PENDAHULUAN
1
pemanfaatannya.Kebebasan meneliti dan memanfaatkan hasil penelitian Human
Stem cell bagi kesehatan, baik pada tatanan kebijakan negara maupun kebijakan
lokal, perlu landasan yang dan batasan oleh undang-undang. Hal utama terkait
dengan masalah etik adalah sumber sel punca tersebut1.
Isu bioetika utama dalam penelitian dan penggunaan stem cell adalah
penggunaan sel punca embrio terutama tentang sumber sel tersebut yaitu embrio.
Dalam hal ini akan dibahas mengenai penggunaan sel punca dalam bidang
kedokteran ditinjau dari bioetik. 1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2.1 Sifat/karakter sel punca yaitu differentiate dan self regenerate/renew
Sel punca memiliki sifat penting yang sangat berbeda dengan sel lain1:
1. Differentiate yaitu kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain. Sel
Punca mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik)
misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain-
lain
2. Self regenerate/self renew yaitu kemampuan untuk memperbaharui atau
meregenerasi dirinya sendiri. Stem cells mampu membuat salinan sel yang
persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.
Berdasarkan kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dibagi
menjadi (Saputra,2006) 4:
1. Totipotent
Sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel.Yang
termasuk dalam sel punca totipotent adalah zigot. Sel ini merupakan
sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk
berbagai jenis sel termasuk membentuk satu individu yang utuh.
Disamping mempunyaikemampuan untuk membentuk berbagai sel
4
pada embrio sel totipotent juga dapat membentuk sel-sel yang
menyusun plasenta4.
4. Unipotent
Sel punca yang hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Berbeda dengan
non sel puncas, sel puncas mempunyai sifat masih dapat
mempebaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew)
Contohnya erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi
menjadi sel darah merah4.
5
Gambar 2.3 Multipotent dan unipotent stem cells pada sumsum tulang
7
embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada
organisme dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel
ginjal, dan sel-sel lainnya. Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari sisa
embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Akan tetapi saat
ini telah dikembangkan teknik pengambilan sel induk embrionik (embryonic
stem cell) yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat terus
hidup dan tumbuh. Untuk masa dapan hal ini mungkin dapat mengurangi
kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.
2. Sel induk dewasa (adult stem cells) adalah sel induk dewasa yang
9
hematopoietik, pada proses ini darah lengkap diambil dari donor dan
sebuah mesin akan memisahkan darah menjadi komponen-
komponennya, secara selektif memisahkan sek induk dan
mengembalikan sisa darah ke donor. Transplantasi sel induk darah tepi
pertama kali berhasil dilakukan pada tahun 1986. Keuntungan
transplantasi sel induk darah tepi adalah lebih mudah didapat. Selain itu
pengambilan sel induk darah tepi tidak menyakitkan dan hanya
membutuhkan sekitar 100cc. Keuntungan lain sel induk darah tepi lebih
mudah tumbuh. Namun, sel induk darah tepi lebih rentang tidak setahan
sumsum tulang. Sumsum tulang juga lebih lengkap, selain mengandung
sel induk juga ada jaringan penunjang untuk pertumbuhan sel. Karena
itu, transplantasi sel induk darah tepi tetap perlu dicampur dengan
sumsum tulang.
Transplantasi sel induk darah tali pusat. Pada tahun 1970-an para peneliti
menemukan bahwa darah plasenta manusia mengandung sel induk yang
sama dengan sel induk yang ditemukan dalam sumsum tulang. Karena
sel induk dalam sumsum tulang telah berhasil mengobati pasien-pasien
dengan penyakit-penyakit kelainan darah yang mengancam jiwa seperti
leukemia dan gangguan-gangguan sistem kekebalan tubuh, maka para
peneliti percaya bahwa mereka juga dapat menggunakan sel induk dari
darah tali pusat untuk menyelamatkan jiwa pasien mereka. Darah tali
pusat mengandung sel induk yang bermakna dan memiliki keunggulan
diatas transplantasi sel induk dari sumsum tulang atau dari darah tepi
bagi pasien-pasien tertentu. Transplantasi sel induk dari darah tali pusat
telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi suatu sumber
yang dapat menyelamatkan jiwa. Transplantasi sel induk darah tali pusat
pertama kali dilakukan di Prancis pada penderita anemia fanconi tahun
1988 pada tahun 1991, darah tali pusat di transplantasikan pada
penderita Chronic Myelogenous Leukimia. Kedua trasnplantasi ini
berhasil dengan baik. Sampai saat ini telah dilakukan kira-kira tiga ribu
transplantasi darah tali pusat.
10
Gambar 2.5 Transplantasi sel induk darah tali pusat
Ada beberapa alasan mengapa stem cell merupakan calon yang bagus
dalam cell-based therapy:
1. Stem cell tersebut dapat diperoleh dari pasien itu sendiri. Artinya transplantasi
dapat bersifat autolog sehingga menghindari potensi rejeksi. Berbeda dengan
transplantasi organ yang membutuhkan organ donor yang sesuai (match),
transplantasi stem cell dapat dilakukan tanpa organ donor yang sesuai.
2. Mempunyai kapasitas proliferasi yang besar sehingga dapat diperoleh sel dalam
jumlah besar dari sumber yang terbatas. Misalnya pada luka bakar luas,
jaringan kulit yang tersisa tidak cukup untuk menutupi lesi luka bakar yang
luas. Dalam hal ini terapi stem cell sangat berguna.
3. Mudah dimanipulasi untuk mengganti gen yang sudah tidak berfungsi lagi
melalui metode transfer gen. Hal ini telah dijelaskan dalam penjelasan
mengenai terapi gen di atas.
4. Dapat bermigrasi ke jaringan target dan dapat berintegrasi ke dalam jaringan
serta berinteraksi dengan jaringan sekitarnya.
2.3 Aplikasi dan Penggunaan Kultur Sel punca
11
Sel puncas dapat digunakan untuk keperluan baik dalam bidang riset
maupun pengobatan. Adapun penggunaan kultur sel puncas adalah sebagai
berikut: (Saputra,2006) 4
1. Terapi gen sel punca khususnya hematopoietic digunakan sebagai pembawa
transgen kedalam tubuh pasien dan selanjutnya dilacak apakah sel puncas
ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien. Adanya sifat
self renewing pada sel punca menyebabkan pemberian sel punca yang
mengandung transgen tidak perlu dilakukan berulang – ulang. Selain itu
hematopoetic sel puncas juga dapat berdifferensiasi menjadi bermacam-
macam selsehingga transgen tersebut dapat menetap diberbagai macam sel4
2. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada
organisme termasuk perkembangan organisme dan perkembangan kanker4
3. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru terutama
untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan4
4. Terapi sel (cell based therapy)
Sel punca dapat hidup diluar tubuh manusia, misalnya di cawan Petri. Sifat
ini dapat digunakan untuk melakukan manipulasi pada sel puncas yang
akanditransplantasikan ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-
penyakittertentu tanpa mengganggu organ tubuh4.
Sel stem embryonic sangat plastik dan mempunyai kemampuan untuk
dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel seperti neuron, kardiomiosit,
osteoblast, fibroblast, sel-sel darah dan sebagainya, sehingga dapat dipakai untuk
menggantikan jaringan yang rusak. Sel stem dewasa juga dapat digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi kemampuan plastisitasnya sudah
berkurang. Keuntungan dari penggunaan sel stem dewasa yaitu tidak atau kurang
menimbulkan masalah dan kontroversi etika.
1. Penggunaan sel punca embrionik untuk mengobati cidera pada medula
spinalis (spinal cord)
Cidera pada medula spinalis disertai demielinisasi menyebabkan hilangnya
fungsi neuron. Sel punca dapat mengembalikan fungsi yang hilang dengan cara
melakukan remielinisasi . Percobaan dengan sel punca embrionik tikus dapat
12
menghasilkan oligodendrosit yang kemudian dapat menyebabkan remielinisasi
akson yang rusak
2. Penggunaan sel punca pada penyakit stroke
Pada penyakit stroke dicoba untuk menggunakan sel punca mesenkim
(mesenchymal stem cells (MSC) dari sumsum tulang autolog. Penelitian ini
didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Mesenchymal
stem cells diperoleh dari aspirasi sumsum tulang. Setelah disuntikkan perifer
MSC akan melintas sawar darah otak pada daerah otak yang rusak. Pemberian
MSC intravenous akan mengurangi terjadinya apoptosis dan menyebabkan
proliferasi sel endogen setelah terjadinya stroke
13
dengan yang sebelumnya. Pada penelitian tersebut, 100% pasien yang diterapi
transplantasi sel pulau Langerhans pankreas tidak memerlukan injeksi insulin lagi
dan gula darahnya tetap normal setahun setelah transplantasi. Penelitian-penelitian
yang sudah dilakukan untuk diabetes ini mengambil sumber stem cell dari
kadaver, fetus, dan dari embryonic stem cell. Selanjutnya, masih dibutuhkan
penelitian untuk menemukan cara membuat kondisi yang optimal dalam produksi
insulin, sehingga dapat menggantikan injeksi insulin secara permanen.
14
7. Penggunaan sel punca dalam pengobatan HIV
Pada awalnya pengobatan HIV/AIDS ditemukan tidak sengaja dalam
pengobatan penyakit leukemia dengan sistem stem sel. Dimana HIV/AIDS
menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh menjadi rentan terhadap
gangguan virus atau penyakit. Dengan sel punca maka sel-sel yang mengalami
degradasi akan tergantikan sehingga kekebalan tubuh pengidap akan berangsur
pulih. Namun setelah itu terjadi mutasi gen yang mengakibatkan sel darah
menjadi resisten terhadap virus HIV.
Mutasi tersebut terjadi pada reseptor yang dikenal sebagai CCR5, yang
secara normal ditemukan pada permukaan T cell – sel pada sistem kekebalan
tubuh yang diserang oleh virus HIV. Gen yang telah bermutasi tersebut dikenal
sebagai CCR5 delta 32, dan ditemukan pada 1% - 3% populasi orang kulit putih
di Eropa.
Virus HIV menggunakan CCR5 sebagai co-reseptor untuk merusak sistem
kekebalan tubuh. Sejak CCR5 bermutasi menjadi CCR5 delta 32, virus HIV tidak
lagi mampu menyerang sel sehingga terjadi kekebalan tubuh alami pada orang
yang mengalami mutasi gen.
15
4. Apakah pegunaan embrio sisa proses bayi tabung pada penelitian
diperbolehkan ?
5. Apakah penelitian khusus embuat embrio untuk digunakan diperbolehkan?
Isu bioetika utama dalam penelitian dan penggunaan sel punca adalah
penggunaan sel punca embrio terutama tentang sumber sel tersebut yaitu embrio.
Sumber embrio adalah hasil abortus, zigot sisa IVF dan hasil
pengklonan.Pengklonan embrio manusia untuk memperoleh sel punca merupakan
isu yang sangat menimbulkan kontroversi. Hal ini terkait dengan isu ”awal
kehidupan” dan penghormatan terhadap kehidupan itu sendiri. Pengklonan embrio
manusia untuk memperoleh sel punca menimbulkan kontroversi karena
berhubungan dengan pengklonan manusia yang ditentang oleh semua agama1.
Dalam proses pemanenan sel punca embrio terjadi kerusakan pada embrio
dan menyebabkan embrio tersebut mati. Adanya anggapan bahwa embrio
berstatus sama dengan manusia menyebabkan hal tersebut tidak dapat
diterima.Perdebatan yang cukup ramai adalah mengenai status moral embrio,
apakahembrio harus diperlakukan sebagai manusia atau sebagai sesuatu yang
berpotensi untuk menjadi manusia atau sebagai jaringan hidup tubuh lainnya.
Lebih jauh lagi apakah embrio yang berkembang dianggap sebagai mahluk hidup.
Penggunaan sel punca yang berasal dari surplus zigot pembuatan bayi tabung
sendiri juga menimbulkan kontroversi. Pendapat yang moderat mengatakan
ketimbang surplus zigot itu dibuang, sebaiknya dipakai saja untuk
penelitian.Sebaliknya ada juga yang berpendapat bahwa sisa itu harus dipelihara
hingga zigot itu mati1.
16
bukan diberikan obat-obat kimia, namun diberikan sel-sel baru yang akan
menggantikan jantung yang rusak tersebut. Teknologi inilah yang disebut dengan
Teknologi Sel punca5.
Sel punca atau sel punca atau sel induk merupakan yang belum
berdeferensiasi (belum terspesialisasi menjadi sel tertentu), mempunyai potensi
untuk dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Sel punca atau sel induk selain
mampu berdiferensiasi menjadi berbagai sel matang , juga mampu meregenerasi
dirinya sendiri. Kemampuan tersebut memungkinkan sel punca (sel induk)
menjadi sistem perbaikan tubuh dengan cara menyediakan sel-sel baru selama
organisme bersangkutan hidup, atau dengan prinsip sel-sel yang rusak akibat
penyakit dapat diganti dengan sel-sel yang baru5.
Sejauh ini, penggunaan sel stem embrionik masih dibayangi masalah etika
(Kusmaryanto, 2005; Tadjudin, tanpa tahun). Permasalahan etika itu muncul
karena sumber sel induk adalah berupa embrio. Etika yang dilanggar adalah
menyembuhkan dengan cara membunuh (embrio tidak dapat melangsungkan
kehidupannya karena diambil inner cell mass-nya). Di sisi lain, sel induk dari
embrio ini ini lebih berpotensi berkembang menjadi berbagai jenis sel yang
menyusun aneka ragam organ tubuh. Secara ringkas, yang menjadi pokok
permasalahan adalah status embrio itu sendiri5.
Dikemukakan lebih lanjut oleh Ibrahim (2003), sejak berupa sperma, jadi
sebelum terjadinya konsepsi (pembuahan) sudah merupakan living material. Akan
tetapi karena Nabi s.a.w membolehkan azl (sexual interruptus atau sanggama
terputus) yang menyebabkan terjadinya kematian sperma yang tertumpahkan itu,
maka berarti boleh mematikan sperma. Sedang jika sperma tersebut telah menyatu
dengan ovum yakni telah terjadi konsepsi, sekalipun belum menjadi manusia
karena belum diberi ruh, namun membunuhnya sudah terlarang. Hal ini
didasarkan pada pandangan bahwa zigot tersebut merupakan cikal bakal manusia
yang secara fisik sudah terbentuk dengan dua unsur fisik utamanya, yaitu sperma
dan ovum, walaupun belum dapat disebut manusia5.
Kusmaryanto (2005) mengatakan hak paling dasar adalah hak untuk hidup.
Hidup manusia secara biologis dimulai sejak selesainya proses pembuahan
dimana faktor-faktor kehidupan manusia yang berasal dari ayah dan ibu bersatu
17
dan membentuk genom (perangkat gen) yang baru. Ini berarti sejak selesainya
proses pembuahan, embrio sudah mempunyai hak untuk hidup. Dengan demikian,
penggunaan sel punca atau sel induk dari embrio telah mengundang kontroversi.
Di sinilah bioetika berperan untuk memberikan keputusan terkait teknologi sel
punca5.
Upaya yang dilakukan menghadapi kontroversi ini antara lain dengan cara
memperoleh embrio yang etis, yakni membuat embrio partenogenetik (embrio
yang tidak dihasilkan dari pembuahan ovum oleh sperma). Pembentukannya
dilakukan dengan penyuntikan suatu protein sperma pada sel telur yang memicu
proses fertilisasi dan sel telur mulai membelah. Pembelahan sel telur ini hanya
dapat berkembang sampai stadium blastosis dan sel induk embrio kemudian dapat
dipanen (Tadjudin, tanpa tahun). Cara lain adalah dengan transfer inti DNA yang
sudah diubah sehingga hasil fertilisasi tidak dapat berkembang jadi embrio atau
fetus. Ia berhenti pada stadium blastosis. Menurut pendukung gagasan ini,
gumpalan sel yang terbentuk tidak dapat disebut embrio karena tidak sempurna,
dan dapat diambil sel puncanya5.
Kloning embrio manusia untuk memperoleh sel induk juga menimbulkan
kontroversi karena berhubungan dengan kloning manusia atau kloning reproduksi
yang ditentang semua agama. Dalam proses pemanenan sel induk dari embrio
terjadi kerusakan pada embrio yang menyebabkannya mati. Pandangan bahwa
embrio mempunyai status moral sama dengan manusia menyebabkan hal ini sulit
diterima. Oleh karena itu, pembuatan embrio hanya untuk tujuan penelitian
merupakan hal yang tidak dapat diterima banyak pihak5.
Perdebatan tentang status moral embrio berkisar tentang apakah embrio
harus diperlakukan sebagai manusia atau sesuatu yang berpotensi sebagai
manusia, atau sebagai jaringan hidup. Pandangan yang moderat menganggap
suatu embrio berhak mendapat penghormatan sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Semakin tua usia embrio, kian tinggi tingkat penghormatan
yang diberikan. Pandangan liberal menganggap embrio pada stadium blastosis
hanya sebagai gumpalan sel dan belum merupakan manusia sehingga dapat
dipakai untuk penelitian. Namun, pandangan konservatif menganggap blastosis
sebagai makhluk hidup5.
18
Untuk menghindari kontroversi terkait sel punca dari embrio, Thomson
dan Yamanaka menemukan pembuatan sel punca dari sel-sel kulit, dan dengan
teknik yang sama bisa membuat sel telur dan sel sperma dari sel kulit. Sel sperma
dan sel telur kemudian dipertemukan, dan terbentuk embrio yang digunakan untuk
keperluan riset. Membuat embrio untuk hanya untuk keperluan riset, dan bukan
untuk diimplantasikan ke dalam rahim, juga dianggap sebagai pelanggaran etika
yang tidak bisa diterima5.
Di dalam Islam sendiri, sel punca dari embrio inipun masih menimbulkan
kontroversi. Terkait dengan status embrio, ada pula pendapat yang
menganggapnya tidak sebagai manusia atau sebagai makhluk bernyawa, manakala
ia masih dalam tahap awal (blastosis). Lebih lanjut, embrio-embrio yang
kemudian ‘harus’ dihancurkan setelah diambil sel puncanya, tidak dipandang
sebagai pembunuhan makhluk hidup, karena mereka tidak pernah hidup
sebelumnya5.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw.) pernah bersabda,
“Jika nutfah (gumpalan darah hasil percampuran semen laki-laki dan perempuan)
telah lewat 42 malam, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya, lalu dia
membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya,
kulitnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya
Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’
Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim)
Di dalam riwayat lain dikatakan, “(jika nutfah telah lewat) 40 malam.”
Pandangan ini diperkuat oleh keputusan yang diberikan oleh Rasulullah (saw.)
terkait aborsi janin. Imam Bukhari dan Imam Muslim, keduanya meriwayatkan
hadits dari Abu Hurairah (ra.) bahwa, “Rasulullah (saw.) memberi keputusan
dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang digugurkan,
dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki- laki atau perempuan..” Satu
ghurrah adalah diyat yang setara dengan 1/10 diyat orang dewasa (jika diyat orang
dewasa 100 ekor unta, maka diyat aborsi adalah 10 ekor unta). Ghurrah ini
dibayarkan jika sang janin telah menunjukkan organ-organ manusia, seperti
jemari tangan dan kaki, dan lain-lain, yang mengindikasikan bahwa sang janin
telah berkembang menjadi manusia sempurna, meski ruh-nya baru dimasukkan
19
oleh Allah pada hari ke-120. Oleh karena itu kezaliman terhadap manusia dilarang
dan hal ini juga berlaku kepada janin, namun tidak berlaku bagi embrio yang
berusia belum genap 40 hari5.
Berdasarkan aspek hukum Undang-undang Republik Indonesia no 36
tahun 2009 tentang kesehatan pasal 70 mengatakan1 :
(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan
reproduksi.
(2) Sel puncasebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel
punca embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengeai sel punca sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
Ketentuan umum tentang sel punca Dalam Peraturan Menteri Nomor
833/Menkes/Per/IX/2009 tentang penyelenggaraan pelayanan sel punca menteri
kesehatan republic Indonesia6 :
Pasal 1
(1) Sel punca adalah sel tubuh manusia dengan kemampuan istimewa
memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri ( self regenerate/self
renewal) dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain
(2) Sel punca embrionik adalah sel punca yang berasal dari blastosit berupa
sisa embrio dari invitro fertilization (IVF) ataupun dari sel blank (
unspesialized);
(3) Sel punca non embrionik adalah sel punca dewasa yang berasal dari tali
pusat ( cord blood), susum tulang (Bone Marrow PunctionBMP), dan
darah tepi ( Peripheral Blood) serta berbagai jaringan lain;
(4) Pelayanan sel punca adalah tindakan medis yang dilakukan dalam rangka
pengambilan, penyimpanan, pengolahan, pendistribusian, pemusnahan dan
pemberian terapi sel punca non embrionik;
(5) Fasilitas pelayanan adalah sarana kesehatan tempat dilakukannya
pelayanan sel punca dan riset terepan
(6) Bank Sel Punca adalah unit dalam rumah sakit atau di luar rumah sakit
yang memenuhi persyaratan untuk menerima, melakukan seleksi,
20
menyipn, mendistribusikan dan atau memusnahkan sesuai dengan prosedur
standar yang ditetapkan oleh instalasi sel punca
(7) Laboratorium riset terapan sel punca adalah laboratorium penunjang yang
memenuhi persyaratan untuk melakukan uji sari infeksi, uji kualitas, uji
diferensiasi dan berbagai penelitian terapan sel punca.
(8) Donor sel punca adalah orang yang menyumbangkan sel punca untuk
kepentingan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
(9) Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan.
Pasal 2 Mengenai Persyaratan Pelayanan Sel Punca, Sumber Sel Punca6 :
(1) Sumber sel punca yang dipergunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan adalah sel punca non- embrionik yang berasal dari donor
manusia.
(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperjualbelikan
Pasal 3
(1) Donor sel punca adalah bersifat sukarela tana amrih
(2) Sel Punca hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan medic
bagi donor itu sendiri atau orang ain untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan
(3) Penggunaan sel punca untuk kepentingan orang lain atau kepentingan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus mendapat perserujuan dari donor yang bersangkutan.
(4) Pemanfaatan sel punca untuk kepentingan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai ketentuan perundang- undangan
Faktor yang mendukung disediakannya pedoman penyelenggaraan
pelayanan sel punca berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, nomor 834Menkes/SK/IX/20097 :
1. Pengalaman penggunaan sel punca untuk mengobati berbagai penyakit di
Indonesia
2. Telah tersedianya fasilitas saranan pengadaan sel punca di berbagai rumah
sakit pendidikan di Indonesia meskipun masih terbatas
21
3. Ketersediaan tenaga ahli
Faktor- fator yang mendorong disediakannya pedoman pelayanan sel
puncaberdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor
834Menkes/SK/IX/20097 :
1. Semakin banyak peminat dalam penyimpanan sel punca antara lain bank
darah tali pusat umbilical cord banking
2. Pengalaman di Negara maju menunjukan dapat terjadinya
penyelanggaraan aspek etik maupun medikolegal dalam penelitian maupun
pelayanan sel punca, misalnya penggunaan sel punca embrional.
Prinsip dari falsafah pelayanan ini berorientasi pada aspek bioetik, yaitu 7:
1. Kehidupan harus dihormati sejak awal pembuahan, yaitu sejak dibuahinya
sel telur oleh sperma
2. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan sel punca sangat penting
untuk dikembangkan di Indonesia beserta berbagai kebijakan dan
pengaturan hukumnya yang bersumber dari kaidah bioetika universal atau
kaidah – kaidah yang sekurang-kurangnya secara internasional sudah
diterima.
3. Pengembangan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia di Indonesia
khususnya laboratorium harus diperkuat agar bangsa Indonesia dapat
menguasai dan berada sejajar dengan bangsa lain dalam ilmu dan
teknologi sel punca,
4. Klonasi terapeutik mengunakan sel punca non embrionik dapat dilakukan
di Indonesia baik oleh penelit dalam negeri maupn penelitian atau
penyedia jasa sel punca dari luar negeri, sepanjang memenuhi standard an
berbagai perundangan di Indoneia yang mejamin informed consent dan
best clinical practice
5. Reproductive stem cell, sel punca embrionik pluripoten dan totipoten
dilarang karena menggangu martabat manusia
6. Non embrionik (adult stem cell) diperbolehkan tapi tidak boleh
mempergunakannya untuk kepentingan lain kecuali atas ijin
7. Observasi sel selama penyimpanan harus sesuai standar untuk mengetahui
adanya perubahan mutasi yang berkaitan dengan efektivitas terapi
22
8. Pemanfaatan sel punca ini berdimensi lintas profesi yang berkaitan dengan
hak manusia sehinga perlu komitmen atau dorongan ilmuwan dan
masyarakat
9. Perkembangan penelitian sel punc sampai saat ini masih berlanjut, oleh
karena itu pelaksaan pelayanan medik sel punca di RS Pendidikan Rujukan
dan fasilitas pelayanan sel punca di luar rumah sakit oleh
swasta/pemerintah, harus merupakan bagian dari mata rantai
pengembangan ilmu pengetahuan dasar kedokteran serta dipandang aset
nasional.
Dalam proses pemanenan embrio dapat terjadi kerusakan embrio dan
menyababkan embrio tersebut mati. Adanya anggapan bahwa embrio berstatus
sama dengan manusia menyebabkan hal tersebut tidak dapat diterima. Perdebatan
yang cukup ramai adalah mengenai status moral embrio, apakah embrio harus
diperlakukan sebagai manusia atau sebagai sesuatu yang berpotensi untuk menjadi
manusia atau sebagai jaringan hidup tubuh lainnya. Lebih jauh lagi apakah embrio
yang berkembang dianggap sebagai makhluk hidup1.
Penggunaan sel punca yang berasal dari surplus zigot pembuatan bayi
tabung sendiri juga menimbulkan kontroversi. Pendapat yang moderat
mengatakan daripada surplus zigot itu dibuang, sebaiknya dipakai saja untuk
penelitian. Sebaliknya ada juga yang berpendapat bahwa sisa itu harus dipelihara
hingga zigot mati1.
23
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari permasalahan sel punca ini antara lain
adalah hadirnya solusi baru dalam pengobatan berbagai penyakit termasuk
penyakit degeneratif, penyakit autoimun dan penyakit keganasan, yaitu dengan
transplantasi sel punca yang dihasilkan dari berbagai sumber seperti zigot,embrio,
atau fetus. Hal ini yang melahirkan pro-kontra dalam penelitian sel punca karena
melanggar etika. Sel punca yang berasal dari embrio masih bertentangan dengan
aspek hukum, etika dan agama di Indonesia.
3.2 Saran
Penggunaan sel punca dalam ilmu kedokteran dan medikolegal dapat
diterapkan dengan tetap mengikuti kaidah bioetika yang berlaku sesuai dengan
undang-undang dasar dan Peraturan Menteri Kesehatan. Penerapan ilmu dan
teknologi sel punca dapat turut serta memajukan bangsa Indonesia dalam bidang
kesehatan dunia.
24
DAFTAR PUSTAKA
25