Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu ukur tanah merupakan suatu ilmu yang mempelajari cara – cara pengukuran
yang ditentukan untuk menyatakan kedudukan suatu titik di permukaan bumi, ilmu ukur
tanah sendiri memiliki dua tujuan , yaitu ilmiah dan praktis. Tujuan ailmiah adalah untuk
menentukan bentuk permukaan bumu sedangkan tujuan praktis adalah membuat gambar
yang dinamakan peta, dari sebagian besar atau bentuk permukaan bumi. Ilmu ukur tanah
untuk teknik arsitektur hanya untuk membuat peta bagi keperluan teknik arsitektur.
Maksud ini dicapai dengan melakukan pengukuran-pengukuran di atas permukaan
bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan karena adanya perbedaan relief muka bumi
yang diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu datar, bukit dan gunung.
Permukaan bumi yang tidak beraturan tersebut dapat diartikan suatu bidang pada
ruang 3 dimensi dalam suatu koordinat siku-siku ruang (x,y dan z) dimana (x,y) mewakili
bidang horizontal muka bumi dan (z) mewakili tinggi tersebut terhadap titik referensi
(titik nol) yang telah disepakati terlebih dahulu.
Sehingga pembuatan peta dengan kondisi lapangan sebagaimana tersebut di atas
dapat digambarkan secara tepat sesuai dengan posisi 3 dimensi.
Berangkat dari hal tersebut , maka melalui praktikum ini diharapkan kita dapat
melakukan pengukuran x,y dan z pada permukaan bumi dan sekaligus dapat memberikan
hasil pada suatu layout rencana dari peta yang dihasilkan tersebut untuk aolikasi teknik
arsitektur.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum yang kami lakukakn meliputi:


a. Mengetahui teknik pengukuran dan mampu memasang serta menggunakan alat ukur
dengan terampil,
b. Mengetahui jenis kesalahan yang terjadi pada pengukuran alat ukur,

1
c. Mampu menggambarkan hasil pengukuran di lapangan untuk keperluan teknik
arsitektur sebagai hasiil pengukuran ,
d. Mengetahui profil dari proses , berupa jalan maupun saluran untuk menghitung
galian serta timbunan dan kemiringan suatu rencana,
e. Mampu mempertaggung jawabkan hasil yang diperoleh dari pengukuran
(praktikum), dan
f. Mampu mengembangkan pola piker mahasiswa dalam menghadapi berbagai masalah
dan mencapai solusi pada saat pengukuran.

1.3 Lokasi dan Waktu Praktikum


 Lokasi
Praktikum survey dan pengukuran dilakukan dikawasan kampus baru
UNIVERSITAS HALU OLEO.

Waktu

Praktikum dilaksanakan pada:


Hari / tanggal :
Pukul :
Lokasi :

Fak. Teknik

vokasi

lokasi pengukuran

Di belakang bangunan program pendidikan vokasi

Gambar 1.1 lokasi

2
1.4 Alat yang Digunakan

Dalam melaksanakan praktikum ilmu ukur tanah alat yang digunakan adalah sebagai
berikut:

a. Pesawat waterpass
Waterpass adalah alat yang digunakan untuk mengukur beda tinggi antara
titik, alat ukur watepass secara umum memiliki bagian dan fungsi sebagai berikut :

Gambar 1.2 waterpass

1. Lingkaran horizontal berskala, berfungsi untuk mengukur garis skala


pembacaan (nunius),
2. Skala pada lingkaran horizontal, berfungsi untuk pembacaan sudut
horizontal,
3. Okuler teropong, berfungsi untuk memperjelas tampaknya benang sebagai
standar pembacaan,
4. Alat bidik dengan celah penjara, berfungsi untuk membidik objek secara
kasar,
5. Cermin nivo, berfungsi untuk mengetahui datar tidaknya pesawat waterpass,
6. Sekrup penyetel fokus, berfungsi memperjelas objek yng dibidik,

3
7. Sekrup penggerak horizontal, berfungsi untuk memutar arah bidikan secara
horizontal,
8. Sekrup pengungkit, berfungsi untuk mengunci dan membuka putaran alat
kearah horizontal,
9. Sekrup pendatar, berfungsi untuk mengatur kedudukan nivo,
10. Obyektif teropong, berfunsi untuk mengamat objek yang dibidik.
11. Nivo tabung, brfungsi untuk mengetahui kedataran pesawat,
12. Nivo kotak, berfungsi untuk mengetahui kedataran pesawat.

b. Statis (kaki tiga)

Gambar 1.3 statif

Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga


kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya
runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi
rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri, seperti tampak pada
gambar.

4
c. Unting-unting

Gambar 1.4 Unting-unting

Unting-unting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, unting-unting ini


berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di atas
patok.

d. Patok

Gambar 1.5 Patok

Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran
atau segi empat dengan panjang kurang lebih 30-50 cm dan ujung bawahnya dibuat
runcing, berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam
pengukuran.

5
e. Rambu ukur

Gambar 1.6 Rambu Ukur

Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang


berukuran ± 3–4 cm, lebar ± 10 cm, panjang ± 300 cm, bahkan ada yang panjangnya
mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak
ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya
dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih,
maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk
pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail.

f. Kompas

Gambar 1.7 kompas

6
Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran
sehingga dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut
azimut.

g. Roll meter

Gambar 1.8 Roll meter

Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m dan dilengkapi
tangkai untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.

h. Helm safety (pengalaman kepala)

Gambar 1.9 Helm safety


Helm digunakan untuk melindungi surveyor dari panas matahari dan hujan di
lapangan.

7
i. Baju safety

Gambar 1.10
Dalam praktikum ini, baju safety berfungsi sebagai alat perlengkapan atau
memberikan perlindungan kepada surveyor.

j. Alat penunjang lainnya

Gambar 1. 11 kalkulator, blako data dan alat tulis

8
1.5 Nama – nama anggota kelompok 4

1. Bayu andriansyah syarif (E1B1 15 046)


2. Sukri (E1B1 15 048)
3. Wandra layuk sumule (E1B1 15 050)
4. Iqra baqara bio
5. Yuyun purnamasari
6. Dwi rahmat purnama
7. Jumain laode

9
BAB II
PROSEDUR KERJA

2.1 Syarat – syarat Pengukuran Waterpass

a. Garis bidik sejajar dengan garis nivo,


b. Garis arah ivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu
c. Garis mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu

2.2 Teknik Pengukuran

2.2.1 Pengukuran jarak Optis

Pada pengukuran waterpass jarak-jarak yang diperlukan yang ditulis dalam


buku ukur dengan peta ukur, tetapai alat pengukur jarak optis yang ada didalam
teropong dan ditempatkan pada diafragma , pada diafragma telah ada paling
sedikit mendapat garis bidik atau garis mendatar dan satu garis tegak yang kedua-
duanya melalui titik pusat teropong.

Gambar 2.1 Pengukuran jarak optis

(Ba − Bb)
D= x 100
100

10
Dimana :
D = Jarak optis
Ba = benang atas
Bb = benang bawah

2.2.2 Pengukuran waterpass memanjang dengan metode “double standing”

Untuk mengurangi keslahan yang mungkin terjadi didalam pengukuran dan


hasil pengukuran lebih teliti misalnya kesalahan pembantu ukur dalam
menempatkan rambu atau masuknya rambu kedalam tanah , maka pengukuran
waterpass memanjang perlu diadalakn pemeriksaan dengan melakukan
pengukuran kedua.
Pengukuran waterpass memanjang dengan metode “double standing” dapat
dilakukan dengan dua cara :
1) Menempatkan pesawat waterpass diantara dua titik lalu melakukan
pengukuran pergi sampai titik akhir lalu kembali melakukakan pengukuran
pulang sampai kembali ke titik awal.
2) Menempatkan pesawat waterpass diantara dua titik, lalu pengukuran tahap I
dan pengkuran tahap II setempat dilakukan dengan hanya menggunakan
kedudukan waterpass.

Gambar 2.2 Pengukuuran waterpass memanjang dengan metode double


standing
2.2.3 Pengukuran tinggi dengan tinggi garis bidik

Dalam pengukuran waterpass untuk menentukan tinggi diatas permukaan


laut , kita memakai pertolongan tinggi garis bidik (TGB). Tinggi garis bidik

11
dihitung dari permukaan air laut rata-rata dengan nilai ketinggian kuarang lebih
0,000.

Tinggi garis bidik dapat ditentukan dengan dua cara :

a. Alat ukur waterpass di tempatkan dngan suatu kesatunya tegak lurus di atas
suatu titik (tugu)yang telah diketahui tingginya dan garis bidiknya diatas tugu
itu diukur dengan mistar.

Gambar 2.3 Tinggi garis bidik dengan cara berdiri diatas titik
Dimana :
Tgb = tinggi garis bidik
Ta = tinggi alat
Tt = tinggi titik

b. Yang diletakkan di atas kayu bukan alat ukur waterpass tetapi mistar ,
sedangkan alat ukur waterpass diletakkan di luar tugu itu.

12
Gambar 2.4

2.3 kesalahan yang terjadi dalam pengukuran

Dalam melakukan pengukuran , seringkali terjadi kesalahan-kesalahan baik itu


disebabkan perorangan (pengukur, penulis, dan pemegang rambu), alat ukur, ataupun
pengaruh dari luar.
Kesalahan dalam pengamatan dan pengukuran dapat dibagi dalam 3 jenis, yaitu:

2.3.1 kesalahan kasar (mistake blunders)

Kesalahan ini terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan pengukuran


atau kurang pengalaman dan pengetahuan dalam pengukuran , kesalahan ini
bersumber pada pengukuran dan pembantu ukur (penulis atau pemegang rambu)
. Contoh pengukur dan pembantu ukur dalam pembacaan mestinya dibaca 39,61
tetapi dibaca 36,91 atau kesalahan pendengaran oleh pencatat.

2.3.2 kesalahan sistematis (cumulative errors)

Kesalahan ini terjadi pada setiap kali pengukuran umumnya kesalahan ini
terjadi karena alat ukur itu sendiri (waterpass, pita ukur, dan rambu ukur)
misalnya , garis bidik yangterjadi sejajar dengan garis arah nivo , pitra ukur
yang tidak mendtardan panjang pita ukur yang tidak standar.

13
Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau
mengkaligrasi atau memperbaiki alat.

2.3.3 kesalahan yang tidak terduga / acak (accidental)

Kesalahan ini terjadi karena hal-hal yang secara kebetulan tidak ketahui
pasti dan tidak di periksa. Contoh kesalahan :
- lengkungan pemukaan bumi
- melengkungnya sinar (resonisasi)
- getaran tanah (resonisasi)
- panasnya sinar matahari dan getaran udara (odulasi)

kesalahan ini baru terlihat apabila suatu besaran diukur berulang-ulang dan
hasilnya tidak selalu sama dengan lainnya. Kesalahan ini dapat dihilangkan
dengan melakukan observasi dan mengambil nilai rata-rat sebagai hasil
pengukuran.

2.4 Prosedur Pelaksanaan

Pelaksanaan pratikum ilmuukur tanah dengan menggunakan alat ukur waterpass,


dilakukan untuk dua tujuan pengukuran yaitu untuk mendapatkan pengukuran patok
detail dan pengukuran patok utama yaitu dengan menggunakan metode double standing.

2.4.1 Prosedur pengukuran patok utama

Pengukuran patok utama dilakukan dengan metode pengukuran profil


memanjang untuk pengukuran waterpass pada pengukuran ini , pesawat
waterpass akan mengalami perubahan kedudukan dari pembacaan tahap awal
hingga sampai tahap akhir.
Prosedur pelaksanaannya yaitu :
1. Dirikan statif di atas patok (Po)
2. Letakkan pesawat di atas statis kemudian putar sekrup penguncinya,

14
3. Setel pesawat sesuai dengan gelembung nivo berada di tengah-tengah
lingkaran sehingga pesawat siap untuk digunakan.
4. Arahkan pesawat keaarah utara dengan menggunakan bantuan kompas dan
atur skala horizontal ke 0 0 (nol derajat)
5. Dirikan rambu ukur di atas titik yang akan di ukur (Pt)
6. Dari arah utara putar pesawat waterpass searah jarum jam , kemudian bidik
rambu ukur di atas titik P1
7. Ukur tinggi alat, kemudian baca Ba , Bt dan Bb nya
8. Catat hasil bacaan rambu ukur tersebut kedalam tabel pengukuran,
9. Untuk pengukuran selanjutnya, ukur dari titik ke titik lainnya terlebih
dahulu dengan menggunakan pita ukur,
10. Kemudian lakukan langkah-langkah seperti diatas dengan syarat teropong
pesawat tidak lagi diarahkan kearah utara (berlaku sekali) sebagai pengganti
arah utara cukup dengan mengarahkan teropong pesawat ke tititk Po dengan
putaran searah dengan jarum jam , atur kembali skala nonius hozontal ke 0 0
(nol derajat).

2.4.2 Prosedur pengukuran patok detail


Pengukuran patok detail dilakukan dengan metode pengukuran profil
melintang untuk pengukuran waterpass, pada pengukuran ini, pesawat cukup
diputar searah dengan jarum jam dengan mengikuti suant yang telah
ditentukan.
Prosedur pelaksanaannya yaitu :
1. Melanjutkan pengukuran patok utama dengan syarat pesawat belum
berubaha kedudukannya, masih tetap berada ditik Po
2. Kemudian putar pesawat waterpass searah jarum jam dengan sudut 270 0
3. Dirikan rambu ukur pada jarak tertentu sebagai bacaan detai a dengan
syarat sudut 270 0 tidak berubah.
4. Kemudian baca Ba,Bt dan Bb nya
5. Catat pada tabel pengukuran
6. Kemudian mundurkan rambu ukur kurang lebih 500 cm segaris detail a
sebagai bacaan detail b,

15
7. Kemudian baca Ba, Bt danBb nya
8. Catat pada tabel pengukurannya
9. Untuk pengukuran dititik detail selanjutnya ikuti langkah kerja 6 sampai 8
10. Setelah bacaan detail selesai ukur semua jarak detail (detai a, detail b, detai
c dan detail d).

2.4.3 Prosedur pengukuran Doble standing

Pengukuran metode double standing pesawat waterpass mengalami


perubahan kedudukan dari pembacaan tahap awal hingga sampai tahap akhir
dan pembacaan tahap I dan tahap II.
Prosedur kerjanya yaitu :
1. Dirikan statis diantara 2 patok utama yaitu titik Po dan P1
2. Letakkan pesawat waterpass diatas statif kemudian putar sekrup
penguncinya.
3. Stel pesawat waterpass sesuai dengan prosedur sampai gelembung nivo
berada di tengah-tengah sehingga pesawat siap digunakan
4. Dirikan rambu ukur diatas titik Po sebagai bacaan belakang
5. Arahkan teropong pesawat waterpass dititik P0 kemudian baca Ba, Bb dan
Bt nya
6. Setelah itu catat dalam tabel pengukuran
7. Arahkan pesawat di titik P1 yang telah di dirikan rambu ukur
sebelumnya.
8. Setelah itu baca Ba, Bt, dan Bb nya kemudian catat dalam tabel
pengukuran
9. Dengan menggunakan cara diatas , selesaikan tahap I
10. Ubahlah posisi pesawat waterpass (tahap II) dengan cara menaikan atau
menurunkan statif
11. Lakukan penyetelan dan pembidikan seperti pada langkah sebelumnya
hingga pad titik terakhir, setiap slog di lakukan pembidikan sebanyak 2
kali.

16
2.5 Rumus-rumus yang digunakan

Rumus yang digunakan dalam pengukuran waterpass profil memanjang dan


melintang adalah sebagai berikut :

2.5.1 profil memanjang


2.5.1.1 perhitungan jarak optis
(Ba−Bb)
rumus : D = x 100
100

2.5.1.2 perhitungan beda tinggi pengukuran stand I

rumus : ∆H = Tp – Bt

2.5.1.3 perhitungan tinggi titik

rumus : Tn = Tta ± ∆H

2.5.1.4 Kemiringan patok utama

∆H
Rumus : Tn = ( ) x 100%
D

Dimana :
Tn = kemiringan pokok utama(mm)
∆H = tinggi patok utama (mm)
D = Jarak optis (mm)

2.5.2 Profil melintang

2.5.2.1 Perhitungan Jarak Optis Detail’

Rumus :
D = ( Ba – Bb ) x 100

17
Dimana :
D = Jarak Optis
Ba = Benang Atas
Bb = Benang Bawah

2.5.2.2 Perhitungan Beda Tinggi Detail

Rumus :
∆H = Tinggi Pesawat – Bt Detail
Dimana :
∆H = Beda Tinggi
Bt = Benang Tengah

2.5.2.3 Perhitungan Kemiringan Detail

Rumus :
/ T det = ( ∆H Detail / D det ) * 100 %
Dimana :
/ T det = Kemiringan detail
∆H Detail = Beda tinggi detail
D det = Jarak Optis detail

2.5.2.4 Perhitungan Tinggi Titik Detail

Rumus :
T = Pn ± ∆H
Dimana :
T = Tinggi Titik Detai Yang ditinjau
Pn = Tinggi Titik Patok Utama

2.5.3 Perhitungan double standing

18
2.5.3.1 Perhitungan jarak optis double stand
Rumus :
D = (Ba-Bb) x 100 belakang + (Ba-Bb) x 100 muka

Dimana :
D = jarak optis double stand
Ba = Benang atas
Bb = benang bawah

2.5.3.2 Perhitungan jarak optis double stand rata-rata

Rumus :
∆Dr = ½ (D stand 1 + D stand II)
Dimana :
∆Dr = jarak optis double stand rata-rata
D stand 1 = jarak optis stand 1
D stand 2 = jarak optis stand 2

2.5.3.3 Perhitungan beda tinggi double stand

Rumus :
∆H = (Bt belakang – Bt muka)
Dimana :
∆H = beda tinggi double stand
Bt = benang tengah double stand

2.5.3.4 Perhitungan beda tinggi double stand rata-rata

Rumus :
∆Hr = ½ (∆H stand 1 + ∆H stand II)
Dimana :
∆Hr = beda tinggi double stand rata-rata
∆H = beda tinggi double stan

19
BAB III

ANALISA DATA

3.1. Profil Memanjang


3.1.1. Perhitungan Jarak Optis
A. Perhitungan Jarak Optis Double Stand

Rumus :

D = (BA – BB) x 100 belakang - (BA – BB) x 100 muka

 DP0-P1 = (1741 mm – 1591 mm) x 100 + (2100 mm – 1950 mm) x


100
= 30000 mm
= 30 m
 DP1-P2 = (1001 mm – 852 mm) x 100 + (1617 mm – 1458mm) x
100

= 30800 mm

= 30,8 m

 DP2-P3 =(1529 mm – 1380 mm) x 100 + (1675 mm – 1535 mm) x


100

= 28900 mm

= 28,9 m

 DP3-P4 = (1654 mm – 1503 mm) x 100 + (1447 mm – 1295 mm) x


100

= 30300 mm

= 30,3 m

 DP4-P5 = (1535 mm – 1387 mm) x 100 + (1468 mm – 1318 mm) x


100

= 29800 mm

20
= 29,8 m

 DP5-P6 = (1380 mm – 1240 mm) x 100 + (961 mm – 806 mm) x 100

= 29500 mm

= 29, 5 m

 DP6-P7 = (1330 mm – 1181 mm) x 100 + (1488 mm – 1327 mm) x


100

= 31000 mm

= 31 m

 DP7-P8 = (1901 mm – 1751 mm) x 100 + (1569 mm – 1420 mm) x


100

= 29900 mm

= 29, 9 m

 DP8-P9 = (1412 mm – 1252 mm) x 100 + (1450 mm – 1300 mm) x


100

= 31000 mm

= 31 m

 DP9-P10 = (1757 mm – 1638 mm) x 100 + (1538 mm – 1408 mm) x


100

= 24900 mm

= 24, 9 m

B. Perhitungan Jumlah Jarak Optis Double Stand


 DP0-P1 = 30 m
 DP1-P2 = 30,8 m
 DP2-P3 = 28,9 m
 DP3-P4 = 30,3 m
 DP4-P5 = 29,8 m
 DP5-P6 = 29, 5 m
 DP6-P7 = 31 m
 DP7-P8 = 29, 9 m
 DP8-P9 = 31 m

21
 DP9-P10 = 24, 9 m
+

∑ 𝐷Px-Py = 296, 1 m

3.1.2. Perhitungan Beda Tinggi


A. Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama

Rumus :

∆H = TPESAWAT – BT

 ∆H1 = TPESAWAT P0 – BTP1 = 1350 mm – 2025 mm

= - 675 mm = - 0, 675 m

 ∆H2 = TPESAWAT P1 – BTP2 = 1422 mm – 1537, 5 mm

= - 115, 5 mm = - 0, 1155 m

 ∆H3 = TPESAWAT P2 – BTP3 = 1433 mm – 1605 mm

= - 172 mm = - 0, 172 m

 ∆H4 = TPESAWAT P3 – BTP4 = 1432 mm – 1371 mm

= 61 mm = 0, 061 m

 ∆H5 = TPESAWAT P4 – BTP5 = 1375 mm – 1393 mm

= -18 mm = - 0, 018 m

 ∆H6 = TPESAWAT P5 – BTP6 = 1335 mm – 883, 5 mm

= 451, 5 mm = 0, 4515 mm

 ∆H7 = TPESAWAT P6 – BTP7 = 1407 mm – 1407, 5 mm

= - 0, 5 mm = - 0, 0005 m

 ∆H8 = TPESAWAT P7 – BTP8 = 1448 mm – 1494, 5 mm

= - 46, 5 mm = - 0, 0465 m

 ∆H9 = TPESAWAT P8 – BTP9 = 1327 mm – 1375 mm

22
= - 48 mm = - 0, 048 m

 ∆H1 = TPESAWAT P9 – BTP10 = 1234 mm – 1473 mm

= - 239 mm = - 0, 239 m

∑∆H = - 0, 8015 m

B. Perhitungan Beda Tinggi Stand

Rumus :

∆H = BT belakang – BT Muka

 ∆HP0-P1 = 1666 mm – 2025 mm = - 359 mm

= - 0, 359 m

 ∆HP1-P2 = 926, 5 mm – 1537, 5 mm = - 611 mm

= - 0, 611 m

 ∆HP2-P3 = 1454, 5 mm – 1605 mm = - 150,5 mm

= - 0, 1505 m

 ∆HP3-P4 = 1578, 5 mm – 1371 mm = 207, 5 mm

= 0, 2075 m

 ∆HP4-P5 = 1361 mm – 1393 mm = 32 mm

= 0, 032 m

 ∆HP5-P6 = 1310 mm – 883, 5 mm = 426, 5 mm

= 0, 4265 m

 ∆HP6-P7 = 1255, 5 mm – 1407, 5 mm = - 152 mm

= - 0,152 m

 ∆HP7-P8 = 1826 mm – 1494, 5 mm = 331,5 mm

23
= 0, 3315 m

 ∆HP8-P9 = 1332 mm – 1375 mm = - 43 mm

= - 0, 043 m

 ∆HP9-P10 = 1697, 5 mm – 1473 mm = 224, 5 mm

= 0,2245 m

∑ ∆H = - 0,0935 m

3.1.3. Koreksi

Rumus :

Z = ∑∆𝐻

Syarat :

Z < 10√∑∆𝑫

 Dik :

∑ ∆𝐻 = - 0,0935 m

∑ 𝐷 = 296, 1 m

 Peny :

Z < 10√∑∆D

- 0,0935 m < 10 √296, 1 m

- 0,0935 m < 10 x 17, 2 m

- 0,0935 m < 172 m ( memenuhi)

Koreksi Perpatok

Rumus :

24
−𝒁
K=
𝟏𝟐−𝟏

− (−0,0935 mm)
 K=
12−1
0,0935 mm
=
11
= 0, 0085 mm

3.1.4. Perhitungan Tinggi Patok

Rumus :

Pn = P(n – 1) ± ∆Hstand ± K

Terlebih dulu ditentukan tinggi patok P0 = 28,46 mm

 P0 = 28,46 mm
 P1 = 28,46 mm – 0, 359 mm + 0, 0085 mm

= 28,1095 mm = 0,0281095 m

 P2 = 28,1095 mm – 0, 611 mm + 0, 0085 mm

= 27,507 mm = 0,0 27507mm

 P3 = 27,507 mm – 0, 1505 mm + 0, 0085 mm

= 27,365 mm = 0,027365 m

 P4 = 27,365 mm + 0, 2075 mm + 0, 0085 mm

= 27,581 mm = 0, 027581 m

 P5 = 27,581mm + 0, 032 mm + 0, 0085 mm

= 27,6215 mm = 0, 0276215 m

 P6 = 27,6215 mm + 0, 4265 mm + 0, 0085 mm

= 28,0565 mm = 0,0280565 m

 P7 = 28,0565 mm – 0, 152 mm + 0, 0085 mm

25
= 27,913 mm = 0, 027913 m

 P8 = 27,913 mm + 0, 3315 mm + 0, 0085 mm

= 28,253 mm = 0,028253 m

 P9 = 28,253 mm – 0, 043 mm + 0, 0085 mm

= 28,2185 mm = 0,0282185 m

 P10 = 28,2185 mm + 0, 2245 mm + 0, 0085 mm

= 28,4515 mm = 0,0284515m

3.1.5. Perhitungan Kemiringan Titik Patok


A. Perhitungan Kemiringan Stand

Rumus :
∆𝑯 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅
∕Tn = 𝑫 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅
x 100 %

− 0,0935 m
 ∕TP0-P1 = 30 m
x 100 %

= - 0, 31167 %
− 0,0935 m
 ∕TP1-P2 = 30,8 m
x 100 %

= - 0, 3 %
− 0,0935 m
 ∕TP2-P3 = 28,9 m
x 100 %

= - 3,324 %
− 0,0935 m
 ∕TP3-P4 = 30,3 m
x 100 %

= - 0,3 %
− 0,0935 m
 ∕TP4-P5 = 29,8 m
x 100 %

= - 0, 314 %
− 0,0935 m
 ∕TP5-P6 = x 100 %
29,5 m

26
= - 0, 317 m
− 0,0935 m
 ∕TP6-P7 = 31 m
x 100 %

= - 0, 3 m
− 0,0935 m
 ∕TP7-P8 = x 100 %
29,9 m

= - 0, 313 m
− 0,0935 m
 ∕TP8-P9 = x 100 %
31 m

= - 0, 3 m
− 0,0935 m
 ∕TP9-P0 = 24,9 m
x 100 %

= - 0, 376 m

3.2. Profil Melintang


3.2.1. Perhitungan Jarak Optis Titik Detail

Rumus :

Ddet = (BA – BB) x 100

- Patok P0
 Ddet 1 = (1354 mm – 1332 mm) x 100 = 2200 mm = 2,2 m
 Ddet 2 = (1278 mm – 1226 mm) x 100 = 5200 mm = 5, 2 m
 Ddet 3 = (1210 mm – 1189 mm) x 100 = 2100 mm = 2,1 m
 Ddet 4 = (1132 mm – 1098 mm) x 100 = 3400 mm = 3, 4 m
- Patok P1
 Ddet 1 = (1421 mm – 1389 mm) x 100 = 3200 mm = 3, 2 m
 Ddet 2 = (1430 mm – 1375 mm) x 100 = 5500 mm = 5, 5 m
 Ddet 3 = (1400 mm – 1365 mm) x 100 = 3500 mm = 3, 5 m
 Ddet 4 = (967 mm – 927 mm) x 100 = 4000 mm =4 m
- Patok P2
 Ddet 1 = (1302 mm – 1280 mm) x 100 = 2200 mm = 2, 2 m
 Ddet 2 = (1210 mm – 1169 mm) x 100 = 4100 mm = 4, 1 m
 Ddet 3 = (1481 mm – 1452 mm) x 100 = 2900 mm = 2, 9 m
 Ddet 4 = (1521 mm – 1475 mm) x 100 = 4600 mm = 4, 6 m

27
- Patok P3
 Ddet 1 = (1257 mm – 1222 mm) x 100 = 3500 mm = 3, 5 m
 Ddet 2 = (1282 mm – 1229 mm) x 100 = 5300 mm = 5, 3 m
 Ddet 3 = (1458 mm – 1430 mm) x 100 = 2800 mm = 2, 8 m
 Ddet 4 = (1412 mm – 1369 mm) x 100 = 4300 mm = 4, 3 m
- Patok P4
 Ddet 1 = (1351 mm – 1324 mm) x 100 = 2700 mm = 2, 7 m
 Ddet 2 = (1378 mm – 1329 mm) x 100 = 4900 mm = 4, 9 m
 Ddet 3 = (1319 mm – 1291 mm) x 100 = 2800 mm = 2, 8 m
 Ddet 4 = (1300 mm – 1250 mm) x 100 = 5000 mm =5 m
- Patok P5
 Ddet 1 = (1260 mm – 1235 mm) x 100 = 2500 mm = 2, 5 m
 Ddet 2 = (1270 mm – 1226 mm) x 100 = 4400 mm = 4, 4 m
 Ddet 3 = (1334 mm – 1311 mm) x 100 = 2300 mm = 2, 3 m
 Ddet 4 = (1345 mm – 1290 mm) x 100 = 5500 mm = 5, 5 m
- Patok P6
 Ddet 1 = (1419 mm – 1381 mm) x 100 = 3800 mm = 3, 8 m
 Ddet 2 = (1404 mm – 1340 mm) x 100 = 6400 mm = 6, 4 m
 Ddet 3 = (1369 mm – 1349 mm) x 100 = 2000 mm =2 m
 Ddet 4 = (1400 mm – 1358 mm) x 100 = 4200 mm = 4,2 m
- Patok P7
 Ddet 1 = (1360 mm – 1351 mm) x 100 = 900 mm = 0,9 m
 Ddet 2 = (1281 mm – 1265 mm) x 100 = 1600 mm = 1, 6 m
 Ddet 3 = (966 mm – 948 mm) x 100 = 1800 mm = 1, 8 m
 Ddet 4 = (1180 mm – 1147 mm) x 100 = 3300 mm = 3, 3 m
- Patok P8
 Ddet 1 = (1498 mm – 1472 mm) x 100 = 2600 mm = 2, 6 m
 Ddet 2 = (1535 mm – 1488 mm) x 100 = 4700 mm = 4, 7 m
 Ddet 3 = (1267 mm – 1243 mm) x 100 = 2400 mm = 2, 4 m
 Ddet 4 = (1070 mm – 1029 mm) x 100 = 4100 mm = 4, 1 m
- Patok P9
 Ddet 1 = (1221 mm – 1198 mm) x 100 = 2300 mm = 2, 3 m
 Ddet 2 = (1208 mm – 1173 mm) x 100 = 3500 mm = 3, 5 m
 Ddet 3 = (1227 mm – 1208 mm) x 100 = 1900 mm = 1, 9 m
 Ddet 4 = (1100 mm – 1072 mm) x 100 = 2800 mm = 2, 8 m

3.2.2. Perhitungan Beda Tinggi Titik Detail

Rumus :

28
∆Hdet = TA – BT

- Patok P0
 ∆Hdet 1 = (1350 mm – 1343 mm) = 7 mm = 0, 007 m
 ∆H det 2 = (1350 mm – 1252 mm) = 980 mm = 0, 98 m
 ∆H det 3 = (1350 mm – 1199, 5 mm) = 150,5 mm = 0, 15 m
 ∆H det 4 = (1350 mm – 1115 mm) = 235 mm = 0, 235 m
- Patok P1
 ∆H det 1 = (1422 mm – 1405 mm) = 170 mm = 0, 17 m
 ∆H det 2 = (1422 mm – 1402, 5 mm) = 195 mm = 0, 195 m
 ∆H det 3 = (1422 mm – 1382, 5 mm) = 395 mm = 0, 395 m
 ∆H det 4 = (1422 mm – 947 mm) = 475 mm = 0, 475 m
- Patok P2
 ∆H det 1 = (1433 mm – 1291 mm) = 142 mm = 0, 142 m
 ∆H det 2 = (1433 mm – 1189, 5 mm) = 243, 5 mm = 0, 2435 m
 ∆H det 3 = (1433 mm – 1466, 5 mm) = - 335 mm = - 0, 335 m
 ∆H det 4 = (1433 mm – 1498 mm) = -650 mm = - 0, 65 m
- Patok P3
 ∆H det 1 = (1432 mm – 1239, 5 mm) = 192,5 mm = 0, 1925 m
 ∆H det 2 = (1432 mm – 1255, 5 mm) = 176,5 mm = 0, 1765 m
 ∆H det 3 = (1432 mm – 1444 mm) = -120 mm = - 0, 12 m
 ∆H det 4 = (1432 mm – 1390, 5 mm) = 41, 5 mm = 0, 415 m
- Patok P4
 ∆H det 1 = (1375 mm – 1337, 5 mm) = 27, 5 mm = 0, 0275 m
 ∆H det 2 = (1375 mm – 1353, 5 mm) = 21, 5 mm = 0, 0215 m
 ∆H det 3 = (1375 mm – 1305 mm) = 70 mm = 0, 07 m
 ∆H det 4 = (1375 mm – 1275 mm) = 100 mm = 0, 1 m
- Patok P5
 ∆H det 1 = (1335 mm – 1247, 5 mm) = 87, 5 mm = 0, 0875 m
 ∆H det 2 = (1335 mm – 1248 mm) = 87 mm = 0, 087
m
 ∆H det 3 = (1335 mm – 1322, 5 mm) = 12, 5 mm = 0, 0125 m
 ∆H det 4 = (1335 mm – 1317, 5 mm) = 17, 5 mm = 0, 0175 m
- Patok P6
 ∆H det 1 = (1407 mm – 1400 mm) = 7 mm = 0, 007 m
 ∆H det 2 = (1407 mm – 1372 mm) = 35 mm = 0, 035 m
 ∆H det 3 = (1407 mm – 1359 mm) = 48 mm = 0, 048 m
 ∆H det 4 = (1407 mm – 1379 mm) = 28 mm = 0, 028 m
- Patok P7

29
 ∆H det 1 = (1448 mm – 1355, 5 mm) = 92, 5 mm = 0, 0925 m
 ∆H det 2 = (1448 mm – 1273 mm) = 175 mm = 0, 175 m
 ∆H det 3 = (1448 mm – 957 mm) = 491 mm = 0, 491 m
 ∆H det 4 = (1448 mm – 1163, 5 mm) = 284, 5 mm = 0, 2845 m
- Patok P8
 ∆H det 1 = (1327 mm – 1485 mm) = - 158 mm = - 0, 158 m
 ∆H det 2 = (1327 mm – 1511, 5 mm) = - 184, 5 mm = - 0, 1845 m
 ∆H det 3 = (1327 mm – 1255 mm) = 72 mm = 0,072 m
 ∆H det 4 = (1327 mm – 1049, 5 mm) = 277, 5 mm = 0, 2775 m
- Patok P9
 ∆H det 1 = (1234 mm – 1209, 5 mm) = 24, 5 mm = 0, 0245 m
 ∆H det 2 = (1234 mm – 1190, 5 mm) = 43, 5 mm = 0, 0435 m
 ∆H det 3 = (1234 mm – 1217, 5 mm) = 16, 5 mm = 0, 0165 m
 ∆H det 4 = (1234 mm – 1086 mm) = 148 mm = 0, 148 m

3.2.3. Perhitungan Jarak Optis antar Detail


- Patok P0
 D det 1 – P0 = 2,2 m – 0 = 2,2 m
 D det 2 – Ddet 1 = 5, 2 m - 2,2 m =3 m
 D det 3 – P0 = 2,1 m – 0 = 2, 1 m
 D det 4 – Ddet 3 = 3, 4 m - 2, 1 m = 1, 3 m
- Patok P1
 D det 1 – P1 = 3, 2 m – 0 = 3, 2 m
 D det 2 – Ddet 1 = 5, 5 m - 3, 2 m = 2, 3 m
 D det 3 – P1 = 3, 5 m – 0 = 3, 5 m
 D det 4 – D det 3 = 4 m - 3, 5 m = 0, 5 m
- Patok P2
 D det 1 – P1 = 2, 2 m – 0 = 2, 2 m
 D det 2 – Ddet 1 = 4, 1 m – 2, 2 m = 1, 9 m
 D det 3 – P1 = 2, 9 m – 0 = 2, 9 m
 D det 4 – D det 3 = 4, 9 m – 2, 9 m =2 m
- Patok P3
 D det 1 – P3 = 3, 5 m – 0 = 3, 5 m
 D det 2 – Ddet 1 = 5, 3 m – 3, 5 m = 1, 8 m
 D det 3 – P3 = 2, 8 m – 0 = 2, 8 m
 D det 4 – D det 3 = 4, 3 m – 2, 8 m = 1, 5 m
- Patok P4
 D det 1 – P4 = 2, 7 m – 0 = 2, 7 m
 D det 2 – Ddet 1 = 4, 9 m – 2, 7 m = 2, 2 m

30
 D det 3 – P4 = 2, 8 m – 0 = 2, 8 m
 D det 4 – D det 3 = 5 m – 2, 8 m = 2, 2 m
- Patok P5
 D det 1 – P5 = 2, 5 m – 0 = 2, 5 m
 D det 2 – Ddet 1 = 4, 4 m – 2, 5 m = 1, 8 m
 D det 3 – P5 = 2, 3 m – 0 = 2, 3 m
 D det 4 – D det 3 = 5, 5 m – 2, 3 m = 3, 2 m
- Patok P6
 D det 1 – P6 = 3, 8 m – 0 = 3, 8 m
 D det 2 – Ddet 1 = 6, 8 m – 3, 8 m =3 m
 D det 3 – P6 =2m–0 =2m
 D det 4 – D det 3 = 4, 2 m – 2 m = 2, 2 m
- Patok P7
 D det 1 – P7 = 0, 9 m – 0 = 0, 9 m
 D det 2 – Ddet 1 = 1, 6 m – 0, 9 m = 0, 7 m
 D det 3 – P7 = 1, 8 m – 0 = 1, 8 m
 D det 4 – D det 3 = 3, 3 m – 1, 8 m = 1, 5 m
- Patok P8
 D det 1 – P8 = 2, 6 m – 0 = 2, 6 m
 D det 2 – Ddet 1 = 4, 7 m – 2, 6 m = 2, 1 m
 D det 3 – P8 = 2, 4 m – 0 = 2, 4 m
 D det 4 – D det 3 = 4, 1 m – 2, 4 m = 1, 7 m
- Patok P9
 D det 1 – P9 = 2, 3 m – 0 = 2, 3 m
 D det 2 – Ddet 1 = 3, 5 m – 2, 3 m = 1, 2 m
 D det 3 – P5 = 1, 9 m – 0 = 1, 9 m
 D det 4 – D det 3 = 2, 8 m – 1, 9 m = 0, 9 m

3.2.4. Perhitungan Tinggi Titik Detail

Rumus :

Tdet = Ttitik + ∆Hdet

- Patok P0, dimana P0 = 28,46 mm


 Tdet 1 = 28,46 mm + 7 mm =35,46 mm

= 0,3546 m

 Tdet 2 = 35,46 mm + 980 mm = 1015,46 mm

= 1, 01546 m

31
 Tdet 3 = 1015,46mm + 150, 5 mm = 1165,96 mm

= 1,16596 m

 Tdet 4 = 1165,96 mm + 235 mm = 1400,96 mm

= 1,40096 m

- Patok P1, dimana P1 = 27,507 mm

 Tdet 1 = 27,507 mm + 170 mm = 197,507 mm

= 0,197507 m

 Tdet 2 = 197,507 mm + 195 mm = 392,507 mm

= 0, 392507 m

 Tdet 3 = 392,507 mm + 395 mm = 787,507 mm

= 0,787507 m

 Tdet 4 = 787,507 mm + 475 mm = 1262,507 mm

= 1,262507 m

- Patok P2, dimana P2 = 28,1095 mm


 Tdet 1 = 28,1095 mm + 142 mm = 170,1095mm

= 0, 1701095 m

 Tdet 2 = 170,1095 mm + 243, 5 mm = 413,6095 mm

= 0, 4136095m

 Tdet 3 = 413,6095 mm - 335 mm = 78,6095mm

= 0,0786095 m

 Tdet 4 = 78,6095 mm - 650 mm = -571,3905 mm

= -0, 5713905 m

- Patok P3, dimana P3 = 28,0565 mm


 Tdet 1 = 164, 905 mm + 192, 5 mm = 220,5565 mm

= 0,2205565 m

 Tdet 2 = 220,5565 mm + 176, 5 mm = 397,0565mm

32
= 0,3970565 m

 Tdet 3 = 397,0565 mm - 120 mm = 277,0565mm

= 0,2770565m

 Tdet 4 = 277,0565 mm + 41, 5 mm = 318,5565mm

= 0,3185565m

- Patok P4, dimana P4 = 27,913 mm


 Tdet 1 = 27,913 mm + 27,5 mm = 55,413mm

=0,0 55413 m

 Tdet 2 = 55,413mm + 21, 5 mm = 76,913mm

= 0,076913 m

 Tdet 3 = 76,913 mm + 70 mm = 146,913 mm

= 0, 146913m

 Tdet 4 = 146,913mm + 100 mm = 246,913mm

= 0, 146913m

- Patok P5, dimana P5 = 28,253 mm


 Tdet 1 = 28,253 mm + 87, 5 mm = 115,753mm

= 115,753 m

 Tdet 2 = 115,753 mm + 87 mm = 202,753mm

= 0, 202753 m

 Tdet 3 = 202,753 mm + 12, 5 mm = 215,253 mm

= 0, 215253 m

 Tdet 4 = 215,253 mm + 17, 5 mm = 232,753 mm

= 0,232753m

- Patok P6, dimana P6 = 28,218 mm

 Tdet 1 = 28,218 mm + 7 mm = 35,218 mm

33
= 0,035218 m

 Tdet 2 = 35,218 mm + 35 mm = 70,218 mm

= 0,070218m

 Tdet 3 = 70,218 mm + 48 mm = 118,218mm

= 0,118218m

 Tdet 4 = 118,218 mm + 28 mm = 146,218 mm

= 0,146218 m

- Patok P7, dimana P7 = 28,4515 mm

 Tdet 1 = 28,451mm + 92, 5 mm = 120,951mm

= 0,120951m

 Tdet 2 = 120,951mm + 175 mm = 295,951mm

= 0,295951m

 Tdet 3 = 295,951 mm + 491 mm = 786,951mm

= 0,786951m

 Tdet 4 = 786,951 mm + 284, 5 mm = 1071,451mm

= 1,071451 m

- Patok P8, dimana P8 = 27,365 mm

 Tdet 1 = 27,365 mm - 153 mm = -125,635mm

= -0,125635m

 Tdet 2 = -125,635 mm – 184, 5 mm = -310,135mm

= -0,310135m

 Tdet 3 = -310,135 mm + 72 mm = -238,135mm

= -0,238135m

 Tdet 4 = -238,135 mm + 277, 5 mm = 39,365 mm

= 0,039365m

34
- Patok P9, dimana P9 = 27,581 mm
 Tdet 1 = 27,581 mm + 24, 5 mm = 52,081 mm

= 0,052081 m

 Tdet 2 = 52,081 mm + 43, 5 mm = 95,581mm

=0,0 95581m

 Tdet 3 = 95,581 mm + 16, 5 mm = 112,081mm

= 0,112081m

 Tdet 4 = 112,081 mm + 148 mm = 260,081 mm

= 0,260081m

3.2.5. Perhitungan Kemiringan Titik Detail

Rumus :
∆𝑯𝒅𝒆𝒕
∕Tdet = 𝑫𝒅𝒆𝒕
x 100 %

- P0
7 mm
 ∕Tdet 1 = 2200 mm x 100 % = 0, 3182 %
980 mm
 ∕Tdet 2 = 5200 mm
x 100 % = 18, 9 %
150,5 mm
 ∕Tdet 3 = 2100 mm
x 100 % = 7, 167 %
235 mm
 ∕Tdet 4 = x 100 % = 6, 9 %
3400 mm
- P1
170 mm
 ∕Tdet 1 = 3200 mm x 100 % = 5, 3 %
195 mm
 ∕Tdet 2 = 5500 mm x 100 % = 3, 545 %
395 mm
 ∕Tdet 3 = 3500 mm x 100 % = 11, 29 %
475 mm
 ∕Tdet 4 = 4000 mm x 100 % = 11, 88 %
- P2
142 mm
 ∕Tdet 1 = 2200 mm x 100 % = 6, 455 %

35
243,5 mm
 ∕Tdet 2 = 4100 mm
x 100 % = 5, 94 %
− 335 mm
 ∕Tdet 3 = 2900 mm
x 100 % = - 11, 55 %
− 650 mm
 ∕Tdet 4 = 4600 mm
x 100 % = 14, 13 %
- P3
192,5 mm
 ∕Tdet 1 = 3500 mm
x 100 % = 5, 5 %
176,5 mm
 ∕Tdet 2 = x 100 % = 3, 3 %
5300 mm
− 120 mm
 ∕Tdet 3 = 2800 mm
x 100 % = 4, 3 %
41,5 mm
 ∕Tdet 4 = 4300 mm
x 100 % = 0, 97 %
- P4
27,5 mm
 ∕Tdet 1 = 2700 mm x 100 % =1 %
21,5 mm
 ∕Tdet 2 = x 100 % = 0, 44 %
4900 mm
70 mm
 ∕Tdet 3 = 2800 mm
x 100 % = 2, 5 %
100 mm
 ∕Tdet 4 = x 100 % = 10 %
5000 mm
- P5
87,5 mm
 ∕Tdet 1 = 2500 mm x 100 % = 3, 5 %
87mm
 ∕Tdet 2 = x 100 % =2 %
4400 mm
12,5 mm
 ∕Tdet 3 = x 100 % = 0, 54 %
2300 mm
17,5 mm
 ∕Tdet 4 = x 100 % = 0, 32 %
5500 mm
- P6
7 mm
 ∕Tdet 1 = 3800 mm x 100 % = 0, 18 %
35 mm
 ∕Tdet 2 = x 100 % = 0, 55 %
6400 mm
48 mm
 ∕Tdet 3 = 2000 mm
x 100 % = 2, 4 %
28 mm
 ∕Tdet 4 = 4200 mm
x 100 % = 0, 67 %
- P7
92,5 mm
 ∕Tdet 1 = 900 mm
x 100 % = 10, 278 %
175 mm
 ∕Tdet 2 = 1600 mm
x 100 % = 10, 9 %
491 mm
 ∕Tdet 3 = x 100 % = 27, 278 %
1800 mm
284,5 mm
 ∕Tdet 4 = 3300 mm
x 100 % = 8, 62 %

- P8
− 158 mm
 ∕Tdet 1 = 2600 mm
x 100 % =-6 %
− 184,5 mm
 ∕Tdet 2 = 4700 mm
x 100 % = - 3, 9 %

36
72 mm
 ∕Tdet 3 = 2400 mm x 100 % =3 %
277,5 mm
 ∕Tdet 4 = 4100 mm
x 100 % = 6, 8 %
- P9
24,5 mm
 ∕Tdet 1 = 2300 mm x 100 % =1 %
43,5 mm
 ∕Tdet 2 = x 100 % = 1, 2 %
3500 mm
16,5 mm
 ∕Tdet 3 = 1900 mm
x 100 % = 0, 87 %
148 mm
 ∕Tdet 4 = 2800 mm
x 100 % = 5, 9 %

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarakan penjelasan dari patok-patok materi yang dibahas dapat ditarik


beberapa kesimpulan yaitu :

1. ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran di
permukaan bumi untuk keperluan seperti pemetaan atau penentuan posisi relatif
sempit shingga lengkungan bbumi dapat diabaikan

38

Anda mungkin juga menyukai