PENDAHULUAN
Ilmu ukur tanah merupakan suatu ilmu yang mempelajari cara – cara pengukuran
yang ditentukan untuk menyatakan kedudukan suatu titik di permukaan bumi, ilmu ukur
tanah sendiri memiliki dua tujuan , yaitu ilmiah dan praktis. Tujuan ailmiah adalah untuk
menentukan bentuk permukaan bumu sedangkan tujuan praktis adalah membuat gambar
yang dinamakan peta, dari sebagian besar atau bentuk permukaan bumi. Ilmu ukur tanah
untuk teknik arsitektur hanya untuk membuat peta bagi keperluan teknik arsitektur.
Maksud ini dicapai dengan melakukan pengukuran-pengukuran di atas permukaan
bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan karena adanya perbedaan relief muka bumi
yang diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu datar, bukit dan gunung.
Permukaan bumi yang tidak beraturan tersebut dapat diartikan suatu bidang pada
ruang 3 dimensi dalam suatu koordinat siku-siku ruang (x,y dan z) dimana (x,y) mewakili
bidang horizontal muka bumi dan (z) mewakili tinggi tersebut terhadap titik referensi
(titik nol) yang telah disepakati terlebih dahulu.
Sehingga pembuatan peta dengan kondisi lapangan sebagaimana tersebut di atas
dapat digambarkan secara tepat sesuai dengan posisi 3 dimensi.
Berangkat dari hal tersebut , maka melalui praktikum ini diharapkan kita dapat
melakukan pengukuran x,y dan z pada permukaan bumi dan sekaligus dapat memberikan
hasil pada suatu layout rencana dari peta yang dihasilkan tersebut untuk aolikasi teknik
arsitektur.
1
c. Mampu menggambarkan hasil pengukuran di lapangan untuk keperluan teknik
arsitektur sebagai hasiil pengukuran ,
d. Mengetahui profil dari proses , berupa jalan maupun saluran untuk menghitung
galian serta timbunan dan kemiringan suatu rencana,
e. Mampu mempertaggung jawabkan hasil yang diperoleh dari pengukuran
(praktikum), dan
f. Mampu mengembangkan pola piker mahasiswa dalam menghadapi berbagai masalah
dan mencapai solusi pada saat pengukuran.
Waktu
Fak. Teknik
vokasi
lokasi pengukuran
2
1.4 Alat yang Digunakan
Dalam melaksanakan praktikum ilmu ukur tanah alat yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Pesawat waterpass
Waterpass adalah alat yang digunakan untuk mengukur beda tinggi antara
titik, alat ukur watepass secara umum memiliki bagian dan fungsi sebagai berikut :
3
7. Sekrup penggerak horizontal, berfungsi untuk memutar arah bidikan secara
horizontal,
8. Sekrup pengungkit, berfungsi untuk mengunci dan membuka putaran alat
kearah horizontal,
9. Sekrup pendatar, berfungsi untuk mengatur kedudukan nivo,
10. Obyektif teropong, berfunsi untuk mengamat objek yang dibidik.
11. Nivo tabung, brfungsi untuk mengetahui kedataran pesawat,
12. Nivo kotak, berfungsi untuk mengetahui kedataran pesawat.
4
c. Unting-unting
d. Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran
atau segi empat dengan panjang kurang lebih 30-50 cm dan ujung bawahnya dibuat
runcing, berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam
pengukuran.
5
e. Rambu ukur
f. Kompas
6
Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran
sehingga dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut
azimut.
g. Roll meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m dan dilengkapi
tangkai untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.
7
i. Baju safety
Gambar 1.10
Dalam praktikum ini, baju safety berfungsi sebagai alat perlengkapan atau
memberikan perlindungan kepada surveyor.
8
1.5 Nama – nama anggota kelompok 4
9
BAB II
PROSEDUR KERJA
(Ba − Bb)
D= x 100
100
10
Dimana :
D = Jarak optis
Ba = benang atas
Bb = benang bawah
11
dihitung dari permukaan air laut rata-rata dengan nilai ketinggian kuarang lebih
0,000.
a. Alat ukur waterpass di tempatkan dngan suatu kesatunya tegak lurus di atas
suatu titik (tugu)yang telah diketahui tingginya dan garis bidiknya diatas tugu
itu diukur dengan mistar.
Gambar 2.3 Tinggi garis bidik dengan cara berdiri diatas titik
Dimana :
Tgb = tinggi garis bidik
Ta = tinggi alat
Tt = tinggi titik
b. Yang diletakkan di atas kayu bukan alat ukur waterpass tetapi mistar ,
sedangkan alat ukur waterpass diletakkan di luar tugu itu.
12
Gambar 2.4
Kesalahan ini terjadi pada setiap kali pengukuran umumnya kesalahan ini
terjadi karena alat ukur itu sendiri (waterpass, pita ukur, dan rambu ukur)
misalnya , garis bidik yangterjadi sejajar dengan garis arah nivo , pitra ukur
yang tidak mendtardan panjang pita ukur yang tidak standar.
13
Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau
mengkaligrasi atau memperbaiki alat.
Kesalahan ini terjadi karena hal-hal yang secara kebetulan tidak ketahui
pasti dan tidak di periksa. Contoh kesalahan :
- lengkungan pemukaan bumi
- melengkungnya sinar (resonisasi)
- getaran tanah (resonisasi)
- panasnya sinar matahari dan getaran udara (odulasi)
kesalahan ini baru terlihat apabila suatu besaran diukur berulang-ulang dan
hasilnya tidak selalu sama dengan lainnya. Kesalahan ini dapat dihilangkan
dengan melakukan observasi dan mengambil nilai rata-rat sebagai hasil
pengukuran.
14
3. Setel pesawat sesuai dengan gelembung nivo berada di tengah-tengah
lingkaran sehingga pesawat siap untuk digunakan.
4. Arahkan pesawat keaarah utara dengan menggunakan bantuan kompas dan
atur skala horizontal ke 0 0 (nol derajat)
5. Dirikan rambu ukur di atas titik yang akan di ukur (Pt)
6. Dari arah utara putar pesawat waterpass searah jarum jam , kemudian bidik
rambu ukur di atas titik P1
7. Ukur tinggi alat, kemudian baca Ba , Bt dan Bb nya
8. Catat hasil bacaan rambu ukur tersebut kedalam tabel pengukuran,
9. Untuk pengukuran selanjutnya, ukur dari titik ke titik lainnya terlebih
dahulu dengan menggunakan pita ukur,
10. Kemudian lakukan langkah-langkah seperti diatas dengan syarat teropong
pesawat tidak lagi diarahkan kearah utara (berlaku sekali) sebagai pengganti
arah utara cukup dengan mengarahkan teropong pesawat ke tititk Po dengan
putaran searah dengan jarum jam , atur kembali skala nonius hozontal ke 0 0
(nol derajat).
15
7. Kemudian baca Ba, Bt danBb nya
8. Catat pada tabel pengukurannya
9. Untuk pengukuran dititik detail selanjutnya ikuti langkah kerja 6 sampai 8
10. Setelah bacaan detail selesai ukur semua jarak detail (detai a, detail b, detai
c dan detail d).
16
2.5 Rumus-rumus yang digunakan
rumus : ∆H = Tp – Bt
rumus : Tn = Tta ± ∆H
∆H
Rumus : Tn = ( ) x 100%
D
Dimana :
Tn = kemiringan pokok utama(mm)
∆H = tinggi patok utama (mm)
D = Jarak optis (mm)
Rumus :
D = ( Ba – Bb ) x 100
17
Dimana :
D = Jarak Optis
Ba = Benang Atas
Bb = Benang Bawah
Rumus :
∆H = Tinggi Pesawat – Bt Detail
Dimana :
∆H = Beda Tinggi
Bt = Benang Tengah
Rumus :
/ T det = ( ∆H Detail / D det ) * 100 %
Dimana :
/ T det = Kemiringan detail
∆H Detail = Beda tinggi detail
D det = Jarak Optis detail
Rumus :
T = Pn ± ∆H
Dimana :
T = Tinggi Titik Detai Yang ditinjau
Pn = Tinggi Titik Patok Utama
18
2.5.3.1 Perhitungan jarak optis double stand
Rumus :
D = (Ba-Bb) x 100 belakang + (Ba-Bb) x 100 muka
Dimana :
D = jarak optis double stand
Ba = Benang atas
Bb = benang bawah
Rumus :
∆Dr = ½ (D stand 1 + D stand II)
Dimana :
∆Dr = jarak optis double stand rata-rata
D stand 1 = jarak optis stand 1
D stand 2 = jarak optis stand 2
Rumus :
∆H = (Bt belakang – Bt muka)
Dimana :
∆H = beda tinggi double stand
Bt = benang tengah double stand
Rumus :
∆Hr = ½ (∆H stand 1 + ∆H stand II)
Dimana :
∆Hr = beda tinggi double stand rata-rata
∆H = beda tinggi double stan
19
BAB III
ANALISA DATA
Rumus :
= 30800 mm
= 30,8 m
= 28900 mm
= 28,9 m
= 30300 mm
= 30,3 m
= 29800 mm
20
= 29,8 m
= 29500 mm
= 29, 5 m
= 31000 mm
= 31 m
= 29900 mm
= 29, 9 m
= 31000 mm
= 31 m
= 24900 mm
= 24, 9 m
21
DP9-P10 = 24, 9 m
+
∑ 𝐷Px-Py = 296, 1 m
Rumus :
∆H = TPESAWAT – BT
= - 675 mm = - 0, 675 m
= - 115, 5 mm = - 0, 1155 m
= - 172 mm = - 0, 172 m
= 61 mm = 0, 061 m
= -18 mm = - 0, 018 m
= 451, 5 mm = 0, 4515 mm
= - 0, 5 mm = - 0, 0005 m
= - 46, 5 mm = - 0, 0465 m
22
= - 48 mm = - 0, 048 m
= - 239 mm = - 0, 239 m
∑∆H = - 0, 8015 m
Rumus :
∆H = BT belakang – BT Muka
= - 0, 359 m
= - 0, 611 m
= - 0, 1505 m
= 0, 2075 m
= 0, 032 m
= 0, 4265 m
= - 0,152 m
23
= 0, 3315 m
= - 0, 043 m
= 0,2245 m
∑ ∆H = - 0,0935 m
3.1.3. Koreksi
Rumus :
Z = ∑∆𝐻
Syarat :
Z < 10√∑∆𝑫
Dik :
∑ ∆𝐻 = - 0,0935 m
∑ 𝐷 = 296, 1 m
Peny :
Z < 10√∑∆D
Koreksi Perpatok
Rumus :
24
−𝒁
K=
𝟏𝟐−𝟏
− (−0,0935 mm)
K=
12−1
0,0935 mm
=
11
= 0, 0085 mm
Rumus :
Pn = P(n – 1) ± ∆Hstand ± K
P0 = 28,46 mm
P1 = 28,46 mm – 0, 359 mm + 0, 0085 mm
= 28,1095 mm = 0,0281095 m
= 27,365 mm = 0,027365 m
= 27,581 mm = 0, 027581 m
= 27,6215 mm = 0, 0276215 m
= 28,0565 mm = 0,0280565 m
25
= 27,913 mm = 0, 027913 m
= 28,253 mm = 0,028253 m
= 28,2185 mm = 0,0282185 m
= 28,4515 mm = 0,0284515m
Rumus :
∆𝑯 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅
∕Tn = 𝑫 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅
x 100 %
− 0,0935 m
∕TP0-P1 = 30 m
x 100 %
= - 0, 31167 %
− 0,0935 m
∕TP1-P2 = 30,8 m
x 100 %
= - 0, 3 %
− 0,0935 m
∕TP2-P3 = 28,9 m
x 100 %
= - 3,324 %
− 0,0935 m
∕TP3-P4 = 30,3 m
x 100 %
= - 0,3 %
− 0,0935 m
∕TP4-P5 = 29,8 m
x 100 %
= - 0, 314 %
− 0,0935 m
∕TP5-P6 = x 100 %
29,5 m
26
= - 0, 317 m
− 0,0935 m
∕TP6-P7 = 31 m
x 100 %
= - 0, 3 m
− 0,0935 m
∕TP7-P8 = x 100 %
29,9 m
= - 0, 313 m
− 0,0935 m
∕TP8-P9 = x 100 %
31 m
= - 0, 3 m
− 0,0935 m
∕TP9-P0 = 24,9 m
x 100 %
= - 0, 376 m
Rumus :
- Patok P0
Ddet 1 = (1354 mm – 1332 mm) x 100 = 2200 mm = 2,2 m
Ddet 2 = (1278 mm – 1226 mm) x 100 = 5200 mm = 5, 2 m
Ddet 3 = (1210 mm – 1189 mm) x 100 = 2100 mm = 2,1 m
Ddet 4 = (1132 mm – 1098 mm) x 100 = 3400 mm = 3, 4 m
- Patok P1
Ddet 1 = (1421 mm – 1389 mm) x 100 = 3200 mm = 3, 2 m
Ddet 2 = (1430 mm – 1375 mm) x 100 = 5500 mm = 5, 5 m
Ddet 3 = (1400 mm – 1365 mm) x 100 = 3500 mm = 3, 5 m
Ddet 4 = (967 mm – 927 mm) x 100 = 4000 mm =4 m
- Patok P2
Ddet 1 = (1302 mm – 1280 mm) x 100 = 2200 mm = 2, 2 m
Ddet 2 = (1210 mm – 1169 mm) x 100 = 4100 mm = 4, 1 m
Ddet 3 = (1481 mm – 1452 mm) x 100 = 2900 mm = 2, 9 m
Ddet 4 = (1521 mm – 1475 mm) x 100 = 4600 mm = 4, 6 m
27
- Patok P3
Ddet 1 = (1257 mm – 1222 mm) x 100 = 3500 mm = 3, 5 m
Ddet 2 = (1282 mm – 1229 mm) x 100 = 5300 mm = 5, 3 m
Ddet 3 = (1458 mm – 1430 mm) x 100 = 2800 mm = 2, 8 m
Ddet 4 = (1412 mm – 1369 mm) x 100 = 4300 mm = 4, 3 m
- Patok P4
Ddet 1 = (1351 mm – 1324 mm) x 100 = 2700 mm = 2, 7 m
Ddet 2 = (1378 mm – 1329 mm) x 100 = 4900 mm = 4, 9 m
Ddet 3 = (1319 mm – 1291 mm) x 100 = 2800 mm = 2, 8 m
Ddet 4 = (1300 mm – 1250 mm) x 100 = 5000 mm =5 m
- Patok P5
Ddet 1 = (1260 mm – 1235 mm) x 100 = 2500 mm = 2, 5 m
Ddet 2 = (1270 mm – 1226 mm) x 100 = 4400 mm = 4, 4 m
Ddet 3 = (1334 mm – 1311 mm) x 100 = 2300 mm = 2, 3 m
Ddet 4 = (1345 mm – 1290 mm) x 100 = 5500 mm = 5, 5 m
- Patok P6
Ddet 1 = (1419 mm – 1381 mm) x 100 = 3800 mm = 3, 8 m
Ddet 2 = (1404 mm – 1340 mm) x 100 = 6400 mm = 6, 4 m
Ddet 3 = (1369 mm – 1349 mm) x 100 = 2000 mm =2 m
Ddet 4 = (1400 mm – 1358 mm) x 100 = 4200 mm = 4,2 m
- Patok P7
Ddet 1 = (1360 mm – 1351 mm) x 100 = 900 mm = 0,9 m
Ddet 2 = (1281 mm – 1265 mm) x 100 = 1600 mm = 1, 6 m
Ddet 3 = (966 mm – 948 mm) x 100 = 1800 mm = 1, 8 m
Ddet 4 = (1180 mm – 1147 mm) x 100 = 3300 mm = 3, 3 m
- Patok P8
Ddet 1 = (1498 mm – 1472 mm) x 100 = 2600 mm = 2, 6 m
Ddet 2 = (1535 mm – 1488 mm) x 100 = 4700 mm = 4, 7 m
Ddet 3 = (1267 mm – 1243 mm) x 100 = 2400 mm = 2, 4 m
Ddet 4 = (1070 mm – 1029 mm) x 100 = 4100 mm = 4, 1 m
- Patok P9
Ddet 1 = (1221 mm – 1198 mm) x 100 = 2300 mm = 2, 3 m
Ddet 2 = (1208 mm – 1173 mm) x 100 = 3500 mm = 3, 5 m
Ddet 3 = (1227 mm – 1208 mm) x 100 = 1900 mm = 1, 9 m
Ddet 4 = (1100 mm – 1072 mm) x 100 = 2800 mm = 2, 8 m
Rumus :
28
∆Hdet = TA – BT
- Patok P0
∆Hdet 1 = (1350 mm – 1343 mm) = 7 mm = 0, 007 m
∆H det 2 = (1350 mm – 1252 mm) = 980 mm = 0, 98 m
∆H det 3 = (1350 mm – 1199, 5 mm) = 150,5 mm = 0, 15 m
∆H det 4 = (1350 mm – 1115 mm) = 235 mm = 0, 235 m
- Patok P1
∆H det 1 = (1422 mm – 1405 mm) = 170 mm = 0, 17 m
∆H det 2 = (1422 mm – 1402, 5 mm) = 195 mm = 0, 195 m
∆H det 3 = (1422 mm – 1382, 5 mm) = 395 mm = 0, 395 m
∆H det 4 = (1422 mm – 947 mm) = 475 mm = 0, 475 m
- Patok P2
∆H det 1 = (1433 mm – 1291 mm) = 142 mm = 0, 142 m
∆H det 2 = (1433 mm – 1189, 5 mm) = 243, 5 mm = 0, 2435 m
∆H det 3 = (1433 mm – 1466, 5 mm) = - 335 mm = - 0, 335 m
∆H det 4 = (1433 mm – 1498 mm) = -650 mm = - 0, 65 m
- Patok P3
∆H det 1 = (1432 mm – 1239, 5 mm) = 192,5 mm = 0, 1925 m
∆H det 2 = (1432 mm – 1255, 5 mm) = 176,5 mm = 0, 1765 m
∆H det 3 = (1432 mm – 1444 mm) = -120 mm = - 0, 12 m
∆H det 4 = (1432 mm – 1390, 5 mm) = 41, 5 mm = 0, 415 m
- Patok P4
∆H det 1 = (1375 mm – 1337, 5 mm) = 27, 5 mm = 0, 0275 m
∆H det 2 = (1375 mm – 1353, 5 mm) = 21, 5 mm = 0, 0215 m
∆H det 3 = (1375 mm – 1305 mm) = 70 mm = 0, 07 m
∆H det 4 = (1375 mm – 1275 mm) = 100 mm = 0, 1 m
- Patok P5
∆H det 1 = (1335 mm – 1247, 5 mm) = 87, 5 mm = 0, 0875 m
∆H det 2 = (1335 mm – 1248 mm) = 87 mm = 0, 087
m
∆H det 3 = (1335 mm – 1322, 5 mm) = 12, 5 mm = 0, 0125 m
∆H det 4 = (1335 mm – 1317, 5 mm) = 17, 5 mm = 0, 0175 m
- Patok P6
∆H det 1 = (1407 mm – 1400 mm) = 7 mm = 0, 007 m
∆H det 2 = (1407 mm – 1372 mm) = 35 mm = 0, 035 m
∆H det 3 = (1407 mm – 1359 mm) = 48 mm = 0, 048 m
∆H det 4 = (1407 mm – 1379 mm) = 28 mm = 0, 028 m
- Patok P7
29
∆H det 1 = (1448 mm – 1355, 5 mm) = 92, 5 mm = 0, 0925 m
∆H det 2 = (1448 mm – 1273 mm) = 175 mm = 0, 175 m
∆H det 3 = (1448 mm – 957 mm) = 491 mm = 0, 491 m
∆H det 4 = (1448 mm – 1163, 5 mm) = 284, 5 mm = 0, 2845 m
- Patok P8
∆H det 1 = (1327 mm – 1485 mm) = - 158 mm = - 0, 158 m
∆H det 2 = (1327 mm – 1511, 5 mm) = - 184, 5 mm = - 0, 1845 m
∆H det 3 = (1327 mm – 1255 mm) = 72 mm = 0,072 m
∆H det 4 = (1327 mm – 1049, 5 mm) = 277, 5 mm = 0, 2775 m
- Patok P9
∆H det 1 = (1234 mm – 1209, 5 mm) = 24, 5 mm = 0, 0245 m
∆H det 2 = (1234 mm – 1190, 5 mm) = 43, 5 mm = 0, 0435 m
∆H det 3 = (1234 mm – 1217, 5 mm) = 16, 5 mm = 0, 0165 m
∆H det 4 = (1234 mm – 1086 mm) = 148 mm = 0, 148 m
30
D det 3 – P4 = 2, 8 m – 0 = 2, 8 m
D det 4 – D det 3 = 5 m – 2, 8 m = 2, 2 m
- Patok P5
D det 1 – P5 = 2, 5 m – 0 = 2, 5 m
D det 2 – Ddet 1 = 4, 4 m – 2, 5 m = 1, 8 m
D det 3 – P5 = 2, 3 m – 0 = 2, 3 m
D det 4 – D det 3 = 5, 5 m – 2, 3 m = 3, 2 m
- Patok P6
D det 1 – P6 = 3, 8 m – 0 = 3, 8 m
D det 2 – Ddet 1 = 6, 8 m – 3, 8 m =3 m
D det 3 – P6 =2m–0 =2m
D det 4 – D det 3 = 4, 2 m – 2 m = 2, 2 m
- Patok P7
D det 1 – P7 = 0, 9 m – 0 = 0, 9 m
D det 2 – Ddet 1 = 1, 6 m – 0, 9 m = 0, 7 m
D det 3 – P7 = 1, 8 m – 0 = 1, 8 m
D det 4 – D det 3 = 3, 3 m – 1, 8 m = 1, 5 m
- Patok P8
D det 1 – P8 = 2, 6 m – 0 = 2, 6 m
D det 2 – Ddet 1 = 4, 7 m – 2, 6 m = 2, 1 m
D det 3 – P8 = 2, 4 m – 0 = 2, 4 m
D det 4 – D det 3 = 4, 1 m – 2, 4 m = 1, 7 m
- Patok P9
D det 1 – P9 = 2, 3 m – 0 = 2, 3 m
D det 2 – Ddet 1 = 3, 5 m – 2, 3 m = 1, 2 m
D det 3 – P5 = 1, 9 m – 0 = 1, 9 m
D det 4 – D det 3 = 2, 8 m – 1, 9 m = 0, 9 m
Rumus :
= 0,3546 m
= 1, 01546 m
31
Tdet 3 = 1015,46mm + 150, 5 mm = 1165,96 mm
= 1,16596 m
= 1,40096 m
= 0,197507 m
= 0, 392507 m
= 0,787507 m
= 1,262507 m
= 0, 1701095 m
= 0, 4136095m
= 0,0786095 m
= -0, 5713905 m
= 0,2205565 m
32
= 0,3970565 m
= 0,2770565m
= 0,3185565m
=0,0 55413 m
= 0,076913 m
= 0, 146913m
= 0, 146913m
= 115,753 m
= 0, 202753 m
= 0, 215253 m
= 0,232753m
33
= 0,035218 m
= 0,070218m
= 0,118218m
= 0,146218 m
= 0,120951m
= 0,295951m
= 0,786951m
= 1,071451 m
= -0,125635m
= -0,310135m
= -0,238135m
= 0,039365m
34
- Patok P9, dimana P9 = 27,581 mm
Tdet 1 = 27,581 mm + 24, 5 mm = 52,081 mm
= 0,052081 m
=0,0 95581m
= 0,112081m
= 0,260081m
Rumus :
∆𝑯𝒅𝒆𝒕
∕Tdet = 𝑫𝒅𝒆𝒕
x 100 %
- P0
7 mm
∕Tdet 1 = 2200 mm x 100 % = 0, 3182 %
980 mm
∕Tdet 2 = 5200 mm
x 100 % = 18, 9 %
150,5 mm
∕Tdet 3 = 2100 mm
x 100 % = 7, 167 %
235 mm
∕Tdet 4 = x 100 % = 6, 9 %
3400 mm
- P1
170 mm
∕Tdet 1 = 3200 mm x 100 % = 5, 3 %
195 mm
∕Tdet 2 = 5500 mm x 100 % = 3, 545 %
395 mm
∕Tdet 3 = 3500 mm x 100 % = 11, 29 %
475 mm
∕Tdet 4 = 4000 mm x 100 % = 11, 88 %
- P2
142 mm
∕Tdet 1 = 2200 mm x 100 % = 6, 455 %
35
243,5 mm
∕Tdet 2 = 4100 mm
x 100 % = 5, 94 %
− 335 mm
∕Tdet 3 = 2900 mm
x 100 % = - 11, 55 %
− 650 mm
∕Tdet 4 = 4600 mm
x 100 % = 14, 13 %
- P3
192,5 mm
∕Tdet 1 = 3500 mm
x 100 % = 5, 5 %
176,5 mm
∕Tdet 2 = x 100 % = 3, 3 %
5300 mm
− 120 mm
∕Tdet 3 = 2800 mm
x 100 % = 4, 3 %
41,5 mm
∕Tdet 4 = 4300 mm
x 100 % = 0, 97 %
- P4
27,5 mm
∕Tdet 1 = 2700 mm x 100 % =1 %
21,5 mm
∕Tdet 2 = x 100 % = 0, 44 %
4900 mm
70 mm
∕Tdet 3 = 2800 mm
x 100 % = 2, 5 %
100 mm
∕Tdet 4 = x 100 % = 10 %
5000 mm
- P5
87,5 mm
∕Tdet 1 = 2500 mm x 100 % = 3, 5 %
87mm
∕Tdet 2 = x 100 % =2 %
4400 mm
12,5 mm
∕Tdet 3 = x 100 % = 0, 54 %
2300 mm
17,5 mm
∕Tdet 4 = x 100 % = 0, 32 %
5500 mm
- P6
7 mm
∕Tdet 1 = 3800 mm x 100 % = 0, 18 %
35 mm
∕Tdet 2 = x 100 % = 0, 55 %
6400 mm
48 mm
∕Tdet 3 = 2000 mm
x 100 % = 2, 4 %
28 mm
∕Tdet 4 = 4200 mm
x 100 % = 0, 67 %
- P7
92,5 mm
∕Tdet 1 = 900 mm
x 100 % = 10, 278 %
175 mm
∕Tdet 2 = 1600 mm
x 100 % = 10, 9 %
491 mm
∕Tdet 3 = x 100 % = 27, 278 %
1800 mm
284,5 mm
∕Tdet 4 = 3300 mm
x 100 % = 8, 62 %
- P8
− 158 mm
∕Tdet 1 = 2600 mm
x 100 % =-6 %
− 184,5 mm
∕Tdet 2 = 4700 mm
x 100 % = - 3, 9 %
36
72 mm
∕Tdet 3 = 2400 mm x 100 % =3 %
277,5 mm
∕Tdet 4 = 4100 mm
x 100 % = 6, 8 %
- P9
24,5 mm
∕Tdet 1 = 2300 mm x 100 % =1 %
43,5 mm
∕Tdet 2 = x 100 % = 1, 2 %
3500 mm
16,5 mm
∕Tdet 3 = 1900 mm
x 100 % = 0, 87 %
148 mm
∕Tdet 4 = 2800 mm
x 100 % = 5, 9 %
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran di
permukaan bumi untuk keperluan seperti pemetaan atau penentuan posisi relatif
sempit shingga lengkungan bbumi dapat diabaikan
38