sering
menimbulkan deformitas katup progresif. Beratnya kerusakan jantung atau
bahkan keberadaannya, mungkin tidak tampak pada pemeriksaan fisik
selama fase akut penyakit ini. Namun kemudian, bising jantung yang khas
untuk stenosis katup, regurgitasi, atau keduanya dapat terdengar pada
auskultasi, dan pada beberapa klien, bahkan dapat terdeteksi adanya thrill
pada saat palpasi. Miokardium biasanya dapat mengompensasi defek katup
tersebut dengan baik sampai beberapa waktu tertentu. Selama miokardium
masih bisa mengompensasi, klien masih dalam keadaan sehat tanpa gejala
dan keluhan.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup
mitral adalah yang paling sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri :
sesak nafas dengan krekel dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung
pada ukuran dan lokasi nyeri. Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan
virulensi organisme yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang
yang menderita infeksi sistematik, maka harus dicurigai adanya infeksi
endokarditis. Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala
maka digunakan kriteria Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.

a. Kriteria Mayor
1) Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang
menyebabkan terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi
terjadi penurunan curah jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar
dan heart rate meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising
katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral ( bising sistolik ),
Friction rub.
2) Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi
yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki,
pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ), gangguan fungsi sendi.
3) Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa
tujuan dan involunter, serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai
manifestasi peradangan pada sistem saraf pusat.
4) Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-
bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas
tegas , berbentuk bulat dan bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya
terjadi pada batang tubuh dan telapak tangan.
5) Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa
adanya perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama
serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang
dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan ekstensor sendi terutama
siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
b. Kriteria Minor
1) Memang mempunyai riwayat RHD
2) Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien
kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
3) Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4) Leukositosis
5) Peningkatan laju endap darah ( LED )
6) C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9) Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti ,
akral dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala
lain yang dapat muncul juga gangguan pada GI tract dengan manifestasi
peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor,
atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
2.5 Pemeriksaan Penyakit Jantung Reumatik

Pemeriksaan diakukan pada saat sebelum ditemukan infeksi SGA


dan ditemukan / menetapnya infeksi.

a. Pemeriksaan darah

1. LED tinggi sekali

2. Leukositosis

3. Nilai hemoglobin dapat rendah (anemia normositik normokrom)

b. Pemeriksaan bakteriologi

1. Spesimen : Hapus tenggorokan, nanah, atau serum

2. Kultur : Streptococcus anaerob pada agar darah dilakukan


secara inokulasi

3. Deteksi Ag : Menggunakan enzim atau metode kimia ekstrak


Ag pada jaringan yang sakit

c. Pemeriksaan serologi.

1. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd


pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia
5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus
demam rematik akut

2. Peningkatan antistreptokinase, dan anti hyaluronidase.

d. Pemeriksaan EKG

Interval PR menjadi panjang

e. Pemeriksaan radiologi

Elektrokardiografi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan


jantung
2.6 Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan medis adalah secara agresif membunuh


organisme penyebab dan mencegah komplikasi yang terjadi, seperti
tromboemboli. Terapi antibiotic jangka panjang dan penisilin parenteral
adalah pengobatan terpilih.

Pasien endokarditis rematik, yang fungsi katupnya rusak, tapi


penyakitnya tenang, tidak memerlukan terapi selama jantung masih mampu
memompa dengan efekftif. Namun demikian, bahaya adanya kekambuhan
rematik akut; endokarditis bacterial; embolisme dari thrombus dinding
jantung; dan gagal jantung masih tetap masih ada.

Karena penyakit jantung rematik berhubungan erat dengan radang


Streptococcus betahemolyticus grup A, maka pemberantasan dan
pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
a) Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan
dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi
terhadap penicillin.
b) Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
c) Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung
mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus
Demam Reumatik minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat
rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang
ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
d) Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi
kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan
largactil dan lain-lain.
2.7 Pencegahan

Endokarditis rematik dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal


dan adekuat terhadap infeksi streptokokus pada semua orang. Langkah
pertama dalam mencegah serangan awal endokarditis rematik adalah
mendeteksi adanya infeksi streptokokus untuk penatalaksanaan yang
adekuat, dan pemantauan epidemik dalam komunitas. Setiap perawat harus
mengenal dengan baik tanda dan gejala faringitis streptokokus; panas tinggi
( 38,90 sampai 400 C atau 1010 atau 1040 F), menggigil, sakit tenggorokan,
kemerahan pada tenggorokan disertai eksudat, nyeri abdomen, dan infeksi
hidung akut.

Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka


panjang atau perlu menelan antibiotika profilaksis sebelum pemeriksaan gigi
merupakan contoh yang baik. Pasien juga harus diingatkan untuk
menggunakan antibiotik profilaksis pada prosedur yang lebih jarang
dilakukan seperti sistoskopi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEOROTIS ENDOKARDITIS


REMATIK
3.1 Pengkajian

1. Identitas Data : Nama klien, tempat tanggal lahir, umur, alamat, orang tua,
dan diagnosa medis

2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama: Penyebab utama klien di bawa kerumah sakit, biasanya
klien mengeluh tentang sakit persendian dan demam.
b. Riwayat penyakit sekarang : Tanda dan gejala klinis dari endokarditis
rematik, tanda dan gejala yang mudah diamati biasanya berupa demam,
sakit persendian, karditis, nodu subkutan timbul di minggu pertama,
cloera.
c. Riwayat penyakit dahulu: Untuk mengidentifikasi adanya faktor-faktor
penyulit atau faktor yang membuat kondisi pasien menjadi lebih parah
kondisinya. Seperti Fonsilitis, faringitis, autitis media.
d. Riwayat penyakit keluarga: Ada keluarga yang menderita penyakit jantung
3. Pola kesehatan fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Keluhan tentang badan terasa lemah dan merasakan nyeri atau
kram pada daerah sekitar persendian dan demam. Berisi tanggapan dan
persepsi klien terhadap penyakit yang diidapnya.
b) Pola aktifitas-latihan
Adanya kesukaran terhadap aktivitas karena kelemahan, demam dan rasa
nyeri pada sendi. Malaise, keterbatasan rentang gerak atropi otot,
kontraktur/ kelainan pada sendi otot.

c) Pola nutrisi-metabolik.
Kehilangan nafsu makan. Pada awal kejadian adanya mual atau muntah
(adanya peningkatan intra kranial) kehilangan sensasi pada lidah, dagu,
tenggorokan dan gangguan menelan. Berisi tentang pola makan dan
asupan nutrisi klien baik sebelum maupun saat sakit. Penurunan berat
badan kekeringan pada membran mukosa, dehidrasi, kesulitan mengunyah,
dan, anoreksia.

d) Pola eliminasi
Adanya perubahan pola eliminasi, oliguri.
e) Pola tidur dan istirahat
Kesukaran untuk istirahat karena kelemahan secara umum dan
gangguan kenyamanan.
f) Pola konseptual - persepsi
Menjelaskan tentang pengetahuan klien dan kluarga terhadap penyakit
yang diderita serta perasaan dan psikologis klien slama sakit. Misalnya
kurang pengetahuannya keluarga terhadap penyakit yang di derita.
g) Pola toleransi – koping stres
Membicarakan masalah kesehatan dengan orang terdekat ataupun
keluarga, serta menjelaskan tentang ada atau tidaknya faktor pemicu
kestabilan psikologis.
h) Pola persepsi diri – konsep diri
Perasaan cemas terhadap penyakit, masalah kesehatan dan
pesimis terhadap kesembuhan, isolasi. Adanya penurunan kesadaran.
i) Pola peran hubungan
Hubungan klien terhadap keluarga, terganggunya peran dalam
keluarga dan status pekerjaan, serta kehilangan peran.
j) Pola nilai kepercayaan
Pemenuhan aspek spiritual, seperti ibadah atau kepercayaan terhadap
tuhan.
4. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Umum

 Keadaan umum : lemah


 Suhu : 38 – 390 celcius
 Nadi : cepat dan lemah
 BB : turun
 TD : sistol, diastole

b. Pemeriksaan fisik

 Kepala dan leher meliputi keadaan kepala, rambut, mata.


 Nada perkusi redup, suara nafas, serta takhikardi.
 Abdomen pembesaran hati, mual, muntah.
 Inspeksi :
- Pharynx heperemis
- Kelenjar getah bening membesar
- Pembengkakan sendi
- Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
- Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
 Palpasi :
- Nyeri tekan persendian
- Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
 Auskultasi :
- Murmur sistolik
c. Pemeriksaan penunjang

 ECG : Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi


 EKG : Menunjukan perpanjangan interval P - R
 Radiologi : - Thorax Foto : cardiomegali (pembesaran pada jantung)
 Foto sendi
 Laboratorium : Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
peningkatan ASTO Peningkatan Anti Streptolisin O, peningkatan laju
endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan
hemoglobin .
 Pemeriksaan hapus tenggorokan : ditemukan steptococcus hemolitikus b
grup A.
3.3 Implementasi
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa
yang diangkat dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam mentolerir
tindakan yang akan dilakukan.

3.4 Evaluasi
1. Interview dengan keluarga pasien tentang pengetahuan dalam menghindari
faktor pencetus terjadinya jantung reumatik.
2. Observasi gejala dan serangan kelemahan kontrktilitas jantung..
3. Observasi klien dan bicarakan dengan keluarga tentang macam –macam
permasalahan yang dihadapi dan komplikasi lain.
4. Interview dengan klien tentang kegiatan sehari-dari.
5. Tentukan persetujuan dimana keluarga dan klien mengerti kondisi klien
dan perpanjangan terapi yang dilaksanakan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A.
Demam reumatik adalah suatu sindroma penyakit radang yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi tenggorok oleh steptokokus beta hemolitikus
golongan A, mempunyai kecenderungan untuk kambuh dan dapat menyebabkan
gejala sisa pada jantung khususnya katub.
Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang saluran nafas bagian
atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-hemolitikus golongan A,
sehingga kuman termasuk dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik,m
diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu
timbul gejala-gejala demam reumatik akut.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung
rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang
menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya
peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini
menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau
menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi
kebocoran.
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih
adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas
dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya
pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G.
Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah
pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang
yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis
akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti
gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet
bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan
mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan
antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya
atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik
4.2 Saran
Seseorang yag terinfeksi kuman streptococcus hemoliticus dan mengalami
demam reumatik, harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotika, hal ini
untuk menghindari kemungkinanserangan kedua kalinya bahkan menyebabkan
penyakit jantung reumatik.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H.W. & Dochterman, J.M. (2008). Nursing Intervention
Classification (NIC). (5th edition). St Louis : Mosby Elsevier.

Herdman, T.H. (2009). NANDA International Nursing Diagnosis : Definitions &


Classification. United Kingdom : Wiley – Blackwell.

Morrhead, S., Johnson, M., Maas, M.L. & Swanson, E. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC). (4th edition). St. Louis : Mosby Elsevier.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of nursing. (7th edition). St.
Louis : Mosby elsevier.

Price Sylvia Anderson, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Wajan, Y.U. (2010) . Keperawatan Kardivaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai