TINJAUAN KEPUSTAKAAN
jaringan jalan. Hal ini pula turut mempengaruhi pemilihan jenis konstruksi
lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
lalu lintas ke tanah dasar. Berbeda dengan konstruksi perkerasan kaku (rigid
Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau
tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
(flexible pavement).
Dalam merencanakan struktur perkerasan jalan, beban dan volume lalu lintas
yang akan menggunakan jalan tersebut selama umur rencana menjadi acuan utama
5
6
menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang
Jalan dikatakan mampu memberi rasa aman dan nyaman bagi para
bergelombang.
• Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
• Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
• Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu
• Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya.
• Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya
yang berarti.
kerusakan yang timbul pada perkerasan tersebut dievaluasi penyebab dan akibatnya.
• Air, yang dapat berasal dari air hujan dan sistem drainase jalan yang tidak baik
• Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya
tinggi
• Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, akibat sistem pelaksanaan yang kurang
saja, tetapi merupakan gabungan penyebab yang saling kait mengait. Sebagai
contoh, retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan
dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke
lapis bawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dan agregat, hal ini dapat
bawahnya.
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas :
a. Retak (cracking)
b. Distorsi (distortion)
Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas:
• Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama
dengan 3 mm, penyebabnya adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak
halus dapat meresapkan air ke dalam lapis permukaan. Retak halus dapat
mestinya.
• Retak kulit buaya (alligator crack), memiliki lebar celah lebih besar atau sama
bawah lapis permukaan kurang stabil atau bahan lapis pondasi dalam keadaan
jenuh air (air tanah naik). Retak kulit buaya jika tidak diperbaiki dapat diresapi
9
lubang.
• Retak pinggir (edge crack) yaitu retak memanjang jalan, dengan atau tanpa
cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu jalan. Penyebabnya
adalah tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadi
tanaman tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir. Di lokasi retak, air meresap yang dapat semakin merusak lapisan
permukaan.
• Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack) yaitu retak
perkerasan. Retak dapat disebabkan oleh kondisi drainase di bawah bahu jalan
lebih buruk dari pada di bawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan,
penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truk atau
• Retak sambungan jalan (lane joint crack) yaitu retak memanjang yang terjadi
pada sambungan 2 jalur lalu lintas. Penyebabnya yaitu tidak baiknya ikatan
perlebaran dan bagian jalan lama atau dapat juga disebabkan oleh ikatan
retak pada perkerasaan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum perkerasan
overlay dilakukan
penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar
• Retak selip (slippage cracks) yaitu retak yang bentuknya melengkung sepertu
oleh adanya debu, minyak, air, atau benda nonadhesif lainnya, atau akibat tidak
celah retak dengan campuran pasir dan aspal. Bila retak telah meluas dan kondisinya
cukup parah maka dilakukan pembongkaran lapisan yang retak tersebut untuk
Distorsi adalah perubahan bentuk yang dapat terjadi akibat lemahnya tanah
dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadinya tambahan
• Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan.
Penyebabnya ialah lapis perkerasan yang kurang pada, dengan demikian terjadi
tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda.
11
rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasalh dari terlalu tingginya kadar
penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum
• Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas
dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat
• Jembul (upheavel) terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi
kecil sampai besar yang mampu menampung dan meresapkan air ke dalam
• Pelepasan butir (raveling), memiliki akibat yang sama dengan yang terjadi
ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya
kendaraan. Penyebabnya adalah karena agregat berasal dari material yang tidak
tanah aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk
Penyebab kegemukan (bleeding) ialah pemakaian kada aspal yang tinggi pada
khususnya pada temperatur tinggi aspal menjadi lunak dan menimbulkan jejak
dipadatkan.
sesuai.
13
Kualitas jalan yang ada maupun yang akan dibangun harus sesuai dengan
standard dan ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui tingkat kerataan permukaan
jalan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan berbagai cara atau metoda
dilakukan terlebih dahulu survey kondisi permukaan. Survey ini bertujuan untuk
Survey secara visual atau visual inspection dilakukan dengan pengamatan mata
surveyor untuk mengukur kondisi permukaan jalan yang karenanya data yang
• Penilaian kondisi dari lapisan permukaan, apakah masih baik, kritis, atau
rusak.
nyaman.
antara lain metoda NAASRRA (SNI 03-34260-1994). Metoda lain yang dapat
penguji. Prinsip dasar alat ini ialah mengukur jumlah gerakan vertikal sumbu
belakang pada kecepatan tertentu. Ukuran jumlah gerakan vertikal pada jarak
Roughness Index) dalam satuan meter per kilometer. Survey dengan bantuan
alat lainnya juga dapat dilakukan dengan teknologi laser beam yang secara
otomatis dapat memonitor jenis kerusakan jalan seperti retak (crack), alur
dinyatakan dengan Indek Permukaan (IP) atau Present Serviceability Index (PSI) dan
konsep hubungan antara opini penilaian pengguna jalan dengan hasil pengukuran
diformulasikan dari penilaian terhadap kelompok ruas perkerasan yang dinilai oleh
suatu grup penilai yang memberi nilai berdasarkan skala antara 0 sampai 5 yang
Dimana :
SV = Slope Variance
C = Panjang retak
P = Luas Tambalan
RD = Kedalaman alur
persamaan dengan menggunakan alat Bump Integrator menjadi : (Yoder & Witczak,
1975)
PSI = 4,78 − 0,015( Roug hom eter ) − 0,004(C + P ) 0,5 − 0,26( RD) 2 ……....(2.2)
kalibrasi Bump Integrator dengan IRI telah dilakukan pada saat program kerjasama
antara TRRL dengan Pusjatan Bandung sekitar tahun 1990 (Djoko Widajat, dkk,
Keterangan :
Menurut Al-Omari dan Darter (1992) nilai PSI disederhanakan sebagai fungsi
dari International Roughness Index (IRI), bahwa kerusakan retak, tambalan dan alur
dipandang sudah diwakili oleh IRI. Hubungan antara nilai PSI dan IRI sebagai
berikut:
Dimana :
Nilai PSI bervariasi dari angka 0-5, masing-masing angka menunjukan kinerja
Pada saat perkerasan dibuka struktur perkerasan mempunyai nilai PSI besar
yang berarti nilai kerataan masih baik dan kerusakan belum terjadi. Besarnya nilai
PSI ini akan menurun seiring dengan terjadinya kerusakaan akibat beban kendaraan.
17
IRI merupakan parameter kekasaran yang dihitung dari jumlah kumulatif naik-
turunnya permukaan arah profil memanjang dibagi dengan jarak atau panjang
permukaan yang diukur. IRI dinyatakan dalam satuan meter per kilometer (m/km).
Indikator kinerja fungsional jalan lainnya yaitu Road Condition Index (RCI).
Road Condition Index (RCI) adalah skala tingkat kenyamanan atau kinerja jalan
yang dapat diperoleh dengan alat roughometer maupun secara visual. Dari alat
kemudian dikonversi untuk mendapat nilai RCI. Korelasi antara RCI dengan IRI
Dari grafik maupun persamaan hubungan antara nilai IRI dengan RCI dapat
diketahui kondisi permukaan secara visual. Tabel 2.2 menjelaskan hubungan antara
nilai IRI dengan RCI berdasarkan kondisi permukaan jalan secara visual.
18
AASHTO 1993 yang dimodifikasi sedikit sesuai dengan kondisi lingkungan dan
iklim di Indonesia.
1989-F seperti beban lalu lintas, daya dukung tanah dasar, faktor regional,
pertumbuhan lalu lintas, faktor distribusi lajur, koefisien distribusi kendaraan, indeks
parameter perencanaan yang dibutuhkan seperti beban lalu lintas, daya dukung tanah
dasar, pertumbuhan lalu lintas, faktor umur rencana, reliabilitas, faktor distribusi
menerima suatu beban lalu lintas, maka tebal lapisan perkerasan jalan dapat
ditentukan dan umur rencana perkerasan tersebut akan sesuai dengan yang
direncanakan. Beban berulang atau repetition load merupakan beban yang diterima
struktur perkerasan dari roda-roda kendaraan yang melintasi jalan raya secara
dinamis selama umur rencana. Besar beban yang diterima bergantung dari berat
kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan kendaraan serta
kecepatan dari kendaraan itu sendiri. Hal ini akan memberi suatu nilai kerusakan
pada perkerasan akibat muatan sumbu roda yang melintas setiap kali pada ruas jalan.
sumbu yang berbeda-beda. Sumbu depan dapat merupakan sumbu tunggal roda,
sedangkan sumbu belakang dapat merupakan sumbu tunggal, ganda, maupun tripel.
1. Fungsi jalan
Kendaraan berat yang memakai jalan arteri umumnya memuat muatan yang
2. Keadaan medan
Jalan yang mendaki mengakibatkan truk tidak mungkin memuat beban yang
Jenis dan beban yang diangkut oleh kendaraan berat sangat tergantung dari
perkebunan.
4. Perkembangan daerah
Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh beban lalu lintas tidaklah sama
antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini mengharuskan suatu standar yang
bisa mewakili semua jenis kendaraan, sehingga semua beban yang diterima oleh
struktur perkerasan jalan dapat disamakan ke dalam beban standar. Beban standar ini
untuk suatu kendaraan adalah beban gandar maksumum. Beban standar ini diambil
sebesar 18.000 pounds (8.16 ton) pada sumbu standar tunggal. Diambilnya angka ini
karena daya pengrusak yang ditimbulkan beban gandar terhadap struktur perkerasan
Daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah dasar karena
secara keseluruhan perkerasan jalan berada di atas tanah dasar. Tanah dasar yang
baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu
sendiri atau di dekatnya, yang telah dipadatkan sampai dengan tingkat kepadatan
Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air,
perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya
dukung yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah yang sejenis yang tingkat
dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR pertama kali
diperkenalkan oleh California Division Of Highways pada tahun 1928. Orang yang
banyak mempopulerkan metode ini adalah O.J.Porter. Harga CBR itu sendiri
dinyatakan dalam persen. Harga CBR tanah dasar yaitu nilai yang menyatakan
kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang
mempunyai nilai CBR 100% dalam memikul beban lalu lintas. Terdapat beberapa
parameter penunjuk daya dukung tanah dasar yang paling umum digunakan di
Indonesia. Harga CBR dapat dinyatakan atas harga CBR laboratorium dan harga
CBR lapangan. Hubungan antara daya dukung tanah dasar (DDT) dengan CBR
parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan. Korelasi CBR dengan
antara jalan yang satu dengan jalan yang lain. Faktor regional mencakup
22
permeabilitas tanah, kondisi drainase yang ada, kondisi persimpangan yang ramai,
pertimbangan teknis dari perenrcana seperti ketinggian muka air tanah, perbedaan
medan) serta persentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti, sedangkan
iklim mencakup curah hujan rata-rata pertahun. Kondisi lingkungan setempat sangat
akibat lelahnya bahan, sifat material yang digunakan dapat juga mempengaruhi umur
pelayanan jalan.
Rumus:
perkembangan lalu lintas dari tahun ke tahun selama umur rencana. Faktor yang
Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut
mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk
diberi lapis permukaan baru. Faktor umur rencana merupakan variable dalam umur
rencana dan faktor pertumbuhan lalu lintas yang dihitung dengan menggunakan
N=
(1 + i )UR − 1 ………………..…..............…...........………………….(2.12)
i
Dimana :
UR = umur rencana
2.4.6 Reliabilitas
kombinasi jenis kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih rendah dalam
24
rentang waktu yang diijinkan dalam umur rencana. Konsep reliabilitas merupakan
dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan
meningkatnya volume lalu lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu lintas, resiko
tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi
dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.4 memperlihatkan
dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu
lintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah 50% menunjukkan jalan
lokal.
Jalan
yang dikalikan dengan perkiraan lalu lintas (W18) selama umur rencana untuk
memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan,
25
lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain
2. Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada tabel 2.14
Tabel 2.5 Nilai Penyimpangan Normal Standar (Standar Normal Deviate) Untuk
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya,
yang menampung lalu lintas terbesar (lajur dengan volume tertinggi). Umumnya
lajur rencana adalah salah satu lajur dari jalan raya dua lajur atau tepi dari jalan raya
yang berlajur banyak. Persentase kendaraan pada jalur rencana dapat juga diperoleh
dengan melakukan survey volume lalu lintas. Jika jalan tidak memiliki tanda batas
Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75
Sumber : AASHTO 1993
Koefisien distribusi kendaraan untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
mengatasi pengaruh negatif masuknya air ke dalam struktur perkerasan. Tabel 2.9
drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
bersama-sama dengan koefisien kekuatan relatif (a) dan ketebalan (D). Tabel 2.10
memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan fungsi dari kualitas
drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh
Tabel 2.10 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Dalam menentukan indeks
Jenis Lapis
IPo Roughness (mm/km)
Permukaan
≥4 ≤ 1000
Laston
3,9 - 3,5 > 1000
3,9 - 3,5 ≤ 2000
Lasbutag
3,4 - 3,0 > 2000
3,9 - 3,5 ≤ 2000
HRA
3,4 - 3,0 > 2000
Burda 3,9 - 3,5 < 2000
Burtu 3,4 - 3,0 < 2001
3,4 - 3,0 ≤ 3000
Lapen
2,9 - 2,5 > 3000
Latasbum 2,9 - 2,5 -
Buras 2,9 - 2,5 -
Latasir 2,9 - 2,5 -
Jalan Tanah ≤ 2,4 -
Jalan Kerikil ≤ 2,4 -
Sumber : SNI 1732-1989-F
29
4. Fungsi jalan
Koefisien
Kekuatan Bahan
Kekuatan Relatif
Jenis Bahan
MS KT CBR
a1 a2 a3
(kg) (Kg/cm2) (%)
0,40 - - 744 - - Laston
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - - Lasbutag
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stabilisasi tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stabilisasi tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung berpasir
Sumber : SNI 1732-1989-F
Survey volume lalu lintas yang dipakai untuk acuan oleh Direktorat Jenderal
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Metode Analisa Komponen SNI
1732-1989-F.
Dimana: k = 0,09
Rumus:
n = Masa pelaksanaan
Rumus:
Rumus:
Rumus:
Rumus:
LEP + LEA
LET = …..................................................................…....….(2.18)
2
h. Faktor penyesuaian
Rumus:
UR
FP = …...………............................………………..…...…..……...(2.19)
10
Rumus:
Untuk menentukan nilai daya dukung tanah dasar, digunakan persamaan 2.9
• Faktor regional
Rumus:
............................................................................................................(2.21)
• Indeks permukaan
∆PSI
Log10
ITP
Log10(LER× 3650) = 9,36× Log10 +1 − 0,2 + 4,2 −1,5 + Log 1 + 0,372× (DDT− 3,0)
10
2,54 FR
1094
0,4 + 5,19
ITP
2,54
………………..............……………………………………....…......(2.22)
Dimana :
rencana
FR = Faktor Regional
sebagai lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah
ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan
aspal), kuat tekan (untuk bahan yang diperkuat dengan semen atau kapur)
atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Jika alat Marshall Test
tidak tersedia, bahan beraspal bias diukur dengan cara lain seperti Hveem
ini:
37
Rumus:
ITP = a 1 ⋅ D1 + a 2 ⋅ D 2 + a 3 ⋅ D 3 .............….................……..….……..(2.23)
Dimana:
1. Lapis permukaan
Tebal
ITP Minimum Bahan
(cm)
< 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras / Burtu / Burda)
≥ 10,00 10 Laston
Sumber : SNI 1732-1989-F
38
2. Lapis pondasi
Tebal
ITP Minimum Bahan
(cm)
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
< 3,00 15
tanah dengan kapur
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
20*
3,00 - 7,49 tanah dengan kapur
10 Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
20
7,50 - 9,99 tanah dengan kapur, pondasi macadam
15 Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
10 - 12,14 20 tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston
Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
≥ 12,25 25 tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston
Atas
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah
digunakan material butir kasar
Sumber : SNI 1732-1989-F
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah
10 cm.
kondisi permukaan jalan telah mencapai indeks permukaan akhir (IP) yang
diharapkan.
2. Kualitas permukaan
komponen
Langkah-langkah perencanaannya :
- Tentukan nilai ITPsisa dari jalan yang akan diberi lapis tambah dengan
ITPsisa = ∑ (K i ⋅ a i ⋅ Di ) ...............................................................(2.24)
D = tebal lapisan
tebal perkerasan jalan yang sering digunakan. Metode ini telah dipakai secara umum
berbagai negara. Metode ASSHTO 1993 pada dasarnya adalah metode perencanaan
b. Lalu Lintas
c. Reliability
d. Faktor Lingkungan
e. Serviceability
Dimana :
b. Lalu Lintas
Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat
rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu
c. Reliability
selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Tingkat reliability ini yang
digunakan tergantung pada volume lalu lintas, maupun klasifikasi jalan yang
sebagai berikut :
tersebut adalah jalan dalam kota (urban) atau jalan antar kota (rural).
tabel yang ada pada metode perencanaan AASHTO 1993. Semakin tinggi
yang dibutuhkan.
42
c. Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari
d. Faktor Lingkungan
Diantara faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah cuaca atau iklim dan
dipertimbangkan.
e. Serviceability
a. Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic), nilai serviceability ini
c. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai
serviceability ini akan diberikan sebesar 1,5. Nilai ini diberikan dalam
Dari hasil percobaan jalan AASHO untuk berbagai macam variasi kondisi
dan jenis perkerasan, maka disusunlah metode perencanaan AASHO yang kemudian
43
1986, hingga yang terbaru yaitu AASHTO 1993, adalah persamaan berikut ini :
∆PSI
log 10
4,2 − 1,5
log 10 W18 = Z R So + 9,36 log 10 ( SN + 1) − 0,20 + + 2,32 log 10 Mr − 8,07
1094
0,40 +
SN + 1
5 ,19
..…………………………………..........................…………………....…......…(2.28)
Dimana :
SN = Structural Number
berikut :
dari komposisi lalu lintas, volume lalu lintas yang lewat, beban aktual yang
lewat, serta faktor bangkitan lalu lintas serta jumlah lajur yang direncanakan.
Pengambilan data CBR biasanya dilakukan setiap jarak 100 meter. Dari nilai
44
Dimana :
berdasarkan beberapa asumsi antara lain tipe perkerasan dan klasifikasi jalan.
e. Menggunakan data lalu lintas, modulus elastisitas tanah dasar serta besaran-
besaran fungsional Po, Pt, dan Pf serta reliability dan standar deviate untuk
persamaan 2.26.
- Hitung Kumulatif ESAL pada saat ini atau Past Cumulative 18-kip ESAL in
N P = ∑ LHR × E × DD × D L …........................................……......…..…(2.30)
E = Ekivalen Faktor
- Hitung Kumulatif ESAL pada akhir umur rencana atau Future Cumulative
Untuk menentukan umur sisa terlebih dahulu hitung jumlah lalu lintas aktual
(Np) dan jumlah lalu lintas pada akhir umur rencana (N1.5) dimana kedua
jumlah lalu lintas ini dinyatakan dalam 18-Kips ESAL. Nilai umur sisa
dinyatakan dalam persentase dari jumlah lalu lintas pada saat terjadi
N
RL = 100 1 − P ……………..……………..........................…..…(2.32)
N 1.5
Untuk jalan arteri nilai N1.5 digunakan N2.5 dimana IPt = 2.5
Setelah menentukan umur sisa, maka dengan menggunakan gambar 2.2 untuk
2.26 dengan trial and error hingga didapat nilai W18 sama dengan nilai future
SN ol SN f − SN eff
Dol = = ………………..…....................…...…......(2.34)
a ol a ol
2.7 Biaya
penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akutansi dalam bentuk arus keluar
secara terus menerus dalam uang atau yang potensial harus dikeluarkan untuk
merupakan kas atau nilai ekuivalen kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan guna untuk memberikan suatu
Tahun : 2008
Jakarta-Cikampek
Cikampek.
49
rencana. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi faktor pertumbuhan 7,5% tidak
sesuai dengan tingkat pertumbuhan aktual yang terjadi. Dalam hal ini nilai
Tahun : 2009
Menghitung Tebal Lapis Tambah Dengan Pemisah dan Tebal Lapis Tambah
yang diperoleh dengan menggunakan metoda Bina Marga 2002 untuk desain
yang diperoleh dengan menggunakan metoda Bina Marga 2002 untuk desain
50
overlay pada pelapisan tambah dengan pemisah lebih kecil jika dibandingkan
Tahun : 2011
Poros Maros-Pangkep
cm.
Tahun : 2012
untuk kedua arah ketebalan overlay rata-rata yang dibutuhkan cukup besar
yaitu ± 21 cm dimana hal ini disebabkan oleh nilai SNf yang besar yang
dibutuhkan pada tahun 2014 akibat nilai kumulatif ESAL yang tinggi
51
tidak terlalu besar yaitu ± 11 cm dimana hal ini disebabkan oleh nilai SNf
yang lebih kecil yang dibutuhkan pada tahun 2014 akibat nilai kumulatif
Tahun : 2012
(overlay)
hasil analisis dari metode AASHTO 1993 adalah hampir sama dengan tebal
Penelitian
No. Deskripsi Penelitian
a b c d e Penelitian ini
1 Metoda
a AASHTO 1993
b SNI 1732-1989-F
c Bina Marga
2 Program
a ELMOD 6
b Everseries
3 Analisis
a Volume Lalu Lintas
b Faktor Truk
c Kumulatif ESAL
d Lintas Ekivalen Rencana
e Faktor Regional
f Umur Sisa
g Tebal Lapis Tambah
h Biaya
4 Studi Parameter
Sumber : a. Ferdian, T. Dkk, b. Wahid Ahmad, c. Makmur Sairung, d. Care, F.R.A.M. Dkk,
e. Andika, R.P. Dkk