Anda di halaman 1dari 14

ALL (Acute Lymphoblastic Leukemia)

1. DEFINISI
 Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) adalah salah satu tipe kanker yang
dimulai di darah dan sumsum tulang atau mediastinum.Sel yang abnormal
mengganggu produksi sel darah putih yang melindungi dari infeksi dan
mencegah pendarahan.(College of American Pathologist)
 Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) adalah pertumbuhan kanker yang
cepat pada sel darah putih yang disebut limfosit.Sel ini ditemukan pada
sumsum tulang dan bagian tubuh lainnya.(National Institutes of Health)
 Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) merupakan jenis leukemia dengan
karakteristik adanya poliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari system
limfopoetik yang menyebabkan organomegali dan kegagalan organ.
 Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) merupakan penyakit keganasan sel
darah yang berasal dari sumsum tulang ,ditandai oleh poliferasi sel darah
putih,dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.

2. ETIOLOGI

Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) terjadi ketika tubuh banyak memproduksi sel
darah putih (limfosit)yang belum matang.Sel kanker tumbuh dengan cepat dan
menggantikan sel normal di sumsum tulang.Sumsum tulang adalah jaringan lunak
pada tulang bagian dalam yang membantu memproduksi darah.ALL mencegah
dibuatnya sel darah yang sehat.

Beberapa penyebab Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL),yaitu :


 Permasalahan pada kromosom
 Paparan radiasi,termasuk x-rays sebelum kelahiran
 Riwayat obat-obat kemoterapi
 Resipien transplantasi sumsum tulang
 Toxic seperti benzene.

3. FAKTOR RISIKO
Ada beberapa faktor resiko AAL diantaranya sebagai berikut :
 Radiasi
 Paparan zat kimia seperti benzene dan formaldehyde
 Kemoterapi
 Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat
menedrita leukemia di kemudian hari.

 Sindrom Down
 Sindrom down dan berbagai kelainan genetic lainnya yang disebabkan
oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan resiko kanker

 Sindroma Mielodisplastik
 Sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukan sel darah
yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada
sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan dengan pre-leukimia.
Orang dengan kelainan ini beresiko tinggi untuk berkembang menjadi
leukemia.

 Human T-Cell Leukimia Virus (HTLV-1)


 Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan.
Jenis virus lainnya yang dapat menyebabkan leukemia adalah
retrovirus dan virus leukemia feline.

 Usia
 AAL merupakan leukemia yang sering terjadi pada anak-anak. AAL
merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak
dibawah umur 15 tahun, paling dering terjadi pada anak usia antara 3-5
tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa.

 Faktor Genetik
 Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami AAL sebelumnya,
maka meningkatkan resiko terjadinya AAL.

4.EPIDEMIOLOGI
Insidensi ALL adalah 1/60.000 orang per tahun,dengan 75% pasien berusia kurang
dari 15 tahun.Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun.ALL lebih banyak ditemukan pada pria
daripada perempuan.Saudara kandung dari pasien ALL mempunyai resio empat kali lebih
besar untuk berkembang menjadi all,sedangkan kembar monozigot dari pasien ALL
mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi ALL.

5.PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI ALL
Faktor pencetus: Etiologi: Faktor pemberat:
Usia, jenis kelamin, ras, Belum diketahui - Terpapar radiasi dan
riwayat keluarga bahan kimia
- memiliki keluarga dekat
Mutasi somatik dengan leukemia
pada DNA - virus HTLV-1
- abnormalitas genetic
- translokasi kromosom
Aktivasi onkogen /
deaktivasi gen supresor
tumor

Transformasi malignant
stem sel limfoid

Proliferasi limfoblas yg tdk Manifestasi Klinis Terapi:


terkontrol dlm sumsum (MK) : analgesik
tulang Nyeri tulang, nyeri
otot

Tes diagnostik (Dx): Lifoblas merubah elemen


Terapi :
Aspirasi & biopsy sumsum normal
- Terapi induksi remisi
sumsum tulang - Terapi pertahanan &
penggabungan
- Transplantai sumsum
tulang

Tes Dx: Penurunan produksi MK:


Leukopenia sel darah normal - Adanya petechiae
Hitung darah
lengkap - Mudah terluka &
berdarah
Tumpahnya limfoblas - Anemia
MK :
Infeksi ke dlm aliran darah - Fatigue
Demam, kejang
- Pusing
menggigil
- Palpitasi
Infiltrasi organ - Dyspnea

Jika tdk diterapi


Jika diterapi:
Antibiotic
Ig
Septicemia
Leukepheresis

KEMATIAN
Pencegahan
komplikasi

Ginjal CNS Tes Dx : Hati/limpa


MK : MRI
- Sedikit/tdk ada
Gangguan saluran haluaran urin Tes Dx :
kencing - RR meningkat MK : USG
- Nyeri panggul Terapi: Sakit kepala,
- Gelisah Kemoterapi kelemahan,Perdarahan
penglihatan
- Mual/muntah intratechal kabur, kesuliitan
- pembengkakan keseimbangan, muntah-
kaki & tungkai Syok letargi
muntah, hipovolemik
MK :
- Hepatomegali
- Splenomegali
- Elevasi ALT
Sel leukosit merusak
MK :
sirkulasi cairan Leukosit cairan
serebrospinal serebrospinal meningkat Ekstra sel
menyebabkan
hati/limpa pecah
Sel leukosit MK :
mengkompres nervus Kelumpuhan nervus
spinal cranial
Posisi konfusional
Optic neuropathy
Perkembangan Disfungsi cerebellar
Papilederma
menuju koma

Tes Dx : Kelenjar getah


Pertumbuhan timus yg MK :
MK : Biopsi kelenjar bening
berlebihan lymphadeno
Batuk sesak getah benih
pathy
nafas Mediastinal
Mengkompres vena lymphadenopathy
kava superior

MK : Sumbatan
Sindrom SVC bronkhial/trakheal
Batuk, wheezing,
sumbatan jalan nafas

MK : Kompresi esofageal
MK : Disfagia
Pembengkakan kaki &
tungkai, sumbatan pada
aliran darah MK : Erosi kelenjar ke dlm
Hemoptisis bronkhus/trakhea

Hipoksia berat

KEMATIAN
6. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala menurut Cecily 2002:

a. Bukti anemia, pendarahan dan infeksi.


1. Demam
2. Keletihan
3. Pucat
4. Anoreksia
5. Petekia dan pendarahan
6. Nyeri sendi dan tulang
7. Nyeri abdomen yang tidak jelas
8. Berat badan menurun
9. Pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotieal hati limfa dan
limfonodus
b. Peningkatan tekanan intracranial karena infiltrasi meninges:
1. Nyeri dan kaku duduk
2. Sakit kepala
3. Iritabilitas
4. Letargi
5. Muntah
6. Edema papil
7. Koma
c. Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungaan dengan bagian sistem yang
terkena:
1. Kelemahan elistrimulas bawah
2. Kesulitan berkemih
3. Kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut dari
terapi)kelemahan ekstremitas bawah
Menurut Brunner,2003
Limfosit immature berpoliferasi dalam susunan tulang dan jaringan perkier dan
mengganggu perkembangan sel normal.Akibatnya hematoporsis normal terhambat
mengakibatkan penurunan jumlah letrosit,sel darah merah dan trombosit.

7.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%),
hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan
retina. Pada penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-
kadang ada gangguan penglihatan yang disebabkan adanya perdarahan fundus oculi.
Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan hepatosplenomegali dan
limfadenopati. Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan,
berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir
selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan
nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura,
perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan kadang-kadang
priapismus.
B. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA,
klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu: (Sudoyo, 2007)
 Hitung darah lengkap dan apus darah tepi
o Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis.
Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat
melebihi 200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia.
Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%. Kira-kira
sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3.
 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
o Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik
dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan
limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa.
Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka
aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari
jarinngan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.
 Sitokimia
o Pada LLA, pewarnaan Sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan
hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang
ditemukan pada granula primer dari prekursor granulositik, yang dapat
dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan
precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif
pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang
positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan
oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow
cytometry.
 Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry)
o Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Pada sekitar
15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen mieloid
yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang
bersamaan dari antigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia
bifenotip akut. Kasus ini jarang, dan perjalanan penyakitnya buruk.
 Sitogenetik
o Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik
berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi
prognostik.
 Biologi molekular
o Teknik molekular dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin gagal, dan untuk
mendeteksi yang tidak terdeteksi dengan sitogenetik standar. Teknik ini juga
harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis
buruk.
 Pemeriksaan lainnya
o Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravaskular diseminata
jarang terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurikemia dapat terjadi terutama
pada pasien dengan sel-sel leukemia yang cepat membelah dan tumor burden
yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa
cairan serebrospinal. Perlu atau tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien
dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi masih kontroversi. Definisi
keterlibatan susunan saraf pusat (SPP) adalah bila ditemukan lebih dari 5
leukosit/mL cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada spesimen sel
yang disentrifugasi.

8.PENATALAKSANAAN MEDIS
Kemoterapi
Kemoterapi pada penderita LLA Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun
tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang.
A. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan
banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini
dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison
dan asparaginase.
B. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan
untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya
sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
C. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang
digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap
ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan
dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf
pusat.
D. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan
pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh,
tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan
sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
Macam Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia.
Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh
tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel
seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat
diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah
bening setempat.
2. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh
dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang
juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
3. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita
leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan
antibiotik untuk mengatasi infeksi.

9.PENCEGAHAN

 Pencegahan Primer
o Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
 Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
o Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang
penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi
dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi
paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat
dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah
mungkin sesuai kebutuhan klinis.
 Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia
o Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene
dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan
pengetahuan atau informasi mengenai bahan-bahan karsinogen agar pekerja
dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsung terhadap zat-zat
kimia tersebut.
 Mengurangi frekuensi merokok
o Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat berhenti
atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA disebabkan oleh
merokok. Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang bahaya
merokok yang bisa menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA).
 Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
o Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah.
Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai.
Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari pasangan tersebut
mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom Down atau kelainan gen
lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi. Jadi pasangan
tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.
 Pencegahan Sekunder
o Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit
atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau
ketidakmampuan. Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara
dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.
 Pencegahan Tertier
 Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi
perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif.43
Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh
tenaga medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang
diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan
kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit.
Selain itu perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual.
Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga diperlukan.

10.KOMPLIKASI
Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel
leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat
mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya kompone
n intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan
hipokalsemia sekuder, beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau
nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi ureter setelah pasien diobati
untuk leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida, serta penggunaan
alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi
leukemik yang difus pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin
atau siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik dalam tubuh, dan
pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin,
dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah
pengobatan dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka
pendek.
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak yang
menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan
pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang dimanifestasikan
oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidermidis, Proteus
mirabilis, dan Haemophilus influenza adalah organisme yang biasanya menyebabkan septik.
Setiap pasien yang mengalami febris dengan granulositopenia yang berat harus dianggap
septik dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk
pasien dengan granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang
berespon buruk terhadap pengobatan.
Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau
hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau Aspergillus lebih
sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan
bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru, hati, limpa, ginjal, sinus,
atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B adalah pengobatan pilihan, dengan 5-
fluorositosin dan rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek obat tersebut.
Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi
yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis
rutin dengan trimetropim-sulfametoksazol. Karena penderita leukemia lebih rentan terhadap
infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio, mumps, campak, rubella ) tidak boleh
diberikan.
Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau pengobatannya,
manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit dan membran
mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang
terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan komponen trommbosit
diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata,
gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis
vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1 – 3 % anak setelah diinduksi
pengobatan dengan prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini
belum diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus dihindaripada
penderita leukemia.

Anda mungkin juga menyukai